NovelToon NovelToon

Dokter Tampan Itu Suamiku

BAB 1 | Calon Kandidat

Pada suatu hari, ada gadis bernama Jihan Aisha Ramadhani. Jihan adalah anak satu-satunya dari pasangan yang sudah menikah hampir 25 tahun. Jihan saat ini masih duduk di bangku kuliah. Masih terbilang muda, umur Jihan kini adalah 22 tahun. Dia gadis yang pintar dan pemberani.

Suatu saat, ayahnya menyuruh Jihan untuk segera memiliki pasangan, dan disegerakan untuk menikah. Jihan menolak permintaan ayahnya itu, karena Jihan masih ingin fokus kuliah. Ia juga belum memikirkan hal itu. Baginya, yang terpenting adalah pendidikan dan karir. Untuk memilih pasangan, Jihan masih ingin menunda hingga ia lulus kuliah nanti.

"Ayah kan sudah bilang, mau sampai kapan kamu melajang seperti ini Jihan? Lihat teman-teman kamu yang lain! Sudah pada menikah mereka! Bahkan ada yang sudah punya anak!" Bentak Feri, ayah Jihan.

"Tapi ayah, Jihan kan masih kuliah. Tolonglah sabar sedikit. Jihan juga masih mencari yang cocok saat ini." Ujar Jihan dengan mata berair.

"Kuliah bukan jadi alasan buat kamu tidak memiliki pasangan! Banyak anak temen ayah yang masih kuliah tapi sudah menikah. Kalau sampai Minggu depan, kamu belum ada calon. Ayah akan menjodohkan kamu dengan anak temen ayah!" Tegas Feri.

"Ayah, jangan terlalu memaksakan Jihan kayak gitu yah. Kasian Jihan, dia masih terlalu muda untuk menikah." Ujar Jena, bunda Jihan.

"Bunda ngga usah belain Jihan. Nanti dia malah semakin keras kepala!" Ujar Feri dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

Jena mendekatkan dirinya kepada Jihan yang sedang berlutut di depan sofa.

"Udah, Jihan ngga perlu mikirin apa kata ayah ya. Ayah ngomong kaya gitu, karena ayah pengen liat Jihan bahagia," Ujar Jena sembari mengelus elus rambut Jihan.

"Tapi bun, kenapa ayah terus maksa Jihan buat menikah. Padahal kan Jihan masih kuliah Bun?" Tanya Jihan dengan mata sembab.

"Bunda bisa mengerti perasaan ayah. ayah dan bunda kan sudah semakin tua. Mungkin, ayah mau melihat anak satu-satunya ini menikah dengan pria yang kamu cintai. Bunda paham, kamu masih belum siap dengan semua ini. Tapi jujur, bunda juga pengen banget segera menimang cucu." Ujar Jena dengan tersenyum kecil.

"Jadi, bunda juga ngedukung Jihan buat nikah sekarang?" Tanya Jihan.

"Bunda mah terserah Jihan aja. Kalo Jihan udah siap ya silakan, tapi kalo belum, bunda ngga mau memaksakan!" Ujar Jena meyakinkan.

"Gue harus apa sekarang! Gue mau menuruti perintah ayah. Tapi disisi lain, gue belum siap dengan semua ini!" Batin Jihan.

\*\*\*

Keesokan harinya, Jihan sudah berada di kampus. Ia sedang berjalan santai menuju kelasnya.

"Woi Jihan!" Tari memukul pundak Jihan pelan.

"Eh Tar," Jawab Jihan dengan wajah lesu.

"Kenapa lo lemes begitu? Belom makan? Mau gue temenin ngga ke kantin?" Celoteh Tari.

"Ngga, gue lagi ngga nafsu makan Tar," Jawab Jihan.

Mereka sudah sampai di kelas tujuan mereka. Jihan duduk di barisan kedua dan diikuti oleh Tari.

"Lo sebenernya kenapa sih Han? Kalo lagi ada masalah, cerita dong sama gue!" Ujar Tari sembari menaruh dagu di telapak tangannya.

