"Selamat Malam, telah terjadi kecelakaan beruntun yang menimpa sebuah mobil truk batu bata dengan 2 mobil lainnya di simpang jalan raya Kemayoran, Jakarta Pusat malam ini pukul 09.00 malam waktu Indonesia bagian barat."
"Kecelakaan ini terjadi karena supir truk batu bata tersebut mengantuk yang mengakibatkan dirinya tidak fokus untuk mengemudi, sehingga mobil truk tersebut menabrak 2 mobil yang ada di depannya."
"Dari kejadian tersebut mengakibatkan 2 orang korban yang tewas di tempat, dan 3 lainnya yang luka berat. Sehingga, para korban tersebut kini langsung di larikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif."
"Kecelakaan ini bisa langsung di proses oleh para kepolisian karena, para pengendara lainnya yang melihat kejadian tersebut langsung menghubungi pihak kepolisian."
"Banyak anggota kepolisian saat ini sedang berada di tkp kejadian untuk mengusut lebih lanjut, sehingga polisi juga dapat menghubungi keluarga korban ters..." , siaran TV tersebut dimatikan.
Terlihat seorang wanita itu kini tengah sibuk melihat ke layar ponsel nya.Di buka tutupnya sebuah aplikasi pesan, seolah-olah sedang menunggu sebuah kabar dari seseorang yang penting. Rawut wajah yang sedang gelisah kini sedang terpampang jelas di wajah wanita tersebut, dirinya tidak tenang sembari melihat lagi sesekali ke layar ponsel miliknya.
Tubuh nya yang kini berjalan kesana-kemari sembari memegang sebuah ponsel, seakan dirinya sedang menenangkan dirinya agar menjadi lebih tenang.
"Kenapa mas belum pulang? Pesan ku belum di balas, bahkan di lihat pun belum. Biasanya walaupun pesan yang di kirim singkat, setidaknya mas pasti mengabari", setelah mengetahui bahwa sekarang waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam.
Lauk pauk yang sudah disiapkan di meja makan, sekarang di kemas kembali untuk dihangatkan kedalam microwave agar tetap hangat saat di sajikan.
Wanita itu menunggu di ruang tamu untuk menyambut, berjaga-jaga bahwa seseorang yang telah di tunggu nya telang pulang ke rumah malam itu.
Kring ....Kring ....Kring
Suara ponsel kini yang memenuhi ruangan tersebut, rawut wajah nya tampak bersemangat. Namun, rawut wajahnya kembali terlihat kecewa ketika melihat nomor tidak di kenal di layar ponselnya.
Walaupun kecewa karena mendapat panggilan dari nomor yang tidak dikenal, tetapi dirinya tetap mengangkat panggilan telpon tersebut. Karena dia beranggapan mungkin sja panggilan telpon tersebut akan memberikan petunjuk dirinya terkait kabar suaminya sekarang.
"Selamat malam ibu, kami dari pihak kepolisian polsek Kemayoran ingin menyampaikan sebuah kabar. Sebelumnya apa benar ini dengan ibu Indah Nan Damai istri dari bapak Dirga Ser Samudra?"
"Iya, benar saya Indah istri dari bapak Dirga. Sebelumnya ada kabar apa ya pak?"
"Maaf bu sebelumnya jika kami harus mengabarkan kepada ibu, untuk bapak Dirga sekarang sedang berada di RSU Hermina Kemayoran, Jakarta Pusat. Karena bapak dirga terlibat kecelakaan beruntun, yang di akibatkan sebuah truk. Apa ibu bisa ke rumah sakit sekarang untuk melengkapi data diri milik bapak Dir,-...".
Ponsel yang digenggamnya jatuh ke lantai, dirinya tidak menyangka bahwa suaminya terlibat kecelakaan beruntun yang dia lihat di berita tadi malam. Dirinya sangat terkejut, rasanya seperti sedang terkena petir. Tangannya yang bergetar dengan tatapan mata yang kosong, sembari berusaha menggapai kembali ponsel yang sudah dia jatuhkan kelantai tersebut.
"B-baik pak, sekarang saya akan ke rumah sakit", tangannya bergetar hebat saat percakapan di ponsel itu di tutup.
