NovelToon NovelToon

Hati Yang Ku Pilih

IMPIAN

Prolog

Perkenalkan nama ku Mia, anak dari seorang Ayah yang berprofesi sebagai fotografer amatiran dan dadakan jika ada hajatan. Ayahku telah menikah dengan seorang Janda beranak satu yang ikut neneknya di daerah Jawa. Ibu kandungku telah lama meninggalkan aku dan adik-adikku, sejak saat itu kami tidak pernah bertemu lagi, aku pun tidak peduli dan tidak akan pernah mencarinya. Aku memilih tinggal bersama Ayah dan Ibu tiri ku yang jahatnya selalu mudah ku maafkan, tapi tidak bagi adik-adikku mereka lebih memilih menjauh dan tinggal di rumah Tante Wina adik ayahku.

Aku hanya tamatan SMP bukan karna kebodohan tapi karna kemiskinan orangtuaku, tapi aku punya modal lain yang akan bisa membuat laki-laki kaya mendekati, wajahku yang cantik, kulitku yang putih dan badannya ku yang tinggi langsing. Cita-cita ku sederhana hanya ingin menjadi orang kaya atau setidaknya punya suami kaya.

Ternyata impian itu tidak mudah ku wujudkan, si lelaki kaya tidak mudah ditaklukkan, sang pangeran lebih memilih seorang Putri. Berapa kali mereka lebih memilih mundur daripada harta hanya untuk wanita miskin tak berpendidikan.

Tapi mimpiku akan tetap aku wujudkan walaupun nanti aku tak bahagia karenanya, karna aku terus jadi korban kebohongan nya.

############

"Miiaaa, ada yang jemput tuh!" Santi berteriak saat aku masih sibuk merapikan nota - nota penjualan hari ini.

"Siapa San?" sambil ku keluarkan pandangan ke kaca, nampak lah mas Wandi, laki-laki yang seminggu lalu mengganti ban motor di toko tempatku bekerja sekarang.

Ya... lelaki itu meminta nomor hapeku dan melanjutkan bertanya kabar setiap waktunya.

Namanya Wandi, seorang pegawai kelurahan.

Dia bilang rumahnya dekat dari toko ini, pastinya aku belum tau, karena setiap menghubungi hanya dia yang banyak bercerita.

"Hai Mas, Apa kabar?" tanyaku basa-basi, "Mau jemput aku yah?" pertanyaan yang tidak perlu jawaban seharusnya, karena aku sudah tau, dia memberitahunya tadi pagi.

"Nggak kok, cuma iseng aja," dia pun menjawab seperti menggodaku.

"Hehehe, bentar ya mas, aku rapikan ini dulu setalah itu langsung pulang."

"cie...cie...ada yang malu-malu nih." Santi menggodaku, dia temanku yang sama-sama bekerja di toko ini, tapi aku lebih duluan masuk daripada dia. Aku pun melempar sampah kertas coretan yang sudah ku bulatkan ke arah Santi. Sungguh sebenarnya aku memang malu.

Setelah selesai aku langsung menghampiri mas Wandi, dan teriak ke arah Santi, "San, aku duluan yaa...!!"

Mas Wandi menjemput ku dengan motor besar, motor itu seminggu yang lalu ganti ban belakang di bengkel tempatku bekerja. Sambil ban motornya diganti oleh montir, mas Wandi selalu mengajakku ngobrol. Itulah awal aku berkenalan dengannya. Ujung-ujungnya dia meminta nomor hapeku, karena aku pun merasa nyaman, kamipun saling bertukar nomor hape.

"Mau langsung pulang atau makan dulu nih?" mas Wandi mengejutkan dari lamunan sesaat ku.

"Langsung pulang aja mas, kapan-kapan aja makannya" kucoba jawab se sopan mungkin. Tak enak rasanya baru kenal udah makan berduaan.

Rasanya perjalanan ini terasa sangat jauh, rumah yang biasa ku tempuh dengan dua kali angkutan umum, tapi kali ini terasa sangat lama ketika naik motor bersamanya.

Aku jarang mau sebenarnya di ajak untuk berboncengan seperti ini, karena tetangga di perumahan yang rumahnya berdempetan, akan saling berbisik-bisik saat aku melewati mereka, apalagi ini jika berboncengan dengan laki-laki.

Sepanjang jalan aku lebih banyak diam, memikirkan apa yang harus ku jawab jika Ayah bertanya, siapa dia? Ibu tiri ku akan melirikku dengan tatapan yang tak ku tau artinya.

"Rumahnya yang mana?" ternyata aku sudah sampai di perumahan sangat sederhana sekali yang dibeli Ayah 10 tahun yang lalu.

"Lanjut aja Mas, nanti gang kedua belok kiri, rumahku paling ujung, cat warna hijau."

Gang yang hanya bisa dilewati 2 buah motor itu semakin sempit saat sore, ibu-ibu akan berkumpul sambil mengawasi anak-anaknya, yang berlarian main sembunyi an.

