"Hadirilah Event Tahunan Bright University : Pesta Dansa Dengan Hadiah Uang Tunai! Segera Ajak Pasangan Kamu, Raih Gelar Raja dan Ratu Pesta, Dan Kamu Berkesempatan Untuk Memenangkan Hadiah Uang Tunai! Tunggu Apalagi!"
Begitulah bunyi undangan elektronik yang masuk ke dalam ponsel para mahasiswa di sebuah kampus bernama Bright University secara bersamaan.
Salah satu mahasiswi yanh tertarik bernama Kiara Pratama. Gadis itu membaca undangan pesta dansa berkali-kali seolah tidak mempercayai indera penglihatannya. "Aku harus ikut pesta dansa ini, Re!"
"Apa kau membaca syaratnya? Harus memiliki pasangan supaya mendapatkan gelar Raja dan Ratu Pesta. Kalau tidak ada pasangannya, siapa yang akan menjadi Raja? Sadarlah! Kau tidak memiliki kekasih, Kiara!" sahut Renatha, sahabat dari gadis itu.
Kiara memberengutkan bibirnya. Di usianya yang hampir menyentuh kepala 2, seorang Kiara Pratama belum memiliki kekasih. Jangankan seorang kekasih, kehidupan sosialnya sangat jauh dari apa yang dia impikan dahulu.
Sejak bisnis ayahnya gulung tikar, keluarga Kiara hidup dengan seadanya dan hanya mengandalkan gaji bulanan sang ayah yang saat ini bekerja sebagai karyawan biasa di perusahaan orang lain.
Untuk menghemat pengeluaran, ibu Kiara yang dahulu tergabung dalam kelompok sosialita elite kini harus mendekam di dalam rumah dan melakukan pekerjaan rumah tangga.
Beruntunglah, Kiara berhasil mendapatkan beasiswa mahasiswa berprestasi sehingga kedua orang tuanya tidak perlu mengkhawatirkan biaya semester kuliah putri mereka.
Karena hal itu pula, Kiara menutup diri dari teman-temannya dan cenderung pendiam. Hanya Renatha teman satu-satunya yang masih Kiara pertahankan sampai saat ini.
"Re, kalau aku mencari kekasih mulai hari ini, kira-kira bisa dapat tidak, yah? Pestanya minggu depan, aku hanya tertarik dengan kata-kata uang tunai!" ungkap Kiara. Dia kemudian melihat teman-teman pria yang sekelas dengannya yang jarang sekali dia perhatikan dan tiba-tiba saja, dia mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Tidak mungkin, ya?"
Renatha yang terbiasa dipanggil dengan sebutan Rere oleh Kiara hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya itu.
Mereka berdua pun terdiam, merasa tidak menemukan solusi apa pun. Tiba-tiba saja, Rere menggebrak meja dengan cukup kencang hingga membuat dia mengaduh dan mengibaskan tangannya. "Jangan pikirkan tanganku, Ra! Aku punya ide bagus! Kau tidak harus memiliki kekasih untuk mendapatkan gelar tersebut. Saat ini, zaman sudah sangat berkembang sampai ada jasa untuk menyewa kekasih hanya untuk menemani ke pesta, ke acara keluarga, atau sekedar menemani jalan-jalan. Nah, kita bisa pakai jasa itu! Bagaimana?"
"Bayarnya berapa? Terus, di mana aku bisa mencari jasa seperti itu?" tanya Kiara bertubi-tubi.
"Sosial medialah!" jawab Rere.
Sayangnya saat itu dosen pengajar sudah masuk ke dalam kelas, sehingga mereka terpaksa menunda pembahasan mereka. Kiara merasa, tak hanya dia dan Rere saja yang tidak fokus mengikuti perkuliahan siang itu. Hampir semua temannya di kelas itu, tidak ada yang memperhatikan materi yang disampaikan oleh sang dosen.
Ya, mereka semua pasti mengincar hadiah uang tunai itu! Begitu pikir Kiara. Siapa yang tidak ingin uang tunai di zaman susah seperti ini? Maka dari itu, setelah mata kuliah terakhir selesai, Kiara menagih janji pada Rere tentang jasa kekasih sewaan itu.
"Mahal ternyata, Ra," kata Rere suram.