Indah langsung menuju kerumah sakit meninggalkan rumahnya, dengan mengendarai sebuah mobil miliknya saat itu juga. Air matanya tidak terbendung lagi, Indah melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Keselamatan nyawanya pun sudah Indah tidak pikirkan lagi, yang terpenting sekarang dirinya sampai dengan cepat menemui sang suami.
...****************...
Terlihat ada beberapa polisi yang sudah menunggu di depan pintu masuk rumah sakit, ada beberapa keluarga pihak korban lainnya yang juga terlihat di sana. Indah dengan tubuhnya yang bergetar, berlari tertatih menuju polisi yang berada di depannya itu.
"Selamat Malam pak, saya Indah Istri dari bapak Dirga. Dimana pak suami saya sekarang?" suara yang keluar terdengar bergetar.
"Baik Bu Indah, tolong kuatkan diri Ibu ya. Akan kami antarkan Ibu untuk melihat keadaan suami Ibu indah" ucap polwan saat itu kepada Indah.
Dirinya kini menuju ruang ICU untuk menemui Dirga. Indah berjalan dengan kaki yang bergetar hebat, hati yang tidak tenang membuat dirinya kalang kabut atas terjadinya peristiwa ini.
Kaki yang Indah yang kini mengarah kesebuah lorong menuju ruangan yang cukup menakutkan bagi dirinya. Mengetahuinya Indah merasa sedih, karena dirinya mengetahui bahwa kondisi Dirga sang suami pasti tidak baik-baik saja. Hati Indah semakin gelisah, setelah mendengar beberapa orang di sana yang sedang menangis keras memenuhi lorong itu.
Namun siapa sangka saat Indah sudah sampai di tempat Dirga sedang di tangani, Indah juga merasakan hal yang sama ketika dirinya melihat orang lain itu.
Indah menangis, air mata yang tidak bisa ditahannya keluar begitu saja dengan derasnya. Nafas yang tersengal-sengal, ketika melihat sang suami di balik pintu ICU sedang terbaring lemas tidak berdaya. Banyaknya Dokter yang sedang menangani Dirga, dengan Alat medis yang tentunya juga sangat banyak. Para dokter itu terlihat seperti sedang melakukan perlawanan terhadap malaikat maut, semuanya dilakukan. Begitu parah luka di kepala Dirga yang diakibatkan kecelakaan itu.
Kakinya terasa sudah tidak lagi mempunyai tenaga yang cukup untuk menopang seluruh tubuhnya, Indah ambruk tak kuasa menahan beban di tubuhnya. Polwan yang mengantarkan Indah saat itu langsung menolongnya dengan cepat, dan membiarkan nya untuk duduk dengan menggenggam sebotol air mineral yang diberikan oleh polwan tersebut.
Dengan tangis nya yang memenuhi lorong tersebut, Indah berdoa dengan sang Maha Kuasa untuk keselamatan Dirga.
"Mas ayo bangun, kamu kuat. Aku tahu itu memang sulit, tapi aku juga tahu kamu pasti bisa melewati semuanya. Aku mau kamu pulang ke rumah seperti dulu, yang memakan masakan ku setiap di rumah. Aku yakin kamu pasti bisa Mas" air mata yang keluar dengan sendirinya membasahi pipi, memberikan kata kata semangat untuk Dirga yang saat ini sedang berjuang dari mautnya.
...****************...
Tanpa Indah sadari waktu berjalan begitu cepat, sudah 2 minggu Dirga masih terbaring koma tak berdaya di ruang ICU. Terlihat sering kali para dokter dan perawat yang selama 2 minggu ini tanpa henti keluar masuk ruangan tersebut, membuat Indah tidak tenang memikirkan Dirga di dalam sana.
Sesekali Indah di izinkan untuk masuk ke ruang ICU tersebut, dengan perlengkapan yang diberikan. Melihat kondisi Dirga yang tak kunjung ada perubahan, membuat nya begitu frustasi akan keadaan yang sedang dirinya timpa.
Kunjungan di hari lain dilakukan oleh Indah, dengan perlengkapan yang telah disediakan Indah memasuki ruang ICU kembali. Menghampiri Dirga secara perlahan. Indah dibuat terkejut, ketika melihat Dirga yang kini telah membuka matanya. Langkah kaki pun kini terbuka dengan lebar, dengan cepat Indah menghampiri Dirga yang sedang melihat nya itu.