"Gue didesek nikah!" Ucap Jihan dengan malas.

"APAA!" Teriak Tari. Semua mahasiswa yang sudah hadir dikelas langsung menatap kebingungan ke arah Tari.

"Eh maaf ya, maaf!" Ujar Tari kepada mahasiswa lain, karena tidak enak.

"Suara lo gede banget si!" omel Jihan.

"Ya maaf, abisnya gue kaget. Beneran lo didesek nikah? Kenapa lo bisa didesek? Apa karena lo ngga pernah punya pacar sampe sekarang, Orangtua lo takut lo ngga nikah gitu?" Tanya Tari panjang lebar.

"Nanya nya bisa satu-satu ngga sih Tar? Pusing nih gue denger lo nyerocos terus!" Jihan memegang ke arah keningnya yang terasa nyeri.

"Maaf Han, gue terlalu semangat soalnya. Makanya lo cepetan kek ceritain ke gue, gue jadi penasaran tau!" Desak Tari.

"Gue disuruh nikah secepet mungkin. Kalo sampe minggu depan gue belom bawa calon ke ayah gue, gue bakal dijodohin Tari! Tolongin gue, gue ngga mau dijodohin!" Rengek Jihan hingga menggoyangkan tubuh Tari.

"Aduh Jihan, gue bisa pusing tujuh keliling kalo lo giniin gue terus!" Jihan langsung mengentikan aktivitasnya itu.

"Gue harus gimana? Bantuin gue ya Tar, Lo kan sahabat gue yang paling baik! Please!" Wajah Jihan memelas.

"Iya iya, gue bakal bantuin lo!" Tari tersenyum miring. Sepertinya tari sudah merencanakan sesuatu.

"Gimana caranya?" Tanya Jihan.

\*\*\*

Setelah mereka sudah selesai kelas, mereka berdua pergi ke cafe dekat kampus. Disana tari sudah mengumpulkan beberapa calon pria untuk Jihan. Terdapat 6 pria yang tengah duduk satu meja di cafe tersebut. Ada pria berambut ikal, ada juga yang memakai kacamata bulat, ada yang memakai pakaian rock and roll, ada yang berdandan seperti waria, ada yang berpakaian kantor, dan yang terakhir ada yang memiliki tompel di samping hidung.

"Lo ngumpulin orang-orang ini dari mana?" Bisik Jihan.

"Dari internet, gue yakin lo pasti cocok sama salah satu diantara mereka berenam!" Balas Tari dengan bisikan juga.

"Tapi tampang mereka ngga meyakinkan sama sekali. Yang paling mendingan sih yang pake baju kantor," bisik Jihan.

"Udah Han! Nanti mereka nungguin kita ngomong!"

"Maaf ya mas semuanya menunggu lama. Jadi silakan perkenalkan diri dulu ke temen saya ini." Ujar Tari kepada keenam lelaki dihadapannya.

"Iya nda papa mbak," ujar pria berpakaian kantor. Ternyata di salah satu giginya ada gigi emas.

Jihan yang melihat hal itu lantas mengerutkan dahinya.

"Ngga ada yang mending ternyata!" Batin Jihan.

"Saya mau memperkenalkan diri saya dulu ke mbak Jihan, boleh?" Ujar pria yang memiliki tompel disamping hidung.

"I-iya mas silakan," Jawab Jihan.

"Nama saya Paijo, saya asalnya dari Bojong Rejo, saya suka kacang ijo. Semoga mbak Jihan memilih Paijo! Untuk menjadi kekasihnyo!" Ujar Paijo sembari tersenyum lebar terhadap Jihan.

"Oke, kandidat berikutnya silakan!" Ucap Tari. Tari menunjuk pria disebelah mas Paijo, yaitu pria yang memakai kacamata bulat.

"Na nama sa saya hai Haikal. Um umur sa saya du dua pu puluh ta tahun." Ujar Haikal sembari memegang kacamata dan menggaruk kepalanya.

