Novel baru, dilarang spam promo ataupun boom like, bebas hujat sepuasnya tapi tidak diperkenankan memberikan rating buruk. Novel ini hanya saya publish di Noveltoon, jika menemukan ada ditempat lain, maka laporkan! Itu plagiat.
...--------------------...
Di kota X yang sejuk dan damai, selembar bayangan gelap merambat dengan cepat. Keberadaan sekelompok anggota mafia yang kejam dan licik telah merusak ketenangan yang dulu ada. Namun, target mereka kali ini bukanlah siapa pun, melainkan seorang perwira yang jujur dan berdedikasi. Ketegangan mencapai puncaknya ketika malam turun, dan serangan brutal terhadap rumah besar perwira tak terhindarkan.
Dalam ketidaktahuannya, perwira itu berjalan di sekitar rumah besarnya, terhanyut dalam kesederhanaan hidupnya yang berharga. Sedangkan di balik kegelapan, kelompok anggota mafia yang terlatih merencanakan serangan mereka secara jeli dan tak terlihat. Ketika jam menunjukkan tengah malam, mereka melancarkan penyerangan mereka dengan brutal dan tanpa ampun.
Pertama, sebuah ledakan dahsyat mengguncang langit malam, merobek heningnya malam dan memecah keheningan rumah perwira. Pintu-pintu besi kokoh diguncang oleh kekuatan ledakan tersebut. Sesaat kemudian, pintu utama pun meledak terbuka, memberi jalan bagi pasukan gelap ini.
Duar...
Para anggota mafia memasuki rumah dengan kecepatan kilat, membawa senjata yang mematikan. Dengan pakaian hitam mereka yang serba tertutup, menyusup dengan lincah melalui lorong-lorong yang terangkat di bawah bayang-bayang rumah. Seperti hantu-hantu yang tak terlihat, mereka bergerak tanpa suara menuju ruang keluarga.
Ketika perwira itu menyadari kehadiran mereka, serentetan tembakan peluru melesat ke arahnya, mengoyak jendela dan dinding rumah. Menghindar dari hujan peluru mematikan tersebut, perwira itu berlindung di balik meja besar di tengah ruangan. Dia melawan ketakutannya, mengumpulkan keberanian dan tekad untuk melawan penyerang-penyerang tak terlihat ini.
Perwira itu berusaha memanggil bantuan, tetapi kekerasan dan kekacauan yang tak terelakkan membuat sinyal telepon tak dapat terkirim.
"Ciih! Mau memanggil bantuan? Sudah terlambat!" ucap salah seorang pria berpakaian hitam sambil menodongkan senjata api tak jauh dari kepala perwira itu.
Di dalam ruangan yang dipenuhi dengan aura ketegangan, perwira itu tegak dengan sikap yang tegar. Dia tahu bahwa perkelahian ini tidak bisa dihindarkan. Para anggota mafia Black Scorpion, pria-pria berpakaian hitam yang terkenal dengan kekejaman dan keangkuhannya, telah menyusup ke dalam rumahnya dengan niat yang jelas: untuk menyingkirkan penghalang terbesar bagi kegiatan jahat mereka.
Dalam kegelapan yang mengambang, perwira tersebut menatap lawan-lawannya dengan pandangan tajam. Dia merasakan adrenalin memompa melalui nadinya, menguatkan tekadnya yang tak tergoyahkan untuk melindungi kebenaran dan membawa keadilan kepada mereka yang membutuhkannya.
Tanpa kata-kata, serentetan pukulan dan tendangan saling bertukar dalam perkelahian ini. Ruangan itu seketika menjadi arena tempur di antara cahaya samar-samar yang dipancarkan oleh lentera yang pecah dan terang samar dari sinar bulan yang menembus jendela yang hancur.
Gerakan perwira itu mencerminkan pelatihan yang luar biasa. Dalam setiap serangannya, dia menggabungkan kekuatan fisik dengan strategi yang cerdas. Ia menghindari serangan balasan dengan refleks yang cepat, seolah-olah membaca pikiran musuhnya. Setiap pukulan dan tendangan memiliki maksud yang jelas dan presisi yang mematikan.
Namun, meskipun berjuang sekuat tenaga, perwira itu melihat jumlah musuh yang tak terhitung jumlahnya semakin bertambah. Setiap kali dia menyingkirkan satu musuh, tiga orang lagi muncul untuk menggantikannya. Keberanian dan ketabahan perwira itu diuji dalam pertempuran ini yang terus berlangsung.
