NovelToon NovelToon

Kau Khianati Aku Kuhancurkan Karirmu

Bab 1

Tok! tok! tok!

"Mas, tolong bukain pintunya dong, aku lagi nanggung nih!"

Seru Dewi yang sedang memakaikan celana untuk bayinya yang baru berusia 8 bulan. Lima tahun mereka menantikan menimang anak dengan berbagai ikhtiar, hingga akhirnya Tuhan sangat baik dan memberikan kesempatan pada sepasang suami istri ini untuk merasakan nikmatnya menjadi orang tua.

"Siapa Mas?"

Suara Istrinya membuat Prasetyo sadar jika dia sedang terpesona oleh kecantikan dan pesona tamu yang baru saja mengetuk pintu.

"I-iya wi. Ini ada temanmu, teman SMA namanya Maya," jawabnya sedikit gugup.

Prasetyo sesaat terhipnotis dengan kecantikan Maya serta buah dadanya yang besar dan menantang.

Diapun tersenyum ramah sambil mempersilahkan tamunya masuk ke dalam.

Dewi yang mendengar nama teman SMA datang kerumahnya, langsung sumringah dan bangkit sambil menggendong bayinya.

"Maya?" Ucapnya dengan terkejut.

Dewi berjalan cepat menghampirinya lalu mereka berpelukan. Lama tak berjumpa merekapun cium pipi kanan dan kiri dengan rasa senang. Mereka adalah teman dekat dan duduk bersebelahan semasa sekolah.

"Dewi?" Maya juga terkejut dan tentunya sangat merindukan sahabat nya ini. Dahulu mereka sangat kompak saat masih SMA.

Dalam hati Maya mengagumi keberuntungan Dewi yang sudah punya momongan, suami ganteng, rumah besar dengan mobil terparkir di halaman, dan kehidupan yang nampak bahagia. Membuatnya takjub dan tak menduga sama sekali.

Sementara itu, Prasetyo yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua, menelisik penampilan Maya, buah dada besar nan kencang, baju ketat memperlihatkan body bak gitar spanyol, bokong padat berisi, benar-benar matanya tak sanggup berpaling dari pemandangan indah itu. Diam-diam dia melihat dan mengagumi penampilannya.

"Ah," Prasetyo pun menunduk, menatap sesuatu diantara kakinya yang menjadi tegang dan keras seketika. Dress super ketat dengan belahan hingga tinggi diatas lutut, membuat Prasetyo menjadi berdesir.

Jika di buka isinya pasti indah sekali. Entah kenapa setan di hati nya malah berbisik menyesatkan nya.

"Bagaimana kabarmu? Kok bisa tahu rumahku?" Tanya Dewi penasaran. Karena memang sejak lama dia tahu jika Maya merantau ke luar negeri.

"Lina yang memberitahuku. Aku juga baru saja sampai di bandara. Aku pikir daripada pulang kampung, aku ingin mencari pekerjaan disini,"

Ohh, akan menginap? Dalam hati Dewi bergumam. Sekilas dia melirik suaminya lalu penampilan sahabatnya. Maya lalu bercerita tentang kemalangan yang menimpanya ketika melihat ekspresi Dewi yang keberatan jika dia menumpang sebentar di rumahnya.

"Ohh, aku ikut prihatin mendengar nya, syukurlah kau pulang dengan selamat," pungkas Dewi.

Mendengar cerita Maya, maka hati Dewi menjadi trenyuh, diapun lalu tersenyum sembari menatap wajah temannya itu. Lama tak berjumpa, apa salahnya jika dia memberikan tumpangan sementara, batin Dewi.

"Kau boleh tinggal disini sebelum mendapat pekerjaan," akhirnya diapun yang awalnya keberatan berubah pikiran dan iba dengan nasibnya.

"Boleh kan Mas?"Dewi menoleh meminta persetujuan Prasetyo.

"Ohh, iya, boleh-boleh,"

"Aku janji tidak akan lama, besok aku akan langsung mencari pekerjaan. Aku tidak ingin lama-lama menganggur dan menjadi beban kalian?" kata Maya terlihat sungkan.