"Ehm, lanjut deh mas di sebelahnya, silakan!" Tari menatap pria yang memakai pakaian rock and roll.

"Hai cantiq, kenalin nama saya Andi! Andi dimari, ada Andi jangan lari! Jika saya yang menjadi kekasihmu dek Jihan, saya janji saya kan menjadikanmu sebagai ratu kayangan. Kamu akan berbahagia setiap saat. Saya tidak akan membiarkanmu terluka sedikitpun. Sekian dan terimakasih," ujar Andi sembari membungkukkan badannya.

"Oke next!"

"Izinkan ana memperkenalkan diri ana, wahai tuan putri. Nama ana Syamsudin. Panggil aja ana Udin. Ana lahir di Arab Saudi soalnya ana ada keturunan Arab Saudi. Bapak ana orang Prancis." Ujar pria berambut ikal.

"Hah gimana ceritanya? Lahir di Arab Saudi bapak mas nya orang Prancis?" Potong Jihan bingung.

"Ana belom selesai ngomong mba cantik. Maksud ana itu, bapak ana orang Prapatan Ciamis." jelasnya.

"Ohhh!" Ujar mereka semua berbarengan.

BAB 2 | Pertemuan Pertama

"Ana ada keturunan Arab Saudi, karena ana orang muslim. Ana lahir di Arab Saudi karena..."

"Maaf mas, kita lanjut ke peserta selanjutnya ya? Silakan mas disebelah!" Ujar Tari, karena sudah muak dengan penjelasannya.

Selanjutnya, perkenalan dari orang yang berpakaian kantor.

"Selamat siang saudara-saudari yang saya hormati. Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa, atas berkat dan rahmatnya..." Ujar pria memakai pakaian kantor yang memiliki gigi emas.

"Maaf mas, mas saya panggil kesini untuk memperkenalkan diri. Bukan untuk pidato. Jadi, silakan peserta terakhir." Ujar Tari. Tari menunjuk ke arah pria yang berdandan seperti waria.

"Hai jeng! Aku ngga mau lama-lama kenalannya, nama aku Jaelani, panggil aja aku Lani. Kalo kamu milih aku, aku bakal ajak kamu ke salon langganan aku! Nanti kita bisa nongki-nongki cantik juga!" Ujar pria waria.

Jihan hanya menatap geli terhadapnya.

Setelah selesai, mereka berenam sudah pulang. Jihan masih terus melamun memikirkan, bagaimana kehidupan selanjutnya. Apakah akan tetap dijodohkan dengan anak teman ayahnya? Jihan tidak sanggup membayangkannya.

"Jihan, maaf ya! Gue kasih calon buat lo yang abal-abal. Gue nemu mereka di internet, tapi anehnya postingan mereka normal semua. Ngga aneh-aneh kayak tadi!" Celoteh Tari.

"Ya kan, bisa aja itu bukan foto mereka Tar! Jaman sekarang kan banyak tuh yang pake foto orang cakep buat dipost di akunnya." Jawab Jihan.

"Iya juga ya? Terus lo mau nya gimana sekarang? Lo tetep nerima perjodohan itu?" Tanya Tari.

"Gue serahin semuanya sama yang di Atas aja Tar!" Ujar Jihan dengan pasrah.

"Tenang Han! Gue bakal bantuin lo sekali lagi buat dapetin cowok tajir!" Ujar Tari dengan semangat.

"Ngga usah tar, udah cukup lo buat kegegeran kayak tadi. Gue udah ikhlas lahir batin buat dijodohin!" Jihan tahu kalau tari pasti akan melakukan hal yang nyeleneh lagi. Makanya, ia hentikan.

"Yaudah deh!" Tari cemberut.

"Pulang yuk! Udah sore ni." Jihan dan Tari segera membereskan barang-barang bawaannya dan segera berdiri dari kursi.

