NovelToon NovelToon

Cinta Sejati Tuan Penguasa

Awal Pertemuan

"AAAKH!!"

"Dimana aku?!"

Saat terbangun dari pingsannya, Daniel pun langsung mengerang kesakitan, seraya memegangi kepalanya yang sudah dibaluti dengan kain berwarna putih.

"Maaf, kau ada di gubuk kami," ujar seorang wanita tua yang duduk di kursi, tak jauh dari posisi Daniel yang terbaring di atas tempat tidur kayu berukuran kecil.

Mendengar suara wanita itu, Daniel pun dengan cepat mengarahkan pandangannya ke arah sumber suara.

"Hah! Siapa kau?!"

"Aaarrggh!!"

Daniel terkejut seiring dengan rasa sakitnya hingga dia kembali mengerang. Dengan gerakan cepat dia mengangkat dan menggeser sedikit tubuhnya, menjadi duduk di atas ranjang sambil memegangi kepalanya.

"Aku Gania, panggil saja aku nenek Gania," ujar wanita itu seraya beranjak dari tempat duduknya.

"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu," ujarnya lagi.

Gania mendekati Daniel, kemudian berdiri di samping tempat tidur seraya mengamati penampilan Daniel yang terlihat seperti bukan orang sembarangan.

"Siapa namamu, anak muda?!"

"A_ Aku_ Siapa aku?! Katakan, siapa aku..?! Kenapa aku bisa ada di sini?! Dimana ini..?!" Daniel histeris saat dia tidak bisa mengingat apa-apa.

"Hei! Jangan berteriak. Kau baru saja siuman, luka di kepalamu cukup parah." Wanita tua yang bernama Gania itupun meninggikan suaranya.

Daniel tidak bisa merasakan apa-apa selain rasa sakit di kepalanya, bahkan seluruh tubuhnya pun terasa seperti remuk redam.

"Sofia..! Tolong ambilkan ramuan di atas meja!" Gania meneriaki cucunya yang berada di luar kamar.

Selang beberapa detik kemudian, seorang gadis cantik pun masuk dengan membawa segelas ramuan yang sudah di olah menjadi minuman.

Gadis itu dengan cepat memberikannya pada Gania, dan dengan cepat pula Gania meraihnya dari tangan sang cucu.

"Cepat minum ini," Gania mengulurkannya pada Daniel, namun Daniel sama sekali tidak mau menyentuh gelas itu.

"Ayo! Cepat diminum. Ini bukan racun! Ini ramuan yang terbuat dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan dan akar rerumputan. Gunanya untuk mengurangi rasa sakit mu," ujar Gania kemudian, menjelaskan fungsi dari ramuan yang sudah dia buat.

Sang cucu yang bernama Sofia tampak tidak senang melihat tatapan mata Daniel yang begitu tajam menatap kearah neneknya.

Dengan cepat dia menepuk pelan pundak Gania, hingga Gania menoleh.

Sofia memberi isyarat agar Gania memberikan gelas itu padanya. Dengan maksud, dia ingin memberikannya sendiri ramuan itu pada Daniel.

Gania yang mengerti dengan isyarat bahasa tubuh Sofia pun lekas memberikan gelas yang dia pegang.

Setelah Sofia meraih gelas yang berisi ramuan itu, diapun melangkah mendekati Daniel, lalu duduk di sisi ranjang, tepatnya di samping Daniel.

Sofia mengarahkan gelas itu pada Daniel. Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Dengan cepat pula Daniel menepis gelas itu hingga gelas yang di pegang Sofia jatuh dan pecah di lantai.

Pranggg!!!

Tentu saja hal itu membuat Sofia dan neneknya terkejut. Hingga Sofia merasa marah dalam hatinya.

Sofia membalas tatapan tajam mata Daniel, kemudian lekas beranjak berdiri.

Dia menarik lengan neneknya, bermaksud membawa sang nenek keluar dari kamar tersebut.

Gania pun mengikuti langkah cucunya dengan meninggalkan Daniel sendirian begitu saja didalam kamar.

Sepeninggalan mereka, Daniel berkali-kali mengerang kesakitan. Dia bahkan tidak bisa memaksa otaknya untuk berpikir dan mengingat siapa dirinya.

"Aaarrggh!"

