Tahun 2008
Nama ku Ramon Aleksander, saat ini aku masih duduk dibangku sekolah kelas 3 SMP dan tidak lama lagi aku akan lulus.
Hari ini bertepatan hari Sabtu yang artinya nanti malam adalah malam Minggu, dimana anak muda di kampung kami akan begadang setiap akhir pekan.
Aku menyukai teman sekolah ku yang bernama Naya Rastanty. Dia termasuk anak yang pendiam jika bertemu dengan orang baru tapi ketika bersama dengan teman baiknya ia juga bisa bersikap konyol dan melawak. Jangan tanya bagaimana bisa aku mengetahui hal itu karena aku sering diam-diam memata-matai Naya.
Dan malam ini aku sudah berniat untuk mengutarakan perasaan ku ini. Tidak masalah bukan walaupun umur kami masih dibawah umur untuk hal percintaan.
Aku hanya tidak ingin kehilangan dirinya karena sebentar lagi kami akan lulus dan sudah pasti kami akan melanjutkan ke sekolah SMA dan yang aku takuti adalah jika kami dipisahkan oleh sekolah yang berbeda.
Namun seketika pemikiran ku itu lenyap ketika ku lihat ia tiba disekolah dengan wajah yang ditekuk, tidak ada senyuman seperti biasanya bahkan kedua bola matanya terlihat memerah dan bengkak.
Lama aku menatap Naya yang berjalan melewati aku dan teman ku yang bernama Indra. Seolah dia tidak melihat kami berada disana dan yang paling aneh lagi, kali ini ia tiba disekolah hanya seorang diri padahal biasanya ia akan bersama teman gengnya yang berjumlah enam orang.
Rupanya Indra memperhatikan pandangan mata ku yang tertuju kepada Naya. Indra menepuk bahu ku hingga aku kaget. " Kasihan ya Naya, kedua orang tuanya bertengkar lagi tadi malam." Terang Indra yang memang tinggal bertetangga dengan Naya.
Aku pun mengalihkan pandangan mata ku yang tadi kepada Naya kini beralih kepada Indra. "Lagi?" tanya ku seakan tidak percaya karena memang cukup sering aku mendengar berita pertengkaran kedua orang tuan Naya.
Indra hanya mengangguk kan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan ku itu.
"Kasihan Naya mempunyai Ayah yang pemarah ditambah lagi tadi malam ayahnya juga mabuk." Terang Indra lagi membuat ku geleng kepala.
Sungguh kasihan sekali Naya harus menghadapi masalah yang ditimbulkannya oleh orang tuanya sendiri, pasti ia sangat sedih sekarang ini.
Namun percakapan kami terhenti ketika lonceng berbunyi dan kami berdua bergegas menuju lapangan.
Sesampai di lapangan kami berbaris sesuai dengan kelas masing - masing. Naya yang berada di kelas A sementara aku dikelas B sehingga barisan kami tidak terlalu jauh.
Aku sengaja berbaris sejajar dengan Naya dan diam-diam mencuri pandang kearahnya bahkan arahan dari pak Hardi aku abaikan begitu saja hanya karena aku sibuk dengan pikiran ku sendiri. Andai saja bahu ini bisa menjadi tempat untuk ia bersandar dalam situasi sulit seperti ini.
Aku tau pasti Naya sekarang ini pasti sangat sedih dengan kejadian pertengkaran kedua orang tuanya tadi malam. Kasihan Naya harus merasakan hal semacam itu hingga senyum diwajahnya tidak terlihat lagi.
Sejenak aku berpikir bagaimana mungkin aku mengutarakan perasaannya ku nanti malam jika situasinya saja seperti ini. Dengan berat hati rencana ku tadi aku tunda dulu sampai keadaannya membaik.
Semoga saja tidak ditikung oleh orang-orang yang juga menyukai Naya. Aku tahu betul begitu banyak yang menyukai Naya namun mereka sama seperti ku tidak berani menyatakan perasaan mereka.
Naya memang anak yang pintar dan juga berparas cantik. Rambut hitamnya yang panjang, lesung pipinya yang selalu terlihat begitu ia tersenyum membuat semua orang terpesona termasuk aku.
Sepanjang hari berlalu dan tiba jam pulang sekolah, Naya masih saja tidak menampakkan senyum diwajah cantiknya padahal temannya yang lain sudah pada tertawa disepanjang jalan sementara dia hanya diam seolah raganya berada ditempat lain.
O ya, hampir lupa jika kami berangkat ke sekolah dan pulangnya kami berjalan kaki selama Kurang lebih tiga puluh menit lamanya dan itu kami lakukan setiap harinya.
