NovelToon NovelToon

The World Of The Venerate: Storm Rider

Chapter 0 - Prolog

Lamue, sebuah dunia dimana sebagian dari para makhluk hidup yang tinggal di dalamnya sering disebut sebagai Venerate. Mereka yang disebut seperti itu hidup dengan menyerap sebuah energi yang berada di alam dan kemudian memanipulasinya menjadi sebuah kekuatan yang bervariatif.

Sejarah yang menghiasi dunia bernama Lamue ini sangatlah panjang dan kompleks, dimana satu diantara lainnya saling berhubungan serta saling ketergantungan. Salah satu diantaranya adalah para bangsa-bangsa atau kelompok yang memiliki kesamaan identitas, budaya dan tujuan yang mendiami dunia ini serta tersebar di berbagai benua.

Bangsa Calfer, sebuah bangsa yang mendiami sebagian besar wilayah bagian selatan benua bernama Greune dan terbilang sangatlah lemah pada awal dunia ini ada. Tidak ada satupun diantara mereka yang memiliki kemampuan untuk bisa menyerap energi alam, membuat mereka selalu ditindas serta dijadikan budak oleh bangsa-bangsa yang lain selama beberapa milenium lamanya.

Dimulai dari awal peradaban mereka sekitar delapan puluh abad sebelum kejadian peperangan besar antara para Venerate dengan para makhluk suci, bangsa Calfer selalu mendapatkan ketidakadilan karena selalu menjadi budak dari dua bangsa besar yang mendiami benua Greune, yaitu bangsa Geracie serta bangsa Frieden.

Akan tetapi semua itu berubah ketika dua saudara kembar yang merupakan budak dari bangsa Geracie datang memimpin bangsa Calfer untuk bangkit melawan perbudakan dari bangsa-bangsa lain.

Dengan kekuatan mereka, bangsa Calfer sebelumnya hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan akhirnya menjadi para Venerate. Mereka memimpin bangsa Calfer mengklaim wilayah yang menjadi zona pemisah antara bangsa Geracie dan bangsa Frieden.

Bangsa Calfer kemudian mendirikan negeri mereka yang bernama Seremoschan, dimana nama tersebut diambil dari salah satu nama dari saudara kembar tersebut.

Negeri Seremoschan kemudian menjadi lebih dikenal oleh dunia, dimana para Venerate mereka sering disebut sebagai pengendali musim karena memiliki kemampuan mengendalikan beberapa elemen alam yang mampu memanipulasi cuaca, iklim, serta musim di suatu tempat.

Seiring waktu berjalan, negeri yang damai tetap saja tercipta sebuah pertikaian. Salah satu dari saudara kembar itu memberontak dan akhirnya memecah negeri Seremoschan menjadi dua bagian, dimana wilayah yang dipimpin olehnya menjadi negeri yang baru bernama Gimoscha.

Hingga tak berapa lama negeri Gimoscha berdiri, mereka kemudian bermaksud untuk mengambil alih wilayah negeri Seremoschan dengan bantuan negeri dari bangsa Geracie.

Terjadi peperangan antar kedua negeri bangsa Seremoschan yang akhirnya membuat wilayah negeri Seremoschan jatuh ke tangan negeri Gimoscha.

Setelah negeri Seremoschan musnah dan hanya meninggalkan nama saja untuk dipakai oleh para bangsa mereka, salah satu dari World Venerate negeri Seremoschan pun melarikan diri hingga ke wilayah dari bangsa Frieden.

Dia disana bersama dengan bangsa Seremoschan yang menentang negeri Gimoscha, juga bersama dengan kelompok kecil dari bangsa Frieden akhirnya mendirikan sebuah negeri yang baru bernama Calferland.

Di sisi lain, keturunan dari pemimpin negeri Seremoschan yang sebelumnya kembali mengambil alih sebagian wilayah Gimoscha, dan mendirikan sebuah negeri baru bernama Serepusco.