Dalam semangat yang terbakar, perwira tersebut menemukan kekuatan baru yang tak terduga. Ia mengingat janji yang ia buat untuk melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan. Semangat itu menjadi pusat kekuatan dan tekadanya untuk menghadapi musuh-musuhnya yang kuat.
Perkelahian itu berlanjut tanpa henti, melepaskan dentuman dan suara tulang yang patah, mengisahkan perjuangan antara kebaikan dan kejahatan. Meskipun tubuhnya lelah dan luka-luka, perwira itu tetap bertahan, menolak untuk menyerah pada rasa sakit dan kelelahan.
Akhirnya, dalam waktu yang menentukan, perwira itu menangkap kesempatan yang sempit untuk mengatasi musuh terakhirnya. Dalam gerakan yang penuh keputusan dan kecepatan, ia melumpuhkan anggota mafia terakhir dengan pukulan yang mematikan. Ruangan itu kembali hening, kecuali nafas berat perwira yang mencerminkan keletihan yang mendalam.
Perkelahian yang tidak bisa dihindarkan di rumah perwira itu telah berakhir. Dengan langkah cepat, dia segera berlari kesebuah kamar yang ditempati oleh putri kecilnya, Leona.
Gadis kecil itu baru saja berulang tahun yang kelima beberapa hari yang lalu, namun kali ini dia harus diselamatkan dengan segera, jangan sampai terluka, gadis itu adalah satu-satunya keturunannya, buah hati dan cintanya bersama sang istri.
"Cari dan temukan pria itu! Habisi seluruh keluarganya!" salah seorang pria berpakaian hitam memberikan perintah dengan sangat kejam.
Dia adalah tangan kanan kepercayaan ketua mafia Black Scorpion yang terkenal paling brutal dan tanpa ampun yang bernama Leonard, kali ini kedatangannya untuk melenyapkan salah seorang perwira yang terkenal jujur dan penuh dedikasi.
Beberapa hari yang lalu, perwira itu telah menggagalkan salah satu bisnis yang dimiliki oleh kelompok mafia Black Scorpion, yaitu perdagangan anak-anak dibawah umur, sehingga akhirnya ditetapkan sebagai musuh bebuyutan mereka.
"Lepaskan! Apa yang kalian lakukan? Siapa kalian sebenarnya?" seorang wanita berusia sekitar 28 tahun meronta saat dirinya diseret oleh sekumpulan pria berpakaian hitam.
"Nyonya Adrian Romero! Dimana suamimu?" tanya Leonard sambil menatap wajah cantik dihadapannya.
"Untuk apa kalian bertanya padaku? Jika kalian memiliki kemampuan, cari dan temukan saja dia!" jawab wanita itu, dia tak menunjukkan rasa takut sedikit pun.
"Sayang sekali jika wanita cantik sepertimu harus mati sia-sia! Katakan dimana suamimu? Dan aku akan mengampuni nyawamu," ucap Leonard, tangannya menggenggam beberapa helai rambut wanita itu dan menariknya dengan kencang.
"Ciih! Meskipun aku harus mati, aku tak akan pernah memberitahukan kalian dimana suamiku!" ucap Laura Romero, istri sang perwira. Dia telah siap walaupun harus berkorban nyawa demi untuk melindungi suaminya.
"Seperti yang kau inginkan, nyonya!" Leonard menyeringai sambil mengangkat senjata api yang ada ditangannya.
Dor..
Dor..
Dor...
Dalam 1 gerakan kecil, Leonard melepaskan 3 peluru ke arah istri dari musuhnya itu, dan tepat mengenai kepala, jantung dan ulu hati wanita itu.
Adrian Romero yang mendengar suara tembakan bergegas untuk kembali dan menyelamatkan sang istri, namun gerakannya kalah cepat, karena saat ini ada puluhan pria berpakaian hitam yang telah melesatkan timah panas ke arahnya.
Dor...
Dor...
Dor...
Bruk...
Tubuh perwira itu langsung terjatuh dilantai, setelah mendapatkan penyerangan yang begitu brutal dan menakutkan dari pria-pria berpakaian hitam, darah mengalir dari setiap luka yang berada di tubuhnya. Namun mata pria itu masih terbuka, mulutnya berbicara dengan suara yang gagap dan bergetar.
"Ka-kau a-akan membayar ini semua, ingat itu!" ucapnya sesaat sebelum akhirnya melepaskan nyawa.