Dewi mengangguk dan dalam hati berbisik jika ini hanya sementara saja. Dia menatap Maya yang terlihat lelah.

"Mas, tolong dong anterin Maya ke kamar tamu," pinta Dewi yang sedang repot dengan bayinya.

Prasetyo mengangguk sambil tersenyum ramah pada Maya dan mengajaknya ke kamar tamu.

"Mari, saya antar ke kamar tamu!"

Prasetyo menarik koper yang tadi di bawa Maya lalu Maya berjalan di belakangnya.

Dewi sangat beruntung, suaminya tampan dan terlihat mapan, lagi-lagi Maya terkagum-kagum dengan keberuntungan Dewi.

.

Didalam kamarnya, Maya beristirahat dan mematut dirinya di depan cermin. Dalam hati dia menyayangkan kecantikannya yang seakan sia-sia karena belum ada pria yang meminangnya. Selama ini, mereka datang bukan untuk menjadikan nya istri. Tetapi untuk membeli cinta satu malam dan kenikmatan sesaat darinya.

Tidak ada yang tahu termasuk keluarganya, jika Maya sudah satu tahun terjerumus ke lembah hitam. Dan yang datang padanya rata-rata adalah pria hidung belang semua.

Malam telah tiba, saatnya makan malam. Dewi meminta Prasetyo untuk memanggil Maya karena dia sedang menyusui bayinya. Prasetyo pun mengangguk dan berjalan ke kamar tamu.

"Maya, mari makan malam bersama!" Ajak Prasetyo karena pintu memang tidak di kunci dan sedikit berbuka. Maka diapun mengira Maya sedang duduk sehingga dia membukanya tanpa mengetuk pintu.

"Ops, maaf!" Seru Prasetyo karena melihat sesuatu begitu polos terpampang jelas dimatanya.

"Aaaa ... handuknya longgar jadi merosot!" teriak Maya sembari menaikkan handuk hingga menutupi area dadanya. Tapi Prasetyo jelas telah melihat sempurna dada itu.

Dengan dada berdegup, Prasetyo membalikkan badannya. Gunung kembar yang besar dan bukit kecil yang indah, terlanjur di lihat dengan jelas olehnya.

"Maaf, harusnya aku mengetuk pintu terlebih dahulu," ucapnya setelah memunggungi Maya dan memberinya waktu untuk memperbaiki lilitan handuknya.

"Sekali lagi aku minta maaf," ucap Prasetyo terlihat malu.

Maya yang selesai melilitkan kembali handuknya, malah terlihat biasa saja. Prasetyo heran karena wanita lain akan memerah wajahnya karena malu dan salah tingkah ketika terjadi hal seperti ini. Namun, Maya terlihat biasa saja.

"Tidak papa, aku yang salah, aku lupa menguncinya," jawabnya dengan ringan.

Prasetyo lalu keluar dan berjalan ke meja makan. Tanpa dia sadari dia menelan salivanya karena masih teringat apa yang dia lihat barusan.

Benar-benar aduhai bodinya itu, batinnya.

Kali ini dia benar-benar kesulitan melupakan setiap lekuk tubuh Maya. Sebagai pria normal, dia membayangkan andai saja dia bisa memegang kedua benda kenyal itu dan menikmati ekspresi Maya. Fantasinya semakin liar saja tanpa dia sadari.

Hingga dia di kejutkan oleh suara istrinya. "Mas, kok malah melamun, sudah panggil Maya belum?"

Prasetyo tersentak lalu tersadar dari lamunannya. "Sudah, katanya nanti akan menyusul," sahutnya lalu duduk.

Tidak lama kemudian, Maya keluar dan menuju ke meja makan dengan berjalan anggun memakai baju seksi kesukaannya.

"Ayo Maya, duduk disini," Dewi memberikan kursi di sebelahnya untuk Maya.

Saat asyik makan, berulang kali Prasetyo menangkap basah Maya yang juga menatap dirinya. Sesekali bahkan mereka saling melempar senyum sedangkan Dewi tidak melihat semua itu.