****

Calferland adalah salah satu dari tiga negeri yang didominasi oleh bangsa Seremoschan atau dulunya disebut sebagai bangsa Calfer. Terletak di bagian barat benua Greune serta berbatasan dengan beberapa negeri yang sebagian besar memiliki hubungan yang baik, membuat negeri ini jarang sekali untuk mendapatkan serangan dari bagian luar.

Akan tetapi, walaupun memiliki hubungan baik dengan negeri-negeri yang menjadi tetangganya, negeri Calferland sendiri sebenarnya dimulai sejak awal merupakan negeri kurang memiliki sebuah persatuan di dalamnya. Terdapat kelompok-kelompok yang tersebar di berbagai negeri Calferland yang saling bertentangan satu sama lain, baik itu antar sesama bangsa Seremoschan, antara bangsa Seremoschan dan bangsa Frieden, bangsa kedua terbesar di negeri Calferland, ataupun antar sesama bangsa Frieden, tidak saling akur satu dengan yang lain.

Hanya ada satu wilayah yang tidak lain merupakan wilayah pusat tempat pemimpin negeri Calferland berada, yang dimana para penduduknya saling menghargai satu sama lain, serta para kelompok yang berbeda pendapat tidak mau menentang wilayah tersebut.

Tidak saling akur yang terjadi antar para kelompok di negeri itu akibat ketidakcakapan dari sang pemimpin mereka yang tidak bisa menengahi di konflik pertentangan di dalam negerinya tersebut.

****

Zero adalah seorang anak laki-laki yang sejak dulu memiliki keinginan kuat untuk mempersatukan perbedaan serta pertentangan yang terjadi di dalam negerinya, Calferland.

Terlahir sebagai anak dari clan Lancheur, salah satu clan besar Calferland, serta hidup di sebuah daerah paling damai di negeri tersebut, dengan memiliki keindahan alam nan indah tidak membuatnya lupa apa yang terjadi sebenarnya pada negerinya tersebut selama ini.

Disamping perjalanannya untuk mendamaikan negeri Calferland, dia pun mulai merasa bahwa hal tersebut tidaklah akan berjalan mudah, maka dari itu dia juga memiliki sebuah tekad untuk menjadi seorang Venerate kuat dan berpengaruh agar bisa mencapai keinginannya tersebut.

Saat mengetahui sejarah dimana alasan kelompok-kelompok di negeri Calferland saling bertentangan dan berbeda pendapat, dia menyadari bahwa keinginan kuatnya tersebut harus membuatnya mengorbankan salah satu orang yang paling disayanginya.

Zero pun harus diperhadapkan oleh sebuah dilema, dimana dia harus memilih satu diantara menyelamatkan orang yang disayanginya, atau harus menyelamatkan negerinya.

Chapter 1 - Zero

–17 Maret 3014–

Di sebuah pegunungan salju, terlihat seorang anak berada pada salah satu puncak dari pegunungan tersebut.

Belum diketahui mengapa seorang anak laki-laki dengan memiliki warna rambut cokelat, mengenakan pakaian tebal sesuai dengan keadaan suhu, berjalan sendirian di tempat itu.

Akan tetapi, melihat ekspresi serta pergerakan dari anak laki-laki tersebut yang nampak lincah berjalan pada medan naik turun pada pegunungan mengindikasikan bahwa dirinya sebenarnya sudah terbiasa berada di tempat seperti itu.

“Haah… mereka cepat sekali hilangnya,” gumam anak laki-laki itu, mengeluh karena seperti dirinya ditinggal oleh orang-orang yang datang bersamanya di pegunungan tersebut.

Tanpa putus asa, anak laki-laki yang berusia sekitar sepuluh tahunan itu terus berjalan ke depan menyusuri daratan pegunungan yang sebagaimana pun keadaan disekitarnya hanya terlihat sebuah barisan gunung-gunung salju di depannya.

“Zero…!” Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil dari kejauhan.

“Aku disini…!” Jawab anak laki-laki itu, yang ternyata seseorang sedang memanggil namanya.