Kiara ternganga melihat harga yang tertera di layar ponsel temannya itu. "Ih, iya. Kenapa mahal, sih? Sudahlah, Re! Kita lupakan saja soal pesta dansa bodoh itu! Rezeki bisa datang darimana saja,"
Renatha merasa tidak enak melihat temannya kecewa dan tidak bersemangat. Dia pun merangkul pundak Kiara dan membahas topik lain untuk mengalihkan kesedihan temannya itu.
Keesokan paginya, Kiara membuka kedua mata dengan enggan. Kemudian, dia teringat pesta dansa yang batal dia ikuti. "Aaarrgghhh!"
Suara erangannya itu membuat ibu Kiara panik dan bergegas masuk ke dalam kamar putri tersayangnya itu. "Kau baik-baik saja, Sayang?"
Kiara mengangguk lemah. "Aku baik-baik saja, Bu. Hanya sedang merasa pahit saja,"
Sepanjang hari itu, Kiara merasa tidak enak untuk beraktivitas. Dia ingin absen dari kuliah hari itu, tetapi dia teringat ada kuis dan absen sangat mempengaruhi nilai. Mau tidak mau, Kiara pun berangkat ke kampus.
Setibanya di kampus, dia sudah disambut oleh Rere yang senyuman cerah di wajahnya mengalahkan cerahnya pagi hari itu. "Ra! Aku punya kabar baik untukmu! Benar katamu kalau rezeki itu tidak akan ke mana-mana, hehehe! Baca ini!"
Kiara mengambil sebuah pamphlet yang disodorkan Rere kepadanya. Kedua matanya membulat sempurna dan rahang bawahnya tertarik ke bawah. "50%, Re! Ayo, kita hubungi nomornya! Apa namanya ini? Oke Cupid, hmmm, nama yang unik,"
Awan gelap yang sedari kemarin manaungi hati Kiara, perlahan bergeser. Gadis itu menjadi bersemangat seketika saat membaca pamphlet yang berisi tentang promosi jasa kekasih sewaan.
Setelah masuk ke dalam kelas, mereka segera mencari tempat duduk. Kiara mengeluarkan ponselnya dan tak lama, jari-jari gadis itu sudah berlarian lincah di layar ponselnya.
Namun senyuman di wajahnya dengan cepat menguap, saat dia melihat nominal yang diberikan oleh si penyedia jasa. "Masih kemahalan, Re,"
"Kau tidak ada tabungan? Aku akan membantu kekurangannya," jawab Rere tulus.
Kiara mencoba mengingat-ingat berapa jumlah uang yang ada di tabungannya. Beberapa menit kemudian dia mengetik satu kata sebagai balasan kepada penyedia jasa. "Ya,"
Sepanjang mata kuliah hari itu, Kiara terus memikirkan uang tabungannya. Ada rasa sayang jika tabungan itu terpakai hanya untuk menyewa seorang pria sebagai kekasihnya satu malam. Akan tetapi, dia berpikir lagi. Andaikan dia memenangkan hadiah uang tunai itu, tabungannya akan kembali.
Maka setelah memantapkan hatinya, Kiara pun mentransfer uang tabungannya kepada penyedia jasa yang bernama Angkasa. Setelah gadis itu mengirimkan bukti transfer, Angkasa memberitahukan tempat di mana transaksi berikutnya akan dilanjutkan sekaligus berkenalan dengan calon kekasih Kiara.
"Starlight Mall, hari Minggu pukul 3 sore. Temani aku ya, Re," pinta Kiara.
Renata memberikan ibu jarinya tanda setuju untuk Kiara. "Oke,"
Hari Minggu pun tiba. Dengan memakai pakaian terbaiknya, Kiara pun bersiap-siap untuk menemui calon kekasihnya di mall yang berada di pusat kota itu.
Dengan alasan ingin mengerjakan tugas kelompok bersama Renatha, Kiara berhasil mendapatkan izin keluar dengan membawa motor bebek miliknya.
Sepanjang jalan, Kiara dan Renatha tak hentinya menbahas tentang calon kekasih Kiara. Bagaimana wajahnya, apakah tampan atau tidak, apakah ramah atau tidak.
Di saat mereka sedang asik bercanda dan mengobrol, sebuah mobil mewah mendahului mereka dari arah bahu jalan dengan kecepatan tinggi dan menyenggol kaca spion motor bebek Kiara. Karena tumbukan yang cukup kencang, Kiara kehilangan keseimbangannya dan terjatuh dari motor.
