NovelToon NovelToon

Wanita Buronan

Si Ambisius Bernama Kinanti

Kinanti bukanlah anak orang berada. Ia juga tidak memiliki koneksi dengan mereka yang berpangkat tinggi. Kinanti hanyalah seorang pekerja keras yang mati-matian mengejar cita-citanya untuk menjadi orang sukses. Niatnya hanya satu, agar kedua orangtuanya bisa hidup enak. Agar adik-adiknya bisa bersekolah dengan layak. Hanya itu. Tidak lebih dan tidak kurang.

Karena itu, ketika ia berhasil mendapatkan pekerjaan di PT. Bara Kahuripan, salah satu perusahaan tambang yang tergolong bonafide, Kinanti sungguh senang bukan kepalang. Ia berandai-andai, mungkin impiannya untuk mengangkat derajat keluarganya dapat segera terwujud.

Meskipun harus memulai semuanya dari posisi paling bawah, Kinanti tidak pernah goyah. Hanya ada kata dedikasi dan determinasi dalam kamus hidupnya. Karena itu, tidak ada hal yang cukup melelahkan bagi Kinanti. Sulitnya dunia kerja bukan apa-apa jika dibandingkan sulitnya hidup sebagai orang miskin. Sesuatu yang telah Kinanti jalani selama hidupnya. Dan Kinanti berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan dengan mudah melepaskan mimpinya.

...****************...

"Mbak Kinanti." Panggil seorang wanita menghampiri Kinanti yang sibuk bekerja.

Kinanti melepaskan sebelah earphonenya dan menjawabnya.

"Iya, kenapa Mbak Bella?" Tanya Kinanti kepada wanita bernama Bella itu.

Bella adalah sekretaris divisi tempat Kinanti bekerja. Divisi Keuangan dan Pemasaran.

"Pak Bagas memanggil Mbak ke ruangannya." Lanjut Bella sambil tersenyum.

"Oh, baiklah. Terimakasih ya Bella." Jawab Kinanti sambil bergegas berdiri.

Kinanti dengan semangat melangkahkan kakinya menuju ruangan kepala divisinya. Tentu saja Kinanti bersemangat. Kinanti yakin ini semua pasti terkait dengan promosinya untuk diangkat menjadi ketua tim. Kinanti akhir-akhir ini bekerja sangat keras untuk mendapatkan posisi itu. Siang hingga malam, bahkan tak jarang Kinanti lembur 4 hari dalam seminggu untuk mencapai targetnya. Lagipula seingat Kinanti ia tidak pernah berbuat kesalahan dalam bekerja. Jadi Kinanti yakin sepenuhnya panggilan ini pasti mengenai promosinya.

Kinanti mengetuk pintu ruangan Pak Bagas. Tidak berapa lama, terdengar suara Pak Bagas yang mempersilahkan Kinanti untuk masuk. Kinanti lalu membuka pintu ruangan tersebut dan tersenyum pada Pak Bagas. Laki-laki berusia 50 tahun itu membalasnya dengan senyum penuh wibawa.

"Silahkan duduk, Kinanti." Ujar Pak Bagas mempersilahkan Kinanti untuk duduk di hadapannya.

Dengan mantap Kinanti duduk di hadapan atasannya. Senyum tersungging di bibirnya seolah ia percaya dengan firasatnya. Pak Bagas hanya tersenyum melihat Kinanti yang terlihat bersemangat.

"Sepertinya kamu sudah tahu ya mengapa saya memanggil kamu kesini?" Tanya Pak Bagas ramah.

Kinanti mengangguk bersemangat. Sebenarnya bukan itu saja yang membuatnya percaya diri dengan promosinya. Tetapi beberapa hari lalu, Pak Bagas secara langsung memberikan selamat yang meskipun tidak dijelaskan untuk apa.

"Selamat ya, Kinanti. Sebentar lagi kamu akan mendengar kabar baik." Ucap Pak Bagas hari itu.

Sungguh Kinanti bukan orang yang terlalu percaya diri. Tapi siapa sih yang tidak percaya diri jika sudah mendengar ucapan seperti itu dari atasannya langsung?

"Ya, seperti firasat kamu. Memang saya memanggil kamu kesini untuk membicarakan promosi kamu." Kata Pak Bagas.

Kinanti mendengarkannya dengan saksama.

"Terkait promosi kamu, saya sudah meninjaunya dengan baik. Target kamu bulan ini semuanya terpenuhi dan progress tim kamu maju dengan sangat pesat loh." Jelas Pak Bagas sambil melihat-lihat berkas laporan Kinanti.