Namun Dirga melihat indah dengan tatapan yang tajam, terlihat rawut keheranan. Semakin Indah mendekati Dirga, mata Dirga juga semakin terlihat marah akan kedatangan Indah. Tatapan tajam terhadap Indah seakan mata itu mengatakan "untuk apa kamu ke sini!"
Prosedur kesehatan dilakukan lagi saat Dirga sudah kembali sadar. Dirga kemudian langsung dipindahkan ke ruang inap, karena kondisinya sudah membaik. Namun, hasil yang diberikan dokter setelah pemeriksaan berbeda. Dirga divonis mengalami Amnesia ringan akibat benturan yang terjadi saat kecelakaan di kepalanya.
Indah yang mendengar hal itu dari mulut sang dokter langsung terjatuh, badannya lemas tidak berdaya. Indah sangat amat terkejut mendengarnya, perasaan nya sudah tidak terbendung. Suara yang terdengar menyayat hati, dengan tangisan yang meluap-luap. Membuat ruangan itu dipenuhi oleh tangisan kesedihan yang begitu mendalam.
Langkah Indah terasa berat ketika berjalan menuju ruangan di ujung lorong itu, kedua pipinya masih basah karena tetesan air mata, dan sesekali suara hembusan nafas yang tersengal-sengal terdengar.
Dengan perlahan Indah membuka pintu dari ruangan itu, dari sana terlihat Dirga yang sedang duduk dan bersandar. Indah berjalan mendekati Dirga deng menyeka kedua pipinya yang basah, dan berusaha tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tetapi tatapan mata Dirga masih menatap tajam Indah yang sedang tersenyum itu, terlihat dari matanya adanya kebencian yang mendalam untuk Indah.
"Untuk apa wanita yang saya benci masih ada di sini?"
"Mas, bagaimana perasaan kamu sekarang? Apa lebih baik?" berusaha memegang tangan Dirga.
Brak! Dirga menghempaskan tangan Indah yang berusaha menggenggam tangan miliknya. Matanya yang jadi memerah dengan alis yang menyatu, kini tatapan itu menjadi tatapan luapan amarah.
"Untuk apa kamu di sini hah?! Tadi kamu panggil saya dengan sebutan apa? Mas?! Cuih menjijikkan kamu tau itu! Untuk apa kamu panggil saya seperti itu hah?!" nada amarahnya yang terdengar bergema di seluruh ruangan.
"Karena aku istri kamu Mas", suaranya bergetar ketakutan.
"Istri? sejak kapan saya sudah nikah sama kamu Indah! Kita belum menikah! Pernikahan kita yang udah Papah kamu rencana-in belum terjadi, dan saya masih ada wanita yang saya cintai! Dan itu bukan kamu Indah!"
"Dengar! Saya tidak mencintai kamu! Sampai kapanpun kamu bukan wanita yang saya cintai, jadi tolong kamu jangan mengatakan hal yang tidak mungkin terjadi. Kamu paham apa yang saya katakan ini?"
"Tapi Mas, kita benar benar sudah menikah 4 tahun yang lalu. Aku tidak bohong Mas..", air mata kembali membasahi kedua pipi indah.
Dengan tangan yang bergetar hebat, indah berusaha menunjukkan bukti foto pernikahan mereka dari layar ponsel miliknya. Dan benar ketika melihat itu, Dirga sangat terkejut tidak karuan ketika harus melihat dirinya memegang buku nikah dengan wanita yang tidak di cintai nya.
Brak! Dirga melemparkan ponsel tersebut ke lantai, amarahnya memuncak tidak terpendam lagi.
"Brengsek! Apa-apa ini Indah! Cara kamu untuk membohongi saya ini sangat murahan! Apa kamu sangat menginginkan menikah dengan saya! Apa kamu sudah tidak punya harga diri lagi melakukan hal yang memalukan seperti ini?! Saya sudah memiliki wanita yang saya cintai Indah! buka hati kamu!"
"T-tapi Mas itu benar adanya, kita sudah menikah bulan Juni tahun 2019.. Aku tidak mungkin berbohong Mas.."
"Hah! Lalu bagaimana dengan wanita saya? Dimana dia sekarang!” menggoncang kuat tubuh Indah.
"Akhhh...Sakit Mas.. aku tidak tahu.. Sakit aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang kamu bicarakan ini” tangisan Indah semakin menjadi.
