Pagi itu semangat membara di dada gadis manis bernama Alindya Sheila Puteri. Ini adalah hari pertama ia menginjaki peran barunya sebagai murid SMA. Yah, masa yang paling ditunggu-tunggu tiap remaja. Masa yang menurut para pujangga sangatlah indah.
Sama seperti gadis kebanyakan, ia pun ingin segera bertemu romansa pertamanya. Namun tidak dipungkiri bagi gadis berumur 16 tahun ini, belajar adalah pilihan yang paling utama baginya. Menurutnya ilmu itu sangatlah penting. Meski sepenuhnya ia belum memahami ke arah mana dunia menuntunnya. Ia masih terombang-ambing dan hanya mengikuti apa yang kaki dan otaknya pikirkan. Baginya itu suatu kewajaran. Karena di usianya memang banyak sekali remaja yang mengalami hal serupa.
Alindya menginjakan kakinya di depan gerbang sekolah barunya itu. Ini adalah salah satu SMA Negeri yang jaraknya dekat dengan tempat tinggalnya. Alasan Alindya memilih sekolah ini bukan lain adalah karena saran dari kedua orang tuanya. Selain itu ia sendiri ingin mencoba hal baru di sini.
Semuanya terasa asing saat pertama kali Alindya menginjakan kakinya di halaman sekolah barunya itu. Alindya pun dengan saksama memutar kelopak matanya. Berharap bisa bertemu dengan salah satu temannya yang juga masuk SMA ini. Setelah beberapa waktu, akhirnya teman Alindya itu muncul dari balik salah satu bangunan di sana.
Clara Aretha, itulah nama teman Alindya sejak dirinya berada di bangku kelas 1 SMP. Teman berbagi cerita, berbagi tawa, duka dan canda. Bagi Alindya ia bukan hanya sekedar teman biasa. Melainkan sudah ia anggap layaknya seorang saudara.
Setelah itu, merekapun memutuskan untuk menjelajahi lingkungan sekolah barunya itu bersama-sama.
Ketika asyik bercengkrama tanpa sengaja netra Alindya tertuju pada lelaki jangkung berkulit putih yang melintas. Tepat di sebelah bangku tempat Alindya dan Clara tempati. Ada rasa kagum terpahat sejenak dalam diri Alindya.
Bagaimana tidak, tubuh proposional lelaki misterius itu dipadukan dengan seragam yang sedikit berantakan. Sungguh perpaduan yang apik di mata seorang Alindya. Mungkin juga banyak siswi lain yang beranggapan demikian. Terbukti dengan banyaknya netra yang mencuri pandang sama seperti dirinya saat ini.
Entah waktu hendak bergurau atau hanya sebuah kebetulan. Sialnya di saat bersamaan netra cowok itu pun tanpa sengaja beradu pandang dengan netra Alindya. Sungguh Alindya ingin sekali menghilang dari sana saat ini. Di hari pertamanya, Ia sudah tertangkap basah memperhatikan cowok yang notabenya belum ia kenal itu.
Alindya berkali-kali merutuki kejadian yang baru saja menimpanya, malu sudah pasti. Fyi, Alindya ini paling anti dengan yang namanya berhubungan, apalagi sampai menggagumi lelaki seperti yang baru saja ia lakukan.
Yah, baginya lelaki itu bukan dunia yang patut ia kunjungi .
Meskipun jauh di dalam lubuk hati Alindya. Ia juga penasaran bagaimana dunia romansa remaja itu berlangsung. Lebih tepatnya bagaimana rasanya berada dalam dunia percintaan yang kata orang indahnya tanpa jeda.
Bel tanda masuk berdering, Alindya dengan segera memasuki lapangan. Ini adalah hari senin, hari di mana sudah pasti akan diadakan upacara bendera sebentar lagi. Ritual yang bisa dibilang wajib ini secara tidak langsung memang yang paling banyak dibenci oleh siswa maupun siswi sekolah. Selain harus berdiri dengan waktu yang tidak sebentar merekapun harus berkawan dengan teriknya matahari saat ini.
Alindya berdiri tepat di samping Clara. Di barisan terakhir sebelum barisan siswa lelaki. Berharap bisa mendapat sedikit keteduhan dari pohon yang berada di belakang mereka. Selang beberapa waktu akhirnya upacara selesai. Alindya dan Clara pun bergegas mencari mading. Guna mengetahui di kelas mana mereka akan menimbah ilmu selanjutnya.
Alindya menghelai nafas beratnya. Yah, Alindya dan Clara ternyata mendapat kelas yang berbeda. Alindya memperoleh kelas X Mia 3. Sementara Clara berada di kelas X Mia 2. Dengan berat hati mereka pun berpisah guna menuju kelasnya masing-masing.