Selesai makan malam mereka lalu kembali ke kamar masing-masing. Pras yang telah terpesona dengan kemolekan Maya, langsung menyalurkan hasratnya pada Dewi.

"Kenapa Mas?"

"Nggak kok, aku hanya sudah tidak sabar. Coba pegang ini," Prasetyo membuka resleting itu dan memperlihatkan pada istrinya.

"Aku lagi dapet. Sepertinya kali ini maju lebih cepat," jawab Dewi nampak menyesal karena saat suaminya sedang ingin bercinta, dia malah kedatangan tamu bulanan lebih cepat dari perkiraan nya.

"Harusnya seminggu lagi kan?" Tanya suaminya sambil menutup resleting itu.

"Hem, iya," jawab Dewi lirih.

Mendengar jawaban istrinya maka Pras pun tidak memaksakan kehendaknya. Hanya saja wajahnya tetap terlihat kecewa. Sudah satu Minggu hubungan ranjang mereka seperti terganggu. Semua itu karena Dewi sangat sibuk dengan bayinya dan kelelahan saat malam hari, sedangkan Prasetyo jarang menggantikan dirinya merawat anak mereka berdua.

Beberapa hari kemudian,

Prasetyo sedang memakai dasinya di bantu oleh istrinya.

"Selamat ya Mas, kamu di angkat jadi Direktur sekarang. Perjuangan mu dan doa kita akhirnya terwujud," Dewi dengan bangga menyerahkan tas kerja suaminya.

Saat itu, Maya kebetulan lewat dan tanpa sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia penasaran dan merapatkan tubuhnya ke pintu yang sedikit terbuka. Diapun diam-diam mengintip di pintu dan melihat kemesraan pasangan suami istri itu. Sementara dirinya hingga kini belum mendapatkan pekerjaan.

"Ternyata Mas Pras seorang direktur. Pasti gajinya besar," batinnya lirih. Tanpa sadar dia menguping dan semakin penasaran.

"Dia benar-benar suami idaman. Dewi sangat beruntung,"

Lagi-lagi Maya mengagumi keberuntungan Dewi.

Pagipun tiba, Maya, Dewi dan Prasetyo sarapan bersama. Mereka sarapan sambil ngobrol ringan.

"Sebenarnya hari ini aku ada panggilan interview," ucap Maya menatap pasangan suami istri itu

"Benarkah? Bagus dong!" Seru Dewi.

"Aku interview di jalan Kamboja," imbuh Maya lagi.

"Ohh, kantor ku juga ada di jalan itu," sahut Prasetyo.

"Kalau begitu kalian searah dong Mas?" Dewi nampak terlihat bahagia karena sahabatnya sebentar lagi mendapatkan pekerjaan.

"Tapi, apakah aku tidak merepotkan Mas Pras?" Dewi tersenyum kecil.

"Tidak kok, ayo kalau mau bareng!" Prasetyo tersenyum ramah sambil menatap matanya.

Prasetyo membukakan pintu untuk Maya. Dan saat mereka sudah di dalam mobil, Maya terlihat kesulitan memasang seatbelt di kursinya.

"Mas, bisa bantu aku ngga?" pinta Maya dan sambil tersenyum Prasetyo menganggukkan kepalanya.

Prasetyo mendekatkan tangan dan kepalanya begitu dekat dengan dada Maya. Aroma parfumnya membuatnya pusing di tambah lagi penampakan di dadanya yang menantang sempurna.

Prasetyo menghela nafas dalam-dalam seakan mengecap aroma itu sepuasnya. Sedangkan Maya tersenyum sambil sengaja mencondongkan dadanya hingga hampir saja menyentuh pipi Prasetyo.

🥰

Hai teman-teman, ini adalah karya baru aku. Di usahakan akan update setiap hari. Terus dukung karya baruku ini ya 🥰🙏

Terimakasih.

Bab 2

Interview yang pertama rupanya tidak membuahkan hasil. Maya pun sekarang akan interview di tempat lain. Dewi mendukung sahabatnya itu agar lekas mendapatkan pekerjaan. Dan suaminya juga mendukung dengan mengantarkan Maya ke tempat interview yang ke dua.

