NovelToon NovelToon

Mengharapkan Cinta Kasih

Season 1 Mengharapkan Cinta Kasih - Bab 1 Gadis yg Malang

...****************...

(Pov Sarah)

Aku adalah anak dari seorang pengusaha sukses di kota Jakarta. Mama ku adalah single Mom yg sangat hebat di mata ku. Dia menghidupi Aku dan Adikku sedari Papa meninggal dunia hingga sekarang seorang diri. Terhitung dari usia ku 5 tahun hingga kini aku berusia 16 tahun.

sedangkan Adikku berusia 14 tahun. Kami terpaut 2 tahun saja. Kehidupan kami sangatlah berkecukupan. Mama selalu bekerja keras untuk bisa menghidupi dan menyekolahkan kami berdua. Akan tetapi yg berbeda antara aku dan adikku adalah, perlakukan Mama terhadap kami berdua.

Entah mengapa, Mama selalu saja memarahi ku untuk segala hal. Bahkan yg aku tidak perbuat pun Mama kerap menyalahkan aku. Mama tidak lagi berpikir panjang jika ingin menyakitiku. Ia kerap memukulku dengan tangannya sendiri maupun dengan benda yg ada di sekitarnya.

Berbeda jauh dengan nasib adikku yg selalu mendapatkan kasih sayang dari Mama. Aku sudah pernah mencoba bertanya, apa yg membuat Mama begitu membedakan antara aku dan adikku. Akan tetapi hanya omelan dan makian yg aku terima.

...****************...

Pagi ini aku sedang memasak sarapan pagi untukku Mama dan juga adikku. Aku memasak sandwich dan juga membuat minuman teh hangat untuk menjadi menu sarapan pagi kami hari ini.

"Ini sarapannya Ma." Ucapku pada Mama yg seperti biasa, tidak akan menjawab apapun. Bahkan dari raut wajahnya aku hanya bisa melihat wajah suram dan tidak senang ketika melihatku. Padahal jelas, aku tersenyum lebar saat mengucapkan hal tersebut.

"Wah ini sepertinya enak kak!" Riang semangat adikku Noela yg selalu berusaha mengalihkan ku dari kesedihan akibat perlakuan Mama. Seketika aku menoleh dan tersenyum ke arah nya.

"Tentu saja enak dek. Ayo di mak__" Ucapanku terputus kala tidak sengaja menyenggol gelas berisi teh hangat milik adikku. Dan air teh tersebut mengalir ke bawah dan mengenai sepatu milik adikku. Padahal tadi adikku sudah berusaha untuk menghindar namun tetap saja ia terkena cucuran air yg tumpah.

"aakkkhh!" Pekik adikku merasa sedikit panas mungkin. sontak aku langsung turun ke bawah dan melihat kondisi kaki adikku.

"sudah kak ak___"

Prang.....!!!!!

"Apa yg bisa kamu lakukan untuk bisa lebih baik dari ini Sarah! Kamu selalu saja membuatku sakit kepala setiap hari nya! enyahlah dari hidupku selamanya!! Selamanya! Aku sangat muak padamu!" Murka Mama menghardikku pagi itu. Hati ku sakit sekali. akan tetapi sebisa mungkin aku harus tegar. Bukankah hal seperti ini sudah makanan ku setiap hari nya. Lalu tanpa aku ketahui, tiba-tiba...

"aakkkk sakit Ma! Sakit sekali! Tolong lepaskan rambutku Ma!" Teriakku menahan sakit akibat jambakkan Mama ku. Terlihat juga adikku berusaha untuk melepaskan kaitan jari mama yg menarik kasar rambutku.

"Mama! Kasihan kak Sarah Ma! Lepas Ma! Aku tidak apa-apa!" Bujuk Noela berusaha membantuku. Namun Mama seolah buta. kilatan mata nya terlihat ia sangat lah murka padaku. Hanya karena aku tidak sengaja menyakiti anak kesayangannya itu.

"Mati kamu! Mati saja kamu Sarah! Hidupmu sangat tidak berarti untukku! Mati!" Cerca Mama semakin brutal.

