Namaku arini, aku adalah anak tunggal dari keluarga yang berada. tapi sayang nya nasib ku tak seberuntung dan sesempurna itu, aku menjadi yatim piatu di usia ku lima belas tahun. sebuah kecelakaan yang sangat tragis sehingga merenggut nyawa kedua orangtua ku. kini aku sudah berumah tangga. sembilan tahun menjalani rumah tangga tetapi belum di karuniai seorang anak. keseharian ku hanya mengurus rumah. perusahaan yang aku punya kini di pegang oleh suamiku. dia yang menggantikan peran ku menjadi seorang CEO.
lain hal nya dengan suami ku, aku dirumah ku sendiri di jadikan babu oleh keluarga suami ku sendiri. tak ayal mertua ku sendiri pun lagak nya seperti nyonya.
semua tidak membuat ku berkecil hati. aku anggap itu semua adalah bumbu rumah tangga dan makanan sehari hari ku.
*****
Singkat cerita, di pagi hari rumah sudah terjadi riuh oleh suara semua penghuni.
saat aku baru selesai menunaikan sholat subuh, terdengar teriakan lantang dari ibu mertua.
"arini......"
Kulihat suami ku masih di dalam kamar mandi, akun bergegas turun kebawah.
"ya bu! ada apa."
"kamu ya sudah siang begini malah enak enakan di kamar saja" ucapnya sangat lantang dengan mata melotot.
"ta.....tapi bu ini masih setengah enam loh."
"halah kamu ya kalau di ajak bicara selalu ngejawab aja. cepat lebih baik sekarang kamu pergi kepasar dan belanja bahan yang akan kamu masak hari ini" sambil menyodorkan nota belanjaan itu.
"hah banyak banget ini bu, tidak seperti biasa."
"ya hari ini riki dan istrinya akan kesini, jadi kita harus menyiapkan makanan yang enak untuk menyambut anak dan menantu kesayangan ku."
Huhhh anaknya yang mau kesini kenapa aku yang repot, padahal aku dan mas alex juga anak nya, tapi tidak pernah di spesial kan seperti ini, gerutu arini dalam hati.
"heh malah bengong kamu, sudah sana berangkat."
"baik bu" dengan langkah gontai arini pun meninggalkan rumah.
dia pergi hanya menggunakan sepeda motor, selain dirasa cepat sampai juga menghindari kemacetan di pagi hari.
hanya butuh waktu tiga puluh menit arini pun sampai di pasar.
setelah mendapat semua barang belanjaan dia pun pulang menuju ke rumah nya kembali.
sesampai dirumah, terlihat ibu mertua dan adik iparnya sedang duduk santai di teras rumah. melihat arini yang susah payah membawa barang belanjaan mereka hanya cuek saja.
"kamu langsung masak ya, menu nya sudah ibu catat, ada di atas meja."
"eemmm bisakah ibu atau nasya membantu saya memasak, ini akan terlalu lama kalau saya memasak sendiri" ucap arini hati hati.
"ah ibu tidak bisa membantu, kamu tau sendiri ibu sering encok kalau berlama lama di dapur" elak sang ibu mertua.
arini pun menatap nasya sang adik ipar nya.
"heh ngapain ngeliatin aku gitu, jangan nyuruh aku bantu ya. aku mana bisa memasak" ucap sang adik tak kalah sengit nya.
akhirnya mau tidak mau arini pun berkutat seorang diri di dapur.
alex pun menghampiri arini dengan muka bantal nya, dipastikan kalau sang suami barung terjaga dari tidur nya.
"dek kok masak banyak banget kamu."
"iya mas, kata ibu hari ini mas riki dan mbak vivi mau datang kesini makanya ibu nyuruh aku masak."
entah apa yang di fikirkan alex, dia hanya terdiam dengan menghela nafas berat.
"yasudah kamu lanjut saja dulu, aku mau ke depan."
melihat sang ibu dan adik nya duduk bersantai sambil ditemani segelas teh, alex pun menghampiri.
"bu, apa benar mas riki dan mbak vivi mau kesini."
"iya benar, kenapa istri mu tidak suka."