Kinanti mendengarkan dengan khusyuk sambil sesekali mengangguk. Wah, ia sudah tidak sabar lagi menunggu kabar baiknya.

"Tapi mohon maaf, Kinanti." Ucap Pak Bagas. Ia berhenti sejenak, tampak ragu melanjutkan kata-katanya.

Mendengar sepatah maaf itu, jantung Kinanti rasanya akan melorot dari rusuknya. Kenapa Pak Bagas harus minta maaf? Kinanti gugup. Ia khawatir promosinya gagal dan keluarganya yang sudah menunggu kabar baik ini pasti akan kecewa. Rasanya Kinanti tidak sanggup mendengar kelanjutan perkataan Pak Bagas.

"Maaf kenapa, Pak?" Tanya Kinanti penasaran.

"Maaf saya tidak bisa mempromosikan kamu sebagai ketua tim. Bukan karena kinerjamu karena kinerjamu sangat bagus. Tapi karena ada antrian senior sebelum kamu yang mestinya harus naik jabatan lebih dulu dibandingkan kamu. Mereka ini memiliki masa kerja yang lebih lama dibandingkan kamu, jadi rasanya kurang adil kalau saya memberikan promosi kepada kamu lebih dulu." Lanjut Pak Bagas.

Kinanti terduduk lesu. Ia tidak bisa berkata apa-apa karena hal ini tidak pernah ada dalan skenarionya. Harapannya sudah melambung setinggi langit karena ia yakin akan mendapatkan promosi itu. Tapi ternyata kenyataan harus menghempaskannya kembali ke tanah. Menegaskan posisinya bahwa tidak semudah itu bagi Kinanti untuk terbang dengan sayap yang lebih kuat.

"Maaf ya saya sudah menjatuhkan ekspektasi kamu. Tapi saya punya penawaran lain untuk kamu kalau kamu tidak keberatan." Kata Pak Bagas.

Sebenarnya Kinanti sudah tidak bersemangat lagi untuk mendengarkan penawaran Pak Bagas. Tapi sebagai bawahan yang baik, tentu saja Kinanti harus tetap memasang telinganya walaupun hatinya kecewa setengah mati.

"Penawaran apa, Pak?" Tanya Kinanti.

"Saya ingin memindahkan kamu menjadi Sekretaris Direktur. Saya rasa kamu akan lebih cocok berada disana. Memang kamu tidak akan punya kesempatan untuk tampil sebagai pemimpin, tapi saya rasa bukan hal buruk untuk seorang wanita menjadi sekretaris, bukan?" Jawab Pak Bagas.

Mendengar tawaran itu, rasanya Kinanti ingin sekali menolaknya mentah-mentah. Karena alasan Kinanti mengincar posisi sebagai Ketua Tim bukan hanya posisi itu akan memberinya kesempatan untuk unjuk gigi, tetapi seorang Ketua Tim seringkali mendapatkan insentif yang cukup besar jika timnya berhasil memenuhi target. Apalagi alasannya kalau bukan tentang material?

Sementara itu menjadi Sekretaris memang sebuah pekerjaan yang stabil dan nyaman bagi seorang wanita. Tapi Kinanti tidak menyukai pekerjaan monoton yang membosankan. Sungguh rasanya menyesakkan dada bagi Kinanti jika ia harus terikat di mejanya sepanjang hari.

"Kalau kamu masih ragu, kamu bisa mempertimbangkannya dulu di rumah. Mungkin bisa kamu diskusikan dengan orangtuamu terlebih dahulu. Nanti kalau kamu sudah bisa memutuskannya, kamu bisa langsung temui saya, ya." Kata Pak Bagas seolah menangkap keraguan dari raut wajah Kinanti.

Kinanti mengangguk dan pamit untuk undur diri dari hadapan atasannya.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya pamit ya, Pak." Ucap Kinanti sambil mengundurkan dirinya dari ruangan Pak Bagas.

Pak Bagas tersenyum sambil memberikan isyarat mempersilahkan Kinanti untuk meninggalkan ruangannya.

Kinanti berjalan kembali ke mejanya dengan lesu. Promosi yang selama ini diidam-idamkannya kini hanyalah sebatas mimpi. Ia gagal mendapatkannya hanya karena perihal senioritas yang konyol. Dan Kinanti malah ditawarkan pekerjaan monoton itu. Sungguh Kinanti dalam posisi yang dilematis. Mungkin benar kata Pak Bagas, lebih baik jika ia mendiskusikan perihal ini dengan kedua orangtuanya.

...****************...