"Nanti Mas Pras terlambat ke kantor jika mengantarkan aku dulu, karena kita ngga searah," Maya merasa sungkan karena takut Dewi cemburu padanya.

"Tidak kok, sekarang masih pagi, mari ku antar kau lebih dulu," Pras menatap istrinya.

Dewi mengangguk dan tidak punya prasangka buruk pada sahabatnya itu.

Prasetyo lalu mencium kening istrinya, Dewi terlihat sedikit berjinjit. Badannya memang pendek sedangkan suaminya tinggi. Sebenarnya tidak terlalu pendek, sekitar 155 cm. Sedangkan Prasetyo 175 cm.

Prasetyo lalu berjalan keluar di ikuti Maya di belakangnya, tinggi mereka hampir sama, Maya memang memiliki bodi yang menjadi idaman para wanita. Tinggi dan montok, serta di tambah badan putih dan wajah cantik. Mungkin karena terlalu cantik, sehingga dia tidak menikah sampai sekarang, karena memilih yang sesuai dengan kriterianya.

Dewi mengantarkan mereka sampai di teras. Maya sekali lagi menoleh pada sahabatnya, "Dewi, doakan biar aku diterima ya?"

"Tentu, semoga sukses!"

Hanya karena dia mengenal Maya sejak lama sehingga sedikitpun tidak ada rasa takut suaminya akan tergoda meskipun Maya, dia akui memang cantik dan masih single. Dia percaya pada ikatan persahabatan yang tulus diantara mereka.

Dewi segera berbalik kala mobil suaminya bergerak meninggalkan halaman karena mendengar tangis bayinya.

"Ohh, sayang, pipis ya,"

Dewi melihat bokong bayinya yang tidak basah. Tangisnya malah semakin kencang, hingga dia harus menggendongnya keluar dan menenangkan nya di halaman samping rumah.

Sementara di dalam mobil, Prasetyo gelisah karena rok Maya yang mini dan pahanya yang putih dan mulus sungguh terlihat sangat seksi. Namun dia tentu hanya melirik sedikit saja. Mana berani dia memegang apalagi dia juga tahu jika Maya dan Dewi bersahabat. Namun penampilan Maya benar-benar sangat menarik perhatiannya.

"Nah, itu perusahaannya sudah kelihatan," kata Maya sembari menunjuk ke depan.

"Kamu hati-hati ya. Ini nomor teleponku jika butuh bantuan," kata Prasetyo memberikan nomor teleponnya.

Maya turun sementara Prasetyo akan ke kantor.

Tiga jam kemudian,

"Mas, tolong aku. Aku ada di sebuah rumah kosong di jalan Melati," Maya menelpon Prasetyo yang baru saja rapat dengan beberapa anak buahnya.

Ternyata, tawaran untuk menjadi foto model hanyalah tipuan semata. Maya justru di sekap di sebuah rumah kosong oleh orang tidak di kenal.

Maya mengirim pesan pada Dewi terlebih dahulu sebelum menelpon Pras. Karena khawatir Dewi sedang tidak memegang handphone maka diapun menelpon suaminya.

"Kamu diam disitu, aku akan datang kesana!"

Prasetyo bergegas menuju lokasi di mana Maya di sekap. Begitu sampai disana Prasetyo mendobrak pintu yang di kunci dari luar.

Maya yang meringkuk sejak tadi karena takut, langsung menghambur memeluk Prasetyo. Prasetyo kaget dan merasakan dadanya bergetar kala buah dada Dewi dengan keras menyentuh dada bidangnya. Terasa sekali dua buah kenyal itu begitu empuk hingga membuat miliknya langsung berdiri tegak.

"Kau tidak papa?"

Prasetyo melepaskan pelukannya, terlihat Maya pun menunduk malu. Dia mundur satu langkah dan menggelengkan kepalanya perlahan.

"Dimana mereka?"