Dengan bersemangat setelah mendengar seseorang memanggilnya, anak laki-laki yang bernama Zero itu pun berlari serta melompati medan yang curam di pegunungan tersebut.

“Uwaah…!” Karena tidak berhati-hati, anak itu lantas tidak mengira bahwa pijakan yang diinjak olehnya tidak terlalu kuat, hingga membuatnya jatuh terjun ke sebuah jurang yang dalam.

Beruntungnya, tiba-tiba seseorang dengan memiliki kemampuan melayang di udara langsung menangkapnya hingga anak laki-laki bernama Zero itu pun tidak sampai jatuh dengan bebas ke dalam jurang.

“Haah… Haah…” Anak laki-laki itu lantas merasa legah dengan nafas terengah-engah tiba-tiba seorang dengan tepat waktu menyelamatkannya.

Pria itu melayang sambil membawa anak laki-laki itu kembali ke salah satu puncak gunung, lalu menurunkannya.

“Kalau seperti ini, lebih baik aku tidak perlu membawamu,” ucap pria itu.

“Apa? Ayah, kau juga tahu kan kalau aku tidak bisa berjalan cepat seperti kalian… Apalagi terbang sepertimu,” balas anak laki-laki itu pada pria tersebut, yang ternyata merupakan ayahnya.

“Baiklah, kalau begitu ayo ke punggungku sekarang… Semuanya sudah sampai,” ucap ayah anak itu.

Dia pun kemudian naik ke atas punggung ayahnya. Setelahnya ayah dari anak itu terbang ke udara untuk pergi ke suatu tempat.

***

Beberapa saat kemudian mereka sampai di sebuah perkemahan yang didirikan di sebuah lembah yang berada pada pegunungan salju tersebut.

Terlihat dua orang prajurit lantas menemui anak laki-laki itu bersama dengan ayahnya.

“Tuan muda, untung saja kau tidak apa-apa,” ucap salah satu dari prajurit tersebut, menyebut anak laki-laki itu sebagai tuan muda, nampak legah melihat anak tersebut bisa sampai ke tempat itu dengan selamat.

“Yah, untung saja aku masih bisa selamat, jika tidak aku pasti sudah jatuh ke jurang sebelumnya,” ucap Zero.

Mendengar hal tersebut penjelasan dari Zero, ayahnya langsung menepuk kepala anaknya sendiri.

“Akh…”

“Kalau begitu, jangan diam-diam mengikuti kami lagi… Kau pikir karena telah terbiasa mendaki pegunungan salju, bisa mengikuti langkah kami yang begitu cepat,” ucap ayah Zero, sedikit membentaknya.

“Tapi ayah, kenapa kau bisa mengetahui bahwa aku diam-diam mengikuti kalian?” Tanya Zero, penasaran.

“Kau mau tahu…” Ayahnya sontak mengambil sebuah alat komunikasi dari dalam sakunya.

“Itu karena ibumu menghubungiku saat kami sampai ke tempat ini bahwa kau menghilang… Ayah pun lantas berpikir sebenarnya kau mengikuti kami, karena itu ayah kembali melihat tempat kami lewati,” ucap ayahnya, menjelaskan hal tersebut kepada Zero.

Ternyata alasan sebenarnya mengapa anak laki-laki itu berjalan sendirian di atas pegunungan salju adalah karena dia diam-diam mengikuti ayah serta para pengikutnya dan akhirnya tertinggal karena tidak bisa mengikuti langkah yang cepat dari mereka.

Sebelum ayah dan para pengikutnya pergi untuk berangkat, anak laki-laki itu sebenarnya sempat bermohon untuk ikut, namun tidak diijinkan oleh ayahnya tersebut. Ketika ibu dari anak itu menghubungi bahwa Zero telah menghilang, ayahnya terpikir tentang perkataan anaknya yang sebelumnya bersikeras ingin mengikuti mereka, lantas ayahnya pun kembali ke tempat dimana mereka lewati sebelumnya untuk memastikan kembali bahwa Zero berada di jalur tersebut.