Ketika memasuki kelas Alindya sedikit bingung. Bagaimana tidak, dalam satu kelas yang akan ia tempati ini. Tidak ada satupun anak yang termasuk lulusan SMP tempat sekolahnya dahulu. Dengan kata lain, hanya Alindya sendiri yang masuk kelas ini sendrian. Ketika hendak masuk seorang gadis melambaikan tangannya ke arah Alindya. Tanda ia ingin Alindya menghampirinya.
Setelah bercengkrama cukup lama, Alindya akhirnya memiliki teman baru. Alindya memang anak yang mudah bergaul, jadi tidak sulit untuknya mencari yang namanya teman. Neysha, Freya, Naomi, Kayra, dan Julie adalah teman baru Alindya di kelas barunya saat ini.
Saat seorang guru masuk para siswa dan siswi pun berhambur ke tempat duduknya masing-masing. Aduh, pekikan itu keluar dari mulut Alindya begitu saja setelah melihat ke arah samping. Yah, cowok jangkung yang tadi pagi Alindya temui ternyata juga berada di kelas yang sama dengannya saat ini.
Reynaldi Pratama, itulah nama cowok yang beberapa hari ini mengusik dunia Alindya. Meskipun cowok ini terbilang murid baru, tetapi sosoknya sudah tidak asing lagi bagi semua siswa dan siswi disini. Alasannya sudah pasti karena ketampanan dan perannya di Ekstrakurikuler. For your information, Reynaldi ini dari awal sudah mengikuti Ekstrakurikuler paskibra. Belum lagi ia sudah ditunjuk menjadi ketua angkatan kelas X dalam eskul tersebut.
Hari ini diawali dengan mata pelajaran matematika. Mata pelajaran yang bagi kebanyakan murid sudah pasti malas untuk mengikuti. Sedangkan bagi Alindya sendiri, pelajaran satu ini adalah pelajaran favoritnya. Alindya ini termasuk murid berprestasi, jadi tidak mengherankan meskipun termasuk murid baru. Ia sudah menjadi kesayangan beberapa guru di sekolahnya.
Ketika kelas akan dimulai pak karyono yang notabenya guru mata pelajaran matematika di kelasnya. Mengusulkan untuk mengubah formasi tempat duduk. Katanya supaya lebih nyaman saat pelajaran berlangsung. Anak-anakpun menyetujui usulan tersebut dan mulai merapikan tempat duduk mereka. Leter U, itulah formasi tempat duduk yang banyak dipilih oleh para murid.
Alindya tanpa sadar kembali menghelai nafas beratnya. Alasannya sudah pasti karena cowok bernama Reynaldi. Mereka berdua mendapat tempat duduk yang notabenya berhadapan. Sungguh jantung Alindya berdetak tidak karuan.
Entah itu karena masih merasa malu atas kejadian kemaren. Atau mungkin juga karena posisi ini sungguh membuyarkan konsentrasi belajarnya. Alindya tidak bisa fokus dengan formasi duduk seperti ini.
Sepanjang pelajaran berlangsung entah perasaan Alindya saja atau memang Rey sempat mencuri pandang padanya. Alindya tidak ingin mengambil pusing dengan manusia satu di hadapannya itu. Ia memilih untuk fokus pada materi yang sedang diajarkan gurunya saat ini.
Di tengah-tengah pelajaran berlangsung, tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Saat mulai dipersilahkan masuk oleh pak Karyono. Seseorang yang sedari tadi berada di balik pintu pun melangkahkan kakinya memasuki kelas kami saat ini.
Alfarezi Kavindra, siapa yang tidak mengenal ketua osis angkatan kelas XI ini. Hidung yang terpahat sempurna, mata tajam dengan bulu mata lentik, tubuh proposional dan masih banyak lagi kelebihan yang ia miliki. Dengan kata lain, Alfa itu tipikal cowok yang mendekati sempurna. Alindya tersenyum saat Alfa menoleh ke arahnya. Tidak banyak yang tahu bahwa Alfa dan Alindya sudah bersahabat sejak Alindya masih berumur 10 tahun dan Alfa berumur 11 tahun kala itu. Lebih tepatnya sudah 6 tahun mereka bersahabat.
Bagi Alindya satu-satunya cowok yang ada dalam hidupnya hanyalah seorang Alfa. Tipikal Alindya yang sulit berinteraksi dengan lawan jenis membuatnya jarang memiliki kawan laki-laki. Alfa adalah satu-satunya yang mampu membuat Alindya mengubah sudut pandangnya itu.