"Aku tidak tahu. Saat di lobby aku minum, dan setelah sadar aku sudah ada disini,"

"Ayo segera pergi dan lapor polisi" ajak Prasetyo menggandeng tangan Maya ke mobilnya.

"Jangan Mas. Jangan lapor polisi!" Cegah Maya.

"Kok begitu. Kenapa?" Prasetyo menatapnya dengan bingung.

"Aku malu mas jika sampai keluar di pemberitaan. Dan lagi, nanti keluarga ku khawatir,"

"Ohh, ya sudah."

Prasetyo langsung pulang bersama dan tidak kembali ke kantor lagi karena melihat kondisi Maya yang trauma juga ketakutan.

Dewi yang mendengar suara mesin mobil suaminya segera keluar dan mengerutkan keningnya. Karena biasanya suaminya pulang jam lima, tapi sekarang baru jam tiga sore. Dewi semakin bingung kala melihat Maya turun dari mobil suaminya dengan baju terkoyak dan rambut berantakan.

"Maya?" Ucapnya terkejut.

Melihat baju Maya yang sobek, Dewipun mengerutkan keningnya. Dia menatap Prasetyo dengan bingung. Tak ingin terjadi salah paham, Prasetyo segera menjelaskan apa yang terjadi. Maya nampak tertunduk dan menyesal karena lengah dan tidak waspada. Hampir saja dia celaka jika saja Prasetyo tidak datang menolongnya.

"Ohh, jadi begitu. Kalau begitu, cepatlah masuk, kau pasti masih merasa takut," Dewi mengajaknya masuk dan mengantarkannya hingga ke kamar tamu.

Malam ini berbeda dari biasanya, terasa dingin dan sunyi. Bahkan tidak terdengar suara jangkrik bersahutan dari taman.

Malam hari, Prasetyo keluar dari kamarnya karena merasa suntuk dan tidak bisa tidur. Di saat yang sama, Maya juga gelisah dan sedang menghirup udara segar di luar. Maya nampak berdiri di dekat gudang yang agak jauh dari pintu utama. Matanya menatap bintang di langit sembari memikirkan tentang seseorang.

Rupanya, Maya memikirkan suami sahabatnya yang tadi menolongnya. Entah kenapa dia tertarik padanya. Padahal dia tahu jika dia adalah pria beristri. Merasakan kehangatan serta kebaikannya, membuatnya kegeeran sendiri. Diapun berandai-andai jika saja dia bertemu dengan suami Dewi lebih dahulu, maka dia pasti akan bahagia menjadi istrinya.

"Awas Lo, malam-malam melamun di luar, nanti ada hantu yang godain!" Celetuk Prasetyo mengagetkan Maya. Maya lalu tersenyum sembari melihat ke belakang Prasetyo. Siapa tahu Dewi berjalan di belakangnya. Namun ternyata tidak ada siapapun selain mereka berdua.

"Mas Pras ngagetin saja! Kok ngga tidur, malah keluar malam-malam?"

"Aku suntuk di kamar. Dewi sibuk terus karena bayi Rena sedang rewel. Makanya aku keluar, cari angin!" Jawab Prasetyo sembari tersenyum.

"Ohh,"

Maya dan Prasetyo lalu duduk di kursi panjang. Mereka secara bersamaan menatap ke langit. Maya berulang kali membuatnya tertawa kecil dengan candaan dan sesekali menggoda Prasetyo. Apalagi mereka sudah tinggal di rumah yang sama selama satu Minggu, tentu keakraban semakin terjalin dan mengalir bersama waktu yang di lewati.

Semakin Prasetyo tertawa karena candaannya, Maya semakin terhanyut oleh perasaan nya sendiri. Diapun duduk semakin dekat dengan Prasetyo dan menceritakan kisah sedih hidupnya yang tidak di ketahui oleh siapapun termasuk keluarganya.

Tentu saja Prasetyo mulai trenyuh dan saat Maya terisak, dia memberikan bahunya sebagai sandaran untuknya.