Orang-orang yang berada di dekat mereka, membantu mereka untuk berdiri dan menuntun mereka ke sebuah halte.
Mobil mewah yang menabrak mereka tadi juga ikut menepi. Pemilik mobil yang ternyata pria itu pun keluar dari mobilnya. Namun, dia hanya memeriksa kondisi mobilnya saja. "Ck! Brengsek!"
Pria itu mendatangi Kiara dan Rere. "Aku minta ganti rugi! Mobilku tergores karena ulah kalian!"
"Loh? Seharusnya kami yang meminta ganti rugi karena kau menyetir ugal-ugalan dan menyenggol motor kami! Nyawa kami 100 kali lipat lebih berharga dari mobilmu!" tukas Kiara panas.
"Siapa yang ugal-ugalan? Apa kau tidak tau kalau mobilku itu adalah mobil sport? Yang kecepatannya memang di atas rata-rata mobil biasa! Kampungan sekali kalau kau tidak tahu hal seperti itu!" balas pria yang ternyata berparas tampan tersebut.
Adu mulut pun terus terjadi sampai akhirnya mereka diamankan oleh polisi setempat. Di sana, mereka dipaksa berdamai atau mereka akan dikurung selama 1x24 jam atau membayar denda. Karena keterbatasan dana, Kiara memutuskan untuk meminta maaf kepada pria itu.
"Cih! Aku menjatuhkan harga diriku sendiri hanya untuk pria tak tahu diri seperti dia! Aku bersumpah aku tidak akan sudi bertemu lagi dengan pria egois itu!" tukas Kiara kesal sambil berjalan ke arah motornya.
"Aku juga tidak mau!" balas si pria, kemudian dia melengos pergi dengan angkuh.
Setelah mengecek kondisi motornya dan memastikan motor bebek itu bisa berjalan seperti semula, Kiara dan Rere pun melanjutkan perjalanan mereka menuju Starlight Mall sambil terus memgoceh dan mencaci pria yang baru saja mereka temui.
Setibanya di Starlight Mall, kedua gadis itu segera menuju tempat yang sudah ditentukan. Tak sulit mencari restoran Jepang cepat saji di mall itu.
Pria bernama Angkasa pun tampak mencolok dengan kaus berwarna merah muda bergambar cupid lengkap dengan anak panahnya dan tulisan Oke Cupid di kaus tersebut dan huruf O-nya berbentuk hati yang menurut Kiara cukup manis.
"Hai, Angkasa, ya?" tanya Rere memberanikan diri.
Angkasa tersenyum lebar. "Pasti Kiara. Kau adalah klien pertama kami, semoga menjadi langganan, ya? Hehehe! Silakan duduk, aku menunggu temanku yang akan menjadi kekasihmu di acara pesta dansa nanti,"
Kiara dan Rere saling beradu pandang sambil tersenyum tipis dari sudut bibir mereka. Sementara, Angkasa mendeskripsikan pria yang akan menjadi calon kekasih Kiara.
"Namanya Samudra Biru. Panggilannya Biru. Orangnya baik, ramah, dan tampan. Aku yakin kalian akan terpilih menjadi Raja dan Ratu di pesta itu," ucap Angkasa. Beberapa menit kemudian, dia melambaikan tangannya ke arah seseorang. "Itu dia sudah datang,"
Kiara dan Rere menoleh bersamaan ke arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Angkasa. Betapa terkejutnya Kiara saat pria itu mendekat dan menghampiri meja mereka.
"Nah, ini dia. Kenalkan, ini Biru dan ini Kiara," kata Angkasa lagi.
Kiara mengeratkan giginya. "Kau! Tidak mungkin!"
...----------------...
"Apa? Perempuan ini yang akan menjadi calon kekasihku? Apa tidak salah? Atau ada pilihan lain, gitu? Aku menolak!" tukas Biru kesal.
Kiara memincingkan kedua matanya dan menatap tajam pada pemuda tampan dan bertubuh tinggi itu. "Aku juga tidak mau menjadi kekasihmu! Jangankan satu malam, satu detik pun aku tidak sudi!"
"Bagus kalau begitu! Ayo, Sa, balik!" tukas Biru lagi pada Angkasa.