Suara erangan Daniel terdengar hingga ke sisi telinga Sofia dan neneknya, Gania.

"Sepertinya pemuda itu kehilangan ingatannya," ujar Gania dan di jawab Sofia dengan anggukan kepala.

"Sayang sekali, dia tidak mau meminum ramuan itu. Padahal jika dia meminumnya, rasa sakitnya akan berkurang,"

Lagi-lagi Sofia menjawab ucapan Gania dengan anggukan kepala.

Gania tidak mau ambil pusing. Wanita tua itu memilih untuk segera beranjak dari tempat duduknya.

"Awasi dia, kalau ada apa-apa cepat susul nenek ke hutan,"

Sofia pun mengangguk cepat. Setelah itu Gania pun pergi meninggalkan cucunya, bermaksud ingin mencari kayu bakar serta beberapa jenis tanaman di hutan.

Sepeninggalan Gania, Daniel yang masih berada didalam kamar kembali mengerang kesakitan.

"Aaarrggh!"

Sofia yang berada di dapur pun tak tahan mendengarnya, hingga dengan cepat dia kembali meracik beberapa jenis ramuan untuk di olah menjadi minuman, seperti yang di buat oleh neneknya, Gania.

Setelah ramuan itu selesai di olah, Sofia kembali menghampiri Daniel dengan membawa segelas ramuan tersebut.

"Mau apa kau datang lagi?! Apa kau juga ingin meracuniku seperti wanita tua itu?!" sambut Daniel dengan nada keras saat Sofia masuk ke sana.

Dengan geram Sofia meletakkan gelas yang dia bawa ke atas meja, lalu segera dia duduk di samping Daniel.

Daniel mengerutkan keningnya, dia sedikit heran karena gadis itu sama sekali tidak mengeluarkan suaranya.

Sofia dengan santai mengangkat kembali gelas yang berisi minuman ramuan tadi, lalu meneguknya tanpa ragu di hadapan Daniel. Tentu saja bertujuan agar Daniel percaya bahwa minuman itu tidak ada racunnya.

Setelah meneguk dengan sekali tegukan, Sofia pun meletakkannya kembali ke atas meja, tak jauh dari posisi tempat tidur.

Daniel mengamatinya begitu saja. Dalam hati, jika gadis itu berani meminumnya, berarti memang benar jika didalam minuman tersebut tidak ada racunnya.

Sofia beranjak dari duduknya. Mau atau tidak Daniel meminum ramuan tersebut, dia tidak peduli. Yang penting baginya, dia dan neneknya sudah berusaha membantu Daniel.

Saat Sofia sudah keluar dari kamar tersebut, Daniel pun dengan cepat meraih gelas di atas meja, lalu dengan cepat dia meneguk ramuan tersebut dengan hanya sekali tarikan nafas.

"Huekk! Cuih! Minuman ini tidak enak. Tapi kenapa gadis itu dengan santai meminumnya?! Apa karna dia sudah terbiasa?!" gumam Daniel sendirian dengan nada pelan, setelah dia meneguk habis ramuan tersebut, kemudian kembali meletakkan gelas yang sudah kosong ke tempat semula.

Tanpa di ketahui oleh Daniel, diam-diam Sofia mengintipnya dari balik pintu. Sofia yang melihat Daniel meminum ramuan itu hingga habis, sontak mengulum senyumnya. Setelah itu diapun pergi, menjauh dari sana.

Beberapa menit kemudian, Daniel yang berada didalam kamar merasa sakitnya sedikit berkurang, setelah dia meminum ramuan tadi.

"Ternyata ramuan itu benar-benar ampuh. Siapa wanita itu dan gadis yang tadi?! Apakah mereka yang membawaku kemari?!" gumam Daniel, pelan.

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?! Kenapa aku tidak bisa mengingat apa-apa?!" lanjutkan kemudian.

Didalam kamar itu, Daniel terus berusaha mengingat-ingat siapa dirinya. Hingga beberapa menit kemudian, tercium aroma sup segar ke indera penciuman Daniel. Bersamaan dengan itu terdengar pula suara perutnya yang terasa lapar.

Kriuk!!!

"Siapa yang memasak makanan sewangi ini?! Sepertinya makanan itu sangat enak," ujar Daniel seraya mengendus-enduskan hidung runcingnya.