Saat Jihan sedang berjalan menuju keluar cafe, tiba-tiba ada seorang pria yang menabraknya dan minuman yang ia bawa, tumpah ke baju Jihan.

"Astaga! Baju gue basah semua!" Jihan melihat ke arah bajunya yang penuh dengan warna coklat. Jihan saat itu memakai kemeja putih, jadinya sangat terlihat noda bekas minuman itu.

"Maaf mba, saya ngga sengaja. Maaf sekali lagi mba! Saya ada urusan, jadi ngga bisa lama-lama disini." Ujar pria yang memakai pakaian casual itu langsung pergi keluar cafe begitu saja.

"Woi jangan kabur lo, ini baju gue gimana!" Bentak Jihan.

"Gila ya tuh orang, bukannya tanggung jawab!" Tari juga ikutan kesal.

"Apes banget gue hari ini, akhh!" Jihan langsung keluar dari cafe dan masuk ke dalam mobilnya.

"Jihan, buka mobil nya jangan dikunci! Gue kan mau nebeng sama lo! Jihan!" Tari mengetuk kaca mobil Jihan tetapi tidak ada jawaban darinya.

"Jihan! Buka woi!" Tari terus mengetuk keras pintu mobil Jihan, hingga Jihan membukanya.

"Sorry sorry, gue lupa kalo ada lo. Abisnya gue emosi banget, baju gue bau coklat!" Ucap Jihan dengan tersenyum terlihat gigi.

"Iya gapapa, untung lo cantik. Coba kalo buluk! Gue bogem lo!" Ancam Tari.

Jihan mulai melajukan mobilnya menuju rumah Tari terlebih dahulu. Setelah ia menurunkan Tari di depan rumahnya, ia segera pulang ke rumahnya.

Ketika ia sudah sampai di depan rumah. Jihan segera memarkirkan mobilnya di garasi. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam rumah. Ketika Jihan sedang berjalan melewati ruang keluarga, terlihat bunda dan ayahnya yang sedang menonton televisi.

"Jihan, kamu kok pulang-pulang langsung nyelonong gitu aja? Ngga ngeliat ada orangtua disini?" Ucap Feri.

"Eh, maaf ayah. Jihan ngga ngeliat." Jihan langsung menghampiri keduanya dan mencium punggung tangan mereka.

"Baju kamu kenapa? Kok kaya kena noda gitu?" Tanya Jena.

"Tadi Jihan ditabrak orang di cafe bunda. Eh minuman coklat yang dia pegang kena baju Jihan. Mana orangnya main pergi aja lagi!" Cerita Jihan sembari menyilangkan kedua tangannya.

"Hahahaha" Feri tertawa geli.

"Ayah kok malah ngetawain Jihan sih!" Kesal Jihan.

"Siapa yang ngetawain kamu? Orang ayah lagi ngetawain yang di TV! Tuh liat deh Bun orang itu lucu banget!" Feri menunjuk ke arah Televisi sembari memberi tahu Jena.

Jihan tidak membalas, ia langsung melangkahkan kakinya menuju kamar dan mengunci pintunya.

"Sebel sebel sebel! Kenapa gue harus ketemu sama cowok kayak gitu! Dasar cowok ngga bertanggung jawab! Gue sumpahin jodoh lo bapaknya galak!" Teriak Jihan sembari mengehentakkan kedua kakinya.

***

Seminggu kemudian, hari perjodohan telah tiba. Jihan yang tengah bersiap-siap untuk menyambut tamu penting. Jihan merasa malas sekali dengan ini semua. Mengapa semua orang justru malah sangat senang dengan hari ini, apalagi ayah Jihan. Yang sedari tadi sibuk memilih baju apa yang cocok untuk acara ini.

"Yang ini bagus ngga Bun?" Feri mencocokkan bajunya di badannya dan memperlihatkan kepada Jena.

"Bagus kok, ayah pake baju apa aja pasti cocok!" Puji Jena.

"Ahh Bunda, bisa aja!" Feri seperti malu-malu meong.

Jihan masuk ke kamar ayah dan bundanya.