"Segera tinggalkan tempat ini!" ucap Leonard pada anak buahnya.
Sementara di tempat yang gelap, seorang gadis kecil berusia 5 tahun melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, bagaimana ayahnya dibantai dengan begitu keji oleh sekumpulan pria yang merupakan anggota mafia Black Scorpion.
Dalam hati gadis kecil itu berjanji, bahwa suatu saat nanti setelah dia dewasa dan memiliki kemampuan, pasti akan membalaskan semua penderitaan dan juga kesakitan yang dialami oleh kedua orang tuanya.
.
.
Penasaran dengan ketegangan yang memuncak, warga sekitar mulai menyadari ada sesuatu yang salah. Sorak-sorai kepolisian yang mendekat dan klakson mobil patroli memecah keheningan malam.
Mendengar kedatangan polisi, anggota mafia mulai kehilangan keberanian. Mereka berlarian keluar dari rumah perwira itu menuju mobil yang terparkir dengan jarak yang sedikit lebih jauh dari kediaman milik sang perwira.
"Cepat!"
Anggota mafia Black Scorpion bergerak dengan cepat keluar dari kediaman milik perwira Adrian Romero, mereka menerobos kegelapan kemudian masuk kembali menuju mobil mereka dan melesat dengan membelah jalanan ibukota. Sementara beberapa menit kemudian polisi beserta warga yang tinggal tak jauh dari kediaman yang ditinggali oleh perwira itu pun akhirnya berdatangan satu persatu.
Mereka bisa melihat dengan mata dan kepala sendiri keadaan rumah yang hancur dan berserakan, sepasang pemilik rumah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa, dengan darah yang terus mengalir dari tubuh keduanya.
Leona terduduk disudut ruangan, pandangan gadis kecil itu terlihat kosong bahkan saat ini wajahnya terlihat begitu dingin, tidak satu tetes air mata pun jatuh, meski saat ini puluhan orang berdatangan untuk mengurusi jenazah kedua orang tuanya.
"Leona.." panggil seorang pria yang bernama Daniel, dia merupakan rekan kerja sekaligus sahabat terbaik ayahnya.
Gadis kecil itu melirik sekilas, kemudian kembali memalingkan mukanya, seolah tak ingin diganggu oleh siapapun.
"Lebih baik Leona ikut om, rumah ini sudah tidak aman lagi." ucap Daniel sambil mengulurkan tangannya, namun gadis kecil itu hanya menggelengkan kepalanya. Meskipun saat ini statusnya telah menjadi seorang anak yatim piatu, dia tak akan pernah membebani hidup siapapun.
Apalagi kematian yang menimpa kedua orang tuanya terlibat dengan sebuah kelompok besar mafia yang sangat berpengaruh di kota X, sehingga siapapun yang berani menampung Leona di kemudian hari, pasti akan mendapatkan nasib yang tak jauh berbeda dengan yang dialami kedua orang tuanya saat ini.
.
.
Sementara di tempat lain, seluruh anggota mafia Black Scorpion yang diberangkatkan menuju rumah perwira itu akhirnya kembali dengan membawa keberhasilan, wajah mereka terlihat sumringah sambil terus menyunggingkan senyuman di hadapan bos besar mereka yang saat ini duduk di sebuah kursi putar.
"Kami sudah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bos dengan sangat baik, perwira itu saat ini telah berpindah alam, sehingga kita tak perlu lagi merasa was-was di masa depan." ucap Leonard.
Pria berusia 48 tahun yang merupakan ketua mafia Black Scorpion mengerutkan dahinya mendengar laporan yang diberikan oleh salah seorang kepercayaannya itu, dengan suara yang sangat dingin dia pun segera bertanya, "Lalu di mana barang bukti yang didapatkan oleh perwira itu? Apakah kalian menemukannya?"
Anggota mafia Black Scorpion saling berpandangan, sepertinya mereka lupa poin terpenting dari tugas yang diberikan oleh bosnya saat ini, tak hanya untuk melenyapkan perwira yang bernama Adrian Romero, melainkan mengambil kembali bukti yang telah dimiliki oleh perwira itu.
"Maafkan kami bos, saat kami baru menyelesaikan misi tiba-tiba saja polisi berdatangan ke tempat kejadian, sehingga kami harus melarikan diri dengan sangat cepat agar tidak tertangkap." jawab Leonard kembali sambil menundukkan wajahnya.
Plak...