Sungguh, aroma sup itu menggugah selera makan Daniel, hingga dia tidak sabar untuk beranjak turun dari atas tempat tidur.

Dengan perlahan Daniel melangkah menuju pintu, hingga saat posisinya sudah berada di ambang pintu, tatapan matanya langsung tertuju pada Sofia yang sedang sibuk memasukkan beberapa sendok sup kedalam mangkuk.

Perlahan Daniel mendekati, tanpa di sadari oleh Sofia.

"Ternyata.. Selain bisa membuatku meminum ramuan, kau juga pandai memasak."

Suara Daniel sontak mengejutkan Sofia, hingga sendok sup yang dipegangnya jatuh ke lantai.

"Ah, maaf, aku mengagetkan mu," dengan cepat Daniel berjongkok, berusaha mengambil sendok yang jatuh itu.

Bersamaan dengan gerakan Daniel, ternyata Sofia juga ikut berjongkok. Hingga membuat tangan mereka berdua saling bersentuhan, saat sama-sama ingin meraih sendok.

Tidak hanya itu, bahkan raut wajah mereka pun menjadi sangat dekat saat keduanya saling menatap.

*****

Bersambung...

Penasaran

Untuk beberapa saat mereka tetap dalam posisi yang sama, sambil terus menatap lekat.

Tapi detik kemudian Sofia dengan cepat kembali berdiri, lalu mengambil sendok yang bersih sebagai gantinya.

Sofia mengarahkan pandangannya ke arah panci yang berisi sup, dia berusaha menyembunyikan rasa malunya pada Daniel.

Dengan perlahan, Daniel pun berdiri kemudian meletakkan sendok yang jatuh tadi ke atas meja, tak jauh dari posisi mangkuk di hadapan Sofia.

Setelah selesai menuangkan sup kedalam mangkuk, Sofia pun membawanya dan meletakkan ke atas meja makan yang berukuran kecil, hanya muat untuk dua orang.

Daniel mengikuti langkah Sofia. Setelah itu Sofia pun memberitahunya dengan bahasa isyarat, jika sup didalam mangkuk kecil tersebut untuk Daniel.

Daniel mengerutkan keningnya sebelum dia menggeser kursi, kemudian lekas bertanya. "Kenapa kau tidak bicara?! Apa kau bisu?!"

Sofia tertunduk seraya mengangguk sedikit, hingga membuat Daniel mengangkat kedua alis tebalnya sedikit ke atas.

Pantas saja sejak tadi Daniel tidak pernah mendengar suara gadis itu, ternyata gadis itu tidak bisa bicara. Pikir Daniel yang baru menyadarinya.

"Maaf, aku tidak bermaksud.. "

Dengan cepat Sofia kembali mengangkat sedikit wajahnya lalu mengulas senyum, sebagai tanda jika pertanyaan Daniel sama sekali tidak membuatnya tersinggung.

Daniel pun menjadi lega, kemudian lekas menarik kursi lalu mendudukinya.

"Kau tidak ikut makan?!" tanya Daniel dengan lembut, saat Sofia hanya berdiri mengamatinya.

Mendengar itu, Sofia pun mengangguk, lalu kembali melangkah menuju dapur kecilnya. Dia juga mengambil mangkuk yang sama dengan mangkuk Daniel, kemudian segera menuangkan sup kedalamnya.

Setelah selesai, Sofia pun membawa sup itu ke meja lalu duduk berseberangan dengan posisi Daniel.

"Sup buatan mu sangat enak. Aku menyukainya," puji Daniel saat sesendok sup berhasil masuk kedalam mulutnya hingga cita rasa dari sup tersebut berhasil menguasai lidahnya.

Sofia hanya bisa tersenyum lalu ikut menikmati sup dari mangkuknya.

Untuk beberapa saat mereka terdiam, dengan terus menikmati sup didalam mangkuk mereka masing-masing.

Hingga detik kemudian Daniel kembali bersuara. "Oh iya, dimana wanita tua yang tadi?! Apa dia nenekmu?!" tanya Daniel setelah menyadari jika sejak tadi dia tidak melihat adanya Gania diantara mereka.

Sofia pun dengan cepat mengangguk, kemudian lekas memberitahu Daniel dengan bahasa isyaratnya.