"Masyaallah, anak bunda cantik banget!" Puji Jena.

"Jihan udah siap?" Tanya Feri.

"Udah ayah," jawab Jihan dengan muka lesu.

"Semangat dong! Kan mau ketemu calon suami, masa lemes begitu!" Ujar Feri.

Jihan langsung menegakkan tubuhnya dan tersenyum lebar.

"Biar ayah puas!" Batin Jihan.

"Nah gitu dong! Itu baru anak ayah!" Feri merangkul Jihan dan berjalan menuju ruang tamu.

Mereka bertiga tengah duduk di ruang tamu. Jihan dan Jena duduk di sofa panjang, sedangkan feri duduk di sofa single.

"Masih lama ya yah, tamunya?" Tanya Jena.

"Sebentar lagi nyampe katanya Bun," Jawab Feri.

Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu.

Tok...Tok...Tok...

"Itu tamunya datang!" Feri langsung membukakan pintu dengan semangat.

Jihan menarik napasnya dalam-dalam karena gugup.

"Kamu tenang ya sayang? Mereka orang baik kok! Bunda yakin, kamu pasti cocok dengan anaknya!" Jena meyakinkan Jihan.

Jihan hanya mengangguk pelan.

"Silakan masuk Pak Bima, Bu Tiara dan Mas Eric," Feri mengajak mereka semua masuk ke dalam rumah.

"Mari saya antarkan ke ruang tamu." Feri berjalan di depan mereka.

Saat melihat tamu sudah datang, Jena dan Jihan langsung berdiri dari duduknya dan menyambut tamu penting mereka.

"Selamat datang di rumah kami Pak Bima, Mba Tiara, Mas Eric. Silakan duduk." Ujar Jena.

Mereka semua pun langsung duduk.

"Terimakasih mba," Ujar Tiara.

"Gue kayak pernah liat cowok itu? Tapi dimana ya?" Batin Jihan.

"Ahhhh!"

"Lo cowok yang kemaren numpahin minuman ke baju gue kan! Ternyata lo orang yang mau dijodohin sama gue!" Jihan berdiri dan menunjuk Eric dengan lekat.

"Jihan, duduk!" Bisik Jena.

"Ngga bisa Bun! Dia harus tanggung jawab sama Jihan! Dia udah bikin baju Jihan kotor kemarin!" Tegas Jihan.

"Iya gue bakal tanggung jawab! Dengan cara nikahin lo!" Eric angkat bicara.

Sontak mereka semua yang berada disana dibuat terkejut oleh perkataan Eric barusan. Jihan yang sedari tadi menahan emosinya pun, langsung terdiam seribu bahasa.

BAB 3 | Pernikahan

"Bagaimana kalo kita mulai saja acaranya pak Feri?" Ujar Bima.

"Iya iya, kita mulai sekarang saja acaranya!" Balas Feri.

Setelah acara selesai, keluarga Eric sudah pulang ke rumahnya. Kini tinggal tersisa Feri, Jena dan Jihan saja dirumah itu. Jihan masih merasa protes dengan ayahnya. Masa iya, hari pernikahan mereka akan digelar lusa? Bagaimana mereka semua mempersiapkan itu semua dengan waktu yang sangat singkat?

"Ayah, ayah ngga salah? Masa iya pernikahan Jihan akan digelar lusa? Jihan kan belum fitting baju, kabarin temen-temen, izin ke dosen buat libur? Gimana ayah!" Ujar Jihan dengan nada sedikit kesal.

"Kalau urusan baju, bunda udah mesenin dari jauh-jauh hari pakai ukuran kamu pas lebaran kemarin. Nah, kamu tinggal bilang ke temen kamu besok sekaligus izin ke dosen kamu." Jawab Jena dengan santai.

"Tapi bun...." Lanjut Jihan.

"Udah Jihan! Ngga usah mikirin apa-apa lagi! Semua sudah diatur sama ayah dan pak Bima! Kamu tinggal nikah aja susah amat!" Potong Feri.