"Mama! Apa-apaan sih Ma! Sudah lah Ma!"

"Kamu tidak perlu membela kakak mu ini Noela sayang. Dia tidak perlu kamu bela!" Seringai Mama semakin kejam. Aku hanya mampu menangis tanpa bisa melawan lebih. Tenaga Mama sungguh kuat disaat seperti ini. Aku sama sekali tidak bisa mencegah apalagi menghindar. Pasrah lah yg bisa aku lakukan.

Setelah puas menyiksa ku dengan menjambak rambutku hingga rontok. Juga menendang perutku teramat kencang lalu di tutup dengan menampar wajahku hingga lebam. Barulah Mama berhenti menyiksaku.

"kakak! ya Tuhan kakak! Huhuhu maafkan aku kak!" Ringis Noela menangisi ku yg tengah terkapar di atas lantai dekat meja makan. Aku tidak bisa menjawabnya. Aku hanya bisa mengangguk sembari menahan sakit yg teramat sangat.

Aku tersenyum ke arah Mamaku yg sedang terengah hebat setelah meluapkan emosi nya padaku. Sedikit pun aku tidak membencinya. Hanya saja aku selalu bertanya, apa penyebab Mama selalu kasar padaku. bahkan aku masih berharap, suatu hari nanti, pasti Mama akan bisa menyayangiku, seperti beliau menyayangi Noela adikku yg manis. Lalu setelah memberikan senyum indahku, semua mendadak gelap gulita tanpa ada cahaya sedikit pun. Samar terdengar suara adikku yg memanggil kencang.

"kakak!!!"

...****************...

(Pov Noela)

Begitu terjekut nya aku saat melihat kakakku tengah terbaring lemah dan tak lama setelahnya kehilangan kesadaran. Aku menjerit kencang memanggil kakakku. Dengan derai air mata, perlahan aku guncang tubuh lemah kakak.

"Kakak bangun kak! Mama! Bagaimana ini Ma! Kakak pingsan!" Teriak ku pada Mama. Namun Mama tidak terlihat khawatir sama sekali. Aku menyesali perbuatan Mama yg kerap menyakiti kakak sedemikian parah begini.

karena mendengar kegaduhan di ruang makan. Tampak bibi dan juga supir pribadi rumah ini datang tergesa ke arah kami.

"Non Sarah! Ya ampun, apa yg terjadi padanya non?" Tanya bi Sumi padaku. Aku hanya bisa sekilas melihat Mama dengan tajam lalu kembali melihat ke arah Bi Sumi. Bu sumi langsung mengerti sembari terisak. Ia pegangi tangan kakakku dan mengusap-usap agar kembali tersadar.

"Sudah Noela, kembali makan sarapan mu itu. Lalu kita berangkat ke sekolah. Biar saja anak itu di urus oleh Bi Sumi." Tegas Mama berlalu begitu saja. Sungguh aku kesal sekali dengan Mama. Bisa-bisanya Mama sesantai itu setelah apa yg ia lakukan pada kakak. Aku tidak menuruti ucapan Mama, aku terus saja menangisi kakakku.

"Non berikan ini pada non Sarah. Mana tahu bisa segera sadar." Ucap Pak Jimi padaku. seketika aku menoleh dan melihat tangan gemetarnya sedang memegang botol minyak angin yg biasa di pakai untuk menyadarkan orang yg sedang pingsan. Aku langsung menyambar botol itu. Lalu...

"Noela! kamu membangkang pada Mama? Kamu ingin Mama lebih menyakiti kakak mu itu!" Bentak Mama menggelegar dari arah pintu depan teras. Aku kalut, aku takut jika kakak kembali di siksa oleh Mama. Tetapi aku juga takut kalau kakak tidak kembali sadar saat aku tinggalkan.

"pergi lah non. Biar non Sarah Bibi yg merawatnya." Ucap Bi Sumi yg mengerti kegelisahan ku. Aku semakin menangis. Mengapa orang lain bisa lebih menyayangi kakak di banding kan dengan Mama.