Sebuah tamparan menggema diruangan itu, ketua Black Scorpion sepertinya begitu murka dengan kecerobohan yang dilakukan oleh anak buahnya. Apalagi mereka juga tidak memperhitungkan cctv yang berada dijalan maupun di rumah milik Adrian Romero.
"Dasar bodoh! Harusnya kalian mencari bukti-bukti itu, sebelum keluar dari sana! Aku tidak mau tahu, secepatnya kembali ke rumah itu dan ambil semua barang bukti yang dimiliki oleh Adrian Romero, sehingga kelak di masa depan tidak ada satu orang pun yang berani mencari masalah dengan anggota kelompok mafia kita." ucap bosnya yang bernama David.
"Baik bos."
Akhirnya anggota mafia itu pun menganggukkan kepalanya, mereka menyetujui perintah yang diberikan oleh bosnya itu tanpa banyak bicara. lagi pula tidak akan sulit untuk mencari barang bukti itu, karena pemilik rumah saat ini sudah tak ada lagi. Apalagi mereka tidak memiliki seorang anak pun, terbukti dari tidak adanya foto yang terpasang di dinding rumah milik perwira itu.
Suasana pemakaman Adrian Romero dan Laura Romero terasa begitu menyedihkan, meskipun dilakukan secara militer, namun isak tangis dari kerabat dan juga sahabat kedua orang itu terdengar sangat nyaring.
Berbeda dengan Leona yang hingga saat ini bahkan tidak mengeluarkan suaranya sedikitpun, gadis kecil itu tetap bergeming di tempatnya. Dia seolah berubah menjadi seorang yang tidak memiliki hati, atau masih syok karena bencana yang menimpa keluarganya.
Sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, Leona bahkan tidak mengganti pakaian yang digunakannya, dia masih tetap menggunakan baju tidur yang sama seperti sebelumnya.
Tanpa sepengetahuan siapapun, gadis itu memegang sebuah benda yang sangat kecil, benda itu diberikan oleh ayahnya saat menyembunyikan dia di suatu tempat agar tidak ditemukan oleh anggota mafia Black Scorpion.
Bahkan Adrian Romero memberikan sebuah surat kepada Leona agar tidak mempercayai siapapun, kedatangan anggota mafia itu sudah pasti diberitahukan oleh seseorang, sehingga mereka mengetahui siapa sebenarnya orang yang mendapatkan tugas untuk mengawasi dan juga memata-matai seluruh kegiatan yang dilakukan oleh kelompok itu.
Ujung mata Leona memperhatikan satu persatu para pelayat yang datang, hingga akhirnya matanya menatap tajam ke arah beberapa orang pria yang saat ini mulai berdatangan ke rumahnya. Gadis kecil itu sangat yakin jika pria-pria itu merupakan orang yang telah membuat kekacauan di rumah besarnya dan melenyapkan kedua orang tuanya.
Kedua tangan gadis kecil itu nampak mengepal dengan gigi yang gemelutuk, amarah dan dendam terlihat dari sorot matanya yang tajam. sedikitpun dia tidak menurunkan pandangannya dari pria-pria yang baru saja datang, apalagi mereka terlihat begitu mencurigakan, seolah mengawasi situasi di rumah itu untuk mencuri sesuatu yang berharga.
Leona telah menyimpan semua barang-barang penting milik kedua orang tuanya di dalam sebuah tas lusuh sesuai perintah dari sang ayah, sehingga saat dia keluar dari rumah nanti, tidak akan ada satu orang pun yang mengetahui jika gadis kecil itu membawa banyak sekali barang berharga bersamanya.
Dengan cepat gadis itu pun segera berjalan menuju ke dapur, diam-diam dia pun membuka kembali surat yang diberikan oleh sang ayah sebelum meninggal.
"Leona, jika terjadi sesuatu pada ayah, pergilah ke kota A, ambil seluruh barang berharga milik ayah dan ibu didalam gudang, tepat pada kotak nomor 3 masukan pada tas lusuh. Dan ingatlah! Jangan pernah mempercayai siapa pun."
Leona meremas surat itu, dengan cepat gadis kecil itu pun membakarnya tanpa sepengetahuan siapapun. Dia telah bertekad untuk meninggalkan kota X yang penuh dengan kepahitan, dan akan memulai kembali kehidupan barunya di kota A.
Sementara anggota mafia Black Scorpion saat ini berusaha untuk mengobrak-abrik kembali kediaman milik perwira Adrian Romero, tanpa sepengetahuan orang-orang, Leona telah keluar dari rumah itu dengan bermodal pakaian dan juga tas yang lusuh. Penampilannya tidak memperlihatkan jika dia merupakan anak orang kaya, saat ini gadis kecil itu lebih terlihat seperti gembel.