"Hah!" Daniel menghela nafasnya, kemudian kembali bersuara. "Maaf, aku tidak mengerti maksudmu. Lupakan saja pertanyaan ku barusan."

Daniel lupa, jika gadis di hadapannya tidak bisa bicara, dan hanya bisa berkomunikasi lewat isyarat dengan gerakan tangan. Tentu saja itu membuat Daniel kesulitan untuk mengartikannya.

Daniel melanjutkan kembali, menyuap sup hingga habis tak tersisa.

Sama halnya dengan Sofia, dia menghabiskan sup didalam mangkuknya lalu membawa kedua mangkuk kosong tersebut ke dapur, kemudian mencucinya hingga bersih.

Setelah selesai, Sofia ingin segera menyusul sang nenek, berhubung hari sudah semakin sore, tapi wanita tua itu masih belum kembali ke rumah mereka.

"Hei, kau mau pergi kemana?!" tanya Daniel saat Sofia keluar dari rumah.

Sofia merasa bingung, bagaimana caranya dia bisa menjelaskan pada Daniel. Pasalnya, Daniel tidak akan mengerti dengan bahasa isyaratnya.

Sofia kembali masuk kedalam rumah, lalu memberi isyarat jika Daniel harus tetap berada di rumah.

Hanya itu yang bisa dia jelaskan lewat bahasa isyaratnya. Setelah itu dia pun pergi meninggalkan Daniel sendirian di rumah itu.

Untuk beberapa saat Daniel terus memandangi punggung Sofia, hingga gadis itu semakin menjauh.

Setelah itu Daniel pun memutus untuk kembali masuk kedalam kamar yang dia tempati.

Didalam sana dia mengamati setiap sudut ruang kamar yang berukuran kecil itu. Tidak ada apa-apa di sana, yang ada hanyalah sebuah lemari pakaian yang hampir rapuh, serta tempat tidur kayu dan juga meja kecil yang terdapat di pojokan, tepatnya di sebelah tempat tidur.

Daniel melangkah mendekati meja, kemudian mengarahkan tangannya membuka laci meja tersebut. Hingga detik kemudian tatapannya tertuju pada sebuah buku berukuran kecil.

Daniel penasaran ingin mengetahui apa isi didalam buku tersebut, hingga dengan cepat dia meraihnya lalu membawa buku tersebut duduk di atas tempat tidur.

Karena rasa penasarannya begitu kuat, Daniel pun lekas membukanya. Hingga detik bersamaan tampak sebuah gambar yang jika diamati baik-baik, gambar tersebut menceritakan seorang gadis kecil yang sedang ketakutan, serta terdapat pula gambar seorang lelaki dewasa dengan seorang wanita yang berlumuran darah akibat pembantaian dari beberapa orang lelaki lainnya, terlihat dari gambar.

Daniel mengerutkan keningnya, kemudian membuka halaman berikutnya. Dimana disitu terdapat gambar seorang lelaki yang tidak asing baginya, tapi dia sama sekali tidak bisa mengingat lelaki pada gambar tersebut.

"Apa maksud dari gambar ini?!" Daniel tertegun sejenak, seraya menutup buku kecil tersebut.

Setelah itu dia beranjak, mengembalikan buku tersebut ke tempat semula. Bersamaan dengan itu terdengar suara langkah kaki yang diiringi dengan suara Gania yang sedang berbicara pada Sofia.

Daniel pun dengan cepat menutup laci meja tersebut, lalu melangkah keluar dari kamar, menghampiri Sofia dan neneknya.

"Anak muda! Kau.. Bagaimana kepalamu?! Apakah masih terasa sakit?!"

Gania sedikit terkejut melihat Daniel yang sudah bisa bangun dari tempat tidurnya, bahkan pemuda itu sudah bisa berjalan dan keluar dari kamar.

"Terimakasih, ramuan mu sangat ampuh. Kepalaku sudah tidak terasa sakit lagi," ujar Daniel.

Gania sangat senang mendengarnya. "Syukurlah kalau begitu. Tapi kau harus terus meminum ramuan itu, sampai kondisimu benar-benar pulih,"

"Iya. Boleh aku bertanya, Nyonya!"

"Panggil saja aku nenek, usiaku juga sudah sangat tua. Tidak cocok jika di panggil dengan sebutan, Nyonya," sela Gania menolak.