"Sudah-sudah jangan menangis,"

"Mas ...,"

Maya malah memeluk Prasetyo semakin erat dan membuat Prasetyo kelimpungan. Prasetyo menatap di kamarnya dan berharap Dewi tidak keluar selagi mereka dalam mode berpelukan seperti ini. Niat hati ingin berbagi duka, tanpa sadar lama-lama malah terbawa perasaan.

Maya memegang tangan Prasetyo dengan lembut. Prasetyo akhirnya terbawa suasana juga dan dia membalas menggenggam jemari Maya lebih kuat. Satu detik kemudian tanpa di duga wajah mereka semakin dekat dan kedua bibir hanya berjarak lima senti saja. Mereka semakin terbawa suasana hingga tanpa sadar saling bertaut dalam ciuman yang hangat dan di tambah gelapnya malam serta sunyinya yang menenggelamkan. Membuat ciuman itu berlanjut ke leher serta dada Maya dengan refleknya.

Prasetyo yang tidak di tolak apalagi di maki oleh Maya karena menyentuhnya, semakin terbawa oleh hasrat yang kian menggila. Bagaimana tidak? Dewi sedang datang bulan, sedangkan hasrat Prasetyo sedang mencapai puncaknya namun tertahan. Maya yang memang sudah di sentuh oleh beberapa pria yang membayarnya pun hanya pasrah dan menikmati sentuhan suami sahabatnya itu.

Dia sesaat lupa jika mereka bukanlah pasangan kekasih. Hanya hasrat tanpa ikatan yang saat ini terjadi begitu saja.

Hingga Maya berjongkok di antara lutut Prasetyo dan menggerakkan kepalanya maju mundur. Di saat dua insan hanyut oleh hasrat terlarang, tiba-tiba terdengar suara Dewi memanggil dari dalam.

"Mas Pras!"

Suara Dewi terdengar semakin dekat di pintu utama. Maya dan Prasetyo kaget lalu saling berpandangan.

"Itu suara Dewi," ucap Maya ketakutan.

"Aku akan kesana. Kamu sembunyi dulu. Jangan masuk bersamaan. Atau nanti Dewi akan mengira yang tidak-tidak," kata Prasetyo sembari mengancingkan resleting celananya yang terbuka.

Bersambung ...

Bab 3

Dewi melihat suaminya berjalan kearahnya. Sambil tersenyum manis pada suaminya. Prasetyo berdebar, berharap Dewi tidak melihat kelepasan yang tadi tanpa sengaja dia lakukan bersama sahabatnya.

"Mas, kok malam-malam keluar? Udaranya dingin loh!"

Tegur Dewi yang memang sebenarnya perhatian dan selalu ingin suaminya sehat. Karena angin malam hari tentulah buruk untuk kesehatan.

"Ehm, hanya jalan-jalan sebentar tadi,"

"Mas, kok kamu keringatan?" Dewi mengusap dada suaminya sembari mengerutkan dahinya. Udara malam ini sebenarnya sangatlah dingin, anginnya juga berhembus kencang, tentu saja dia heran kenapa suaminya malah keringatan begitu.

"Kamu sakit ya?" Dewi berfikir suaminya terserang demam.

"Ngga kok sayang. Aku hanya berlari-lari kecil tadi, jadi keringatan deh," ujarnya sembari tertawa kecil.

"Ohh, gitu," Dewi yang memang sangat percaya seratus persen pada suaminya, tak mendebatnya lagi. Tak sedikitpun terbersit dalam benaknya jika suaminya akan selingkuh darinya, karena bertahun-tahun hidup bersama, dan semua baik-baik saja selama ini.

"Eh, apa itu? Kok kayak ada orang di dekat gudang Mas?" Seru Dewi kala merasa ada yang bergerak-gerak di kejauhan.

Deg. Prasetyo berdebar, dia melihat ke arah gudang dan tidak ada apa-apa. Dia khawatir jika Dewi akan kesana dan menemukan Maya sedang bersembunyi.

"Ayo, kita ke kamar saja. Mungkin itu hanya kucing,"

Prasetyo meraih tangan Dewi lalu menggendongnya hingga ke kamarnya. Semua itu dia lakukan agar Dewi tidak berubah pikiran dan mengecek gudang.