Zero merupakan anak laki-laki yang berasal dari Lancheur, salah satu clan dan merupakan clan terbesar di daerah pegunungan bagian timur dari negeri Calferland.

Walaupun merupakan anak yang sedikit manja karena terlahir sebagai anak tunggal di keluarganya, Zero sebenarnya merupakan anak yang berbakat, dimana dia kini berada pada tingkatan District Venerate, tingkatan ketiga dari tingkatan para Venerate yang ada.

***

Beberapa saat kemudian, setelah malam hari tiba, Zero pun duduk bersama dengan ayahnya di depan sebuah api unggun yang telah disiapkan untuk menghangatkan tubuh di tengah pegunungan salju yang memiliki suhu rendah tersebut.

“Ayah… Sedari dulu aku selalu penasaran melihat kalian sering bepergian ke tempat ini… Memangnya apa yang kalian lakukan?” Disamping duduk disamping ayahnya, anak laki-laki itu lantas bertanya mengenai tujuan dari ayahnya serta para Venerate lain datang pegunungan salju tersebut.

“Karena kau baru kali ini sampai kemari, maka ayah akan menceritakan apa yang sebenarnya kami lakukan sampai harus datang kemari…”

“Itu karena kami kemari untuk memberikan sebuah persembahan bagi seekor makhluk suci yang tinggal di sekitar pegunungan ini…”

Mendengar hal tersebut, Zero pun lantas terkejut karena mengetahui dengan pasti bahwa makhluk suci yang dibicarakan oleh ayahnya tersebut sosok makhluk yang memiliki kekuatan besar setara dengan tingkatan paling tinggi dalam Venerate.

Ayah dari Zero menjelaskan bahwa tepat di atas pegunungan salju tersebut, tinggallah makhluk suci yang merupakan seekor burung raksasa, dijuluki sebagai badai raja langit, memiliki kekuatan megendalikan cuaca serta musim, sama seperti kaum mereka para bangsa Seremoschan.

Hampir setiap dua tahun sekali, para Venerate yang berada di daerah tempat Zero tinggal berkewajiban untuk memberikan sebuah persembahan bagi makhluk suci tersebut agar nantinya tidak akan menganggu pemukimam manusia yang memang tept berada di bawah pegunungan yang sangat luas tersebut.

Bahkan hal tersebut sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh para Venerate dari negeri Calferland saja, karena wilayah pegunungan salju tersebut mencakup wilayah dari beberapa negeri yang berbatasan dengan Calferland, maka para Venerate yang berada disana juga harus memberikan persembahan agar pemukiman mereka tidak akan diserang oleh makhluk suci tersebut.

“Tentu saja walaupun para Venerate dari negeri lain harus memberikan persambahan, mereka hanya bertugas memberikannya di wilayah negeri mereka sendiri,” ucap ayah dari anak laki-laki tersebut.

“Kalau begitu ayah… Memangnya persembahan macam apa yang harus diberikan oleh kita pada makhluk suci itu?” Tanya Zero, penasaran.

“Kita harus memberikan sebuah batu khusus yang mampu menyerap energi masuk ke dalamnya… Makhluk suci itu suka sekali memakan batu tersebut, kemungkinan untuk memulihkan keadaannya…” Jawab ayah Zero.

Chapter 2 - Sosok misterius

“Tunggu dulu ayah… Apa mungkin, batu yang kau bilang itu adalah kristal berwarna hitam yang berasal dari daerah kita?” Tanya Zero, menduga mengenai hal yang dikatakan oleh ayahnya tersebut.

“Tentu saja yang ayah maksud memang kristal tersebut…”

Ayah dari anak laki-laki itu kemudian berdiri, masuk ke dalam sebuah tenda. Tak berapa lama kemudian, pria itu kembali menghampiri Zero, dan menunjukan sebongkah batu kristal berwarna hitam.