Kinanti duduk di meja makan bersama ayah dan ibunya. Matanya menatap ke langit-langit seolah-olah memikirkan bagaimana ia harus mengatakannya kepada kedua orangtuanya. Pak, Bu, Kinanti gagal naik jabatan? Apakah sebaiknya seperti itu? Kinanti bingung harus bagaimana karena ia takut kedua orangtuanya yang telah berharap sebegitu besarnya akan merasa kecewa.

Kinanti menatap sekeliling rumahnya. Rumah ini sudah menjadi jauh lebih baik dibandingkan saat ia kecil dulu. Semuanya karena kerja keras Kinanti dan ayahnya. Atap yang dulunya hanya dari asbes dan sering bocor, sekarang dapat diganti dengan genteng. Ibunya pun tidak perlu khawatir jikalau hujan datang. Dindingnya yang semula hanya dari batako, sudah diganti dengan beton yang kuat sehingga meskipun angin bertiup kencang, rumahnya akan aman.

Perabot di dalam rumahnya pun Kinanti ganti satu persatu dengan menyisihkan gajinya setiap bulan. Karena itu, Kinanti tidak boleh sedikitpun kehilangan pekerjaannya.

"Kamu mau bicara apa, Nak?" Tanya ayahnya melihat Kinanti yang tampak bimbang.

Kinanti ragu dan bingung harus memulainya bagaimana. Tapi pada akhirnya kedua orangtuanya juga wajib tahu, kan?

"Kinanti batal naik jabatan, Pak, Bu." Jawab Kinanti lesu.

Raut wajah ayah dan ibunya tampak kecewa dan Kinanti tahu benar itu. Namun mereka berusaha tersenyum agar putri sulungnya tidak merasa sedih.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Toh nanti pasti ada kesempatan lagi kan?" Kata Ibunya menenangkan Kinanti.

"Iya, Bu. Tapi sebenarnya Kinanti ditawarin posisi lain, Bu. Cuma Kinanti bingung harus menerimanya atau tidak."Ucap Kinanti.

"Memangnya posisi apa, Nak?" Tanya Ayahnya kemudian.

"Sekretaris Direktur, Pak." Jawab Kinanti lesu.

"Nak, sebenarnya Bapak dan Ibu tidak terlalu mengerti tetang hal seperti ini. Kamu kan tahu Bapakmu cuma tamatan SMA dan Ibu ini cuma tamatan SMP. Tapi selagi pekerjaan itu bisa memberi hidup yang lebih baik, Ibu rasa kamu harus menerimanya, Nak." Jawab Ibunya.

Kinanti manggut-manggut mendengarnya. Mungkin jawaban ibunya ada benarnya. Persetan dengan passion dan ambisi. Untuk sekarang Kinanti harus menghasilkan uang yang banyak dulu agar keluarganya bisa hidup enak dan nyaman. Kinanti pun memantapkan hatinya untuk menerima tawaran pekerjaan itu.

Dan mulai besok, hari baru Kinanti sebagai seorang Sekretaris Direktur akan dimulai.

Seorang Sekretaris

Hari ini adalah hari baru bagi Kinanti. Tidak, Kinanti tidak mengundurkan diri dan bekerja di tempat lain. Tapi Kinanti bekerja di posisi barunya sebagai Sekretaris Direktur mulai hari ini. Dari sekian banyak ucapan dan selamat yang diberikan kepadanya, hanya satu ucapan yang selalu dipinta berulang-ulang oleh Kinanti di dalam hati. Semoga penghasilannya menjadi lebih besar dari sebelumnya.

"Kinanti, mulai hari ini kamu akan bekerja sebagai Sekretaris Direktur ya. Kalau begitu saya ucapkan selamat untuk kamu ya, Ti." Ucap Pak Bagas sambil mengulurkan tangannya hendak mengajak Kinanti bersalaman.

Kinanti menerima uluran tangan itu dan menjabatnya dengan erat. Senyumnya tersungging mantap. Setelah berbicara dengan orangtuanya, ia tiba-tiba yakin bahwa ini akan menjadi pilihan yang tepat untuk hidupnya.

"Terimakasih banyak, Pak Bagas." Balas Kinanti.

"Wah tapi nanti saya akan merasa sedih nih, Ti." Ucap Pak Bagas.

Kinanti bingung dan tidak mengerti arah pembicaraan Pak Bagas.

"Sedih kenapa, Pak?" Tanya Kinanti.

"Soalnya saya tidak bisa bertemu anak emas saya lagi. Kamu kan anak emas saya, Ti." Kata Pak Bagas sambil tertawa.