"Ah, Mas Pras, kamu ini, masih kuat ya rupanya gendong aku?"

"Iya dong! Apakah bayi Rena sudah tidur?"

"Iya Mas,"

Prasetyo yang sudah melakukan pemanasan dengan Maya, kini akan melakukan pelepasan pada Dewi. Sejak tadi Dede kecilnya terus saja menegang dan terasa menyakitkan. Untunglah bayinya sudah tidur. Sehingga Dewi bisa menjalankan kewajibannya meskipun dengan cara berbeda.

"Maaf Dewi, aku membayangkan Maya dalam permainan kita. Mau bagaimana lagi? Aku sudah berusaha, tapi tubuh Maya, dadanya, serta semua yang di miliki seakan terus menari di mataku,"

Kata Pras dalam hati setelah mereka selesai bercinta dan Dewi sudah tertidur pulas. Pras tersenyum puas karena malam ini, kala teringat hal tadi.

Sementara Maya yang mengendap masuk ke dalam, berpapasan dengan Bibi, Art di rumah itu, keluar di malam hari karena haus.

"Mbak Maya? Kok ada diluar malam-malam begini?" Tegurnya membuat Maya berjingkat kaget.

"Eh, Iya Bi. Sekedar jalan-jalan saja karena ngga bisa tidur," jawabnya sambil memegang dadanya yang serasa mau copot.

Sebenarnya si bibi tidak begitu menyukai jika Non Dewi memberikan tumpangan sementara pada temannya itu. Dari caranya berpakaian juga karena dia cantik, membuatnya khawatir. Khawatir jika Tuan Pras akan tergoda olehnya dan mengkhianati istrinya. Tapi ya, mau bagaimana lagi, dia hanyalah pembantu dirumah itu, tentu tidak berani berpendapat dan hanya menurut saja apa kata majikan.

.

Esok harinya, Prasetyo ke kantor dan Maya juga ikut karena akan bekerja di bagian administrasi. Kebetulan ada lowongan sehingga dia akan mulai bekerja tanpa interview.

"Dewi, aku berangkat dulu ya," ucap Maya dan ini adalah hari yang sangat dia tunggu. Dia tidak lagi menganggur. Dan yang lebih menakjubkan adalah karena dia akan bekerja satu kantor dengan Prasetyo.

"Ya. Semoga sukses ya?" Dewi dengan tulusnya selalu mendukung sahabatnya itu. Dia berharap Maya cocok dengan pekerjaan yang di berikan suaminya itu. Kasihan juga jika dia terus menganggur dan tidak punya kesibukan, batinnya. Apalagi karena pengalaman buruk dan pernah di sekap, tentu bekerja di kantor suaminya adalah pilihan yang paling tepat, itu yang Dewi pikirkan.

Prasetyo membukakan pintu untuk Maya, setelah itu diapun masuk dan melambai pada istrinya yang berdiri di teras sambil menggendong bayi Rena dalam dadanya.

Sesampainya di kantor, Prasetyo memberitahu Maya pekerjaan apa saja yang akan dia kerjakan mulai hari ini. Setelah itu dia pergi ke ruangannya sendiri.

Saat pulang kerja, merekapun kembali bersama. Prasetyo mengajak Maya pulang naik mobilnya sekalian, karena memang Maya masih tinggal di rumahnya.

Begitu naik ke mobil, Maya langsung melepas baju kerjanya bagian luar dan hanya mengenakan tank top saja.

"Maaf ya Mas. Habisnya aku gerah. Belum terbiasa," kata Maya setelah melepas blazernya.

"Ehem, iya lepaskan saja,"

Prasetyo mengemudi sambil sesekali menoleh ke arah Maya yang malah pulas tertidur. Ketika Maya tertidur itulah, Prasetyo menghentikan mobilnya sebentar tidak jauh dari sebuah hotel.