Alfa membisikan sesuatu di telinga pak Karyono, setelah itu mereka berdua keluar meninggalkan kelas. Selang beberapa menit, Pak Karyono masuk kembali dan memberitahukan pada semua murid bahwa ada rapat antar guru. Beliau akhirnya memberikan tugas untuk mencatat materi saja pada pertemuan kali ini.
Bosan sudah pasti, bagaimana tidak? Ketika Alindya telah menyelesaikan tugasnya. Tidak ada satu pun kegiatan yang bisa ia lakukan. Akhirnya Alindya memilih mengikuti kelima temannya menuju kantin. Tidak bisa dipungkiri meskipun masih jam pelajaran, tetapi karena sedang diadakan rapat antar guru. Murid-murid pun memilih berhamburan ke segala arah tidak terkecuali kantin.
Ketika akan memesan makanan Alfa tiba-tiba duduk di samping Alindya. Sontak saja hal tersebut langsung menjadi pusat perhatian. Ketua osis angkatan kelas XI duduk bersama siswi baru kesayangan guru-guru. Dengan reflek Alindya memukul lengan Alfa. Alfa pun di buat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Alindya.
"Elo ngapain sih lin? Sakit tahu," Keluh Alfa pada Alindya.
"Pindah sana malu tahu diliatin," Ujar Alindya.
Alfa hanya terkekeh mendengar penuturan Alindya. Bagi Alfa itu hal biasa saat dirinya bersama Alindya di mana pun pasti akan jadi pusat perhatian. Alfa suka hal itu, tetapi berbeda dengan Alindya sendiri. Ia tipikal gadis yang tidak suka menjadi pusat perhatian orang banyak.
"Iya ini gue mau pindah ko. Cuman mau mastiin pulang nanti jadi bareng kan?" ungkap Alfa.
Alindya hanya menjawab dengan anggukan sembari mendorong tubuh Alfa untuk lekas menjauh.
Sorot mata tajam ke lima teman Alindya pun tidak bisa dihindari. Alindya kembali menghelai nafas beratnya.
Di lain tempat Rey memperhatikan kejadian barusan. Ada banyak tanda tanya yang muncul di benak Rey. Rey pun dengan reflek berjalan mendekat ke arah Alindya duduk.
Langkah demi langkah kaki Rey membawanya mendekat ke arah Alindya. Bukan tidak menyadari, hanya saja Alindya sungguh tidak ingin berfikir yang bukan-bukan. Dan benar saja ketika jarak mereka hanya tinggal satu langkah. Rey menunduk dan menyibukkan diri dengan tali sepatunya yang lepas. Tanpa sadar Rey kembali mencuri pandang pada Alindya.
Di lain sisi, setelah menghabiskan semua makanannya. Alindya dan kawan-kawan pun memilih untuk kembali ke kelas mereka. Saat akan meninggalkan kantin Alindya kembali menoleh ke belakang, ke arah Rey tepatnya. Alindya sendiri merasa bingung dengan sosok yang satu ini. Ada sesuatu yang tidak bisa Alindya jabarkan. Sungguh Alindya tidak ingin mengambil pusing tentang makhluk satu itu lagi. Alindya tidak ingin menguras otaknya hanya untuk memecahkan teka-teki bernamakan Reynaldi Pratama.
Bel tanda pulang berdering. Seluruh murid berhamburan keluar dengan riangnya. Alindya mulai memasukkan bukunya satu persatu ke dalam tas. Neysha sedang sibuk dengan pantulan dirinya di kaca. Freya sedang sibuk dengan game di layar handphonenya. Naomi sibuk dengan konser tunggal sholawatnya. Sementara Kayra dan Julie sudah pamit pulang terlebih dahulu.
"Lin elo ko bisa akrab gitu sama Alfa?" ungkap Neysha memecah keheningan.
Freya dan Naomi pun reflek menghadap Alindya sembari menunggu jawaban dari Alindya secara langsung.
Alindya tersenyum sembari merapikan rambutnya. Saat hendak mengeluarkan suara.
"Lin ayoo ... !" panggil Alfa dari balik pintu secara tiba-tiba.
Alindya pun menoleh dan langsung berjalan mendekati Alfa. Meninggalkan ketiga temannya yang berteriak memanggil namanya. Sudah pasti mereka dibuat penasaran oleh Alindya.
Alindya kembali menoleh sembari terkekeh melihat raut wajah dari ketiga temannya itu.
Reynaldi masih duduk di tempatnya tanpa sedikitpun ingin beranjak. Melihat apa yang baru saja dilakukan Alindya dan ketiga temannya. Senyum tipis tergambar begitu saja di sudut bibirnya.
"Masih sama." Ungkapnya penuh arti.
Di gerbang sekolah, Alindya dan Alfa berjalan berdampingan. Tentu saja banyak pasang mata yang saat ini memperhatikan gerak- gerik mereka.