"Pak Jimi! Apa kamu juga mendadak tuli! Aku tidak mau telat ke kantor hanya karena kalian menangisi anak tidak berguna itu!" Kembali Mama berkata kasar. Mau tidak mau kami bergerak cepat menuju Mama. sambil berlari aku menoleh sekali ke arah kakakku yg belum juga tersadar. Dengan berat hati aku harus meninggalkannya. "Maafkan Aku kak!"

BERSAMBUNG

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 2 - Kesakitanku

...****************...

(Pov Bi Sumi)

Entah sudah berapa banyak kesakitan yg di terima anak malang ini. Aku begitu kasihan melihat nasib Non Sarah. Dia begitu kuat menghadapi sikap ibu nya yg begitu semena-mena padanya. Aku sudah ikut dalam keluarga ini kurang lebih 15 tahun. Begitu pula dengan suamiku Bg Jimi. Kami sengaja di pekerjakan oleh Nyonya Ziva di rumah ini saat mendiang suami nya meninggal dunia.

Aku mengasuh Non Sarah dari beliau masih anak-anak berusia 6 tahun. Dan saat itu usia Non Noela masih 4 tahun. Mereka begitu lucu dan akrab sejak kecil. Akan tetapi yg memantik ke ingin tahuan aku sejak lama adalah, mengapa Nyonya memperlakukan kedua putri nya jauh berbeda.

Ia begitu menyayangi dan mengasihi Non Noela tapi tidak dengan Non Sarah. Tentu aku merasa janggal dengan perbedaan itu. Akan tetapi sekalipun aku tidak pernah berani bertanya kepada Nyonya dalam hal itu. paling tidak aku hanya membantu merawat Non Sarah setelah habis di siksa oleh nya seperti saat ini. Mungkin hal itu jugalah yg membuatku masih di pertahankan Nyonya Ziva untuk bekerja disini hingga tua begini.

"Non... Pasti sakit sekali ya nak." Ucapku lirih. Aku memang sudah menganggap Non Sarah dan Non Noela seperti putriku sendiri. Mengingat bahwa sampai setua ini pun aku belum mempunyai keturunan. Maka biarlah kedua anak majikan ku ini aku anggap sebagai anakku juga.

Aku membalurkan minyak angin yg semula di berikan suami pada Non Noela. Sambil terisak aku terus memijat pelan kening hingga kepala nya. Lebam yg ada di dagu kanan nya mulai terlihat.

"Ini di apakan lagi sama nyonya ya. Aduh Non Sarah... Bibi sedih sekali melihat kamu setiap hari di siksa begini." Ratap ku sambil terus mengelus dan juga memijat Non Sarah. lama kelamaan, usahaku membuahkan hasil. Terlihat dari geliat non Sarah yg mulai nampak.

"Non.. Non Sarah. Kamu sudah bangun nak. Oh ya Allah terimakasih." Teriakku heboh. Sampai-sampai Non Sarah yg masih berusaha untuk memulihkan diri tampak sedikit menyunggingkan senyum di ujung bibir kiri nya.

Ya Allah, hatiku terenyuh haru. terbuat dari apa lah hati anak ini. Dia tidak pernah marah apalagi dendam pada ibu nya. Walaupun sudah entah yg ke berapa kali nya ia di siksa begini oleh sang ibu. Sebagai seorang wanita berkali-kali aku mengutuk perbuatan keji nya itu pada Non Sarah. Namun apalah daya, aku tetap tidak bisa menegur majikanku itu.

Ku belai ujung atas rambut panjang Non Sarah yg sedikit basah karena baluran minyak angin tadi. "Non.. mana yg sakit nak? Sini biar Bibi obati." lirihku terisak pedih. Melihat senyum yg justru di berikan pada anak malang ini, aku semakin tersedu-sedu.

"Bi Sumi... Aku tidak apa-apa. Bukankah aku sudah terbiasa mendapat ini? Aku kuat Bi." Ucap Non Sarah begitu pelan dan terlihat menahan sakit. semua rasa sakit itu berusaha ia tutupi dari senyuman tulus nya yg begitu mengguncang batinku. Aku kembali menangis pilu.