Kinanti ikut tertawa canggung. Anak emas kepalamu? Kalau memang Pak Bagas menganggap Kinanti anak emasnya, pasti ia akan membantu Kinanti untuk mendapatkan promosi dan bukannya memindahkan Kinanti ke divisi lain.

"Ayo ikut saya, Ti. Biar saya kenalkan kamu dengan Direktur yang akan jadi atasan langsung kamu." Ajak Pak Bagas kepada Kinanti.

Kinanti hanya mengangguk dan manut. Ia mengekor di belakang Pak Bagas yang berjalan dengan santai di depannya. Kinanti hanya dapat berharap semoga saja Direksi yang menjadi atasannya bukanlah orang menyebalkan dan genit.

...****************...

Pria itu masih tampak sangat muda. Mungkin usianya baru menginjak 30an awal. Tidak terpaut jauh dengan Kinanti. Namun ia sudah mendudukki kursi Direktur. Apa lagi kalau bukan orang dalam yang berperan? Bukanlah hal yang aneh jika anak pemilik perusahaan ditempatkan sebagai Direktur.

Pria muda yang duduk di hadapan Kinanti sekarang adalah sosok yang akan menjadi atasan langsungnya. Pria dengan gaya tengil dan terlihat sangat tidak kompeten. Setidaknya begitu menurut Kinanti.

"Ti, ini Pak Darian, Direktur Pemasaran kita. Mulai hari ini kamu akan bekerja sebagai sekretaris beliau ya." Ucap Pak Bagas mengenalkan pria bernama Darian itu pada Kinanti.

Kinanti tersenyum ramah dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan atasan barunya. Pria bernama Darian itu menyambutnya dengan ramah sambil tersenyum ganjen pada Kinanti.

"Boleh juga pilihan Bapak. Thanks ya sudah memilih yang cantik buat jadi sekretaris saya." Ucap Darian seraya melirik Pak Bagas.

Kinanti mengutuk pria di depannya dalam hati. Tampaknya doa Kinanti untuk mendapatkan atasan yang lurus-lurus saja akan karam.

"Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini?" Batin Kinanti dalam hati.

"Saya Kinanti, Pak. Mulai hari ini saya akan bekerja jadi Sekretaris Bapak. Saya mohon bimbingannya, Pak." Ujar Kinanti sambil memperkenalkan dirinya.

"Tenang saja, saya akan kasih semua yang kamu mau, Cantik. Yang penting kamu juga bisa kasih yang saya mau." Ucap Darian sambil mengedipkan matanya sebelah ke arah Kinanti.

Sialan! Sialan! Sialan! Sungguh hidup ini memang tidak adil. Bagaimana bisa pria brengsek seperti Darian menjadi seorang Direktur?! Dan bukan hanya brengsek tapi pria ini juga mesum! Kinanti berkali-kali mengutuk kesialannya dan menyesali keputusannya untuk pindah posisi. Seandainya bukan kedua orangtuanya yang membujuk, mungkin lebih baik Kinanti tetap menjadi kroco daripada harus menjilat bokong pria sialan ini.

"Baik, Pak Darian, saya tinggal ke ruangan dulu ya. Biar Bapak bisa mengobrol dengan Kinanti." Ucap Pak Bagas seraya melangkah keluar dari ruangan.

"Pak Bagas? Tunggu Pak! Jangan tinggalin saya sama buaya ini, Pak. Tolong!" Kinanti beteriak dalam hati.

Seolah membaca raut kekhawatiran di wajah Kinanti, Darian langsung tertawa sinis.

"Kenapa? Kamu takut saya apa-apain?" Tanya Darian mengejek.

Kinanti tersenyum tidak enak dan dibalas dengan dengusan Darian.

"Tidak, Pak. Bukan begitu maksud saya." Jawab Kinanti.

"Jangan khawatir, saya juga punya selera. Saya tidak tertarik dengan gadis kampungan seperti kamu." Jawab Darian cuek sambil kembali menatap layar laptopnya. Entah apa yang dikerjakannya.

Mendengar itu, hati Kinanti meloncat senang bukan kepalang. Ia tidak peduli atasannya memanggilnya kampungan, udik, atau apalah itu. Yang terpenting bagi Kinanti hanyalah ia dapat dengan tenang dan aman bekerja. Tubuhnya akan aman dari sentuhan tangan nakal. Dan telinganya tidak perlu merasa gatal mendengar celotehan ganjen yang sering disebut anak jaman sekarang sebagai catcalling.

...****************...