"bukan begitu bu, kasian arini masak sebanyak itu. kenapa ibu dan nasya tidak membantu."
"halah istri mu kan sudah terbiasa kerja sendiri, lagian dirumah juga gak ada kegiatan, ngurus anak juga gak. mau ngapain lagi coba, yakali mau enak enakan makan tidur aja."
deggg....
begitu menohok nya ucapan sang ibu, mendengar istri nya di hina dia juga merasakan sakit. tetapi alex tidak berani melawan karena ibu nya sendiri yang berkata.
"alex tau bu, tapi itu terlalu banyak. kenapa gak pesan catering aja."
"istri mu kan pintar memasak, buat apa pesan. lagian biar irit biaya."
Lagi lagi alex hanya terdiam tanpa bisa menjawab ucapan ibu nya.
"mas, nasya minta uang dong. hari ini ada kuliah siang sekalian nasya mau pergi shopping."
"bukan nya kemaren sudah mas kasih lebih kan, apa sudah abis uang nya."
"uang segitu aja mas tanya terus, ya jelas abis lah. nasya kan juga banyak kebutuhan mas" dengan muka cemberut sangat adik pun menjawab.
"tapi sya......"
"kasih kenapa sih lex, ini juga adek kamu loh, masak sama adek sendiri aja itung itungan" bela sang ibu.
"nanti alex bicarakan dulu sama arini bu, uang nya kan arini yang pegang."
"kamu itu terlalu bodoh lex, kamu yang kerja capek capek, tapi uang masih aja diberikan sama istri semua. kalau ada kebutuhan mendadak seperti ini kamu sendiri kan yang pusing" gerutu ibu nya.
entah apa yang di pikirkan ibunya, dia tidak menyadari jika semua kekayaan nya milik menantu nya, bagaikan kacang lupa kulit nya.
jam menunjukkan pukul sebelas siang, semua orang sudah menanti kedatangan riki dan vivi, terkecuali nasya yang tidak ada. dikarenakan hari weekend alex pun berada dirumah.
Ya ampun..... kamu ya jadi istri kok gak bisa ngatur penampilan banget sih rin, coba mandi kek, dandan kek biar gak kucel gitu" dengan gamblang nya sang mertua mengomentari penampilan arini.
"maaf Bu, arini baru selesai beberes jadi belum sempat membersihkan diri."
"sudah sana lebih baik kamu mandi, jangan sampai mas dan mbak mu datang kamu masih kucel begitu, istri CEO bikin malu."
betapa sakit nya ucapan sang mertua, arini yang tidak tahan lagi menumpahkan segala air matanya di dalam kamar, dia terus menangis terisak sejadi jadi nya.
diam diam alex pun menyusul arini, dia pun ikut begitu iba dengan keadaan istri nya. perlahan dia mendekati istri nya dan memeluk nya.
"maafin ucapan ibu ya, kamu sudah tau kalau ibu bicara begitu. ini bukan pertama kali nya."
"iya mas aku gak apa apa kok" jawab arini dengan senyuman sambil menghapus air mata nya.
"sudah lebih baik sekarang kamu mandi dulu ya, mas tunggu."
"iya mas" jawab arini singkat.
maafkan aku dek, aku seperti gagal menjadi suami tidak bisa membela mu di depan ibu, akupun sama hal nya merasakan sakit kalau kamu di hina tapi aku juga tidak bisa melawan ibu ku.
batin alex dengan wajah sendu.
jeritan dari luar terdengar sangat keras dari ruang tengah.
arini dan alex pun saling berpandangan dan mendengarkan dengan seksama.
"ibu mas" ucap arini dengan panik.
mereka berdua pun berlari keluar menghampiri sang ibu.
"bu.... ada apa bu, kenapa ibu menangis" ucap alex sambil menenangkan sang ibu.
"mas mu lex mas mu huuuu."
"iya mas riki kenapa bu."
"riki kecelakaan bersama vivi dan anak nya jalan menuju kemari."
"apa! bagaimana keadaan mas riki sekarang bu."
"ibu tidak tau, dari kantor polisi hanya memberi kabar kalau mobil riki mengalami kecelakaan."