Daniel pun mengulas senyumnya, tapi detik kemudian dia kembali bersuara. "Baiklah, Nenek! Bolehkah aku bertanya sesuatu?!"

"Tentu saja, silahkan." Gania menarik kursi yang tak jauh dari posisinya berdiri, kemudian dengan cepat dia mendudukinya.

Begitu pula dengan Daniel yang ikut duduk di kursi yang berseberangan dengan Gania.

"Siapa yang membawaku kemari?!" tanya Daniel kemudian.

"Sofia, dia menemukan mu di pinggir sungai, tak jauh dari sini,"

"Di pinggir sungai?!" Daniel cukup terkejut mendengarnya. Kemudian kembali bersuara.

"Apakah ada sesuatu yang dia temukan?! Maksudku.. Sesuatu yang bisa di jadikan petunjuk."

Mendengar itu, Gania lekas mengarahkan pandangannya ke arah cucunya, Sofia. Bermaksud mencari jawaban dari gadis itu apakah dia menemukan sesuatu di pinggir sungai bersamaan dengan dia menemukan Daniel.

Sofia dengan cepat menggeleng, sebagai jawaban jika dia tidak menemukan apapun saat menemukan Daniel yang terbaring di pinggir sungai.

"Cucuku tidak menemukan apapun," ujar Gania pada Daniel, setelah Sofia menggeleng.

Daniel menghela nafasnya yang lemah. Jika saja Sofia menemukan sesuatu, maka mungkin saja dia berkesempatan untuk mengingat kembali siapa dirinya. Pikir Daniel dalam diamnya.

"Apakah kau tidak bisa mengingatnya sedikit saja?! Bagaimana bisa kau pingsan di pinggir sungai itu?!" tanya Gania kemudian.

"Tidak, Nek. Aku sama sekali tidak bisa mengingat kejadian sebelumnya. Bahkan, aku sudah mencoba mengingat siapa diriku. Tapi percuma, aku sama sekali tidak ingat."

"Bersabarlah anak muda! Suatu saat, ingatanmu pasti akan kembali,"

"Ya. Ku harap, aku bisa secepatnya mengingat kembali siapa diriku,"

"Iya, semoga. Untuk sementara waktu biarlah kau tinggal di sini dulu, sampai kondisimu benar-benar pulih. Paling tidak.. Sampai kau bisa mengingat kembali siapa namamu,"

"Terimakasih, Nek! Terimakasih karena kalian sudah mau menolong ku,"

Daniel sedikit lega karena masih ada orang baik di dunia ini seperti nenek Gania dan cucunya Sofia, yang mau menampungnya serta dengan senang hati mengobati luka-lukanya.

*****

Bersambung....

Apa Itu Cinta?

****

Beberapa hari kemudian.

Semakin hari kondisi Daniel semakin membaik, di karenakan dia terus mengkonsumsi ramuan tradisional buatan nenek Gania.

Tapi malam ini justru Daniel tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pasalnya, bayangan seorang wanita selalu mengganggu pikirannya, hingga membuat kepalanya kembali terasa sakit sampai dia pun beberapa kali mengerang.

"Aaakh! Siapa dia?! Kenapa aku tidak bisa mengingatnya?!" ujar Daniel pelan sambil memegangi kepalanya.

Sofia yang baru saja berbaring di kamar neneknya yang saat ini dia tempati bersama sang nenek, kembali bangun dari posisinya, lalu bergegas turun dari tempat tidur dan berjalan cepat keluar dari kamar.

Entah kenapa mendengar suara erangan Daniel membuatnya merasa kasihan dan ingin sekali melihat kondisi pemuda itu.

Saat Sofia masuk kedalam kamar yang di tempati oleh Daniel, ternyata pemuda itu sedang memijit kepalanya dalam posisi duduk di atas tempat tidur.

Sofia pun menghampirinya lalu duduk di sisi tempat tidur pula, hingga membuat Daniel yang tersadar akan kehadiran seseorang pun dengan cepat mengangkat kepalanya seraya menghentikan gerakan tangannya.

Sofia merentangkan sedikit kedua tangannya ke samping, dengan maksud bertanya 'ada apa?!'