Sudah satu minggu Kinanti bekerja sebagai Sekretaris dari Darian Chatra Wijaya, pewaris tunggal perusahaan tempat ia bekerja selama 3 tahun terakhir. Sesungguhnya Kinanti tidak menaruh ekspektasi apapun pada bosnya. Apa lagi yang bisa diharapkan dari seorang pewaris manja yang berhasil mendapatkan kedudukannya karena koneksi? Otak yang cerdas? Sifat yang profesional? Kinanti tidak pernah befikir atasannya akan memiliki kualitas itu.

Namun ternyata di balik sosoknya yang tampak seperti anak manja, Darian adalah seorang pria dengan otak yang cerdas. Bahkan terkadang kecerdasan Darian membuat Kinanti merasa takut. Karena cara berfikir bosnya yang efisien dan cekatan sering membuatnya tampak seperti sosiopath yang tidak punya hati. Tapi setidaknya atasannya memiliki nilai plus dibandingkan pewaris manja lainnya.

Tapi sungguh kelebihan Darian hanya ada di otaknya! Selebihnya sungguh minus besar. Darian adalah perwujudan sejati dari pria brengsek tidak berhati nurani. Dia kasar pada bawahannya, tidak sopan dengan Direksi yang lain, dan bahkan akan masuk kerja sesuka hatinya. Temperamennya buruk dan Darian tidak sungkan untuk melayangkan tangannya apabila suasana hatinya sedang tidak baik.

Di atas itu semua, Darian masih memiliki satu hal dimana tidak ada orang yang bisa menandinginya. Arogansi yang tingginya mencapai langit ketujuh. Sungguh Kinanti merasa hari-harinya bekerja sebagai Darian seperti berada dalam camp militer. Setiap hari telinganya panas karena mendengar cacian Darian.

Tapi bukanlah Kinanti namanya jika ia bisa menyerah begitu saja. Hidupnya sudah keras sejak lahir. Dibentak oleh pria manja yang tidak bisa apa-apa bukanlah sebuah masalah besar baginya. Bagi Kinanti, hal yang paling mengerikan bukanlah Darian melainkan tidak memiliki uang.

Sama seperti hari itu. Sejak pagi atasannya sudah uring-uringan entah kenapa. Darian seenaknya saja membatalkan jadwal rapat hanya karena ia merasa tidak bersemangat untuk mengikuti rapat. Dan alhasil Kinanti kelimpungan mengatur ulang rapat dengan berbagai alasan.

"Hey, kamu!" Seru Darian memanggil Kinanti.

"Iya, ada apa, Pak?" Tanya Kinanti.

"Batalkan semua jadwal saya. Saya sedang tidak mood untuk rapat hari ini." Ucap Darian santai.

Kinanti panik. Dasar anak manja sialan. Bisa-bisanya ia membuat kacau kantor hanya dengan alasan suasana hati yang buruk? Terkadang Kinanti berpikir untuk menendang kepala atasannya agar otak pria sialan ini dapat berfungsi dengan benar. Namun pada akhirnya Kinanti hanya dapat berandai-andai.

"Eh, tapi Pak Darian, hari ini akan ada RUPS, Pak. Jadi Bapak wajib datang." Ucap Kinanti ragu.

Mata Darian mendelik. Kekesalan tampak akan meledak sebentar lagi dari kepalanya.

"Ya kamu yang harus atur semuanya, bloon! Kamu kira saya menggaji kamu buat apa? Buat duduk sambil mengetik jadwal seharian?!" Seru Darian penuh emosi.

Kinanti mengernyitkan dahinya. Teriakan Darian memang memiliki desibel yang sangat besar. Lama-lama jika Kinanti terus mendapatkan teriakan seperti ini, bisa-bisa ia kehilangan kemampuan pendengerannya sebelum usia 40 tahun. Dasar pria temperamen!

"Baik, Pak. Saya akan atur ulang jadwalnya." Jawab Kinanti singkat. Ia tidak ingin memperpanjanh masalah dengan ketel mendidih yang ada di depannya.

"Argh! Anjing bodat bangsat! Setan aja sifatnya ga seburuk lo anjing!" Umpat Kinanti dalam hati.

Dan seperti itulah yang dijalani Kinanti setiap harinya. Sejak menjadi sekretaris Darian, makanan pokok Kinanti bukan lagi nasi melainkan cacian dan umpatan. Dan apakah kalian pernah merasakan makan siang dengan umpatan? Sungguh rasanya sedap dan membuat Kinanti ingin melepas telinganya. Kalian harus sesekali mencoba menu itu, kawan.