"Al bunda gue nitip salam buat elu sama keluarga. Katanya kapan-kapan elo disuruh main ke rumah." Ungkap Alindya.
"Siappp." Jawab Alfa sembari menyalakan motor Suzuki GSX 150 hitam miliknya.
Jujur Alindya paling tidak suka jika Alfa menggunakan motor itu ketika bersamanya. Lebih tepatnya, karena tidak nyaman dan sangat mengundang perhatian. Alindya sungguh tidak menyukai hal seperti itu.
Alindya dan Alfa akhirnya bergegas meninggalkan halaman sekolahnya.
Di tengah perjalanan Alfa menghentikan motornya.
"Mau ngapain ko berhenti Al? " tanya Alindya.
"Beli makanan dulu gue laper. " Jawab Alfa.
Alindya hanya mengangguk sembari turun dari motor Alfa. Ia memilih untuk menunggu di luar saja. Alasannya sudah pasti karena di sekitar tempat Alfa membeli makanan ada banyak kucing. Fyi, Alindya paling takut dengan makhluk satu itu. Tidak, lebih tepatnya hanya sedikit geli katanya. Alfa tahu hal itu, jadi ia tidak memaksa Alindya untuk ikut masuk bersamanya.
Selesai membeli makanan, mereka pun memutuskan untuk segera pulang. Langit memang mulai memberi isyarat bahwa sebentar lagi akan turun rintik hujan. Jadi mereka tidak ingin diguyur hujan. Ditambah lagi mereka juga tidak membawa payung ataupun jas hujan.
Di tengah jalan hujan turun dengan derasnya. Dengan terpaksa mereka berdua berteduh di salah satu cafe terdekat.
"Elo enggak bawa jaket lin?" tanya Alfa.
Alindya hanya menggeleng sembari merapikan rambutnya yang sedikit basah terkena rintik hujan.
Alfa membuka tasnya dan mengeluarkan hoodie hitam miliknya.
"Ini pakai nanti elo sakit." Ungkap Alfa sembari menyodorkan Hoodie miliknya itu.
"Elo gimana Al?" tanya Alindya.
"Gue cowok lin lebih kuat dari yang elo bayangin." Jawab Alfa.
"Alaynya kumat." Sindir Alindya.
Mereka pun terkekeh setelahnya.
Selang beberapa menit hujan belum juga redah. Sosok cowok tinggi berlari ke arah Alindya dan Alfa setelah memarkirkan motornya. Baju cowok itu sudah basah kuyup akibat diguyur hujan. Belum lagi rambut dan kulitnya yang pucat terkena angin. Sial, pekik Alindya dalam hati. Pesona cowok itu sungguh bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya. Siapa lagi jika bukan pemilik nama lengkap Reynaldi Pratama.
"Semesta sungguh sangat suka bergurau." Ungkap Alindya dalam hati berkali-kali.
...'Kamu terlalu jauh untuk aku rengkuh....
...Kedekatan itu pun, hanyalah...
...harap dan luka yang kuciptakan sendiri.'...
..._Reynaldi Pratama_...
Reynaldi baru saja melaju dengan motor Honda CB150 Verza hitam miliknya. Meninggalkan pekarangan sekolah yang mulai ditinggalkan para penghuninya. Ditemani oleh kedua teman sejatinya. Siapa lagi kalau bukan Syauqi Arjune dan Javas Athaya. Ketiganya melaju dengan kecepatan yang tinggi. Hal biasa yang sering mereka lakukan ketika pulang sekolah. Tanpa memikirkan akibat dari tingkah mereka. Bagi mereka ada kesenangan tersendiri saat melakukan hobi anehnya itu.
Di tengah perjalanan, motor Honda CB150 Verza merah milik Javas mogok. Alhasil mereka bertiga harus berhenti sejenak. Guna menemani Javas ke bengkel terdekat. Setelah menemukan tempat yang mereka cari. Mereka memutuskan untuk berpisah. Tentu saja hal ini dikarenakan arah pulang Javas dan Arjune searah. Jadi mereka berdua memutuskan untuk menetap dahulu di bengkel. Sementara Reynaldi, arah rumahnya berbeda dari dua temannya itu. Rey memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Ia pun berpamitan dengan kedua temannya itu.
Lima menit berlalu kala Rey telah melajukan motornya. Rintik hujan turun sedikit demi sedikit. Rey memilih terus melajukan motornya dan tidak menghiraukan tiap rintik yang menyapa tubuh yang masih lengkap dengan seragam itu. Lama-kelamaan bukannya redah hujan malah semakin deras. Dengan terpaksa Rey menghentikan motornya di salah satu cafe yang tidak jauh dari tempat ia sekarang. Sialnya tubuh Rey sudah terlanjur terguyur derasnya hujan. Alhasil ia berteduh dengan tubuh yang basah kuyup. Hawa dingin mulai menggerogoti tubuh Rey.