Daniel yang mengerti pun lekas menjawabnya. "Kepalaku sakit,"

Setelah Daniel mengatakan itu, Sofia pun dengan cepat mengubah posisinya menjadi duduk di belakang tubuh Daniel, sehingga Daniel pun sedikit menggeser tubuhnya ke depan. Bertujuan untuk memberi ruang pada Sofia agar bisa leluasa duduk dengan menghadap punggungnya.

Tapi bukan itu maksud Sofia, dia malah meminta Daniel untuk berbaring di pangkuannya dengan beralaskan bantal.

Dengan terheran-heran, Daniel mengikuti saja apa yang di isyaratkan oleh Sofia.

Daniel pun mengubah posisinya menjadi berbaring di pangkuan Sofia, setelah gadis itu menaruh bantal di pangkuannya.

Daniel memejamkan pelupuk matanya dengan perlahan, saat Sofia mengarahkan kedua tangannya memijit pelan bagian kepala Daniel yang tidak tertutupi oleh kain.

Daniel pun sangat menikmati pijatan lembut dari tangan Sofia, hingga tersenyum samar.

Dalam hati, Daniel menggumam. 'Gadis ini tidak hanya cantik, bahkan dia sangat baik dan peduli padaku. Andai saja dia bisa bicara, pasti suaranya sangat merdu.'

Perlahan Daniel membuka pelupuk matanya, hingga tatapannya tertuju pada raut wajah Sofia.

Jika diamati, raut wajah Sofia memang sangat cantik. Bahkan raut wajahnya terlihat seperti putri yang ada didalam sebuah cerita dongeng, yaitu putri snow white yang memiliki bentuk mata yang indah, bulu mata yang panjang dan lentik, serta hidung yang runcing hingga bentuk bibir mungil yang berwarna merah delima.

Tidak hanya itu saja, bahkan Sofia juga memiliki rambut lurus panjang berwarna hitam pekat sebatas pinggang, serta memiliki kulit yang putih dan bersih.

Daniel tak henti-hentinya menatap kagum raut wajah Sofia untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Sofia memalingkan wajahnya ke samping saat menyadari jika Daniel terus menatapnya.

Daniel yang menyadari jika Sofia malu saat ditatap seperti itu, dia pun lekas mengeluarkan suaranya.

"Kenapa kau belum tidur?! Apakah suaraku mengganggu istirahat mu?!"

Mendengar itu, Sofia pun kembali menunduk kearah semula. Lebih tepatnya mengarahkan pandangannya ke raut wajah Daniel, lalu menggeleng cepat sebagai jawaban.

Sofia terus memijit pelan kepala Daniel, hingga Daniel semakin merasa nyaman di buatnya.

"Sofia, apakah kau pernah merasakan sesuatu pada orang lain?!" tanya Daniel pelan seraya terus menatap.

Tentu saja pertanyaan Daniel sama sekali tidak bisa di mengerti oleh Sofia. Gadis itu hanya terlihat mengerutkan keningnya saja, seraya menghentikan gerakan tangannya.

Dengan cepat Daniel mengubah posisinya, menjadi duduk dengan saling berhadapan.

"Kau tidak mengerti maksudku?!" tanya Daniel kemudian.

Dengan cepat pula Sofia menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Maksudku.. Sesuatu yang kau rasakan pada seseorang itu adalah cinta. Kau tau apa itu cinta, bukan?!"

Lagi-lagi Sofia menggeleng. Gadis itu masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Daniel, hingga membuat Daniel menghela nafas lelahnya.

Memang sangat sulit jika berbicara dengan orang yang tidak bisa bicara, pikir Daniel membatin.

Melihat raut wajah Daniel yang sepertinya sedang kecewa, Sofia pun beranjak turun dari tempat tidurnya, kemudian melangkah mengitari tempat tidur, mendekati meja kecil yang ada di pojokan.

Daniel diam mengamati Sofia yang membuka laci mejanya, lalu mengeluarkan buku kecil yang terdapat di dalam sana beserta sebuah alat tulis.

Sofia kembali mendekati tempat tidur lalu kembali duduk dengan posisi semula, berhadapan dengan Daniel.

Dia membuka bagian tengah buku yang masih kosong, lalu mengarahkan tangan kanannya yang memegang alat tulis.