Kali ini aku sengaja memang ingin memantau dirinya tanpa sepengetahuan dari Naya, hati ku tidak tenang melihat Naya murung seperti itu ingin rasanya aku berbagi kesedihan dengannya namun itu tidak mungkin aku lakukan karena nyali ku tidak sebesar itu.
Selama tiga tahun belakangan ini aku hanya bisa menyukainya secara sepihak tanpa berani berkata jujur. Jangan kan untuk menyatakan perasaan, sekedar menyapa saja aku sudah grogi lebih dulu.
Naya lebih dulu sampai dirumahnya, ya karena memang rumah ku lebih jauh dari rumahnya.
Pandangan ku tidak luput dari setiap gerak-gerik Naya, dan yang aku heran kan rumahnya sepi tidak seperti biasanya dimana ketika Naya pulang sekolah kedua adiknya yang masih kecil akan berlari mengejar Naya sepulang sekolah tapi kali ini tidak demikian. "Ada apa sebenarnya?" aku bertanya didalam hati ku seorang diri.
"Awas biji mata mu keluar!" Ejek Indra sambil berjalan berbelok menuju rumahnya yang tidak jauh dari rumah Naya.
Bukannya langsung pulang justru aku malah mampir ketempat Indra hanya ingin tau informasi lebih banyak tentang Naya.
"Kau mau apa?" tanya Indra karena melihat ku ikut masuk ke pekarangan rumahnya.
"Jangan bilang kau ingin memata-matai Naya?" selidiknya tepat sasaran.
"Brisik!" sahut ku acuh.
Cukup lama aku berada disana namun tidak sedikit pun Naya menampakkan dirinya keluar rumah walau hanya sebentar saja hingga pada akhirnya aku pun memilih untuk pulang kerumah.
Begitu tiba dirumah aku membuang tas ku ke sembarangan arah dan menjatuhkan tubuh ku diatas ranjang sebelum aku mengganti seragam sekolah ku.
"Gagal sudah malam ini." Pikir ku padahal aku sudah menunggu kesempatan ini cukup lama, keputusan untuk memberanikan diri menyatakan perasaan ku terhalang masalah keluarga yang tengah dialami oleh Naya.
Mungkin aku aku harus lebih bersabar lagi mengingat umur kami yang juga belum cukup untuk hal semacam itu.
Semoga saja masih ada kesempatan sebelum semuanya terlambat dan berharap tidak ditikung oleh orang lain. Doa ku didalam hati.
Hai gaes....Karya baru author sudah tayang nih....Jangan lupa dukungannya agar karya ini lebih berkembang lagi dan tentunya author lebih semangat lagi up-nya.
Love buat kalian semua yang sudah mendukung setiap karya ku karena tanpa dukungan kalian author bukan lah apa-apa.
Like, coment, vote dan jangan lupa juga kasih ⭐⭐⭐⭐⭐ Terima kasih banyak semua pendukung ku🙏🙏🙏🙏
Senin merupakan hari pertama beraktivitas di Minggu ini. Selama satu Minggu ke depan aku akan bertemu dengan Naya setiap hari. Tidak seperti hari Sabtu kemarin dimana Naya tidak keluar kelas di jam pelajaran, hari ini dia sudah terlihat keluar dari kelas dijam isitirahat.
Naya lewat didepan kelas ku bersama teman sebangkunya. Meskipun Naya mempunyai teman geng namun ketika disekolah dia tidak selalu bersama mereka. Naya juga bergaul dengan yang lain nya.
Hari ini ku lihat ia sudah bisa tertawa bahkan bercanda dengan Erni teman sebangkunya selama tiga tahun ini.
Ketika aku menuju kantin atas aku berpapasan dengan Naya yang membawa beberapa snack didalam kantong plastik. Ternyata Naya tidak juga berubah yang suka dengan berbau coklat karena setiap jajan dia akan membeli snacks yang berbau coklat.
Naya sendiri kurang menyukai makan di kantin dengan menu mie instan andalan disetiap kantin dimana disekolah kami mempunyai empat kantin.
Satu dikantin bawah, satu lagi berada di lapangan tengah dan juga dikantin atas. Sementara kantin satu lagi tepat berada di depan pintu gerbang sekolah. Dan kami para murid bebas untuk jajan kesana di setiap jam istirahat karena pagar akan di buka dijam isitirahat untuk memudahkan para siswa nya untuk kekantin tersebut. Namun dikantin ini kita tidak akan menemui menu seperti dikantin yang tiga lainnya karena disini ia tidak menjual mie dan juga gorengan. Disini kita hanya akan menemukan semua jenis Snack coklat, roti, minuman dalam botol dan lainnya.
