Keheningan yang terjadi di ruang keluarga kediaman Dirgantara cukup mencekam. Tuan Riko memandang wajah putranya yang tampak kelam, tidak ada sesuatu yang menggambarkan kebahagiaan disana, sama seperti sebelumnya. Tuan Riko kemudian melirik istrinya yang duduk disampingnya, ia menganggukan kepala tanda meminta persetujuan, dan di balas anggukan kepala pula, seakan mengatakan bahwa ini adalah saat yang tepat
"Daddy ingin menyampaikan bahwa Daddy berniat menjodohkanmu" ucap Tuan Riko
"Tidak akan ada perjodohan ataupun pernikahan, karena aku tidak akan menyetujuinya" balas Daffa sengit
"Daddy menyampaikan ini bukan untuk dibantah, karena Daddy tidak menerima bantahan. Besok kita akan bertemu keluarga calon istrimu, jadi Daddy harap besok kamu bisa meluangkan waktu untuk itu"
"Aku tidak akan datang, lagipula kalaupun aku ingin menikah, makan aku bisa mencari calon istri untukku sendiri, tidak dengan pilihan Daddy, apalagi dia" tunjuk Daffa pada Mama Carissa
"Itu bukan sikap anak kepada orang tuanya, jadi jaga sikapmu didepan Mamamu" peringat Tuan Riko
"Hanya Mama sambung Dad, aku menganggapnya sebagai Mama sambung hanya karena menghargai Daddy, jika bukan karena Daddy, aku tidak akan pernah menerima dia di rumah ini"
"Daffa! Jaga bicaramu" Tuan Riko sampai bangkit dari bangkunya
"Mas, jangan..." Mama Carissa ikut berdiri, mengusap lengan Tuan Riko untuk meredakan emosinya
Ini yang tidak Daffa suka dari Mama sambungnya ini, wanita ular yang selalu bisa membuat Daddy-nya luluh. Wajah teduh dan ayu yang terlihat, nyatanya tidak bisa menutupi kebusukannya dalam pandangan Daffa. Baginya ibu sambungnya ini tidak lebih dari benalu dalam keluarganya, yang datang hanya untuk menghancurkan hubungan antara ayah dan anak.
Daffa mengusap wajahnya kasar setelah Tuan Riko dan Nyonya Carissa pergi. Ia tidak menyangka jika Daddy-nya bisa memiliki pikiran untuk menjodohkan dirinya, dan ini semua pastinya karena ulah ibu sambungnya. Riko mengambil kunci mobilnya, dan kembali menuju perusahaan. Jam makan siang yang biasa ia gunakan untuk diam di ruang kerjanya, kini harus ia isi dengan segala kedongkolan dalam hatinya karena Daddy-nya meminta dirinya untuk pulang, dan membahas hal yang sama sekali tidak Daffa inginkan
"Ahhh..." Daffa memukul kemudinya, rasa kesal dalam hatinya benar benar mendominasi. Setelah beberapa saat mengemudi, akhirnya ia tiba di pelataran kantor miliknya. Tanpa banyak kata, ia segera berjalan menuju ruang kerjanya
Bugh...
Daffa meninju tembok ruang kerjanya. Ya, setelah masuk kedalam ruang kerjanya, ia meninju tembok tidak berdosa itu untuk menyalurkan rasa kesal di hatinya. Tanpa ia sadari, ada seseorang yang terkejut dengan kejadian itu, seseorang yang sejak tadi berada diruang kerjanya, tepatnya di dalam toilet
"Hei, kalau kau kesal, setidaknya jangan meninju tembok, jangan karena tembok tidak bisa melawan, jadi kau bisa sesuka hatimu menyakitinya"
Daffa membalikkan badannya, saat mendengar suara yang tidak asing tersebut. Terlihat seorang laki laki yang tak kalah tampan darinya tengah berdiri berkacak pinggang. Ia sudah tidak terkejut jika laki laki ini bisa tiba tiba berada dalam ruang kerjanya, sebab itu memang sudah menjadi sesuatu yang biasa untuknya. Tanpa menghiraukan laki laki tersebut, ia segera berjalan menuju sofa, dan duduk disana
"Kau kenapa? Seperti orang putus cinta saja" ucap laki laki itu sembari menyusul duduk
"Lebih dari itu" jawab Daffa singkat sembari memijat pangkal hidungnya
"Kenapa? Masalah mamamu lagi?"