"Permisi Buk!!" aku menyapa setiap kumpulan ibu-ibu yang ku lewati.

"Baru pulang Mia?" tanya salah satu dari mereka, walaupun tak sempat melihat siapa yang bertanya, tapi aku yakin itu suara Bu Lastri yang rumahnya persis disebelah rumah Ayah.

Walaupun itu hanya pertanyaan basa-basi, tapi aku tetap menjawabnya. Bagiku tetangga adalah saudara terdekat saat ini.

"Masuk dulu Mas!"

Mas Wandi memarkirkan sepeda motornya di depan rumah Ayah.

"Ada Ayah nggak di rumah?"

"Mungkin ada Mas, biasanya Ayah ada di rumah setiap sore."

************

Maafkan jika ada kesalahan dalam penulisan, tanda baca dan alur cerita, di mohon kesediannya untuk memberikan saran yang bisa membantu penulis dalam memperbaiki nya.

Salam hormat dari penulis pemula yang masih harus banyak belajar 💜💜

Pacaran Semu

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, masuk Mas, sebentar ya, Mia panggil Ayah ke dalam!"

"Ayah...Ayah,"

"Ayah pergi ke rumah pak RT Mia, tadi pak Rahmat kesini katanya ada beberapa warga yang disuruh ke rumah pak RT ada yang mau dibahas sepertinya," Ibu tiri ku menjawab panggilan ku.

"Ibu, ada teman Mia di depan, tolong Ibu temani dulu ya, Mia mau buatkan minuman."

"Cowok atau cewek?"

"Cowok bu, namanya Mas Wandi."

"Baiklah," sambil berjalan ke depan ibu menjawab ku.

Ibu Rita itu ibu tiri ku yang dinikahi Ayah saat umurku 10 tahun. Bagiku ibu Rita baik, walaupun tidak bagi kedua adikku, sehingga dua adikku tidak ada yang mau tinggal dengan Ayah hingga saat ini.

Setelah selesai membuat minuman dan mengganti baju kerjaku dengan baju kaos sederhana. Aku menghampiri mas Wandi yang sedang mengobrol dengan ibu.

"Udah kenalan belum nih," ku letakkan minuman di atas meja sambil mempersilahkan mas Wandi meminumnya.

"Mas, ini Ibu Rita, beliau ibu yang sudah merawat Mia dari kecil."

"Ibu, usaha kreditan panci di perumahan ini," aku menjelaskan sambil tersenyum ke arah ibu.

"Saya Wandi bu, temannya Mia, tinggal di lorong Satria," Mas Wandi memperkenalkan dirinya, berarti dari tadi mereka hanya diam - diam an. Ibu memang agak pemalu kalo tidak di ajak ngobrol duluan.

"Oh, berarti dekat dengan bengkel Mia kerja yaa?" Ibu mulai terpancing untuk mengobrol.

"Sebenarnya, kami udah larang Mia kerja, selain karna jauh, Mia juga sering ganti karna selisih barang, belum lagi kalo ada pelanggan yang suka genit sama Mia."

"Uhuk...uhuk...." mas Wandi terbatuk-batuk saat minum teh nya, mungkin dia merasa tersindir karena dia salah satu pelanggan genit itu. Aku hanya tertawa sambil menutup mulut. Ibu hanya diam bingung merasa salah bicara.

Sampai Mas Wandi akan pulang, Ayah belum juga tiba.

"Mas pulang dulu ya Mia, salam sama Ayah,"

"Ibu, Wandi pulang dulu ya, assalamualaikum." pamit Mas Wandi.

.......

Setelah Mas Wandi pulang, ibu melancarkan pertanyaan nya, " Itu tadi siapa Mia?"

"Salah satu pelanggan yang genit Bu," lalu aku tertawa, pasti ibu merasa sangat tidak enak dengan Mas Wandi.

....

Ayah datang berbarengan dengan adzan magrib berkumandang, biasanya Ayah akan sholat di masjid sampai Menunggu Isya.

"Mia, sini nak!" Ayah sudah pulang, sejak sholat tadi aku hanya berdiam di kamar, badan rasanya lelah.

"Iya Yah! Ayah sudah makan?"

"Sudah, tadi diambilkan ibu,

"Ibu bilang tadi Mia pulangnya diantar teman cowok ya?"

"Ya Ayah, namanya Mas Wandi, ia pernah ganti ban motor di toko Koko, Mia juga baru kenal seminggu yang lalu Ayah."

"Ayah tidak melarang Mia berteman dengan siapapun, tapi untuk ke jenjang selanjutnya Mia harus benar-benar kenal siapa dia."

"Kita orang susah nak, tapi anak ayah Cantik dan sudah dewasa sekarang Ayah tidak mau, Mia nanti dipermainkan, hati ayah akan hancur," ayah bercerita sambil mengusap matanya, ayah memang mudah sekali menangis.

"Ah ayah, Mia hanya berteman kok, belum tentu juga Mas Wandi mau dengan Mia, Mia dengar ceritanya sepertinya dia anak orang kaya."