Namun satu hal yang tidak pernah Kinanti sangka akan terjadi pada hidupnya. Hanya karena satu perbuatan Kinanti yang lalu mengubah hidupnya selamanya. Seperti sebuah domino dimana satu keping terjatuh maka akan berdampak pada yang lainnya, begitulah jadinya hidup Kinanti.

Bagaimana Pekerjaanmu?

Sebenarnya Kinanti sangat suka makan di kafetaria kantor. Dulu setiap jam makan siang, Kinanti akan lebih memilih makan disana dibanding mencari makanan di luar seperti rekan kerjanya. Apalagi alasannya kalau bukan harga yang lebih murah?

Tapi ada alasan lain yang membuat Kinanti betah makan disini. Dia bisa mencuri pandang pada sosok yang ia kagumi selama bekerja disini. Ketua tim pertamanya yang sering ia panggil Mas Tristan. Sama halnya seperti Kinanti, Mas Tristan juga selalu menghabiskan jam makan siangnya di kafetaria kantor.

"Lebih ringkas dan efisien aja, Ti. Aku kan tidak suka yang ribet-ribet." Jawab Mas Tristan saat dulu Kinanti menanyakannya.

Dan Kinanti sangat sering makan berdua dengan Mas Tristan. Hanya berdua saja sembari mengobrol ngalur ngidul mulai dari urusan pekerjaan hingga filosofi kehidupan. Namun sejak dipindahkan sebagai sekretaris Darian, Kinanti tidak bisa lagi melakukan itu semua.

Setiap hari Kinanti harus makan di mejanya agar ketika Darian mencarinya, ia dapat selalu siaga. Jika Kinanti tidak ada saat Darian membutuhkannya, maka Darian akan langsung membantainya di depan banyak orang tanpa ragu. Jadi apa boleh buat? Setiap pekerjaan sudah pasti memiliki resikonya dan menjadi samsak tinju Darian adalah resiko pekerjaan Kinanti.

Hari itu, Darian sedang pergi ke luar kota. Perjalanan dinas katanya. Tapi Kinanti hafal benar bahwa ia tidak memiliki jadwal apapun pada hari itu. Mungkin Darian ingin menemui kekasihnya dan Kinanti tidak peduli dengan hal itu. Karena ada kesempatan untuk menghilang, Kinanti pun segera meluncur ke kafetaria kantor saat jam makan siang tiba.

Setelah berjalan beberapa menit dan turun dengan menggunakan lift, Kinanti akhirnya tiba di tempat itu. Namun hari itu kafetaria kantor tampak sangat sepi. Hanya ada beberapa karyawan sepuh yang makan disana. Bahkan Kinanti pun tidak dapat menemukan sosok Mas Tristan yang ditunggunya.

"Mbak Kinanti mencari Mas Tristan ya?" Tanya ibu kantin saat melihat Kinanti yang celingukan.

Kinanti mengangguk.

"Iya, Bu. Mas Tristan belum kesini ya?" Balas Kinanti.

Ibu kantin hanya menggeleng. Tampaknya ia juga tidak terlalu mengetahui keberadaan Tristan.

"Tapi sudah beberapa hari ini saya tidak ketemu Mas Tristan, Mbak. Mungkin lagi dinas di luar atau tidak masuk kerja." Jawab Ibu Kantin.

"Oh iya, mungkin ya Bu. Ya sudah Bu, saya pamit makan dulu ya. Permisi Bu." Pamit Kinanti yang dibalas dengan anggukan dari Ibu Kantin.

Karena kafetaria saat itu sangat sepi, tidak susah bagi Kinanti untuk menemukan tempat duduk. Ia memilih duduk di sudut kafetaria agar ia bisa makan sambil mendengarkan musik dari playlistnya. Tak lama ia tengah menyantap kudapannya, seorang pria paruh baya menghampirinya. Senyumnya tersungging ramah dengan penuh kewibawaan.

"Boleh saya gabung sama kamu, Nak?" Tanya pria tua itu ramah.

Kinanti bingung kenapa pria tua ini memilih duduk di hadapannya padahal banyak kursi kosong yang lain. Namun Kinanti hanya mengiyakannya saja dan mempersilahkan pria tua itu duduk. Kinanti lalu melepas earphonenya karena menurutnya bukanlah sebuah hal yang sopan untuk mendengarkan musik di depan orangtua.

Kinanti hanya diam. Suasananya terasa sangat canggung namun Kinanti bingung harus berbicara mulai darimana untuk mencairkan suasana.

"Kamu sudah kerja berapa lama disini, Nak?" Tanya pria tua itu mencoba berbasa-basi.

"Ini masuk tahun ketiga saya, Pak." Jawab Kinanti.