Ketika sampai di depan cafe mata Rey membulat sempurna. Gadis itu ada di sana juga. Siapa lagi kalau bukan Alindya Sheila Puteri. Gadis yang menurutnya memiliki banyak daya tarik. Rey berusaha bersikap sewajarnya. Ditambah lagi di samping kanan Alindya saat ini ada sosok pria bernamakan Alfarezi Kavindra. Siapa yang tidak mengenal seorang Alfa. Ketua osis angkatan kelas XI. Kakak kelasnya yang tidak kalah populer dari Rey sendiri.
Ingin rasanya Rey menyapa gadis di sampingnya ini. Hanya saja ia sedikit bingung harus memulai dengan cara bagaimana. Harus diawali dengan kata seperti apa. Belum lagi bagaimana jika gadis ini tidak membalas sapaannya. Bagaimana jika laki-laki yang di samping gadis itu bukan sekedar seorang teman. Jujur Rey sedikit merasa aneh dengan sosok Alfa. Bagaimana tidak, seorang Alfa bisa berubah 180 derajat sikapnya saat bersama gadis ini. Itu yang Rey lihat dari kacamata milikinya.
Rey terus saja sibuk dengan otaknya yang semakin berkecambuk itu. Sementara Alindya memalingkan wajahnya menghadap Alfa. Tentu saja Alindya berusaha menyibukkan dirinya. Dengan cara mengalihkan perhatiannya pada Alfa.
"Al elo yakin enggak kedinginan?" tanya Alindya.
"Sedikit sih Lin tapi enggak papa. Hujan juga udah mulai redah ko." Jawab Alfa.
Alindya hanya membalas dengan senyum di wajahnya. Memang benar perkataan Alfa hujan memang sudah mulai redah sekarang.
Di lain sisi, Alfa mulai memalingkan wajahnya ke arah kiri Alindya. Alfa pun tersenyum kecil melihat sosok di samping kiri Alindya.
"Hey Rey elo kehujanan juga ya?" tanya Alfa sembari menepuk bahu Reynaldi.
Rey tersenyum kecil sembari mengangkat tangannya guna menyapa Alfa.
"Iya ni Al, hujannya kaya cinta datangnya tiba-tiba." Jawab Rey sembari menatap Alfa.
Alfa hanya terkekeh mendengar lelucon dari seorang Reynaldi. Tanpa sadar Alindya pun ikut tertawa dibuatnya.
Merekapun bercengkrama cukup lama. Tidak ada lagi canggung diantara ketiganya.
Mereka memutuskan untuk berpisah dikarenakan hari mulai sore. Ditambah keadaan Rey yang basah kuyup. Membuat Alfa dan Alindya tidak tega melihat Rey yang menggigil dan bibir Reynaldi pun mulai membiru.
Setelah berpamitan, Rey melajukan motornya terlebih dahulu. Setelah melihat punggung Rey yang makin menjauh. Alfa mengalihkan pandanganya ke arah Alindya.
"Ayuu pulang." Ucap Alfa.
Alindya hanya mengangguk tanda menyetujui ajakan Alfa.
Setelah sampai di depan rumah Alindya. Alfa pamit kepada Alindya untuk segera pulang. Saat Alindya akan memasuki gerbang rumahnya. Alfa memanggil Alindya. Sontak Alindya menoleh ke arah Alfa.
"Kenapa Al??" tanya Alindya.
"Rey itu menurut elo gimana Lin?" ungkap Alfa.
Alindya kembali menaiki motor Alfa. Mereka berjalan membelah jalanan yang ramai. Menikmati sepoi angin yang menerpa kulit keduanya dengan lembut. Udara setelah hujan memang sangatlah menyejukan.
Masih teringat jelas di ingatan Alindya. Bagaimana senyum Rey beberapa saat yang lalu. Saat mereka bercengkrama untuk pertama kalinya. Itu tidak lepas dari campur tangan sahabat terbaiknya. Siapa lagi kalau bukan Alfarezi Kavindra.
Sesampainya di depan rumah. Alindya pun beranjak turun dari motor milik Alfa. Ia sempat menawari Alfa untuk mampir terlebih dahulu. Tetapi Alfa menolak, karena hari memang sudah petang. Saat hendak membuka gerbang tiba-tiba Alfa memanggil nama Alindya. Sontak saja Alindya menoleh ke arah Alfa.
"Kenapa Al??" tanya Alindya.
"Rey itu menurut elo gimana Lin?" ungkap Alfa.