Lalu Non Sarah berusaha untuk bangkit dari tidurnya di lantai se waktu pingsan tadi. dengan sigap aku membantu nya. "Tidak perlu di paksa Non. Biar Bi Sumi yg bantu."

"hehehe aku harus sekolah Bi Sumi. Apa Bibi lupa?" kekeh Non Sarah terdengar lemah. Ia tetap harus bersekolah walau kondisi tubuh tidak memungkinkan.

"Apa tidak sebaiknya jan__"

"jangan sekolah dulu begitu?" Tebak Non Sarah memotong ucapanku begitu saja. sontak aku mengangguk sembari terus membelai rambut indahnya.

"Apa Bibi lupa lagi? Kalau sempat Mama tahu, aku tidak masuk sekolah hari ini, Mama akan kembali murka padaku Bi. Aku tidak akan menyia-nyiakan uang yg Mama keluarkan untuk sekolahku." Tegas Non Sarah yg seketika membuatku bungkam. Aku tidak bisa menyangkal apalagi memberi masukan lainnya lagi. Hanya derai air mata yg mengalir deras sebagai jawaban frustasi akan hidup anak malang di hadapanku ini.

"Baiklah. Aku pergi dulu ya Bi Sumi. Oh ya, itu tadi aku membuatkan Sandwich untuk Bi Sumi dan juga Pak Jimi. Di makan ya Bi." Ucap Non Sarah memberitahu. Ia bergegas menuju kamar untuk bersiap. Aku mengikuti langkahnya yg tergesa.

Sampai di dalam kamar aku melihatnya mempoles wajah cantik alaminya di depan cermin. Lalu ia menempelkan krim penutup lebam yg seperti biasa ia pakai selama ini. Setelah tertutup, baru lah ia merapihkan rambutnya yg rusak akibat jambakkan keras dari sang ibu.

Hatiku kembali terenyuh sakit. Semenyedihkan itu nasib anak itu. Bahkan luka yg di sebabkan oleh ibu nya pun ia tutupi sedemikian rapat. Agar tidak timbul pertanyaan-pertanyaan dari oranglain.

"Selesai! Cermin oh cermin? Siapakah yg paling cantik di dunia ini???" Tanya Non Sarah pada cermin yg memantulkan dirinya itu. Memang sikap itu sudah menjadi kebiasaan nya sejak kecil. Ia suka sekali bertanya begitu seperti yg ada di dongeng anak kecil tersebut.

"Non Sarah lah yg tercantik. Baru setelah itu lahirlah orang yg sama cantiknya di dunia ini, yaitu Non Noela." Jawabku menyeka air mata. Lalu mendekat ingin memeluk erat gadis kuat itu.

"Haha terimakasih ya bi, sudah menjawab pertanyaan yg sama setiap kali aku bertanya." Ucap Non Sarah memelukku erat. Namun karena terlalu kencang pelukan kami, Non Sarah sedikit meringis sakit pada bagian pinggang dan perutnya.

"Auu! sudah bi. Ini sakit, nanti kita berpelukan lagi ya. Sekarang aku harus sekolah dulu. Bye Bi Sumi!" lanjut nya berlalu meninggalkan ku. Aku tahu dia berjalan cepat, agar aku tidak mempertanyakan rasa sakit yg di alaminya.

"Ya Non.. Berhati-hati lah." peringatan ku untuk kebaikannya. Ia mengendari sepeda motor yg di berikan oleh Nyonya sebagai kendaraannya berpergian kemana pun. Hal itu terjadi karena Nyonya tidak sudi untuk satu mobil bersama Non Sarah. Begitu yg ku tahu.

...****************...

(Pov Sarah)

Setelah berpamitan dengan Bi Sumi yg sudah seperti Ibu ku sendiri. Aku bergegas berlarian keluar rumah. Tak lupa aku menyambar sandwich buatanku yg masih terletak di atas piring meja makan. Meski aku tersakiti, diriku harus tetap kuat menopang tubuh dengan tetap makan setiap hari.

aku menggigit sandwich sambil berlari terus menerus menuju pintu depan teras rumah. "Untung aku hanya buat roti pagi ini. Kalau tadi membuat nasi goreng, bisa repot makan sambil lari begini" Aku terkikik membayangkan posisi makan ku yg sambil berlarian ini.