Perjalanan dari kota X menuju ke kota A membutuhkan waktu 8 jam menggunakan kereta, Leona dengan sabar menunggu keberangkatan meskipun saat ini hatinya terus berdebar merasakan takut, kalau-kalau ada salah seorang anggota mafia Black Scorpion yang mengikuti dirinya.
"Suatu hari nanti, aku pasti kembali ke kota ini dan membuat perhitungan dengan mereka," ucap Leona sambil melangkahkan kakinya masuk kedalam kereta.
Tepat pukul 07.00 pagi akhirnya Leona telah sampai di kota A, gadis kecil itu melirik ke kiri dan ke kanan, hingga saat ini dia masih bingung, apa yang harus diperbuat di kota yang asing itu? Sedangkan dirinya tidak mengenal siapapun.
Hingga akhirnya gadis itu memutuskan untuk pergi menuju ke sebuah rumah singgah, berbekal informasi yang dia terima sebelumnya dari salah seorang penumpang saat berada di kereta yang sama, gadis kecil itu pun melangkah dengan sangat cepat, dia menyetop taksi dengan tangan mungilnya kemudian meminta agar sopir taksi tersebut mengantarnya ke sebuah tempat yang saat ini ada di pikirannya.
Sopir taksi tak banyak bertanya, dia langsung melajukan mobilnya menuju alamat yang diinginkan oleh penumpangnya itu, hingga akhirnya setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, taksi pun sampai di tempat yang dituju, sebuah rumah singgah yang bernama "Kasih Bunda"
Leona keluar dari taksi kemudian merogoh tas lusuh yang dibawanya dan memberikan beberapa lembar uang untuk sopir taksi itu, mata sang sopir langsung melotot tak percaya, gadis yang dibawanya ternyata memiliki cukup banyak uang, padahal sebelumnya dia berpikir jika gadis itu hanyalah seorang anak jalanan, mengingat pakaian dan juga tas yang dibawanya terlihat begitu lusuh dan kotor.
"Uang ini terlalu banyak, non." ucap sopir taksi itu sambil mengembalikan beberapa lembar uang kepada Leona, namun gadis kecil itu menggelengkan kepalanya.
"Ambil saja! Paman jauh lebih membutuhkannya dibandingkan denganku," ucap Leona kemudian segera melangkahkan kaki kecilnya menuju rumah singgah.
Setelah bertemu dengan pengurus rumah singgah itu akhirnya Leona pun diberikan izin untuk tinggal di sana, gadis kecil itu akan memulai hidupnya sebagaimana layaknya anak yatim piatu yang lain, dia bahkan berpikir untuk segera mencari pekerjaan, meskipun masih ada Black Card milik kedua orang tuanya, namun Leona tidak bisa menggunakannya sesuka hati, walau bagaimanapun musuh-musuh dari ayah maupun ibunya pasti bisa melacaknya di kemudian hari jika dia menggunakan kedua kartu yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
Rumah singgah itu tidak terlalu besar, hanya ada 4 kamar, di setiap kamar bisa ditempati hingga 20 orang anak. Hingga saat ini baru ada sekitar 45 orang yang tinggal di sana, rata-rata mereka merupakan anak-anak miskin dan yatim piatu, yang tidak memiliki keluarga ataupun kerabat.
Kedatangan Leona langsung disambut oleh anak-anak yang lain, meskipun dengan fasilitas yang sangat minim, namun rumah singgah itu terlihat cukup nyaman, anak-anak yang tinggal di sana berpakaian cukup layak, mereka juga mendapatkan makan 3 kali sehari meskipun dengan menu seadanya.
Sejak tinggal di dalam rumah singgah itu Leona tidak pernah sedikitpun mengeluarkan suaranya, gadis kecil itu seolah-olah bisu, bahkan teman-temannya terus saja mengajaknya bermain, namun Leona selalu menggelengkan kepalanya sambil sesekali memeluk tas lusuh yang di bawanya.
Seorang pria nampak memperhatikan Leona dari kejauhan, wajah pria itu berkali-kali berkedut menyaksikan perbedaan antara Leona dan juga anak-anak yang lain, meskipun usianya terbilang masih 5 tahun namun tatapan matanya terlihat begitu tajam, bahkan sesekali pria itu melihat sinar kemarahan dan dendam dalam mata bocah itu.