Pemuda itu sudah beranjak dari kursinya dan bersiap-siap untuk meninggalkan mereka. Namun, Angkasa menahannya. "Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu tentang apa yang terjadi kepada kalian! Ini bisnisku dan aku mencoba bersikap profesional di sini! Biru, duduklah! Nona, kau juga!"
Kiara yang tadi sudah berdiri juga terpaksa duduk, begitu pula dengan Biru. Angkasa pun melanjutkan pembicaraannya, "Nona, apa kau tidak sayang dengan uang yang sudah kau bayarkan kepada kami? Sesuai isi kontrak, uangmu tidak dapat kembali. Dengan kata lain, hangus,"
Pandangan Angkasa kini beralih kepada Biru. "Dia sudah melunasinya, Sobat. Kau pun akan mendapatkan keuntungan juga dari dia, so, menurutku kita tetap jalankan rencana kita,"
"Aku tidak butuh keuntungan apa pun dari dia! Satu malam itu lama! Apalagi aku harus menjemput dia juga, 'kan?" tanya Biru dengan galak.
Kiara dan Rere yang sedari tadi saling berbisik untuk memikirkan apakah mereka akan lanjut atau tidak pun, sontak saja memandang Angkasa.
"Dia tidak perlu menjemputku! Buat saja janji untuk bertemu di tengah jalan! Tidak ada penjemputan!" tukas Kiara. "Aku sudah memutuskan untuk tetap menjalankan rencana ini karena ada goal yang ingin aku raih. Kuharap kalian bisa bersikap professional. Ingatlah, aku klien pertama kalian. Jadi, layani kami sebaik mungkin dan tinggalkan kesan yang baik untuk kami. Kalian butuh ulasan, aku juga butuh jasa kalian. Simbiosis mutualisme yang sangat baik, bukan?"
Angkasa bertepuk tangan penuh haru. Dia beranjak dari kursinya dan menjabat tangan Kiara. "Aku suka cara berpikirmu, Nona. Terima kasih sudah mengerti kami,"
Berbeda dengan Biru, lelaki itu menatap ke arah lain dan sama sekali tidak menaruh perhatiannya pada bisnis pertama mereka ini.
Usaha penyewaan kekasih ini adalah ide Angkasa dan dia menjadi calon kekasih bagi para kaum hawa yang membutuhkan jasa teman kencan atau teman biasa selama bisnis yang dinamakan Oke Cupid ini belum menemukan pemuda atau pemudi lain selain dirinya untuk dijadikan calon kekasih.
Semua gagasan datang dari Angkasa. Biru hanya membantu dengan memberikan dukungan serta waktunya. Sebagai seorang teman yang baik, Biru juga ikut menyumbang sekian persen untuk berdirinya Oke Cupid ini.
Sebagai pemilik saham di Oke Cupid, seharusnya dia tidak bekerja. Namun ternyata, Angkasa mempekerjakannya dan sialnya, klien pertama mereka adalah seorang gadis yang sangat dibenci oleh Biru.
Saat ini melihat wajah Angkasa yang bahagia, Biru tidak tega untuk menolak permintaan sahabatnya itu. "Baiklah, hanya satu malam dan tanpa penjemputan!"
"Deal!" seru Angkasa. Kemudian, dia bergegas mengambil sebuah dokumen dari tasnya dan meminta Biru serta Kiara untuk menandatangani isi dokumen tersebut.
Dokumen itu adalah kontrak perjanjian kedua belah pihak yang menyebutkan bahwa mereka tidak diizinkan untuk melakukan sentuhan fisik yang intim, dilarang untuk meninggalkan penyewa sebelum waktu yang telah ditentukan berakhir, dan jika ingin memperpanjang waktu pertemuan, penyewa diwajibkan untuk melapor ke pusat dan dikenakan biaya per jam untuk setiap jam yang mereka pakai.
Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Kiara memakai gaun terbaiknya dan merapikan rambut serta memakai make up, hal yang tidak pernah dia perdulikan sebelumnya.
Setelah semua persiapan selesai, gadis itu mematut dirinya di depan cermin. Dengan memakai gaun kuning berlengan sabrina dan rambut diikat air terjun, Kiara pun mengangguk dan memuji dirinya sendiri. "Oke, sempurna!"
Gadis itu pun berpamitan dan berjalan menuju tempat yang sudah disepakati olehnya dan Biru dengan mengendarai taksi. Setibanya di sana, dia melihat sebuah mobil berwarna putih yang sudah terparkir rapi di bawah pohon, tak jauh dari kampusnya.