"ya sudah lebih baik sekarang kita menuju ke rumah sakit bu" dengan hati hati alex menuntun sang ibu menuju mobil.
tak sampai tiga puluh menit mereka sampai, dengan langkah cepat mereka mencari ruangan dimana riki bersama keluarga kecil nya di rawat.
melihat kondisi menantu yang hanya mengalami luka ringan, berdiri di depan ruang operasi.
saat melihat kedatangan ibu mertua vivi pun berlari menghambur kedalam pelukan sang mertua.
"bu....mas riki bu" dengan terus terisak. sang ibu yang tak kuasa menyembunyikan kesedihan, memeluk erat sang menantu dengan penuh iba.
"sabar ya vi, doakan semoga riki baik baik saja."
tak lama pintu ruangan operasi terbuka. seorang dokter menyembulkan wajah nya dengan lesu.
"dok bagaimana keadaan anak saya dok apa dia baik baik saja" berbondong bu windi memberi pertanyaan kepada sang dokter.
"maaf kan saya bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi Tuhan berkehendak lain" jawab sang dokter dengan sesal nya.
duaarrrr......
Runtuh sudah pertahanan bu windi, dia tidak bisa menahan diri lagi seketika dia pun pingsan.
"tidak.....ini tidak mungkin, dokter pasti bohong" teriak vivi.
alex yang tak mampu menahan kesedihan nya seketika meneteskan air mata, meski selama ini tidak pernah akur dengan saudara nya tetapi hati kecil nya masih merasa kehilangan.
******
Hujan turun, saat vivi masih menangis diatas gundukan tanah suami nya yang masih basah.
"mbak, hujan sudah turun. nanti mbak vivi sakit, ayo kita pulang" ajak arini.
Vivi pun menggeleng, dia terus menangis senggugukan. hatinya sangat sakit.
hari ini dimana vivi seharusnya senang, malah hari dimana dia berduka. Dia sudah kehilangan orang yang sangat dia cintai. sungguh dia tidak pernah menyangka jika semua akan terjadi secepat ini.
"mbak.....ayo kita pulang. hari semakin petang, hujan juga semakin deras. Ayo mbak, nanti mbak sakit" bujuk arini lagi.
Tetapi vivi tetap bergeming, dia tidak mau pergi.
dari kejauhan alex dan bu windi hanya bisa terpekur. kesedihan menyelimuti diri kedua nya. Mereka sama hal nya sangat terpukul dengan kepergian riki.
vivi terdiam sesaat, akhirnya vivi bangkit dan meninggalkan tempat itu.
sepanjang perjalanan tak ada obrolan apapun, semua saling terdiam.
vivi hanya memandang keluar jendela mobil dengan terus terisak.
andai aku tidak menuruti kemauan mu untuk kerumah ibumu mas, andai aku tetap mempertahankan ego ku semua ini tidak akan terjadi, kamu tidak akan meninggalkan ku mas. batin vivi.
Arini yang merasa iba melihat sang kakak ipar, meski dia tak mengalami tapi dia bisa merasakan kesedihan itu.
"yang sabar ya mbak, mbak harus kuat. ini semua sudah menjadi suratan takdir-Nya. Mbak harus ikhlas. ingat masih ada siska yang butuh mbak jadi mbak gak boleh begini ya" arini pun mencoba menenangkan sang kakak ipar.
mendapat ceramah itu, vivi beranggapan semua tidak bermutu. dia pun menatap sinis arini dan hanya bisa mencemooh.
"tau apa kamu tentang sabar hah! kamu tidak mengalami nya bahkan kamu saja tidak punya anak. jadi jangan mengajariku soal kesabaran bagaimana aku membesarkan siska seorang diri."
arini pun hanya bisa terdiam, sakit....ya benar sakit. ucapan yang sangat menohok dari kakak iparnya. tetapi dia hanya bisa bersabar. karena masih keadaan berduka sehingga emosi kakak ipar nya belum bisa terkontrol.
Acara tahlilan pun usai, semua orang sudah kembali ke rumah masing masing.
"rin kamu beresin itu semua dulu ya" ucap sang ibu sambil melenggang pergi.
arini hanya mengelus dada, tanpa membantah dia pun membereskan nya.
selesai dengan kegiatan nya, dia pun berniat menunaikan sholat isya.
terdengar teriakan dari arah kamar sang kakak ipar.
dengan tergopoh gopoh arini pun mendatangi nya.