Daniel terus mengamatinya saat Sofia menuliskan sesuatu di buku kecil tersebut, hingga detik kemudian Sofia pun mengarahkannya ke depan wajah Daniel.

AKU TIDAK PERNAH DEKAT DENGAN SEORANG LAKI-LAKI SEBELUM DIRIMU, TUAN! AKU JUGA TIDAK MENGERTI APA ITU CINTA.

Kedua bola mata Daniel sontak membulat setelah membaca tulisan tersebut didalam hatinya.

"Ternyata kau bisa menulis dan membaca. Kalau begitu, mulai besok.. Jika aku bertanya padamu, lebih baik kau menjawabnya dengan tulisanmu saja. Itu akan sangat memudahkan ku untuk mengerti apa yang ada di pikiranmu,"

Sofia tersenyum lebar, disertai dengan acungan jempol ke depan wajah Daniel.

Tapi setelah itu Sofia kembali menuliskan sesuatu, dan detik kemudian dia kembali mengarahkan bukunya ke depan wajah Daniel.

JADI, APA ITU CINTA?

Daniel mengulas senyumnya setelah membaca tulisan tersebut, tapi detik kemudian dia menggeser sedikit posisinya lebih dekat dengan posisi duduk Sofia.

"Cinta itu... Ada di sini." Daniel menunjuk pada bagian dadanya sesaat, dengan telunjuknya.

Sofia yang terus mengamatinya pun kembali mengerutkan kening, lalu mengikuti gerakan tangan Daniel, menunjuk pada bagian dadanya dengan telunjuknya.

Daniel pun sontak tertawa pelan, kemudian kembali bersuara. "Ya, Cinta itu jika kau merasakan ada getaran yang tidak biasa saat kau berada dekat dengannya."

Mendengar itu sontak membuat Sofia memicingkan matanya dengan kening yang mengerut, hingga detik berikutnya dia kembali menuliskan sesuatu.

Tapi saat Sofia ingin memperlihatkannya pada Daniel, tiba-tiba saja Daniel merasakan sakit di kepalanya hingga membuatnya kembali mengerang.

"Aaarrggh!!!"

Seketika sofia menjadi cemas, bersamaan dengan itu buku beserta alat tulis yang dia pegang pun terlepas begitu saja dari tangannya, hingga jatuh ke lantai.

Daniel meremas kuat rambutnya, menahan rasa sakit di kepalanya, membuat Sofia dengan cepat beranjak turun dari tempat tidur lalu berlari keluar dari kamar tersebut.

Tapi tak lama kemudian, dia kembali menghampiri Daniel didalam kamar dengan membawa segelas ramuan yang memang sudah di persiapkan untuk Daniel.

Dengan cepat Sofia memberikannya, seraya kembali duduk di tempat semula.

"Aaakh!! Terimakasih." Daniel pun meraih gelas itu dari tangan Sofia, kemudian dengan cepat pula dia meneguk ramuan tersebut.

"Aaakh!!

"Hueekk!!"

Daniel merasa sangat mual hingga hampir ingin memuntahkannya. Beruntung Sofia dengan cepat menutup hidung runcing Daniel dengan jari telunjuk dan jempolnya, hingga dalam beberapa menit nafas Daniel pun tertahan.

"Hah! Ramuan ini baunya benar-benar membuatku mual," ujar Daniel setelah Sofia melepaskan kedua jarinya yang menutupi lubang hidung runcing Daniel.

Sofia mengulum senyumnya, hingga membuat Daniel gemas padanya.

"Siapa yang mengizinkan mu untuk mentertawakan ku, hm?! Lain kali berikan ramuan itu melalui mulutmu, pasti rasanya akan manis."

Tanpa sadar, ucapan Daniel berhasil membuat kedua bola mata Sofia membulat. Hingga detik kemudian dengan gerakan cepat Sofia menjentikkan jarinya tepat pada luka di bagian kening Daniel yang masih di tutupi dengan balutan kain. Daniel pun kembali mengerang kesakitan.

"Aaarrggh!!!"

Bersamaan dengan itu, Sofia beranjak berdiri dengan gerakan cepat lalu pergi keluar dari kamar tersebut. Dia bahkan tidak memperdulikan Daniel yang terus mengerang diiringi dengan teriakannya.

"Aaarrggh!! Sofia.. Awas kau!!"

*****

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!