Kiara mengetuk pintu mobil itu. Jantungnya berhenti seketika, saat dia melihat Biru dalam balutan jas berwarna putih elegan.
"H-, hai," sapa Kiara gugup.
"Masuk!" titah Biru dingin. "Belum pernah melihat pria setampan aku, ya? Kasihan sekali hidupmu!"
Dengan enggan, Kiara masuk ke dalam mobil mewah Biru yang berwarna senada dengan jas yang dipakai oleh pria itu.
"Baiklah, sebelum kita masuk ke dalam aula kampusku, aku ingin menyampaikan beberapa hal yang perlu kau tahu. Pertama, aku introvert dan menghadiri acara dengan banyak orang seperti ini, akan menghabiskan energiku. Jadi, aku minta padamu untuk terus mengalihkan perhatianku dari orang banyak. Yang kedua-, ...."
"Kenapa kau harus datang? Merepotkan saja!" tukas Biru tak sabar.
Kiara memberikan tatapan tajam pada pria tampan itu dari sudut matanya. "Dengarkan dulu! Yang kedua, adalah aku mengincar gelar Raja dan Ratu Dansa karena pemenangnya akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai. Nah, itu alasanku!"
Biru hanya mengangguk tanpa benar-benar memperhatikan permintaan Kiara. Setibanya di aula kampus, Biru tidak memperlakukan Kiara selayaknya seorang kekasih. Pria itu berjalan lebih dulu dan menunggu Kiara di depan pintu aula.
"Kenapa lama sekali, sih!" tukas Biru berdecak kesal.
"Loh, kau tidak membukakan pintu untukku. Aku sudah membayarmu untuk menjadi kekasihku, ingat itu!" balas Kiara tak kalah panas.
Biru mengambil lengan Kiara dan meletakkannya di lengannya sambil berbisik, "Aku kekasihmu, bukan pelayanmu! Tersenyumlah!"
Hancur sudah mood Kiara malam itu dan dia terpaksa tersenyum saat seluruh mata di aula itu memandang ke arah mereka.
Berjalan bersama Biru di acara pesta dansa seharusnya menjadi kebanggan tersendiri bagi Kiara, karena Biru merupakan sosok pria tampan, elegan, dan berkelas.
Namun, Kiara sudah memutuskan untuk membenci pria yang kini menyeretnya itu. "Bisakah kau tidak menarikku seperti ini? Lenganku sakit! Lagi pula aku memakai gaun dan sepatu hak tinggi, aku tidak bisa jalan cepat-cepat!"
"Kampungan! Biasakan berjalan dengan anggun, bukan cepat-cepat! Arahkan pandangan matamu ke depan bukan ke bawah! Kau melewati beberapa teman yang menyapamu, bagaimana bisa kau berharap untuk menjadi Raja dan Ratu? Jauh, Sister!" desis Biru dengan cepat. Pria itu melepaskan lengan Kiara dan tangannya sudah meraih gelas minuman untuk dirinya sendiri.
Kiara yang tak mau kalah membalas Biru dengan panas.
Hanya itu saja yang mereka lakukan sepanjang acara pesta. Mereka bahkan melewati acara pembukaan pesta dansa tersebut karena sibuk beradu mulut.
Setelah pesta dibuka, pembawa acara meminta para peserta untuk berdansa dengan pasangannya masing-masing dan akan ada juri yang menyamar untuk diam-diam menilai pasangan yang layak menjadi Raja dan Ratu Dansa.
Sorak sorai dan riuh rendah tepuk tangan bergemuruh memenuhi aula tersebut kala musik mulai dimainkan. Kiara menarik tangan Biru dan mengajaknya untuk masuk ke tengah lantai dansa.
Saat musik dengan beat kencang mengalun, Kiara berusaha melompat, tetapi kakinya yang belum terbiasa memakai high heels membuat gadis itu tersandung sepatunya sendiri dan nyaris saja dia terjatuh kalau Biru tidak menangkap lengannya.
Pemuda itu menatapnya dengan pandangan mematikan. "Tidak usah memaksakan diri! Gerakan saja tanganmu dan ikuti irama musiknya! Dengan begitu, kau lebih terlihat elegan,"
"Cih! Sok tau!" tukas Kiara kesal sambil menggerakkan tangannya ke atas sesuai instruksi Biru.