"ya mbak, ada apa memanggil ku."
"bantu aku susun baju itu dong, aku sangat capek sekali."
"tapi mbak, ini sudah malam. bagaimana kalau besok saja."
"heh ini masih jam berapa juga, cuma sekedar menyusun begitu saja apa susah nya sih rin."
"tapi mbak......."
belum selesai arini menjawab, sang kakak ipar pun sudah melempar koper di depan nya.
"gak usah pakek tapi, dari pada kamu ngoceh lebih baik kerjakan biar cepat selesai."
dengan hati bergemuruh menahan emosi, mau tidak mau akhir nya arini membereskan nya.
sungguh tidak punya hati, bahkan vivi hanya duduk santai sambil memainkan handphone nya tanpa berniat membantu.
"Rin kalau sudah selesai buatkan aku teh manis ya."
tanpa bergeming sedikitpun, arini seolah tak mendengarkan.
"rin....., kamu dengar gak sih yang aku katakan."
Reflek arini menjatuhkan kotak perhiasan milik vivi karena terkejut.
"arini! kamu ceroboh sekali" bentak vivi.
"ma.....af mbak, aku tidak sengaja" jawab nya terbata dengan penuh ketakutan.
"kerja begitu saja gak becus kamu, apa sih yang dibanggakan alex dari kamu itu, sudah ceroboh mandul lagi."
"Cukup mbak! aku sudah berbaik hati membantu mu, tapi kamu malah menghina ku."
vivi tersenyum sinis "memang benar kan yang aku katakan, bukti nya kamu sudah sembilan tahun menikah tapi tidak kunjung punya anak, apa itu kalau tidak mandul."
"aku belum mempunyai anak bukan berarti mandul mbak."
"akui saja arini, dan aku sarankan sama kamu ya, jaga penampilan mu agar suami mu tidak mencari wanita lain" bisik vivi di telinga arini.
karena tidak tahan dengan ucapan kakak ipar nya, arini pun melenggang begitu saja meninggalkan sang kakak ipar.
arini tak bisa menyembunyikan kesedihan nya lagi. ucapan yang terngiang kembali yang di ucapan kakak ipar nya. sungguh ada perasaan takut jika semua akan terjadi.
apa aku sehina ini Tuhan, kenapa engkau tidak menitipkan benih itu kepadaku. akun lelah menjadi bahan gunjingan keluarga ku. mama.... papa.... andai kalian masih ada, pasti aku akan berkeluh kesah kepada kalian....
karena lelah menangis tak terasa arini pun akhir nya tertidur.
bayang bayang ibu mertua dan kakak ipar pun sampai terbawa mimpi.
diam diam alex memperhatikan kesedihan arini, terlihat jelas raut wajah sedih saat dia tertidur.
lagi lagi dia hanya bisa mengiba tanpa bisa berbuat apa apa.
"ini sarapan nya mas" satu gelas teh hangat dan dua lembar roti panggang aku letak kan diatas meja untuk sarapan mas alex.
hampir setiap hari aku selalu membuatkan sarapan mas alex dengan menu yang sama. selain mudah dibuat, mas alex juga menolak jika harus mengisi perut nya dengan makanan berat di pagi hari.
"iya dek, terimakasih" mas alex pun melanjutkan kegiatan nya dengan memakai kemeja.
bergegas aku membantu untuk merapikan dasi yang dia pakai.
tiba tiba ponsel mas alex berdering. dia merogoh ponsel di saku celana nya dan menatap layar.
"Nasya?" alisnya bertaut menyebut nama adik nya.
"ada apa, mas?" tanyaku. aneh saja sepagi ini nasya pasti masih dirumah, kenapa harus mengirim pesan kalau ada hal penting.
"gak tau, nih kubuka dulu WA nya" lalu kami berdua pun fokus ke layar ponsel.