Jihan hanya menunduk sembari memikirkan nasibnya lusa. Jihan akan benar-benar menikah dengan pria yang ia benci.

Jihan kembali melangkah ke kamarnya. Ia merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Tanpa disadari, Jihan meneteskan air matanya perlahan. Ia merasa takut menikah dengan pria yang baru saja ia kenal, tetapi juga ia ingin melakukannya demi ayah dan bundanya.

Rasa kecewa menghantui diri Jihan saat ini, ia benar-benar kecewa dengan ayahnya. Kenapa ayah Feri begitu yakin dengan Eric? Bahkan, pak Bima dan ayah pun belum lama bertemu kembali setelah berpisah bertahun-tahun. Apa yang Jihan harapkan dari Eric? Dari cara ia berbicara tadi saja, dia terlihat sangat menantikan pernikahan ini. Berbanding terbalik dengan Jihan yang merasa frustasi dengan ini semua.

Setelah dibayang-bayangi oleh rasa kecewanya, Jihan kemudian menutup matanya dan tertidur lelap.

\*\*\*

Keesokan harinya, Jihan kuliah seperti biasanya. Ia berangkat pukul 8 pagi, karena ada jadwal kuliah jam 9. Ia mengendarai mobilnya dengan pelan tapi pasti. Suasana hatinya kini kian membaik.

Ketika Jihan sudah tiba di parkiran kampus, ia segera memakirkan mobilnya dan segera keluar dari mobil.

Saat Jihan sudah tiba di kelas. Ia memulai pelajaran seperti biasanya. Ketika istirahat, ia pergi menemui Tari di kantin. Karena saat ini mereka tidak ada mata kuliah yang sama.

"Gimana gimana? Semalem ketemuan lo sama cowok itu lancar?" Tanya Tari dengan penasaran.

"Lo tau ngga sih apa yang bikin gue bete sama acara semalem?" Tanya Jihan balik.

"Gue tau! Pasti karena cowok itu ngga good looking kan? Pasti cowok itu ngga sesuai sama ekspetasi lo! Iya kan?" Tebak Tari.

"Lebih parah daripada itu!" Ujar Jihan.

"Hahh apaan, cerita kek buruan! Gue mau tau!" Desak Tari.

"Cowok yang mau dijodohin sama gue itu orang yang nabrak gue waktu di cafe! Cowok yang nyebelin itu, yang udah numpahin minuman coklat ke baju gue!" Jelas Jihan dengan nada emosi.

"Apaa! Kok bisa!" Respon Tari dengan terkejut.

"Ya mana gue tau! Gue juga kaget banget pas tau dia yang dateng!"

"Tapi dia emang ganteng banget sih Han! Gue baru pertama kali ngeliat tu cowok aja langsung terpesona!" Celoteh Tari.

"Bukan masalah ganteng atau nggaknya Tar! Masalahnya baru awal kita ketemu aja, dia udah ngga mau tanggung jawab! Gimana kedepannya coba!" Ketus Jihan.

"Iya juga sih,"

"Tapi Han! Ngga mungkin kan kalo ayah lo sembarangan milih orang buat dampingin lo seumur hidup? Pasti dia bakal pilihin yang terbaik buat lo!" Ujar Tari.

"Bener juga apa yang dibilang Tari. Ayah ngga mungkin asal milih cowok gitu aja. Apalagi gue ini kan anak satu-satunya." Batin Jihan.

"Ah udah lah Tar, ngga usah mikirin ini lagi! Pusing gue!" Ucap Jihan sembari memegang kening kepalanya yang terasa pening.

"Besok lo dateng ya? Ke nikahan yang ngga gue harapin ini!" Lanjutnya.

"Lo ngga boleh ngomong begitu Han! Pasti suatu saat nanti lo bakal bahagia nikah sama dia!" Ucap Tari yang menjadi pikiran Jihan.