"Boleh dong kalau saya minta ceritakan tentang posisi kamu." Pinta pria tua itu sambil tersenyum.

Pria tua itu lalu menyendok makanannya sesuap demi sesuap sembari sesekali memperhatikan Kinanti bercerita dengan penuh semangat. Kinanti menceritakan sejak awal perjuangannya mengalahkan ribuan pesaing untuk masuk dalam level paling bawah di perusahaan ini dan bagaimana ia sangat suka bekerja di tempatnya sekarang.

"Kenapa kamu suka bekerja disini? Maaf ya kalau saya banyak bertanya, saya cuma tamu yang kebetulan datang kesini dan saya penasaran dengan budaya pekerja disini." Ucap pria tua itu kemudian.

"Banyak alasannya, Pak. Tapi yang paling utama karena saya suka lingkungan kantor ini. Untungnya saya mendapatkan ketua tim yang baik dan bisa mendukung saya untuk berkembang. Dan atasan saya juga sangat mulia hatinya Pak. Saya suka orang-orang yang bekerja disini." Jelas Kinanti.

Pria tua itu tertawa. Gadis muda di depannya tampak bersemangat sekali bercerita tentang kariernya. Mungkin hal itu mengingatkannya dengan dirinya sewaktu muda dulu.

"Lalu sekarang kamu dipindahkan sebagai apa?" Tanya pria tua itu masih penasaran.

"Sebagai sekretaris direktur pemasaran, Pak." Kata Kinanti.

Pria tua itu tampak manggut-manggut. Mungkin ia mengenal Pak Darian karena tampaknya pria ini bukan hanya sekedar tamu biasa yang berkunjung saja.

"Berarti atasan kamu Pak Darian ya?" Sambung pria tua itu kembali.

Kinanti mengangguk.

"Menurut kamu Pak Darian itu bagaimana?" Ucap pria tua di hadapan Kinanti.

Kinanti terdiam. Ia bingung harus menjawab bagaimana. Haruskanh ia mengatakan bahwa bosnya adalah sosiopath brengsek yang tidak punya hati nurani? Atau mungkin sebaiknya Kinanti menjelaskan Darian sebagai manusia temperamental yang emosinya seperti tungku pembakaran?

"Pak Darian orang yang sangat cerdas dan cara fikirnya efisien, Pak. Sungguh saya kagum sekali dengan kemampuan beliau untuk mengambil keputusan yang taktis dan cepat." Jawab Kinanti. Yah Kinanti tidak berbohong untuk bagian itu. Karena memang otak Darian sangatlah encer.

"Lalu? Sifat buruknya? Atau Pak Darian hanya punya sifat baik?" Pria tua itu kembalu bertanya. Mungkin ia penasaran dengan anak semuda Darian yang sudah bisa mendudukki kursi Direksi.

Kinanti hanya tertawa ambigu.

"Memang sifatnya agak sedikit meledak, Pak. Tapi itu berarti beliau tidak suka kinerja yang lambat kan? Awal saya bekerja, beliau sering marah dengan saya mungkin karena saya yang belum terlalu paham dengan ritme kerja beliau. Tapi sekarang semua itu sudah jauh berkurang, Pak. Seiring kinerja saya yang semakin memuaskan beliau, Pak Darian juga tidak pernah marah lagi kepada saya." Jelas Kinanti sambil tersenyum.

Jika kalian tahu istilah sugarcoating, itulah yang dilakukan Kinanti saat ini. Membuat kata-kata buruk terdengar indah karena ia tidak sampai hati menjelek-jelekkan atasannya yang brengsek di depan orang asing. Bagaimanapun juga mengatakan hal buruk tentang bosnya sama saja dengan menurunkan kredibilitas Kinanti sebagai sekretaris.

Pria tua itu lalu tersenyum penuh arti seolah habis mengetahui sesuatu yang sangat penting. Ia menyendokkan suapan terakhir ke mulutnya. Dengan selembar tisu kemudian pria tua itu mengelap mulutnya lalu menegak air putih yang ia bawa di dalam botol.

"Terimakasih ya sudah mau menemani saya makan siang. Saya harap kamu sukses dalam hidup kamu dan semoga hal baik akan terjadi kepadamu dalam waktu dekat." Kata si pria tua sambil menjabat tangan Kinanti.

Kinanti hanya tersenyum ramah. Gesture andalannya jika bingung harus menjawab apa. Pria itu lalu melangkah meninggalkan Kinanti yang tidak menaruh rasa curiga apapun. Tidak pernah sedikitpun terlintas di kepala Kinanti bahwa hidupnya akan berubah 180 derajat sebentar lagi.