Bukan aku tak menghargai kakak ipar. bagiku sedikit aneh jika segala sesuatu keperluan nya harus di bantu oleh suami ku. Bukan lantaran aku merasa cemburu. tetapi memang tak seharusnya nya kakak ipar ku harus berlebihan. masih ada ibu ataupun nasya yang di mintai pertolongan selain suami ku.
"mbak vivi sakit dek," kata mas alex dengan menghela nafas besar.
mbak vivi sakit, semalam terlihat masih baik baik saja. ada perasaan mengganjal. Sedikit banyaknya aku sudah hafal sifat mertua, dan ipar iparku, atau jangan jangan ini......
"sakit apa mas?."
"Nasya tidak menjelaskan, hanya saja dia meminta mas mengantarkan kerumah sakit."
"ohhhh, terus mas tidak jadi ke kantor."
"eemmm" alex terlihat berfikir. ada gurat kekhawatiran di wajahnya. Bisa di maklum walau bagaimana pun mbak vivi adalah istri dari kakak nya sendiri apalagi kini hati nya pasti masih berduka.
"kalau mas mau antarkan mbak vivi gak papa kok, aku gak larang mas."
justru aku akan dapat masalah dari ibu mertua jika aku melarang.
"Mmm kamu mau ikut?" aku tahu jika mas alex berharap aku ikut. tetapi caranya bertanya seolah agar tidak membuat ku tersinggung.
"gimana ya?" tentu aku sedikit keberatan.
"ya sudah lebih baik sekarang kita lihat keadaan mbak vivi saja dulu ke kamar nya."
"ya sudah ayokk" jabawan ku disambut senyum bahagia oleh mas alex.
"assalamualaikum, mbak!" mas alex mendorong pintu setelah mengucapkan salam.
"Walaikum salam, eh lex masuk."
kulihat mbak vivi yang terbaring diatas ranjang. bukan sedang apa yang dilakukan nya yang aku perhatikan, tetapi.... astagfirllah halazim pakaian nya yang hanya menggunakan lengan pendek bahkan celana nya. ngaku nya sakit tapi kok begini.
tak kalah terkejut nya mbak vivi yang melihat keberadaan ku, seketika dia pun menarik selimut untuk membungkus tubuh nya.
"eh ada kamu rin" ucapnya seolah tidak suka jika aku berada disini.
"ya mbak, tadi mau mengantarkan mas alex kedepan. eh katanya mbak vivi sakit, jadi kesini dulu. mbak sakit apa?"
"gak tau ini rin, mungkin karena kecapekan an aja" jawab mbak vivi dengan lesu.
"sudah minum obat?"
"sudah, barusan minum obat. eh lex, apa kamu mau pergi ke kantor."
"rencana begitu mbak" jawab mas alex santai.
Kulihat siska duduk didepan televisi dengan selonjoran diatas karpet.
berbagai banyak nya mainan mengelilingi bocah empat tahun itu.
"lex kamu bisa gak hari ini ambil libur dulu, mbak cuma ingin mengajak mu sekedar jalan jalan. mbak kasian dengan siska selalu teringat dengan mas riki."
Firasat ku benar. ternyata alasan mbak vivi sakit ada mau nya, dengan dalil anak nya rindu dengan bapak nya. kulihat anak itu pun padahal hanya diam tanpa merengek sedikit pun. aneh nya kenapa nasya juga bisa bisa nya mengatakan itu kepada suami ku.
ohh aku tidak akan tinggal diam.
"kan ada nasya dan ibu mbak."
"siska mana mau sama ibu dan nasya lex, dia itu kangen dengan bapak nya. apa kamu tidak kasian dengan keponakan mu."
aku hanya diam menyimak. Karena tak ingin ikut campur pembicaraan mereka toh juga belum menyinggung ku.
Mas alex pun langsung melihat ke arahku "emm ya sudah. tapi aku juga akan mengajak arini. nanti biar kita berempat pergi nya."
seketika senyum mengembang di bibir ku, aku suka dengan ketegasan suami ku seperti saat ini. lain hal jika sudah berbicara dengan ibu, dia hanya bisa diam tanpa membantah.
"oke" jawab nya dingin.
aku yang sudah siap duduk menunggu mas alex di ruang tengah. datang ibu mertua, nasya dan mbak vivi menghampiri.