Nah Naya termasuk langganan di kantin ini, aku sampai hapal jajan favorit nya.
Naya tidak sedikit pun menoleh kearah ku pada hal aku sudah menatapnya sedari tadi, mungkin karena sibuk dengan obrolan bersama dengan Erni sehingga dia tidak memperdulikan kehadiran ku.
Indra menepuk punggung ku. "Jangan dipendam terus." Bisiknya.
Pandangan mata ku pun terputus dari wajah Naya beralih kepada Indra.
"Ck, mau gimana lagi?"
"Ya secepatnya kau dekati Naya dan nyatakan perasaan mu!" Terang Indra selalu saja mendorong ku untuk mendapat Naya.
"Tidak semudah yang kau bayangkan, tau sendiri kan Naya orangnya susah untuk dekat dengan orang lain." Jelas ku.
"Terserah lah jika mau terus dipendam maka pendam lah." Pekik Indra lagi.
Tiba dikantin kami berdua pun memesan mie favorit kami berdua apalagi kalau tidak mie instan yang disajikan dengan kuah mie SOP khas didaerah kami.
Asik dengan makanan kami, tiba-tiba aku mendengar anak murid dari kelas lain sedang membicarakan Naya.
"Kau suka dengan Naya tapi tidak pinta keberanian nembak dia." Kata Darma kepada temannya yang bernama Iwan.
"Mau berapa kali lagi aku menyatakan perasaan ku? setiap kali aku menyatakan hasilnya tetap sama berujung dengan penolakan." Itu yang kudengar dari mulut Iwan anak kelas tiga C.
Sontak aku dan Indra saling menatap satu sama lain nya. Ternyata aku ditikung orang lain yang bergerak lebih cepat dari pada ku. Tapi untungnya Naya menolak perasaan Iwan sehingga aku merasa sedikit lega.
"Apa aku bilang? sebentar lagi kau akan kehilangan Naya jika terus berdiam diri." Bisik Indra agar yang lainnya tidak mendengar obrolan kami.
Aku hanya diam tidak berkomentar sedikit pun dengan ucapan dari Indra. Aku tetap terlihat tenang meskipun ada rasa yang mengganjal di hati ku. Perasaan takut jika aku kehilangan kesempatan untuk menyatakan perasaan ku ini.
Telinga terus saja siap siaga mendengarkan pembicaraan dari beberapa siswa yang lainnya yang sedang membicarakan Naya. Jujur sebenarnya aku tidak suka mereka berbicara tentang Naya yang setiap kata tentang Naya membuat ku panas.
Sebisa mungkin aku menahan perasaan ku, tidak mungkin bukan jika aku marah kepada mereka karena sedang membicarakan Naya dan juga mengagumi Naya. Sungguh aku tidak ingin ada orang lain yang memikirkan Naya selain aku seorang.
"Yang sabar bro! sudah resiko kalau hal seperti ini akan terjadi, maklum penggemar Naya lumayan banyak." Pekik Indra yang tau betul bagaimana perasaan ku saat itu.
Aku hanya diam tidak menyahuti ucapan dari Indra tersebut karena memang benar apa yang ia katakan barusan. Dan tidak mungkin bagi ku untuk melarang mereka jika memilik perasaan yang sama dengan ku yaitu sama-sama menyukai Naya.
Namun aku yakin mereka semua hanya sebatas tertarik dan tertantang saja bukan seperti perasaan yang aku miliki sedari dulu kepada Naya.
Perasaan yang selalu bergetar bila aku berhadapan dengan Naya bahkan setiap melihatnya jantung ku berdetak lebih cepat. Namun sayang aku bukan tipe yang berani mendekati Naya seperti orang lain.
Bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat telah selesai, aku dan Indra kembali kekelas kami dan tentunya kami akan melewati kelas Naya.
Aku sengaja berhenti didepan kelas Naya berpura-pura menyapa salah satu teman ku disana hanya untuk melihat beberapa detik wajah Naya yang masih mengunyah makanan nya.
Sekilas pandangan mata kami berdua bertemu satu dengan lain. Mata itu sungguh aku tidak dapat melukiskan dengan kata-kata menggambarkan kecantikan dari sinar yang terpancar dari bola mata Naya.
Seketika aku jadi salah tingkah padahal hanya dengan pandangan mata yang bertemu tanpa sengaja. Yang paling membuat ku tak tahan, Naya melemparkan senyuman kepada ku walaupun hanya singkat.