"Daddy menjodohkanku"
"What?"
"Kau serius?" tanya laki laki itu tak percaya
"Apa aku terlihat bercanda? Sudahlah lebih baik kau pergi, aku ingin sendiri sekarang"
"Kau mengusirku? Come on bro"
"Kalau begitu diam, dan jangan membuatku pusing" peringat Daffa
"Baiklah" laki laki itu diam, dan memilih mengeluarkan ponselnya, berselancar ke dunia maya dan mencari sesuatu yang menarik disana. Namun baru lima menit ia diam, ia kembali bersuara "Tapi aku penasaran, siapa gadis yang akan dijodohkan denganmu?"
Huh
Daffa menghela nafas kasar. Berbicara dengan temannya ini memang membutuhkan kesabaran extra, mengingat dirinya yang tidak terlalu banyak bicara, harus dipertemukan dengan teman yang selalu bicara sepanjang waktu. "Dia masih ada hubungan kerabat dengan istrinya Daddy" jawab Daffa acuh
"Mamamu?"
"Tidak perlu di perjelas"
"Baiklah" laki laki itu mengangkat kedua tangannya ke udara "Tapi aku masih penasaran, calon istrimu itu cantik tidak?"
"Setiap wanita penggoda pasti cantik"
"Maksudmu?"
"Kau lihat istrinya Daddy, wanita cantik dan terlihat lugu, tapi kau tidak pernah tahu isi hatinya yang busuk"
"Kau sudah pernah menciumnya?"
"Apanya?"
"Hati Mamamu, kau bilang hatinya busuk"
"Jangan mengajakku berdebat Ga, kau tahu apa maksudku"
"Baiklah, tapi menurutku Tante Carissa memang baik"
"Terserah" ucap Daffa jengah
"Jadi... Tentang perjodohanmu bagaimana, kau menerimanya?" tanya laki laki itu mengalihkan pembicaraan
"Memang aku bisa menolak? Daddy tidak menerima penolakanku, dan besok kami akan menemui wanita itu"
"Kalau begitu aku ikut"
"Untuk apa?" tanya Daffa mengerutkan keningnya
"Tentu saja melihat secara langsung calon istrimu"
"Tidak, kau tidak boleh ikut"
"Kita lihat saja besok" ucap laki laki itu dengan senyum jahilnya
*
Pagi ini seperti yang sudah di janjikan, mereka akan mengunjungi rumah calon istri dari Daffa. Saat ini, Tuan Riko dan Nyonya Carissa sudah tampak siap, tinggal menunggu Daffa yang tampaknya masih bersiap. Suara bel yang berulang kali terdengar membuat Nyonya Carissa cepat cepat menuju pintu
"Arga..."
"Pagi Tante" sapa Arga
"Pagi... Ayo masuk" ucap Nyonya Carissa, membuat Arga masuk kedalam rumah Daffa, dan duduk bergabung bersama Tuan Riko.
"Pagi Om"
"Pagi, ada perlu sama Daffa?" tanya Om Riko
"Iya Om, katanya pagi ini minta ditemani untuk berkunjung ke rumah calon istrinya"
"Oh ya?" tanya Tante Carissa tak percaya
"I.. iya Tan, tidak apa apa kan Om, Tante?" jawab Arga gugup
"Tidak apa apa, santai saja"
"Terimakasih Om"
Tidak lama setelah itu, Daffa terlihat menuruni tangga menuju ruang keluarga dimana kedua orangtuanya berada. Ia mengerutkan dahinya saat menyadari keberadaan Arga disana, dan ia tidak bisa berbuat banyak, karena inilah temannya. Melihat Daffa yang sudah ikut bergabung bersama mereka, mereka semua akhirnya mulai mpersiapkan keberangkatan.