Alindya tersenyum kecil kemudian menjawab.
"Dia baik dan juga menyenangkan, emangnya kenapa Al?" tanya Alindya.
"Enggak papa nanya doank." Jawab Alfa sembari menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Setelah mengucapkan kalimat itu Alfa berpamitan untuk segera pulang.
Alindya akhirnya bisa merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Jujur hari ini sungguh melelahkan baginya. Tiba-tiba Pertanyaan Alfa tadi kembali berputar di kepalanya. Meskipun Alindya bisa menjawab dengan tenang dan tanpa rasa gugup sedikitpun. Tetapi tetap saja di dalam hatinya ia sendiri masih bingung. Sebenarnya bagaimana tanggapan ia terhadap Reynaldi. Tidak ingin mengambil pusing. Alindya memutuskan untuk membersihkan tubuhnya yang sempat terkena air hujan.
Setelah selesai membersihkan diri. Alindya memutuskan untuk menyibukan diri dengan gadget miliknya. Hari ini tidak ada tugas. Jadi ia bisa bersenang-senang sejenak. Saat baru menyalakan gadget. Notifikasi muncul berkali-kali. Yah, pasti notifikasi dari group kelima teman Alindya. Fyi, mereka membuat group di aplikasi hijau dengan nama SixPrincess. Tentu saja di dalamnya hanya terdapat mereka berenam. Hal yang banyak mereka bicarakan di dalam group sudah pasti tidak pernah berarah. Tapi Alindya sungguh bersyukur bisa mengenal mereka. Dan karena mereka juga hidup Alindya menjadi berwarna setiap harinya.
(GROUP)
SixPrincess
Freya Zemira
Lin ...
Lin ...
Lin ...
Lin ...
^^^Naomi Divya^^^
^^^Kenapa sih ra?^^^
Freya Zemira
Gue bukan manggil elo Div
^^^Naomi Divya^^^
^^^Ya ampun gue walinya, kenapa emang?^^^
Freya Zemira
Enggak waras ya elo Div
^^^Neysha Azkia^^^
^^^Tim menyimak^^^
Julie Valda Angelista
Tim menyimak 2
^^^Kayra Almira^^^
^^^Tim menyimak 3^^^
Alindya Sheila Puteri
Kenapa ra?
^^^Kayra Almira^^^
^^^Tuh nongol anaknya ra^^^
Freya Zemira
Kangen lin ... !!
^^^Alindya Sheila Puteri^^^
^^^No coment^^^
Julie Valda Angelista
No coment 2
^^^Kayra Almira^^^
^^^No coment 3^^^
Naomi Divya
No coment 4
Setelah membalas pesan tidak jelas dari kelima temannya itu. Alindya memutuskan untuk beristirahat secepatnya. Ia ingin pagi lebih cepat membangunkannya. Entah kenapa Alindya ingin sekali segera berangkat ke sekolah.
Keesokan harinya, Alindya dijemput Alfa dengan motor Suzuki GSX 150 hitam miliknya. Alindya tidak berniat menolak ajakan Alfa. Karena hari ini Alindya memang bangun kesiangan. Entah apa alasannya padahal ia tidur lebih awal.
Setelah sampai di halaman sekolah. Alfa memarkirkan motornya di dekat pohon yang teduh. Alindya menunggu Alfa sembari membawa hasil prakarya di tangannya. Ini adalah prakarya milik Alfa. Pria itu sepertinya mendapat tugas untuk membuat prakarya dan membawanya hari ini.
Alfa menoleh ke arah Alindya dan mengambil prakarya miliknya.
"Gue duluan ke kelas ya Lin." Ungkap Alfa.
Alindya hanya mengangguk kemudian merekapun berpisah. Guna menuju kelasnya masing-masing.
Di tengah koridor Alindya kembali menoleh ke belakang. Ini di karenakan seseorang memanggil namanya. Saat menoleh Alindya sedikit terkejut. Asal suara itu berasal dari Rey. Yah, Rey yang memanggil namanya tadi.
"Kenapa Rey?" tanya Alindya.
"Boleh minta nomor elo enggak?" ungkap Rey.
"Buat ... ????" tanya Alindya dengan polosnya.
"Tambah kontak aja Lin." Jawab Rey.
Alindya akhirnya memberikan nomor ponselnya ke Rey. Tanpa sedikitpun menaruh curigah atau semacamnya. Kan bagus kalau punya banyak teman. Begitu kiranya ungkapan hati seorang Alindya.
Sesampainya di kelas Alindya menghampiri kelima temannya. Sontak Freya, Naomi, Kayra, Julie, dan Nesya menoleh serempak ke arah Alindya.
"Lin boleh nanya enggak?" ungkap Nesya.