"rin masak buat acara tahlilan nanti malam."
"apa bu!" tanya ku balik dengan alis bertaut.
"kamu siapin masakan buat acara nanti malam rin, ini kan malam ke tujuh kepergian mas mu" tanpa segan ibu mertua pun menyuruhku seperti biasa.
"kenapa harus aku bu, kan bisa pesan catering seperti hari biasa kemarin."
"mana bisa rin, kemarin tahlilan biasa. masa iya ini hari ke tujuh mau sederhana" omel sang mertua.
"ya itu harus nya tugas menantu yang bersangkutan dong bu, bukan malah aku yang di perbudak kan. dan kamu, nasya. seharusnya nya kamu juga mengerti kondisi rumah bagaimana. jangan taunya cuma makan, tidur, kuliah tanpa mengenal pekerjaan rumah sama sekali.jangan cuma bisa nya menyusahkan."
"a.....apa! mbak bilang aku menyusahkan" matanya pun melotot.
"iya, apa lagi kerja mu dirumah ini? tambah besar bukan nya tambah pintar ini malah makin kurang ajar. apa di bangku kuliah mu tidak pernah diajarkan bagaimana caranya sikap mu menghargai orang yang lebih dewasa?"
dan kamu, mbak vivi. sudah tau kan kalau ini acara duka almarhum suami mu sendiri. kenapa kamu sempat mau jalan jalan tanpa memikirkan pekerjaan rumah, jangan karena anak kamu jadikan alasan terus."
"loh memang benar rin, kamu mau tau namanya ngurus anak sedang rewel gimana. Oh ya lupa, la wong kamu aja gak punya anak." jawab nya tak kalah ketus.
"sudah.... sudah, kalau kamu gak mau ya sudah rin, jangan di perpanjang masalah nya. lagian apa salah nya vivi pergi sama alex buat nyenengin ponakan nya. kamu juga pake mau ikut segala ngapain, cuma bisa nyusahin doang" dengan perasaan dongkol sang ibu mertua menjawab.
"maaf aku bukan pembantu kalian."
"perhitungan amat" gumam nasya.
ku tunjuk muka adik ipar ku
"sebelum kamu berbicara coba kamu bercermin dulu, gunakan otakmu berfikir jangan seolah kamu itu paling pintar sya."
Nasya pun tak menjawab, dia pun terdiam seribu bahasa dengan wajah tertunduk.
"menantu jaman sekarang mah suka pada melawan sama mertua" meskipun sangat pelan mbak vivi bicara tetapi masih terdengar jelas oleh ku.
"jangan sok mbak, kita sama sama menantu disini. dan ingat aku yang lebih berhak di sini karena ini rumah ku. beda hal nya dengan mu yang hanya sebagai tamu menantu disini."
mereka bertiga pun terdiam saat di skak mat oleh ucapan arini, tidak ada yang berani menjawab ucapan nya.
arini pun bangkit dari duduk dan berniat kembali ke kamar.
"tunggu rin, setidak nya bantu lah aku kali ini rin. jangan lihat aku tapi lihat saja anak ku" dengan mengiba mbak vivi pun memohon.
"maaf, aku juga punya kepentingan hidup. jika dirumah ku sendiri dijadikan alasan untuk menjadikan ku babu, maaf aku bukan pembantu.
" bukan begitu rin maksud ku. aku cuma tidak mau sampai keluarga kita malu kalau jamuan tidak sesuai nanti jika memesan."
derap langkah kaki pun menuruni tangga, alex yang sudah rapi tanda siap untuk pergi.
"loh tadi terdengar seperti nya rame pada ngobrol, kok tiba tiba pada diam begini" ucap alex heran.
"hmm gak kok mas, tadi sedang bahas masalah tujuh hari almarhum mas riki. seperti nya kita gak jadi pergi karena setelah di fikir lebih baik kita menyiapkan jamuan untuk nanti malam. benar begitu mbak vivi."
"ahh i....iya benar lex" jawab vivi dengan gugup.
Alex pun mengangguk tanda dia mengerti.
"ayok mas kita ke atas dulu" lalu aku berlalu bersama mas alex meninggalkan mereka yang masih setia tetap terdiam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!