"Kalaupun nanti lanjut, pasti Mia minta Ayah menyeleksi calon suami untuk anak ayah yang cantik ini," sambil tertawa kupeluk Ayah yang masih berlinangan air mata.

************

Maafkan jika ada kesalahan dalam penulisan, tanda baca dan alur cerita, di mohon kesediannya untuk memberikan saran yang bisa membantu penulis dalam memperbaiki nya.

Salam hormat dari penulis pemula yang masih harus banyak belajar 💜💜

Demi Ayah

Akhir - akhir ini Ayah memang lebih selektif jika ada pria yang mendekatiku, semenjak Bima tiba-tiba memutuskan hubungan setelah kenal dengan keluargaku. Bima mungkin merasa seorang Mia tak pantas untuknya, dia menganggap selama ini orangtuaku orang berduit dan tinggal di perumahan elit. Beberapa kali dikatakan hal sebenarnya dia tak percaya, menganggap ku bergurau.

Memang banyak orang yang baru mengenalku beranggapan aku adalah orang kaya. Dengan kulit putih mulus, hidung mancung dan perawakan tinggi semampai, aku seperti cocok menyandang predikat kaya. Apapun yang kupakai selalu dianggap barang bermerek, padahal itu hanya barang - barang KW yang kebetulan aku suka warna atau modelnya.

Tak heran banyak pria yang mendekatiku dari kalangan menengah ke atas, terus tiba - tiba hilang setelah tau kenyataannya. Aku tak pernah berpura - pura kaya, Ayah hanyalah seorang fotografer amatiran yang hadir di hajatan tanpa undangan, memotret setiap yang dilihatnya, kemudian foto mereka Ayah cuci, berharap mereka mau menukarnya dengan rupiah yang akan digunakan Ayah untuk keperluan kami.

Aku juga hanya tamatan SMP, karena sadar ayah takkan mampu membiayai ku untuk lanjut ke SMA, aku memilih mengalah biarlah adik - adikku yang meneruskan sekolah mereka. Aku bisa bekerja apapun untuk membantu Ayah. Walaupun Ibu Rita sebenarnya juga bekerja, tapi ia sama sekali tak mau uangnya diganggu, hampir semua uangnya dikirim ke kampung untuk anak dan orangtuanya.

Bagiku itu tak masalah, itu haknya, tapi sering yang jadi masalah jika uangnya hilang, maka kami lah yang jadi tertuduh, disuruh mengaku, atau mencari sampai dapat, jika tidak kami harus mengganti walaupun harus dengan cara dicicil, dia akan dengan teliti mencatat pembukuannya.

Hal itulah yang membuat adik - adikku tak betah tinggal bersama Ayah, mereka lebih memilih tinggal dengan Tante Wina adik kandung Ayah.

Hanya aku yang bertahan di rumah ini, aku tak ingin Ayah merasa kehilangan anak - anaknya, setelah sebelumnya kehilangan Istri yang pergi dari rumah tanpa kabar saat Adik bungsuku baru berumur 5 bulan. Sampai saat ini Ayah tak mau membicarakannya, mungkin nanti jika Ayah sudah menganggap ku dewasa.

Aku sudah lupa wajah Ibu kandungku, banyak yang bilang wajah nya mirip aku, mungkin iya, karna Ayah hanya mewarisi tinggi untukku.

"Miaaa,"

"Ayaaah, bikin kaget aja," waduh jantungku hampir copot rasanya.

"Kenapa Ayah? Mia kaget tau,"

"Kamu sih, matanya ke TV tapi pikirannya ntah kemana, sampai - sampai Ayah matikan TV masih juga ngga nyadar." Ayah tertawa sambil memukul lembut kepala ku dengan remote.

"Sana tidur! udah malam, besok kan mau kerja."

"Ya Ayah sayang, Mia tidur dulu yaa." Sambil kupeluk ayah. Mungkin ibu Rita udah duluan ke kamar, karna beliau tak bisa jika terlambat tidur. Mungkin karna itu ayah dan ibu Rita setelah menikah tidak diberikan Allah anak lagi, Allah tau ibu Rita takkan kuat untuk bergadang.

......

Sampai di kamar aku tidak bisa langsung tidur, sudah banyak sms dan panggilan tak terjawab di hapeku. Mas Wandi menghubungi dari tadi, aku tak ingin membalasnya, besok pagi saja, pikirku mungkin dia sudah tidur saat ini.

......

Kring...kring...kring

"Hallo, assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam Mia, kenapa dari semalam Mas sms nggak dibalas, telpon nggak diangkat?"

Apa Mas Wandi marah yaa, karna ku tak balas sms nya semalam.

Bersambung...

************

Maafkan jika ada kesalahan dalam penulisan, tanda baca dan alur cerita, di mohon kesediannya untuk memberikan saran yang bisa membantu penulis dalam memperbaiki nya.

Salam hormat dari penulis pemula yang masih harus banyak belajar 💜💜

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!