Alindya hanya mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan Nesya.
"Elo sama Alfa sebenarnya ada hubungan apa?" tanya Freya.
Alindya hanya tertawa mendengar penuturan kelima temannya itu. Alindya mengerti, pasti kelima temannya ini terlalu kepo dengan sosok Alfa.
Alindya akhirnya menceritakan alasan kenapa ia dan Alfa sangat dekat. Kelima temannya pun akhirnya mengerti akan hal itu.
"Lin menurut elo Alfa itu gimana?" tanya Julie tiba-tiba.
"Dia berarti buat gue." Ungkap Alindya penuh arti.
Tanpa sadar senyum terlukis di bibir Alfa yang sedari tadi berada di balik pintu.
"Elo juga lebih dari berarti buat gue Lin." Ucap Alfa.
Alfa mengurungkan niatnya untuk kembali menemui Alindya. Menurutnya sedikit aneh jika dia muncul setelah mendengar penuturan Alindya tadi. Alfa kembali ke arah lorong dekat tangga guna menuju kelasnya. Ada rasa bahagia yang tidak bisa dijabarkan oleh rangkaian kata-kata. Saat ini untuk detik ini saja Alfa ingin waktu berhenti. Sampai akhirnya ia menggelengkan kepalanya. Tanda ia harus membuang sesuatu yang begitu salah di benaknya.
Lain halnya dengan Alindya. Ia kembali diam setelah mengatakan kalimat tadi di depan kelima temannya. Ada rasa yang lebih dalam. Ada harap yang ia sendiri tidak tahu akan kemana singgahnya. Dia sepenuhnya mengerti. Hanya saja ini sesuatu yang harusnya tidak boleh ia sirami terus menerus.
Lamunan Alindya buyar seketika saat menyadari Rey sudah duduk di sampingnya.
"Oh hey Rey." Sapa Alindya dengan penuh rasa canggung.
"Elo dari tadi enggak nyadar gue disini Lin?" ungkap Reynaldi sembari menaikkan satu alisnya.
Alindya hanya membalas dengan senyuman kecil. Jujur Alindya merasa sedikit tidak nyaman dan malu. Dikarenakan tatapan-tatapan dari teman sekelasnya. Termasuk kelima teman Alindya yang berada tidak jauh dari radarnya.
"Kenapa ya Rey tumben elo ke sini ?" tanya Alindya.
"Pulang sekolah ajarin gue matematika mau enggak?" ungkap Rey.
"Matematika? Gue?" ucap Alindya sembari menunjuk ke arah dirinya sendiri.
"Iya elo , tadi gue nanya pak Karyono. Kata beliau karena nilai matematika gue di bawah KKM. Gue di suruh belajar sama elo." Jawab Reynaldi dengan jujur.
Alindya hanya mengiyakan karena setau ia. Reynaldi memang tidak terlalu menguasai dalam hal Intrakurikuler. Meskipun di luar itu dialah sang pemilik tahta tertinggi. Sejajar dengan sahabat terbaiknya Alfarezi Kavindra.
Ditambah lagi pesan yang dibawa oleh Freya. Yang mengatakan bahwa Pak Karyono memang memberi tugas tambahan itu untuk Alindya. Agar Alindya mengajari temannnya materi matematika setelah pulang nanti.
Bel tanda pulang berdering. Tanda pelajaran dan kegiatan kelas usai saat itu. Murid-murid dengan riang keluar dari kelasnya masing-masing. Saling berdesakan seakan-akan mereka baru saja bebas dari kurungan.
Alindya mulai menyiapkan berbagai peralatan untuk memulai tugas tambahannya. Yah, membantu temannya belajar materi matematika. Alindya sedikit terkejut ternyata bukan hanya Reynaldi. Melainkan hampir setengah murid di kelasnya ikut juga. Alindya menghelai nafas beratnya. Hari ini ia memiliki janji dengan Alfa untuk berkunjung ke rumahnya.
Akhirnya sebelum memulai kegiatannya itu. Ia memutuskan untuk mengirim pesan pada Alfa. Untungnya hari ini juga, Alfa ada perkumpulan untuk tugas kelompok. Jadi Alindya sedikit lega setelah mendengar hal itu. Planningnya dengan Alfa hari ini bisa berjalan dengan lancar.
Saat memulai membuka buku, Alindya tertuju pada netra Rey. Alindya sadar Rey tidak memperhatikan buku yang berada di tangannya. Melainkan tertuju pada ia yang tengah sibuk menjelaskan materi.
"Udah kali Rey liatinnya. Buku elo itu ada ditangan. Baca kali bukan di anggurin." Celetuk Naomi memecah keheningan.