Dia lalu menjelaskan kepada putranya bahwa warna dari batu kristal itu diakibatkan karena di dalamnya kini telah tersimpan sejumlah besar energi alam, yang dengan sendirinya diserap oleh kristal tersebut ketika berada di dalam tanah. Awalnya batu kristal tersebut tidak memiliki warna, namun karena telah dipenuhi oleh sebuah energi, membuat batu kristal tersebut berubah menjadi menghitam, dan hal tersebutlah yang membuat ciri khas batu tersebut dinamakan sebagai kristal hitam.

Ayahnya Zero juga menjelaskan bahwa pada jaman dahulu, sang makhluk suci yang mendiami pegunungan salju tersebut selalu turun ke pertambangan yang berada hampir lereng rentang pegunungan tersebut untuk mengambil batu kristal hitam tersebut.

Hal itu dikarenakan kemampuan spesial dari batu tersebut yang mampu menggandakan jumlah energi yang diserapnya, hingga sang makhluk suci bisa mendapatkan energi alam dua kali lipat lebih banyak dari umumnya.

Karena tidak mau diganggu oleh makhluk suci tersebut, para Venerate yang berada di sekitar rentang pegunungan salju tersebut, sejak dulu selalu dan secara rutin membawakan batu tersebut kepada makhluk suci itu.

“Jadi hal itu sudah dilakukan oleh para pendahulu kita sejak dulu…” Respon Zero, merasa terkesima dengan penjelasan yang diberikan oleh ayahnya.

“Setidaknya itu sedikit sejarah yang belum kau ketahui mengenai negeri kita… Masih banyak yang bisa kau ketahui, setelah tumbuh menjadi besar nak,” ucap ayah Zero.

“Mendengar penjelasan ayah, aku jadi lebih bersemangat ingin mengetahui hal yang lain…“

“Apa kau ingin tahu apa yang akan kita lakukan setelah ini?” Tanya Ayahnya.

“Iya-iya… Apa itu ayah?” Jawab Zero, merasa antusias sambil bertanya balik.

“Yang harus kita lakukan sekarang adalah beristirahat… Karena ini sudah larut malam…”

“Haah…? Kupikir kita akan menemui makhluk suci itu?” Zero pun menjadi heran setelah mendengar jawaban dari ayahnya tersebut.

“Ayah tidak seru… Padahal aku sudah sangat bersemangat ingin mengetahui hal yang lain,” ucap Zero.

“Akan ayah beritahu lain kali… Sekarang ayo kita beristirahat dulu… Kita akan melanjutkan perjalanan besok hari.” Ayah Zero kemudian mengangkat mengajak anak laki-laki itu masuk ke dalam tenda untuk beristirahat, sembari besok hari mereka akan melanjutkan perjalanan menemui sang makhluk suci yang tinggal di pegunungan itu.

–18 Maret 3014–

Waktu pun berlalu, keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan menyusuri pegunungan salju tersebut, dimana Zero yang masih berumur sekitar sepuluh tahun itu, di naik ke atas punggung ayahnya, melewati medan yang cukup ekstrim.

“Ayah… Apakah perjalanannya masih jauh?” Tanya Zero, nampak penasaran karena sudah beberapa jam mereka berjalan, namun tempat yang sebenarnya mereka tuju masih belum sampai juga.

“Sedikit lagi nak… Kita akan menuju ke sebuah altar yang tepat berada di atas pegunungan ini,” jawab ayah anak laki-laki tersebut.

***

Akan tetapi, setelah beberapa jam kemudian menyusuri pegunungan tersebut hingga matahari telah terbenam, mereka tetap saja belum menemukan altar yang dibilang oleh ayahnya Zero, membuat anak laki-laki itu sontak merasa bosan dengan perjalanan mereka, walaupun sebenarnya dia tidak merasakan lelah akibat naik ke atas punggung ayahnya tersebut.

“Ayah… Kalau seperti ini, bukankah kau lebih baik terbang saja…” Ucap Zero.