"Ya...ya engga mungkin lah! Palingan baru sehari aja gue udah minta cerai!" Ucap Jihan sembarangan.

"Heh! Ngga boleh ngomong begitu! Pamali Jihan!" Balas Tari dengan cepat.

Setelah mereka sudah berbincang cukup lama, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Beruntungnya, mereka berdua sudah tidak ada matkul lagi.

\*\*\*

Jihan telah sampai dirumah, saat ia memasuki rumahnya. Banyak sanak saudaranya yang sedang kumpul. Mereka semua sedang berkumpul di ruang tamu dan ada juga yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.

"Eh calon pengantinnya udah pulang!" Ujar Lina, Tante Jihan.

"Iya Tante, assalamualaikum!" Ujar Jihan.

"Waalaikumsalam calon pengantin! Sini Han Tante mau kasih wejangan ke kamu!" Lina melambaikan tangannya kepada Jihan.

Kini Jihan sudah duduk di sofa dekat Lina. Dan ada saudara yang lainnnya juga. Jihan tersenyum ke arah mereka.

"Yang pertama, kamu harus hormat sama suami kamu. Soalnya, surganya Jihan mulai besok itu ada di suami bukan di bunda lagi. Tapi bukan berarti kamu udah nggak usah hormat lagi sama bunda! Kamu harus tetep hormat. Yang kedua, komunikasi itu hal terpenting dalam berumah tangga. Kalo di kedua belah pihak ada kesalahpahaman, nah itu harus dikomunikasiin. Jangan malah diem-dieman berhari-hari, kayak masih bocah aja. Yang terakhir, kalo diajak begituan ngga boleh nolak! Nanti malah kamu yang dosa." Jelas Lina.

Jihan seketika mematung dengan penjelasan terakhir Tante Lina. Ia bahkan belum siap melakukan itu.

"Jihan, kenapa bengong?" Tanya Lina.

"Ng..ngga kenapa-napa kok tante."

"Kalo gitu Jihan ke kamar dulu ya Tante, mau istirahat!" Pamit Jihan sembari berdiri dari sofa.

"Iya, istirahat deh. Biar besok fresh" Ujar Lina.

Jihan segera berjalan cepat menuju kamarnya. Ia masih memikirkan perkataan terakhir Lani tadi. Ia berusaha menghilangkan pikiran buruknya dan langsung bergegas ke Walk In Closet untuk berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Jihan langsung segera tidur di kasurnya.

\*\*\*

Keesokan harinya, acara pernikahan Jihan akan segera dimulai. Saat ini, Jihan sedang di make up oleh MUA. Ia terlihat sangat cantik dengan polesan make up natural but elegan. Karena acara pernikahan ini hanya dihadiri oleh keluarga inti saja dan sahabat terdekat Jihan. Jadi, acaranya di dalam rumah.

Jihan memakai gaun mewah berwarna putih. Ia tampak seperti seorang ratu saat ini. Saat acara sudah dimulai, Jihan tampak gugup. Entah mengapa Jihan gugup, padahal ia tidak menginginkan pernikahan ini.

Saat ia sudah dipanggil bundanya untuk segera keluar. Ia menjadi pusat perhatian semua orang saat itu, termasuk Eric. Semuanya tampak terpesona dengan kecantikan Jihan.

Ayah Feri sudah memegang tangan Eric. Saat ia mulai melantunkan ijab dan dilanjut qobul oleh Eric dengan sangat lantang. Suara Eric menggema ke seluruh ruangan pada saat itu. Jena yang mendengar itu langsung menangis haru. Karena putrinya sudah sah menikah.

Setelah akad nikah sudah selesai, Jihan langsung memeluk ayah dan bundanya sambil menangis.

"Selamat ya sayang, kamu harus dengerin apa kata Eric mulai sekarang!" Ucapan dan pesan Jena.

"Iya bunda."

"Jangan lupa kasih ayah cucu!" Ujar Feri.

"Ish ayah apaan si, baru juga nikah!" Air mata Jihan langsung naik kembali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!