Anak-anak lain hanya memberi sorakan pada Rey dan Alindya. Alindya hanya menunduk malu. Sedangkan Rey menggaruk rambutnya yang tidak gatal sembari sedikit membuka-buka buku tidak berarah.
Setelah selesai, Alindya segera beranjak menuju parkiran. Karena Alfa sudah menunggunya di sana. Alindya pun berpamitan kepada teman-temannya .
Sesampainya di parkiran, Alindya memutar bola matanya guna mencari keberadaan Alfa . Setelah menemukan sosok Alfa . Ia pun menghampiri Alfa dengan senyum sumringan di wajahnya.
"Hey ... " Sapa Alindya dari belakang sembari menepuk punggung lebar dan kekar milik Alfarezi Kavindra.
"Seneng banget kayanya." Ejek Alfa sembari mengacak-acak puncak rambut Alindya.
"Ihhhh rambut gue berantakan tahu Al." Ungkap Alindya sembari cemberut.
Alfa hanya terkekeh melihat tingkah Alindya saat ini. Ia kemudian menyuruh Alindya untuk segera naik ke motornya. Hari ini mereka berdua akan berkunjung ke rumah Alfa. Lebih tepatnya ke rumah kecil pohon yang tepat berada di belakang halaman rumah Alfa. Mereka menyebutnya sebagai Kastil.
Tempat yang sedari dulu menjadi persinggahan mereka saat salah satu diantara mereka sedih atau pun ingin bertukar cerita. Planning mereka yaitu membersihkan kastil kecil mereka itu. Dan berniat mengganti warna dindingnya.
Setelah sampai, Alindya di sambut oleh ibu paruh baya tepat di depan pintu. Itu adalah mama Alfa yang sedang berdiri bersama adik perempuan Alfa yang berusia 14 tahun.
Fyi, Alfa itu anak tertua dari dua bersaudara. Sementara Alindya adalah anak tunggal. Jadi saat Alindya kesepian ia sering berkunjung ke rumah Alfa. Tidak heran jika keluarga Alfa dan Alindya sudah mengenal baik satu sama lain.
Alfa, Alindya, dan Keisha Aurora Kavindra atau biasa dipanggil Caca yang merupakan adik Alfa. Memutuskan untuk langsung menuju halaman belakang. Sementara mama Alfa masuk kembali ke dapur. Guna mengambil camilan untuk mereka bertiga.
"Al gue mau masang stiker Paris di dinding kanan bagus enggak?" ungkap Alindya.
"Okk, bagus juga Lin." Ucap Alfa.
Mereka memang mempunyai banyak kesamaan. Baik Alfa maupun Alindya menyukai semua yang berbau Paris, warna biru, buku novel, dan hujan. Alindya awalnya tidak suka hujan. Dingin dan menakutkan jikalau ada petir menghiasi katanya. Sementara bagi Alfa, hujan itu penenang dan obat kesedihannya . Sejak saat itu Alindya mulai menyukai hujan. Hujan mengingatkannya pada sosok Alfa. Dingin, tenang, dan kenangan mereka.
Satu hal dari mereka yang bertolak belakang. 'Kucing' Alindya paling anti dengan makhluk satu itu. Sementara Alfarezi Kavindra adalah penyuka berat kucing. Sungguh Alindya masih kesal jika mengingat kejadian 2 tahun yang lalu. Saat dirinya masih duduk di bangku SMP. Saat itu hari ulang tahunnya. Alfa dengan sengaja memberinya kotak berisi anak kucing. Dan karena hal itu juga Alindya tidak menemui Alfa lebih dari 1 Minggu lamanya.
Berbeda dengan Alfa yang terus-menerus terkekeh jikalau mengingat peristiwa itu.
Selang beberapa waktu karena bosan. Alfa mengambil gitarnya dan bernyanyi.
'Apakah kamu ingat
gang yang sepi itu?
Aku masih ingat sekarang
Hari-hari cemas
Saat aku tidak bisa mengatakan bahwa aku mencintaimu
Apakah kamu tahu tentang itu?
Malam yang indah dari
masa lalu saat kita kecil
Aku masih mengingatnya
Apakah kamu terlalu malu untuk mengatakan apapun?
Apakah kamu tidak menyukaiku?
Aku masih belum bisa mengetahuinya
Jika kamu mendengar lagu ini
datanglah kepadaku
Sayangku, aku menunggumu
Malam ini, besok malam
dan malam setelah itu
Aku akan menunggumu selamanya.'
Alindya memejamkan matanya saat Alfa menyanyikan lagu itu.
"I don't wanna hurt you." Ungkap Alindya dalam diam. Sembari menyeka satu tetes air matanya yang berhasil lolos. Beruntung Alfa tidak menyadari hal itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!