“Tidak bisa semudah itu nak… Diantara semua orang yang ikut, hanya ayah yang memiliki kemampuan terbang… Ayah juga sebenarnya akan merasa kesusahan jika harus membawa kalian semua…” Balas ayahnya, menjelaskan kepada anak laki-laki tersebut.

***

Hingga beberapa saat kemudian, Zero, ayahnya, serta para pengikut mereka akhirnya sampai di sebuah altar pada pegunungan tersebut yang sebelumnya dibicarakan oleh ayahnya.

Mereka kemudian membuka beberapa kotak yang dibawah oleh mereka, mengeluarkan bongkahan-bongkahan kristal hitam, kemudian meletakkannya di atas altar tersebut.

Masih merasa bahwa kristal-kristal tersebut belum cukup, ayahnya Zero kemudian mengakses kemampuan spasial miliknya, memunculkan kristal-kristal hitam yang lain, dengan harapan agar makhluk suci yang akan mengambil benda-benda tersebut akan menerimanya.

“Kurasa ini sudah cukup…” Ucap ayah dari Zero.

“Tuan Guillemun… Apakah lebih baik kita kembali besok hari saja?” Tanya salah satu prajurit pada ayahnya Zero yang bernama Guillemun.

“Kurasa kau benar… Lagipula ini sudah larut malam… Kita akan bermalam di tempat ini dan kembali besok hari,” jawab Guillemun.

Setelah mendapatkan perintah tersebut, mereka kemudian pergi beberapa kilometer dari altar tersebut, kemudian membangun kembali tenda-tenda untuk digunakan oleh mereka bermalam.

***

Ketika malam sudah sangat larut, dan semua orang yang datang ke pegunungan tersebut telah terlelap, tiba-tiba Zero dengan sendirinya terbangun karena mendengar sebuah suara dari luar.

Karena merasa penasaran, anak laki-laki itu pun keluar dari tendanya untuk melihat suara apakah yang barusan di dengar olehnya.

Akan tetapi, karena di sekitar perkemahan mereka ditutupi oleh kabut yang tebal, Zero pun tidak bisa melihat apapun di sekitarnya.

Namun, suara tersebut tetap terdengar berada tidak jauh dari perkemahan mereka. Tanpa rasa takut, anak laki-laki itu pun perlahan-lahan berjalan ke sumber suara yang di dengar olehnya tersebut.

Ketika berjalan ke sumber suara, Zero pun menyadari bahwa arah suara tersebut berada pada altar tempat ayahnya serta para pengikutnya meletakan bongkahan-bongkahan kristal hitam untuk diberikan pada makhluk suci yang tinggal di atas pegunungan tersebut.

Hal terebut membuat Zero pun mengambil kesimpulan bahwa suara yang di dengar olehnya, tidak lain merupakan makhluk suci yang dibicarakan oleh mereka sebelumnya.

Karena masih merasa penasaran dengan makhluk suci yang dikatakan oleh ayahnya, Zero tetap saja berjalan menuju ke arah altar, sembari jalan di depannya tertutup oleh kabut yang sangat tebal.

Saat hampir sampai di depan altar tersebut, Zero tiba-tiba terkejut melihat sepasang mata menyala berada di balik kabut yang tebal.

“Maaf… Apa kau makhluk suci yang tinggal di pegunungan ini?” Walau merasa sedikit takut menatap sepasang mata yang menyala tersebut, namun Zero tetap memberanikan diri untuk bertanya pada makhluk yang berada di depannya tersebut.

Disaat yang bersamaan, sebuah suara gemuruh yang sangat keras berbunyi, membuat Zero pun lantas kaget.

“Uwaah…” Karena tidak sadar berada di pinggir jurang, anak laki-laki itu tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan jatuh terperosok ke dalam jurang.

Sialnya, sebelum jatuh ke dasar jurang tersebut, kepala anak laki-laki itu terbentur sebuah batu dengan kerasnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!