Ya Tuhan, apa ini seumur-umur baru kali ini Naya tersenyum kepada ku. Apakah ini pertanda ada lampu hijau dari Naya? entah lah aku tidak bisa berpikir dengan jernih disaat seperti itu.
Naya yang selama ini aku cintai tersenyum kepada ku! "Naya ku, kau milik ku Naya dan selama akan menjadi milik ku." Ucap ku dalam hati.
"Ayo!" Indra menyadarkan ku dari dunia fantasi ku.
Mau tidak mau aku pun mengikuti langkah Indra menuju kelas kami dan sebelumnya ku aku kembali melihat sekilas kepada wajah yang selalu aku rindukan itu.
Rupanya Indra memperhatikan ku yang sedang tersenyum. "Susah memang lalu sedang kasmaran bawaannya ya begini, senyum seorang diri. Awas saja dikira orang gila." Ucap Indra seolah sedang mengejek diri ku.
Terserah lah dia mau berkata apa yang jelas aku senang bahagia sekarang ini. Bahagia karena Naya tersenyum kepada ku.
*
*
Mana nih jempolnya??
Nyatanya sampai saat ini aku belum juga menyatakan perasaan ku kepada Naya, aku memang tidak mempunyai keberanian hanya bisa memendam perasaan yang semakin lama tentu sangat menyiksa ku. Setiap aku melihat Naya hati ku bergetar, jantung ku seakan ingin keluar dari tempat nya.
Sementara waktu ku tidak banyak lagi karena kami akan segera mengikuti ujian akhir Nasional. Entah lah aku juga tidak tau harus bagaimana lagi, bingung dengan diri ku sendiri.
*
*
Ujian yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga dan selama itu juga aku hampir tidak bertemu dengan Naya. Sepertinya dia sangat mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian ini. Wajar saja lah karena ini adalah penentu bagi kami.
Bahkan ketika pengumuman kelulusan pun aku tidak bertemu dengan Naya, kali ini hati mulai tidak tenang ada apa sebenarnya dengan Naya. Pikirkan ku terus tertuju kepada Naya, Naya dan Naya.
Jika begini terus aku bisa gila tidak bertemu dengan pujaan hati ku. Naya seperti obat bagi ku jika tidak melihatnya maka aku akan sakit. Begitulah kira-kira.
Aku mencari tau Naya akan melanjut ke sekolah mana namun tidak ada informasi yang ku dapat. Sampai aku sudah menanyakan langsung kepada teman dekat Naya tetap saja informasi yang ku inginkan tidak dapat ku ketahui.
Aku takut jika Naya akan melanjutkan sekolah di kota sementara aku sudah pasti akan melanjutkan sekolah ku di kampung lagi.
Yang ku takutkan ternyata benar juga, Naya tidak mendaftar ke sekolah yang ada di tempat tinggal kami terbukti dari nama-nama siswa/siswi baru yang tertera di mading sekolah.
Aku tidak bersemangat lagi, wanita pujaan ku tak ada kabar keberadaan nya bahkan informasi tentang dia sekolah dimana aku pun tak tau.
Beberapa hari menjelang hari pertama masuk sekolah akhirnya aku mendapat informasi jika Naya sekolah di kota Tebing tinggi. Sebuah kota yang tidak terlalu besar jika di bandingkan dengan kota Medan.
Aku merasa sedikit lega, setidaknya aku sudah mengetahui jika dia sekolah di kota tersebut. Sewaktu-waktu aku bisa bertemu dengannya nanti.
Selama sekolah di kota Naya jarang pulang kampung, untuk datang menemui nya aku belum siap dan yang paling utama ialah mental ku untuk berhadapan dengan Naya belum siap yang masih mental tempe.
Libur semester pertama Naya pulang kampung. Aku melihatnya tadi ketika dia baru saja turun dari bis yang di tumpanginya yang kebetulan aku berada dirumah Indra tadi.
Aku terpukau dengan penampilannya kali ini. Naya kelihatan lebih cantik dari sebelumnya, kulitnya yang semakin putih, badannya semakin berisi rambut panjang ia gerai begitu saja tidak seperti dulu yang selalu di kuncir. Cara berpakaiannya juga sudah sangat berbeda sekali.
Kebetulan malam ini malam minggu dan di kampung sebelah ada pesta orang nikahan. Biasanya akan ada acara hiburan sampai malam hari semoga saja dia kesana, aku sungguh berharap bisa bertemu dengannya disana nanti malam.