"Sudah lah! Hentikan tangisan palsu mu itu! kamu bahagia kan dengan apa yang sedang saya alami ini hah?!" menghempaskan tubuh Indah dengan kencang.
"Akhh! Sakit sekali!" dengan memukul-mukul kepalanya, Dirga merasakan sakit yang sangat amat.
"Mas.. kamu kenapa Mas.. apa ada yang sakit? Dimana yang sakit?” menggenggam tangan Dirga dengan cepat.
Brak! "Pergi! Pergi kamu dari hadapan saya! Saya tidak ingin melihat kamu! Pergi! Untuk apa kamu perduli dengan saya?! Saya tidak membutuhkan perhatian yang kamu kasih ini!” menunjuk ke arah pintu.
"T-tapi Mas...”
“Pergi! Saya bilang kamu pergi! Kamu ini tuli atau apa?! Pergi!” dengan mengerang kesakitan, Dirga menjadi tidak karuan saat menahan rasa sakit yang ada di kepalanya itu.
Indah dengan cepat keluar dari ruangan tersebut, dengan air mata yang keluar dengan begitu deras. Hatinya sekarang seperti sedang tersayat-sayat sebuh benda tajam. Indah tidak menyangka, bahwa Dirga akan benar benar melupakan dirinya dan pernikahannya.
Namun dengan keadaan menangis tersengal-sengal Indah langsung pergi mencari perawat ataupun dokter yang berada dekat disekitar dirinya, karena dirinya tidak ingin melihat Dirga yang mengerang kesakitan.
Dokter dan beberapa perawat kini sedang memeriksa keadaan Dirga. Dengan memberikan obat penghilang rasa sakit dan obat penenang, Dirga pun tertidur lemas di ranjang rumah sakit itu.
“Mohon maaf sebelumnya untuk ibu Indah. Saya tidak tahu apa yang terjadi diantara kalian sehingga dapat memicu bapak Dirga seperti ini, tetapi saya harap ibu Indah Jangan terlalu memaksakan bapak Dirga untuk mengembalikan ingatannya".
"Sebaiknya ingatannya kembali secara perlahan, dan ibu Indah juga jangan melakukan apapun yang memicu psikis emosional bapak Dirga. Agar hal ini tidak terjadi lagi kedepannya.", dengan sabar dokter menjelaskan kepada Indah.
"Baik dokter, terimakasih atas sarannya"
Kemudian, dokter dan para perawat perlahan meninggalkan Indah dan Dirga berdua dari ruangan. Kini Indah hanya bisa menunggu dengan sabar, menunggu Dirga bangun dari tidurnya. Beberapa aktivitas kecil dilakukan oleh Indah, dari memberikan bunga di beberapa tempat hingga memberikan aroma terapi di beberapa sudut agar ruangan tersebut terasa lebih relaks.
Indah sesekali meninggalkan Dirga yang tertidur sendirian untuk makan maupun pergi ke toilet. Selama 3 minggu ini sampai sekarang, yang mengurus semua pekerjaan kantor Dirga yang tertinggal adalah Indah. Semua dilakukan, Indah hanya memiliki istirahat yang cukup singkat.
Selang beberapa jam dari tidurnya Dirga kembali membukakan kedua matanya, terlihat tidak ada siapapun di ruangan tersebut. Namun saat melihat sekelilingnya, Dirga menempati melihat ruangan yang ter-hiasi bunga dan lilin aroma. Sehingga wangi-wangian kesukaannya tercium harum, membuat pikirannya menjadi lebih tenang.
Tok..Tok..Tok... Terlihat dari jendela bayangan seorang wanita yang mengetuk pintu tersebut.
"Apa wanita itu belum juga pulang?", ucap Dirga dalam hati.
Namun siapa sangka, yang terlihat dari pintu itu bukanlah Indah melainkan perawat wanita yang sedang membawakan makanan serta obat untuk di konsumsi oleh Dirga.
"Terimakasih" ucap Dirga kepada perawat wanita. Setelah memberikan makanan tersebut kepada Dirga, perawat wanita itupun langsung meninggalkan nya.
"Apa bapak Dirga nya sudah bangun sust?" terdengar suara wanita lain dari bangku tunggu yang berada di lorong rumah sakit.
Suara wanita tersebut ternyata Indah, yang sedari tadi menunggu Dirga bangun dari tidurnya di lorong rumah sakit. Mengingat dirinya tidak ingin memicu psikis emosional Dirga saat ini.