Tak beberapa lama, musik pun berganti menjadi musik lembut yang mengalun. Biru merengkuh pinggang Kiara untuk berdansa. Kiara tak pernah berdansa dan beberapa kali, sepatunya menginjak kaki Biru.
"Ouch!" seru Biru.
"Sorry," balas Kiara.
Satu menit kemudian, terdengar lagi rintihan dari Biru. "Ouch! Hei, perhatikan langkahmu, Bodoh! Mana bisa kau menjadi ratu jika kau tidak dapat berdansa!"
"Aku sedang berusaha!" cetus Kiara.
Namun, Biru yang sudah kesakitan melepaskan tautan mereka dan menyeruak pergi meninggalkan lantai dansa. Kiara mengejarnya sampai ke parkiran. "Hei, kenapa kau pergi? Acaranya belum selesai! Aku sudah membayarmu sampai acara berakhir!"
Biru mengeluarkan dompetnya dan melemparkan sejumlah uang begitu saja ke wajah Kiara. "Ini uangmu! Kau terlalu memaksakan diri tanpa melihat kemampuanmu dan yang kedua, sedari awal kita bertemu, kita tidak memiliki kecocokan atau apalah! Kita tidak bisa menjalin hubungan apa pun bahkan berteman pun tidak akan bisa! Terakhir, aku lelah harus berpura-pura nyaman di sisimu! Kalau gadis lain, mungkin aku bisa nyaman tapi tidak denganmu!"
Hati Kiara seakan teriris mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Biru. Emosinya menggelegak, dia melepas sepatu hak tingginya dan dia lemparkan ke arah Biru. Lemparan sepatu haknya tepat mengenai kap mobil pemuda itu. "Aku juga tidak mau berhubungan denganmu lagi! Sampai dunia kiamat dan yang terisa hanyalah kau dan seekor sapi, maka aku akan memilih untuk berteman dengan sapi!"
"Go ahead!" ucap Biru kesal dan dia masuk ke dalam mobil dengan membanting pintu mobilnya.
Sambil menahan tangis, Kiara pun kembali masuk ke dalam aula seorang diri. Gadis itu hanya bisa menyaksikan pemenang Raja dan Ratu Dansa menerima hadiah mereka. Dalam hati, dia bersumpah untuk tidak bertemu lagi dengan Biru.
Beberapa minggu kemudian, ponsel Kiara berdering dari nomor yang tak dia kenal. Kiara pun mengangkat panggilan tersebut. "Halo?"
("Hei, Kiara. Aku ingin memperpanjang kontrakku denganmu sampai waktu yang tidak dapat kutentukan. Aku akan membayarmu 5x lipat. 30% sudah masuk ke rekeningmu sebagai uang muka. Aku akan menjemputmu akhir pekan ini,") jawab suara pria di seberang.
"T-, tunggu-, ...!"
Belum sempat Kiara berbicara, telepon itu sudah diakhiri dan dengan tangan gemetar, Kiara mengecek sisa saldo di atm-nya. Dia tercengang saat melihat jumlah uang yang masuk ke dalam rekeningnya. "Dia gila!"
...----------------...
Beberapa minggu yang lalu,
"Biru, akhir pekan nanti akan ada anak teman Papa yang datang ke sini. Temani dia, yah," pinta seorang pria dengan rambut yang sudah mulai dipenuhi oleh uban.
Pria itu tampak berwibawa dengan tatapannya yang tegas dan suaranya yang dalam. Pagi hari itu, keluarga mereka sedang duduk mengelilingi meja makan dan berbagai macam hidangan tersaji dengan baik di atas meja makan berbentuk segi empat itu.
"Akhir pekan aku sibuk, Pa," sahut Biru.
"Sibuk apa? Paling juga kamu pergi main ke sana kemari, tidak jelas! Turuti kata Papa dan temui anak teman Papa ini!" titah pria bernama Dirgantara Bramasta itu.
Biru berdecak dan mulai kehilangan selera makannya. Dia hanya membolak-balikan makanan itu sehingga semuanya tercampur aduk. "Siapa, sih? Kenapa tidak Papa saja yang temani dia?"