"Ada apa, tuan muda? Apakah ada yang menarik perhatian anda di sana?" tanya salah seorang bawahannya, namun pria yang dipanggil tuan muda itu hanya menggelengkan kepalanya perlahan, dia seolah mengingat kembali masa kecilnya yang hidup di bawah tekanan dan bayang-bayang sang ayah yang merupakan ketua mafia terbesar di kota C.
"Gadis itu mengingatkanku pada masa kecilku dulu," ucap pria itu sambil menunjuk ke arah Leona yang duduk di depan rumah singgah sendirian, dia bahkan mengabaikan teman-temannya yang lain yang saat ini sibuk berkejar-kejaran dan bermain.
Pria itu pun segera mengambil sebuah benda yang ada di saku celananya, sebuah kelereng yang terkadang dia bawa kemanapun hanya sebagai alat pengingat masa kecil.
Syuuut..
Pria itu melemparkan kelerengnya dengan sekuat tenaga ke arah gadis kecil yang hingga saat ini seolah berdiam di dunia yang berbeda, namun saat benda itu hampir saja mengenai kepalanya, dengan sigap lengan gadis kecil itu pun segera menangkapnya dengan cekatan sambil melirik ke arah pria yang telah melemparnya.
Dengan kecepatan dan kekuatan yang sama gadis kecil itu pun melemparkan kembali kelereng kepada si empunya, sehingga membuat pria itu langsung menyunggingkan senyuman manisnya.
"Dialah yang kucari! Hanya orang-orang yang memiliki dendam dan keinginan untuk menjadi kuat bisa menjadi orang-orang ku, siapkan orang untuk mengawasi gadis kecil itu, satu tahun lagi aku akan menjemputnya." ucap si pria sambil menangkap kembali kelereng yang dilempar oleh gadis kecil itu, dia pun masuk ke dalam mobil mewah diikuti bawahannya.
Sedangkan Leona hanya mengerutkan dahinya, entah ada masalah apa dengan pria itu hingga berani melempar kelereng ke arahnya, padahal hingga saat ini dia belum mengenal satu orang pun di kota A.
.
.
Satu tahun berlalu dengan sangat cepat, saat ini Leona tengah menjajakan barang dagangannya sambil sesekali gadis kecil berusia 6 tahun itu mengusap peluh yang mengucur dari dahinya, hari semakin panas, namun hingga saat ini belum ada satu orang pun yang datang untuk membeli buah-buahan yang dijualnya, padahal keuangannya semakin menipis, keadaan rumah singgah juga tidak baik-baik saja.
Seorang pria berpakaian hitam tiba-tiba saja muncul menjatuhkan segepok uang kertas di hadapan Leona dan sebuah pisau lipat, dia ingin melihat benda apa yang akan diambil oleh gadis kecil itu, tanpa diduga-duga Leona sedikitpun tidak melirik ke arah uang, mata gadis itu terfokus pada pisau lipat yang saat ini berada di hadapannya.
Tangannya langsung memegang pisau itu, matanya kembali memerah, menyiratkan dendamnya yang mulai mencuat kembali, namun gadis itu masih belum memiliki kekuatan, sehingga dia harus membesarkan dirinya terlebih dahulu sebelum nanti membangun kekuatan dan mencari sekutu, untuk menghancurkan musuh yang telah diketahui olehnya.
"Apa yang akan kau pilih? Uang atau pisau?" tanya pria itu sambil berjongkok di hadapan Leona.
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh pria itu, Leona pun segera menoleh kemudian mengangkat pisau yang berada di tangannya.
"Pilihan yang sangat bagus! Aku akan melatihmu mulai sekarang!" ucap pria itu sambil pergi meninggalkan Leona yang masih kebingungan.
Gadis kecil itu melihat tumpukan uang yang berada di hadapannya, meskipun dia tidak membutuhkan uang itu, nyatanya rumah singgah yang menjadi tempat tinggalnya selama 1 tahun terakhir membutuhkan kucuran dana untuk biaya makan teman-temannya dan juga perbaikan rumah yang telah mengalami kerusakan dan kebocoran di mana-mana.
Tanpa ragu-ragu gadis kecil itu pun memasukkan uang itu ke dalam sebuah kantong kresek berwarna hitam, kemudian menggulung kembali barang jualannya. Dia melangkahkan kakinya untuk segera kembali menuju rumah singgah, bersiap-siap kalau kalau pria berpakaian hitam itu datang untuk menjemputnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!