"Kenapa kau ada di rumahku?" tanya Daffa lirih, tepat di telinga Arga
"Aku sudah katakan padamu bahwa aku akan ikut menemanimu, seharusnya kau ber-terimakasih padaku"
"Ayo cepat masuk" ucap Tuan Riko pada Arga dan Daffa
"Kami menggunakan mobil sendiri Dad" ucap Daffa
"What?" tanya Arga lirih
"Katakan iya, atau kau aku usir sekarang" ancam Daffa
"I.. iya Om, kami pake mobil sendiri"
"Tapi..." Tuan Riko tampak keberatan. Namun sanggahannya lebih dulu di potong Nyonya Carissa
"Udah Mas ngga papa" ucap Mama Carissa "Kalian hati hati ya"
Daffa dan Arga segera masuk kedalam mobil Arga, mengikuti mobil kedua orangtua Daffa dari belakang. Sepanjang perjalanan menuju kota Bogor, baik Arga maupun Daffa tidak ada yang bersuara. Hingga dering ponsel Daffa membuyarkan suasana yang tampak hening tersebut
"Halo..." sapa Daffa pada layar ponselnya yang kini menampakkan wajah cantik sang kembaran
"Hai Kakak ku yang paling tampan"
"Hai Fin..." bukan Daffa yang menjawab melainkan Arga, yang berada didepan kemudi
"Fokus ke jalan" peringat Daffa "Ada apa?" tanyanya tanpa basa basi pada adiknya
"Ish kebiasaan, tentu saja aku ingin melihat wajah bahagiamu karena akan bertemu calon istri, uhhh aku tidak menyangka sebentar lagi akan memiliki ipar" gurau Daffina
Huh
"Kalau kau hanya ingin mengdjekku, aku matikan teloleponnya"
"Jangan... Baiklah, aku hanya rindu padamu, sudah satu tahun kita tidak bertemu, aku pikir kau akan menghubungiku dan mengatakan kabar bahagia tentang pernikahanmu, tapi ternyata kau malah mengabaikanku"
"Aku tidak bahagia, itu sebabnya aku tidak mengabarimu"
Daffa dan Arga ikut turun, saat melihat kedua orang tua Daffa turun dari mobil. Mereka menatap rumah yang saat ini menjadi tempat pemberhentian mereka, sebuah rumah sederhana, dengan beberapa pepohonan didepannya. Di ambang pintu sana terlihat seorang gadis yang menyambut kedatangan mereka
"Om, tante..." gadis tersebut menjabat tangan keduaorangtua Daffa
"Daffa, Arga, kemari" perintah Tuan Riko saat menyadari kedua laki laki itu masih berada didekat mobil, dan mau tidak mau Daffa dan Arga akhirnya mendekat "Ini Daffa, putra Om, dan ini Arga sahabatnya" ucap Tuan Riko, memperkenalkan Arga dan Daffa pada gadis itu
"Hai Kak... Sekar" gadis tersebut mengulurkan tangannya, tapi tidak disambut oleh Daffa, membuat Arga akhirnya bergerak menyambut uluran tangan tersebut
"Arga"
"Kak Arga" gadis yang Arga ketahui bernama Sekar itu menganggukan kepalanya. Ia kemudian mengulurkan tangannya kearah Daffa untuk kedua kalinya, dan kali ini uluran tangannya bersambut
"Daffa"
"Sekar, ajak tamunya masuk" perintah seseorang dari dalam
"Iya Mbok"
Sekar mengajak mereka semua untuk masuk, dan duduk di kursi kayu yang ada di rumahnya. Sekar kemudian meninggalkan mereka, dan berjalan menuju dapur. Setelah itu ia keluar kembali menuju tempat dimana para tamunya berada dengan membawa nampan berisi teh ditangannya
"Silahkan diminum Om, Tante"
"Terimakasih"
"Jadi... Kedatangan kami kemari, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya ke Mbok, kalau saya berniat menjodohkan putra saya dengan cucu Mbok, Sekar" ucap Tuan Riko memulai pembicaraan
"Saya sudah pernah mengatakan ini pada Sekar sebelumnya Tuan. Sekar, silahkan jawab Nak, bagaimana menurut kamu?" tanya Mbok Iyem