"Angeline Baskara. Tuan Baskara itu kolega bisnis Papa. Papa dan Tuan Baskara ini berencana untuk menyatukan bisnis kami, ya, supaya semakin besar. Kalau semakin besar, kamu juga nanti yang diuntungkan. Makanya, kamu temani Angeline. Mungkin saja nanti dia jadi suka sama kamu, 'kan? Lalu, kalian bisa menikah," ucap Dirgantara dengan senyum santainya.
Dirgantara Bramasta adalah pria yang cukup sukses dalam bisnisnya. Di usianya yang belum menyentuh kepala 5, dia sudah memiliki beberapa perusahaan dan bisnis di berbagai sektor. Saat ini, dia sedang mengincar satu perusahaan yang tidak kalah besarnya dengan miliknya. Dirgantara ingin menggabungkan perusahaan itu dengan perusahaannya. Dengan begitu, dia akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari merger tersebut.
Namun sepertinya, usaha itu akan sulit karena pemilik perusahaan yang sedang diincarnya sedang fokus mencari seorang pendamping untuk putri tunggalnya yang bernama Angeline Baskara. Sedangkan Biru sudah menolak sebelum bertemu.
Biru tertawa mencemooh. "Menikah? Aku saja belum memikirkan untuk memiliki seorang kekasih, bisa-bisanya Papa mengharapkanku untuk menikah,"
"Temui dia dulu. Siapa tau pikiranmu berubah," desak Dirgantara.
"Aku tidak tertarik!" tukas Biru bersikeras.
Pemuda itu sama sekali belum memikirkan untuk memiliki kekasih lalu menikah. Dia hanya ingin menikmati masa mudanya sampai nanti mungkin dia akan bosan dan ingin menikah. Biru tidak menyukai sesuatu yang dipaksakan, apalagi pernikahan dengan dalih bisnis seperti ini.
Dirgantara tak berhenti sampai di situ, dia terus mendesak dan meminta putranya itu untuk menemui Angeline. "Papa akan tarik semua fasilitasmu kalau kamu tidak mau bertemu dengan anak teman Papa itu!"
"Apa mungkin kamu sudah memiliki kekasih, Sayang?" tanya seorang wanita yang bergabung bersama mereka sambil meletakkan puding indah di tengah-tengah meja makan.
"Tidak mungkin! Dia sendiri yang mengatakan kepadaku kalau dia tidak tertarik untuk berkencan atau menikah! Main saja yang ada otaknya itu! Entah kapan dewasanya kamu, Biru!" tukas Dirgantara lagi.
Wanita itu mengusap pundak Biru dan berusaha membesarkan hatinya. "Papa! Tidak boleh berbicara seperti itu! Bicara sama Mama, apa kamu sudah memiliki kekasih? Angeline anak baik. Mama sudah pernah bertemu dengannya beberapa kali saat datang ke acara kantor papamu. Cantik juga, ramah, dan sopan. Ya, 'kan, Pa?"
"Dengar itu kata mamamu! Kau tidak rugi berteman dengan Angeline," balas Dirgantara lagi bersemangat. Dia senang, istrinya mendukungnya.
Namun sepertinya, Biru tetap tidak tertarik. "Aku memang tidak rugi, tapi kalau aku tidak mau bertemu dengan gadis aneh itu, Papa akan rugi. Betul, 'kan? Lagi pula, aku belum kenal sama dia. Rasanya aneh jika tiba-tiba dipertemukan dengan gadis asing yang belum kita kenal!"
Dia teringat pertemuannya dengan seorang gadis bernama Kiara yang mengajaknya ikut pesta dansa. Sepanjang malam itu menjadi mimpi buruk yang sulit dilupakan oleh Biru karena dia merasa dipermalukan di depan orang banyak dan dia tidak ingin rasa itu terulang lagi.
"Baik kalau begitu. Mulai saat ini, kau tidak boleh keluar kamar dan berikan kunci mobilmu pada Papa!" titah Dirgantara. "Tidak, Amanda, aku tidak akan menarik perkataanku. Biar dia memilih, turuti orang tuanya atau semua fasilitas akan Papa tarik!" kata Dirgantara kepada wanita bernama Amanda yang tak lain adalah istrinya.
Biru menyerahkan kunci mobil kepada ayahnya begitu pula dengan laptop, televisi di kamarnya, serta ponsel. Selama tiga hari, pria yang sudah menyelesaikan sidang skripsinya itu bertahan di kamar tanpa melakukan apa pun. Di hari keenam hukumannya, dia menyerah.