"Bi Sumi! Aku pergi ya.." Aku menjerit untuk kembali berpamitan pada wanita paruh baya itu. Aku tahu dia tidak mungkin bisa mengimbangiku saat berlari tadi. Maka dari itu aku memutuskan untuk menjerit saja.

"Iya Non!! hati-hati!!" Ucap Bi Sumi ke dengar berteriak pula. Aku tersenyum lalu mengendarai sepeda motorku dengan laju sedang.

Sepanjang perjalanan, yg aku pikirkan adalah perbuatan Mama pagi ini. Aku rabai dimana rasa sakit yg di timbulkan akibat perbuatan kasar Mama padaku. "Sakit Ma. Kakak kesakitan Mama berbuat begini padaku. Tapi, sekalipun aku tidak akan pernah membenci Mama. Hanya saja, pertanyaan yg sama selalu saja muncul di saat-saat seperti ini. Mengapa Mama bisa begitu membedakan antara aku dan adek." Lirihku berucap dengan tatapan nanar. Kembali airmata menyeruak di pelupuk. Air dari hidung pun membuatku terisak sendu.

Aku begitu sedih. Aku usap kedua mataku yg berair tanpa sadar...

*Gerudak*!!!

Oh Tidak! Aku menabrak sesuatu. Aku menghantam sebuah mobil yg melintas di persimpangan 3 ini. Kepalaku kembali menghantam kepala motorku sendiri. Lalu bagian depan motor menghantam keras bagian pintu supir mobil tersebut.

Memanglah tidak begitu keras, namun tetap saja pintu mobil itu sedikit penyok akibat tabrakan dariku. Belum sempat aku menyesuaikan diri dari keterkejutan. Keluarlah pemilik mobil itu dengan wajah kejam dan... Tampan!

"Hei! Kamu mau unjuk kebolehan hah? mau menunjukkan kalau kamu tetap hidup saat bertubrukan dengan mobil hah? gila ya! Mobil aku jadi rusak karena motor kamu ini!!!" Amuk Sang pria tampan itu meluap-luap. Ia begitu marah saat aku menabrak mobil mewahnya.

Sontak aku berusaha berdiri, walau luka di bagian kedua lutut, siku kanan ku dan juga kedua telapak tanganku begitu terasa nyeri.

"Ma-maafkan saya pak! Saya benar-benar tidak sengaja. Tadi itu saya sedang terburu-buru mau sekolah." Dustaku berharap sang pemilik mobil percaya padaku. Tidak mungkin aku mengatakan hal yg sebenarnya pada dia.

"\*\*\*\*! Sial sekali aku bertemu denganmu disini! Sudahlah! Kamu pergi saja sana! Dasar anak sekolah berandalan kamu!" Kembali pria itu marah padaku. Yg aku herankan adalah, ia tidak meminta ganti rugi apapun padaku. Aku juga melihat mata nya tertuju pada luka-luka yg aku alami. Tentu saja aku risih dan berusaha untuk cepat pergi dari hadapannya. Toh dirinya juga yg sudah memintaku pergi.

"Terimakasih Pak. saya akan ingat jasa Bapak yg membiarkan aku tetap pergi." Pamit ku menunduk sopan. Aku dorong motorku perlahan, karena kedua telapak tangan ku yg terluka, tentu aku tidak bisa melakukannya dengan cepat.

Aku lihat kondisi depan motorku juga rusak, lampu depan motorku terlihat pecah. Dan juga kap bagian bawah juga pecah. tapi apalah dayaku, tidak mungkin aku meminta bapak ini mengganti rugi atas kerusakan yg ku perbuat sendiri. Maka dengan senyum kaku, aku menyalakan sepeda motorku dan melaju perlahan.

...****************...

BERSAMBUNG

Bab 3 - Hari Yang Baru

...****************...