"Sekar setuju Nek" jawab Sekar
"Syukurlah"
Mereka semua mengucap syukur karena Sekar menerima lamaran mereka. perjalanan panjang dari kota Jakarta menuju Bogor ternyata tidak sia sia, karena hasil yang Mereka dapatkan benar benar memuaskan. Berbeda dengan Tuan Riko dan Nyonya Carissa yang tampak lega setelah mendengar jawaban Sekar, Daffa justru terlihat mengepalkan tangannya menahan amarah
"Kalau begitu, kita langsung tentukan tanggal pernikahannya saja" usul Tuan Riko
"Lebih cepat lebih baik Mas" ucap Nyonya Carissa
"Tapi aku belum siap Dad, aku rasa tidak perlu langsung menikah, kami belum saling mengenal, jadi biarkan kami saling mengenal terlebih dahulu" sanggah Daffa
"Justru untuk saling mengenal, maka kalian harus menikah. Walaupun saling mengenal sebelum menikah, setelah menikah kalian juga masih tetap membutuhkan pengenalan karakter masing masing, karena karakter yang seseorang tunjukkan saat masa pengenalan sebelum menikah akan sangat berbeda dengan apa yang ia tunjukan setelah menikah" ucap Nyonya Carissa
"Nenek setuju dengan ibumu Nak, sebaik baik pengenalan itu adalah pengenalan diri dan karakter setelah menikah" ucap Mbok Iyem
Daffa tidak lagi bersuara. Akan percuma rasanya walaupun ia mengatakan keberatannya, karena Daddy-nya pasti akan lebih mendengarkan apa yang dikatakan oleh istri tercintanya itu. Daffa menatap ibu sambungnya dengan tajam, ia tidak menyangka, pengaruh wanita itu sangat besar dalam keluarganya, ia bahkan bisa membuat Daddy-nya mengikuti segala keinginannya
"Baiklah kalau begitu pernikahan akan kita selenggarakan dua minggu lagi" putus Tuan Riko
Daffa keluar lebih dulu dari rumah Sekar, setelah kedua orangtuanya berpamitan kepada Sekar dan Mbok Iyem untuk pulang. Ia bahkan menyeret Arga yang tampak akan bersalaman kepada Mbok Iyem dan Sekar. Ia tidak suka sesuatu yang terlalu basa basi.
Daffa segera merebut kunci mobil dari tangan Arga dan segera meminta Arga masuk. Setelahnya ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan penuh menuju Jakarta. Ia sangat ingin melampiaskan kemarahannya pada seseorang, dadanya terasa sesak, hatinya ingin menangis, tapi air matanya enggan untuk keluar. Akhirnya ia melampiaskan segala kekesalan hatinya dengan mengemudi kendaraan dengan kecepatan penuh. Bahkan umpatan umpatan kasar para pengguna jalan tidak ia hiraukan.
"Daff kau ingin membunuhku? Pelankan laju kendaraanmu, aku bisa mati muda kalau begini. Kurangi lajunya, aku belum mau mati" teriak Arga sembari mengeratkan pegangannya pada kursi mobil. Namun Daffa tampak tidak menghiraukan sama sekali
"Aaaa..."
Arga berteriak sekencang kencangnya, bersamaan dengan suara rem yang begitu nyaring. Arga mengelus dadanya, saat menyadari mobil berhenti. Ia dengan cepat turun dari mobil, dan memeriksa seseorang didepan sana yang terlihat masih menutupi wajahnya karena hampir tertabrak
"Nona... Kau tidak apa apa?" tanya Arga
Wanita itu menurunkan tangannya yang sempat menutupi bagian wajah karena saking terkejutnya. "Kau gila ya, meski kau orang kaya, seharusnya kau bisa menghargai orang sepertiku, dasar orang kaya, selalu bertindak semaunya" wanita itu pergi setelah selesai memaki maki Arga dengan berbagai kata pedas dari mulutnya
"Cantik cantik, galak banget"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!