Suatu hari, Biru keluar dari kamar dan menemui orang tuanya yang sedang berada di ruang keluarga. "Aku sudah memiliki kekasih dan kami baru saja jadian sebulan yang lalu,"
Sontak saja kedua orang tua Biru memandang putra mereka dengan tatapan kaget karena mendengar berita mengejutkan itu.
"Siapa calonmu? Berapa umurnya? Tinggal di mana? Kalian bertemu di mana? Siapa yang menyatakan cinta lebih dulu?" tuntut Dirgantara pada Biru.
"Papa bertanya atau menginterogasi?" tanya Biru sedikit tersinggung.
Amanda tertawa kecil berusaha mencairkan suasana tegang yang terjadi di antara suami dan putranya itu. "Hahaha! Bukan menginterogasi, Sayang. Papamu hanya bertanya hanya saja dalam mode tidak sabar. Duduklah bersama kami di sini, Nak. Ceritakan tentang kekasihmu itu,"
Biru mengehela napas panjang. Ini sudah keputusan yang dia ambil, resiko dan konsekuensinya akan dia pikirkan nanti. "Namanya Kiara, Ma. Dia masih kuliah semester akhir di Bright University. Aku bertemu dengan Kiara saat pesta dansa yang diadakan di kampusnya. Kiara pintar dan dia mendapatkan beasiswa penuh dari kampusnya karena cumlaude. Aku yang menyatakan cintaku karena saat itu aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Kiara,"
Kedua mata Amanda berbinar saat mendengar nama kampus dan nilai cumlaude Kiara. "Wow! Bright University, itu gudangnya anak-anak jenius dan dia cumlaude. Pasti pintar sekali dia, ya? Mama jadi penasaran. Dia cantik?"
Biru mengingat wajah Kiara dan dia mengangguk. "Ya, dia gadis yang manis,"
"Baiklah, karena mamamu sudah sangat penasaran, akhir pekan ini ajak dia ke sini. Perkenalkan Kiaramu itu pada kami," kata Dirgantara. "Papa juga penasaran, seperti apa Kiara ini sampai bisa membuat kamu jatuh cinta kepadanya,"
Biru tersenyum dan bersorak kegirangan dalam hati. "Oke, Pa. Kalau begitu, ponsel, kunci mobil, atm, laptop, sudah bisa dikembalikan, 'kan, Pa?"
"Ambil saja di nakas situ," jawab Dirgantara sambil menggelengkan kepalanya.
"Terima kasih, Pa," ucap Biru.
Dengan langkah penuh sukacita, Biru pun mengambil barang-barang miliknya dan kembali ke kamar. Dia segera mengaktifkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang sudah sangat ingin dia hubungi.
("What! Are you nuts, Bi? Kau hubungi saja dia langsung. Dia sudah sangat marah kepadamu terakhir kali itu, untung saja dia memberikan ulasan yang bagus kepada Oke Cupid,") tukas suara dari seberang.
"Dia memaksa. Aku tidak suka jika dipaksa, tapi saat ini aku terdesak sekali, Sa. Kirimkan saja nomornya kepadaku, aku akan langsung menghubungi dia," ucap Biru lagi dan mengakhiri percakapannya dengan Angkasa.
Tak lama, jari-jarinya sudah sibuk menari di atas keypad ponselnya. Setelah selesai, dia membuka aplikasi mobile banking dan mengirimkan sejumlah uang kepada seseorang.
Lima menit kemudian, orang yang tadi dia kirimkan pesan, meneleponnya. ("Samudra Biru Bramasta? Kau pikir aku barang! Seenaknya saja kau mengirimkan aku uang!")
"Aku butuh bantuanmu dan itu baru uang mukanya saja. Sisanya akan kubayarkan di tengah dan di akhir jika kontrak ini sudah berakhir. Bagaimana? 5x lipat dari yang pernah kau bayarkan kepada Angkasa. Kalau kau tertarik, aku akan menjemputmu akhir pekan nanti pukul 4 sore," ucap Biru berusaha membuat gadis yang sedang menghubunginya itu tergiur.
("Baiklah, aku setuju! Hanya menjadi kekasihmu saja, 'kan?") tanya gadis itu lagi.
"Oke, deal kalau begitu! Sampai jumpa di akhir pekan, Kiara Sayang," kata Biru menggoda calon kekasih kontraknya itu.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!