(Pov Sarah)

kendaraan yg sudah mulai melaju mulai membuat jarak antara aku dan Bapak yg telah aku tabrak. Sesekali aku melirik kaca spion sebelah kanan untuk memastikan dirinya tidak mengejar ku. "Huh! Melegakan sekali." Helaan nafasku terasa lepas dan panjang.

Sesaat aku berpikir, orang tadi pastilah orang yg kaya raya, terlihat dari perawakannya yg rapih dan menawan, di balut dengan jas yg aku tahu bermerk sangat mahal tentunya. Sangat tidak pantas aku panggil bapak, karena wajahnya masih begitu muda. Tetapi mulutku secara spontan memanggil bapak saja. Mungkin karena aku merasa takut dan gugup sejak kejadian tadi.

"Walaupun dia marah, tapi dia tidak memintaku mengganti rugi. Mungkin karena dia orang kaya ya. Haha syukurlah! mau habis berapa tabunganku kalau harus membayar rugi orang tadi." Ucapku sembari terus menyusuri jalan menuju sekolahku.

...****************...

"Oh My God Saraaahhhh!!! Kamu kenapa??" Tanya satu-satu nya teman ku yg aku kenal di sekolah baru ini. Dia adalah Mita teman ku dari semasa TK SD dan SMP. Dan sekarang aku baru saja naik ke tingkat SMA tahun ini. Maka dari itu, aku belum banyak mengenal yg lainnya. Dan lagi-lagi Mita kembali satu sekolah denganku. Dia tahu semua tentang hidupku.

"Aku menabrak mobil di pertigaan sebelum kesini tadi Mit. Sial sekali pagi ku kali ini." Jawab ku cemberut. Aku arahkan sepeda motorku ke tempat parkiran. Karena tadi belum sempat aku berhenti, temanku Mita sudah berteriak histeris melihat kondisiku dan juga motorku tentunya.

Tampak Mita berlari ke arah ku dengan wajah khawatir. Terlihat jelas ia tidak langsung mempercayai ucapanku barusan. Ia celinguk celinguk ke kanan dan ke kiri, lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Kamu bohong!" Tegasnya melotot. Aku hanya terkekeh melihat tingkahnya. Wajar saja jika dia tidak langsung mempercayai ucapanku. Karena memang biasanya, aku selalu terluka kalau habis di siksa oleh Mama saja. Huh, miris sekali hidupku ya.

Dengan menghela napas panjang. Aku menatapnya yg juga sedang menatap tajam ke arahku. "Aku beneran menabrak sebuah mobil Mit. kamu tahu, aku tidak mungkin berbohong padamu. Lihatlah ini ini ini dan ini! Sakit sekali tahu!" Ucapku menunjukkan pada bagian yg terluka. Sontak Mita langsung menutup mulutnya shock.

"Kamu itu ya, selalu saja berlebihan!" Ucapku tergelak.

"Berlebihan katamu! Sudah ayo kita ke UKS, kita obati dulu luka-luka mu itu! Oh ya ampun! Kenapa sih teman ku yg satu ini selalu saja sial!" Ratap nya menyayangkan nasibku. Ia papah tubuhku menuju UKS yg ada di sekolah ini. Aku hanya pasrah saja jika Mita sudah bertindak. Akan panjang urusan, jika aku tidak menuruti ucapannya itu. Bisa-bisa ucapan bak kereta api melintas akan terdengar panas di telingaku.

"Aduh pelan-pelanlah sedikit Mita! Kamu tahu kan aku ini sedang terluka." Rengek ku saat Mita begitu tergesa saat menggeret tubuhku ini.

"kita sudah hampir masuk kelas Sarah. Aku tidak ingin kita di marahi, maka dari itu aku harus bergerak cepat." kilah nya memberi alasan.

"Ya ya baiklah." Jawabku pasrah.

...****************...

Setelah bersusah payah aku menaiki tangga menuju lantai 2 sekolah ini. Barulah kami menemukan ruangan UKS. "hah! itu dia." Pekik Mita berbinar. Maka dengan tergesa aku berusaha mengimbangi langkahnya, walau dengan sakit di lutut ku yg terasa begitu nyeri. Aku tetap berusaha untuk tegar dan kuat.