"Sudah Ibu Indah. Sebelumnya saya juga ingin menyampaikan pesan dari dokter bahwa jika bapak Dirga hari ini sudah lebih baik, besok ibu Indah bisa membawa pulang bapak Dirga dari rumah sakit".
"Baik terimakasih atas bantuannya ya suster" sambil tersenyum tipis.
Setelah perawat meninggalkan Indah sendirian di lorong itu, Indah sesekali mengintip kedalam ruangan untuk memastikan keadaan Dirga baik-baik saja. Indah masih enggan untuk masuk keruangan itu, sehingga malam ini Indah secara terpaksa harus tidur di lorong rumah sakit. Indah melakukan itu tanpa alasan apapun, itu hanya murni keinginan dirinya. Walaupun terasa tidak nyaman, tetapi Indah tidak memiliki pilihan lain.
...****************...
Waktu tidak terasa berjalan dengan begitu cepat, kicauan burung di pagi hari kini kembali terdengar. Indah dengan perlahan membuka kedua matanya, dilihatnya ke dalam ruangan itu dengan penuh kehati-hatian. Melihat Dirga yang tertidur pulas seperti bayi membuat Indah merasa senang, menandakan kabar baik bahwa mereka bisa pulang kerumah hari ini.
Sembari menunggu Dirga yang masih tertidur lelap, Indah memutuskan untuk meregangkan otot-otot tubuh nya. Dengan berjalan mengelilingi area rumah sakit. Indah juga mengunjungi kafetaria, membeli sarapan untuk dirinya dan juga Dirga. Karena Indah tau dengan pasti Dirga tidak terlalu menyukai makanan yang rasanya hambar, lagi pula tidak ada pantangan yang harus Dirga hindari.
Indah kini sudah kembali dengan membawakan bungkusan sarapan di genggamannya, terlihat dari jendela ada Dirga yang sedang berdiri menatap pemandangan luar kamar. Walaupun masih ragu Indah tetap masuk. Terlihat dari rawut wajah Dirga ketika melihat Indah kembali di depan matanya, membuat dirinya kembali menatap tatapan benci.
"Kenapa kamu ada di ruangan saya?" pertanyaan ketus untuk Indah.
"Aku hanya mau menyiapkan kamu sarapan dan merapihkan pakaian kamu, ingin aku kemas kembali barang-barang kamu. Dokter sudah memperbolehkan kamu pulang hari ini", sembari menunjukkan bungkusan makanan yang di genggamannya.
"Scek! Yasudah cepat selesai kan! Lalu keluar!", perintahnya untuk Indah. Indah menuruti perintah Dirga, dirinya langsung melakukannya dengan cepat.
"Kalau kamu sudah selesai makannya, aku tunggu kamu di luar", menenteng beberapa barang yang sudah dikemas.
"Baiklah, kamu terlalu cerewet!"
Tidak lama kemudian, Dirga keluar menghampiri Indah. Indah yang sudah dari tadi menunggu, sembari mengurus administrasi untuk ke pulangan Dirga.
"Saya bisa pulang sendiri, kamu pulang lah kerumah kamu dan saya akan pulang ke rumah saya!", mencoba merebut tas yang ada di genggaman Indah.
"T-tapi Mas.. rumah kamu sudah dijadikan kantor cabang, sekarang kamu dan aku tinggal di rumah yang sama. Itu rumah kado pernikahan dari kedua orang tua kita" tidak berani menatap mata Dirga.
"Akh! Menjijikkan sekali kalau saya harus satu rumah dengan kamu!" menatap dengan tatapan tajam kearah Indah.
"T-tidak ada pilihan lain mas.."
"Brengsek! Yasudah antar saya kerumah itu" meninggalkan Indah jauh di belakang dirinya.
"Ini rumahnya?" tanya Dirga kepada Indah yang berhenti disalah satu rumah.
"Iya, ini rumah kita Mas.."
Indah dan Dirga terlah sampai di rumah mereka. Rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah sakit tempat Dirga dirawat, berada di Jakarta Selatan. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi sangat cukup jika di tempati hanya dengan dua orang penghuni saja.