Prasetyo menatap dada montok nan segar itu dengan leluasa. Dia benar-benar heran, kenapa sejak kejadian di dekat gudang malam itu, dia tidak bisa melupakan Maya. Bahkan saat berhubungan dengan Dewipun, dia malah membayangkan sedang berhubungan dengan Maya. Pikirannya menjadi kacau balau sejak beberapa hari ini.

"Ah, kenapa aku menjadi seperti ini?!" Kesal Prasetyo kala dede kecilnya sudah berdiri dengan tegak sepanjang perjalanan.

"Haruskah aku mengajaknya mampir ke hotel itu? Lalu ..." Prasetyo masih dalam mode menimbang-nimbang rasa di hatinya yang sedang menggebu-gebu.

"Pergi ke hotel. Pasti aku dan dia akan ..."

"Tidak! Tidak! Tidak! Haruskah aku mengkhianati Dewi?"

Prasetyo lama terpaku sedangkan kedua tangannya sudah gatal ingin meremas dua buah dada itu sekuat tenaga karena Maya sepertinya memang sengaja memancing hasratnya.

"Ehm,mas ...kita sudah sampai ya?" Maya terbangun sembari membuka matanya perlahan-lahan.

Dia lalu terkejut kala menyadari mobil ini sedang berhenti.

"Kok berhenti disini Mas?" Maya melihat sekitarnya dan Prasetyo tersenyum lalu menyalakan mobilnya.

"Kamu tidur tadi. Aku pikir biar kamu pulas baru kita lanjutkan perjalanan pulang,"

"Ohh, maaf Mas. Jadi terlambat pulang deh kita!" Seru Maya kembali memakai blazer nya karena sudah mau dekat arah rumah. Dalam hati Maya berfikir kenapa Prasetyo menghentikan mobilnya tadi dekat dengan sebuah hotel. Apakah dia tertarik padanya dan mengajaknya bermesraan di hotel tadi?

"Ahh bodoh sekali! Kenapa aku mikir kotor kayak gitu?"

Tapi emang sih, sebenarnya diam-diam aku mengagumi nya. Aku tertarik dengan dirinya, sikapnya dan semua yang ada pada dirinya. Rasa ini muncul tiba-tiba. Tanpa berniat mengkhianati Dewi, batinnya. Bukankah jatuh cinta itu hal yang lumrah. Tapi jika jatuh cintanya pada suami orang, ini belum pernah aku alami sebelumnya.

Cup!

"Maya?"

Pras terperanjat kala tiba-tiba sebelum turun dari mobil, Maya malah mendaratkan sebuah ciuman ke pipinya. Dan saat Pras terkaget lalu menatapnya dengan bisu, Maya malah mengerlingkan matanya dan tersenyum menggoda. Seakan memancingnya dan memberikan isyarat dengan gestur boleh di ajak berkencan.

Maya langsung turun dari mobil Pras, sementara Prasetyo terpaku sambil memegang pipinya dengan salah satu tangannya. Dia melihat pipinya dari spion di atasnya, dan tersenyum kecil.

"Ini gila. Dia nekat sekali!"

Pras lalu dengan cepat turun dan melihat Dewi berjalan ke teras.

Dewi berdiri menunggunya.

Prasetyo menarik nafas dalam lalu turun dan tersenyum dari kejauhan padanya.

"Mas, kok sendirian? Apakah Maya tidak pulang bersamamu?" Sapanya sembari mengambil tas dari suaminya. Pras nampak gelagapan lalu berjalan mendahului istrinya.

"Dia turun duluan tadi," jawabnya datar.

Dewi segera menyiapkan makan malam untuk suaminya. Saat akan makan, Pras tidak melihat Maya makan bersama mereka berdua, dia lalu menegur Dewi karena dia lupa jika Maya masih di kamarnya.

"Kamu ngga ajak Maya makan malam?"

"Ohh, Iya, aku lupa. Ya udah Mas. Aku akan ke kamarnya,"

"Maya, ayo makan malam bersama kami!"

Ajakan Dewi mengagetkan Maya yang sedang mengeluarkan alat kontrasepsi dari tas nya. Sudah lama alat itu tidak di gunakan karena jobnya yang memang sedang sepi.

Bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!