...****************...

Seperti biasanya, Kinanti tengah menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Padahal sebenarnya semenjak jadi sekretaris Darian, kesibukkan Kinanti sudah berkurang sangat jauh. Bagaimana Kinanti bisa sibuk, jika Darian saja selalu malas menghadiri rapat apapun? Tidak jarang hari-hari Kinanti hanya dihabiskan dengan menggonta-ganti warna tabel, membuka youtube, dan hal-hal tidak penting lainnya.

Seorang wanita yang tampak seumuran dengannya melangkah mendekati Kinanti. Bunyi hak sepatunya terdengar gaduh beradu dengan lantai. Kinanti menoleh dan melihat Friska, Sekretaris Direktur Utama, memanggilnya. Mata Kinanti terbelalak melihat sepatu Friska yang menghasilkan suara berisik.

"Ssttt!!!" Seru Kinanti sambil menempelkan telunjuknya di bibir.

Friska melongok tidak mengerti. Tak perlu waktu lama akhirnya ia paham maksud Kinanti dan langsung berjingkat mendekati Kinanti. Ia berusaha sekuat tenaganya untuk tidak menimbulkan suara. Karena Darian sangat membenci suara berisik seperti ini. Bahkan seluruh lantai di kantornya dipasang karpet agar tidak menimbulkan kebisingan saat ada yang melewatinya.

"Maaf! Maaf!" Ucap Friska pelan saat menghampiri Kinanti.

"Aduh, bisa mati aku kalau kamu masih berisik kaya tadi." Gerutu Kinanti.

Friska hanya tertawa sambil memukul lengan Kinanti.

"Thanos mana?" Tanya Friska. Mungkin karena ia adalah sekretaris pemilik perusahaan, Friska jadi agak sedikit berani dengan Darian. Karena hanya Friska yang satu-satunya berani menjulukki Darian sebagai Thanos.

"Pergi dari pagi, kurang tahu juga perginya kemana. Kamu mau apa kesini, Ka?" Tanya Kinanti bingung.

"Aku kangen sama kamu, Ti. Sini aku cium dulu." Goda Friska sambil pura-pura memonyongkan bibirnya.

Kinanti langsung mencubit bibir Friska.

"Najis ah. Seriusan, kamu mau ngapain kesini?" Tanya Kinanti kesal.

"Kamu dicari bosku, Ti. Ada yang mau dibicarakan sama kamu katanya." Ujar Friska sambil tertawa.

"Dirut? Pak Dirut mau bicara sama aku?" Tanya Kinanti tidak percaya.

Friska hanya mengangguk sambil tangannya menyomot cemilan di meja Kinanti.

"Yuk, kesana." Ajak Friska sambil menarik Kinanti untuk ikut bersamanya.

Kinanti bertanya-tanya kenapa Direktur Utama perusahaan tempatnya bekerja tiba-tiba memanggilnya? Apakah karena ia berbuat suatu kesalahan? Karena selama ia bekerja disini, Kinanti tidak pernah bertemu dengan Direktur Utama perusahaannya. Jangankan bertemu, melihatnya lewat pun tidak pernah. Bukan karena Kinanti apatis atau yang lain, hanya saja seorang keset korporat seperti dia tidak memiliki kepentingan untuk bertemu dengan jajaran Direksi.

Tok tok tok!

Friska mengetuk pintu ke sebuah ruangan besar. Ruangan itu terletak di lantai 8. Lantai paling atas dari gedung perusahaan. Tidak lama, Friska lalu masuk ke ruangan itu sendirian dan meminta Kinanti untuk menunggu sejenak.

"Ti, ayo masuk." Ajak Friska setelah ia keluar lagi dari ruangan itu.

Kinanti berjalan mengikuti Friska yang masuk lebih dulu. Matanya takjub melihat kantor itu. Sungguh megah dan pemandangannya indah. Ruangan itu dikelilingi kaca dengan pemandangan langsung terbaik dari kota Jakarta.

"Ini Kinanti, Pak." Ucap Friska.

Atasan Friska lalu melambaikan tangannya memberikan isyarat agar Friska meninggalkan Kinanti dan bosnya berdua saja. Friska lalu pamit dari ruangan itu.

Beberapa saat kemudian, pria yang duduk di kursi itu memutar posisinya. Yang awalnya membelakangi Kinanti menjadi berhadapan dengan Kinanti. Dan betapa terkejutnya Kinanti ketika melihat sosok yang ada di depannya. Sialan, tidak pernah terlintas di pikiran Kinanti bahwa Direktur Utama perusahaannya adalah pria itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!