Malam pun tiba, dan keberuntungan memihak ku kali ini. Naya sudah lebih dulu disana bersama temannya. Tidak akan ku sia-sia kan malam ini.
Aku harus menyatakan perasaan ku kepada Naya kali ini jika tidak aku akan benar-benar kehilangan kesempatan.
Aku tidak suka semua mata tertuju kepada Naya yang memuji perubahan penampilannya itu. Aku tidak rela jika perubahan Naya menjadikan para playboy itu menginginkannya karena aku tau betul jika mereka itu semua palsu.
Ku tunggu waktu yang tepat untuk mendekati Naya untuk sementara aku mengawasinya dari ke jauhan saja. Namun aku melihat Naya bergerak dari tempatnya bersama kedua temannya.
"Mau kemana dia?" pikir ku tetap fokus melihat kearahnya.
Kulihat jam tangan ku masih menunjukkan pukul sembilan tiga puluh, belum terlalu larut malam tapi sepertinya Naya hendak pulang.
Aku bersiap untuk mengikuti nya, setelah aku yakin jika Naya akan pulang segera ku hidupkan motor ku dan mengikuti dari belakang. Entah keberanian dari mana ku hampiri dia, ku berhentikan motor ku tepat didepannya.
"Naya tunggu dulu. " Ucap ku menahan langkah kakinya.
Kedua temannya tadi sepertinya sudah mengetahui niat ku terbukti mereka pergi meninggalkan Naya bersama ku.
"Apa?" Tanya Naya pada ku.
"Tunggu sebentar aku mau ngomong!" Kata ku lagi.
"Mau ngomongin apa? teman aku sudah jauh itu." Tunjuk Naya.
Aku tidak memperdulikan itu, justru akan bagus jika mereka menjauh sehingga aku bisa bersama dengan Naya.
"Aku mau ngomong tapi tidak di sini, naik aja dulu ntar aku kasih tau." Bujuk ku berharap Naya mau ikut bersama dengan ku dan ternyata benar saja Naya naik keatas motor ku.
Ku pacu motor ku menyusuri jalan, dan berhenti disebuah tepi jalan dimana disana ada tempat duduk.
"Kok berhenti disini?" tanya Naya kepada ku.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Naya, aku mencagak motor ku dan turun dari motor sementara Naya masih tetap berada diposisi awal. Ia kelihatan sedikit bingung dengan sikap ku. Kembali aku naik keatas motor namun kali ini aku duduk mengahadap kepadanya. Ku raih kedua tangannya hingga ia benar-benar kaget.
"Naya... Maaf sebelumnya jika aku sedikit lancang. Tapi aku sudah tidak bisa berpura-pura lagi dengan perasaan ku. Aku mencintai mu Nay, mau kah kau menjadi pacar ku?" Ku usap tangannya dengan jari jempol ku sambil berdoa dalam hati agar tidak mendapat hasil yang mengecewakan.
Ku lihat Naya seperti sedang berpikir, mungkin ia sedikit terkejut dengan ku yang secara tiba-tiba menyatakan perasaan kepadanya pada hal aku sudah memendamnya selama bertahun-tahun.
"Kau serius dengan apa yang kau katakan?" Naya mencoba mengingatkan ku dengan perasaan ku.
"Tentu saja aku serius, bahkan aku sudah hampir gila memendam perasaan ku sedari dulu." Terang ku kepada Naya.
"Apa kau tidak mempunyai rasa suka sedikit saja kepada ku?"
"Bukan begitu hanya saja aku butuh waktu karena tidak ingin terburu-buru. Wajar jika aku meragukan perasaan mu." Ucapnya membuat cemas takut jika dia menganggap ku hanya sekedar main-main dan akan berujung dengan penolakan.
"Aku serius Naya! tidak kah kau tau jika selama ini aku menyukai mu dan hanya berani mengagumi mu tanpa berani berterus terang jika aku jatuh cinta kepada mu." Terang ku sambil menatap dalam kedua bola mata Naya.
"Aku takut, takut jika suatu saat nanti kau akan mengkhianati ku."
"Tidak akan Nay, aku janji akan menjaga kepercayaan dari mu!" Aku berusaha keras untuk meyakinkan nya.
"Baiklah. Aku mau!" Naya tersipu malu.
"Benarkah?" tanya ku seakan tidak percaya dan Naya pun menganggukkan kepalanya pertanda jika apa yang ku dengar tidak salah.
Naya menerima cinta ku! rasanya aku seakan melayang ke udara.
"Tapi kau harus berjanji satu hal kepada ku!"
Deg
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!