Indah langsung membukakan pintu untuk mereka berdua, terlihat dari luar interior rumah itu juga minimalis modern. Didominasi oleh cantiknya warna kayu jati dengan cat tembok warna putih, membuat rumah tersebut terasa nyaman.
Dirga memasuki rumah tersebut, kemudian melihat sekeliling isi rumah. Sampai dirinya tiba di suatu kamar, yang Dirga yakini bahwa kamar tersebut merupakan kamar utama untuk rumah ini. Namun, saat melihat isi interior kamar utama, Dirga tertawa kecil seakan-akan melihat sesuatu yang lucu ada di dalam kamar. Kemudian, Dirga kembali menghampiri Indah yang sedari tadi menunggunya di ruang tamu.
"Hahaha! Lucu sekali melihat isi rumah ini! Melihat tidak ada satupun bingkai yang berisikan foto kita berdua yang telah menikah" ucap ketusnya terhadap Indah. Mendengar perkataan dari Dirga, jujur Indah cukup terkejut dibuatnya.
"Iya, karena Mas tidak menyukai foto itu terpajang di rumah ini”, Indah kemudian menjelaskan nya dengan nada bicara yang tenang.
"Ya jelas! saya tidak menyukai hal itu. Bagaimana saya tahan jika harus melihat foto pernikahan yang tidak saya inginkan? Apalagi dengan wanita yang saya benci. Memikirkannya saja saya sudah, sampai membuat bulu kuduk saya berdiri" mengusap kedua tangannya.
"Apa pernikahan ini sangat membuat mu merasa jijik Mas?.. Apa hal itu membuat kamu sangat membencinya?" Mendengar ucapan Dirga barusan, membuat Indah yang mendengarkan nya cukup terpukul.
"Ya! Saya membenci segalanya! Tentang kamu! Tentang pernikahan brengsek ini! Tentang keluarga kamu dan ayah saya! Saya sangat membencinya! Mereka yang kini sudah berhasil menjadikan saya boneka hidup untuk perusahaan, dengan membiarkan saya menikahi kamu yang jelas-jelas bukan wanita pilihan saya yang saya cintai! Bagaimana bisa ayah menikahi saya dengan wanita seperti kamu ini kalau bukan karena harta! Dan kamu masih bertanya?" nadanya semakin meninggi.
"Terimakasih Mas, karena kamu sudah jujur dengan perasaan kamu. Sehingga aku tahu alasan sikap dingin kamu terhadap ku selama 4 tahun pernikahan ini. Dari dulu aku bertanya-tanya mengapa kamu melakukan itu. Sekarang kamu mengatakannya..", air matanya tidak tertahan, air itu sudah melewati dan membasahi kedua pipi milik Indah. Mendengarkan hal itu membuat Indah merasa senang sekaligus kecewa dengan keadaan, Indah juga tidak ingin pernikahan ini terjadi jika endingnya akan seperti ini.
"Scek! Menangis? Lagi-lagi menangis! Hentikan tangisan itu di depan mata saya. Kamu tidak berhak menangis seperti itu! Bukankah yang berhak bersikap seperti itu saya?! Dasar wanita Lemah!"
"Sekarang kamu rapihkan semua barang barang saya yang ada di kamar utama itu! Saya tidak sudi untuk tidur satu ranjang bersama kamu! Saya ingin tidur di kamar lain!"
"M-mas.. maafin aku, tapi jangan seperti ini" tangisnya semakin menjadi.
"Akh! Begitu saja kamu menangis seperti bayi! Lebih baik saya tinggal di rumah ini dengan kamu tapi pisah ranjang! Atau saya keluar dari rumah ini sekarang juga?" memberikan sebuah ancaman.
"T-tinggal.. t-tinggal di rumah ini Mas.. baiklah kalau itu mau kamu. Tapi aku mohon kamu jangan berfikiran untuk keluar dari rumah ini Mas.. aku takut sendiri"
Hanya bisa menatap wajah indah dengan tatapan kemarahan. Dan Indah juga tidak bisa berbuat banyak, dirinya tidak bisa terus-menerus menolak permintaan Dirga. Mengingat dirinya yang khawatir akan kondisi Dirga yang bisa saja kambuh jika mereka meneruskan perdebatan ini. Indah juga tidak bisa membiarkan Dirga untuk tidak tinggal bersama dirinya, merasa takut hal buruk mungkin terjadi jika Dirga tidak berada di dalam pengawasannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!