Badan ku juga mendadak panas dingin. Mungkin karena sebelum berangkat sekolah tadi, aku sudah lebih dulu sakit akibat perbuatan Mama. Di tambah lagi dengan kejadian tak terduga lainnya. "Bu permisi, bolehkah saya mengobati teman saya disini. Dia tadi terjatuh saat perjalanan menuju sekolah." Lirih temanku Mita memelas pada ibu guru yg berjaga di UKS.

Sontak Ibu Guru yg tertera di kantong bagian kiri atas nya bernama Susi Susanti. Terperanjat ketika melihat lelehan darah yg mengalir di kedua lututku. "Bisa. Langsung saja di bawa berbaring di brangkar itu. Biar saya bantu juga mengobati." Jawab Ibu Susi terlihat khawatir. Dengan gerakan cepat. Ia sudah mengeluarkan berbagai alat dan obat-obatan yg akan membersihkan luka di tubuhku.

"sepertinya ini harus di jahit. Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit saja.. Sarah?" Tanya nya padaku. Ia juga menyebutkan nama ku setelah memperhatikan nama yg tertera di atas kantong kiri seragamku.

"Ini hari pertama saya masuk sekolah. Saya tidak mau di bilang tidak disiplin Bu." Lirihku berucap. sungguh kini tubuhku terasa begitu lemah. Mungkin kah efek dari jatuh tadi. Entahlah, yg jelas saat ini aku merasa dahi ku mulai mengucurkan keringat dingin yg membuatku semakin lesu.

"Ya ampun. Wajahmu mulai pucat Sarah." Ucap Mita bergetar. Berarti dugaan ku tidak salah. Aku memang begitu lemah saat ini.

"Ibu infus saja ya. Nanti biar Ibu yg memberikan surat izin di kelas mu Sarah." Saran Ibu Susi yg hanya bisa aku terima dengan pasrah. Untuk membantah pun aku sudah tak kuat.

"coba di angkat sedikit baju di perutmu. Dan buka juga satu kancing di atas. Ibu ingin memeriksa kondisi yg di dalam." lanjut Bu Susi memberi perintah pada Mita. Seketika Mita membuka satu kancing bagian atas lalu menarik perlahan baju bawah ku. Aku sedikit meringis sakit saat Mita melakukan itu.

"aakkkk!! Sarah!!! Ini kenapa lagi? Kenapa lebam banget begini. Huhuhu kamu kenapa sebenarnya." Pekik Mita sontak membuatku terbelalak. Aku lupa, bahwa perutku tadi di tendang kuat oleh Mama. Pastilah saat ini masih begitu lebam. Bodohnya aku! Kenapa aku sampai melupakan hal ini.

Dan lagi, Ibu Susi ikut-ikutan melebarkan matanya saat melihat lebam yg ada di bagian bawah perut dan juga pinggang kananku. "Ya aku terjatuh Mita. Mana aku tahu kalau ternyata banyak yg terluka di bagian tubuhku ini." Ucap ku pelan tanpa bisa berkata lebih keras. Jujur aku tidak ingin menjawab pertanyaan nya tadi. Tetapi aku mengingat disini ada Ibu Susi yg pasti akan terus bertanya-tanya ada apa. Maka dari itu, aku memutuskan untuk menjawab walau lirih.

Di tambah lagi, selain guru, sepertinya Ibu Susi ini adalah seorang perawat. Terbukti dari dirinya yg bisa berani menyuntik ku untuk memberikan infus di tubuhku. Tentu pasti hanya tenaga medis lah yg bisa melakukannya.

"Ya sudah Mita. Kamu masuk ke kelas saja. Bel akan berbunyi 1 menit lagi. Nanti kamu bisa telat." Titah Ibu Susi pada Mita yg masih menangisi ku. Aku tahu temanku itu pasti tidak ingin meninggalkan aku saat ini. Namun aku harus terlihat tegar agar ia bisa lega meninggalkan aku disini.

"hmmmm.... Sudah sana kamu! Nanti aku nyusul." Ujarku tersenyum lebar menunjukkan deretan gigiku yg rapih dan terselip satu gingsul yg terdapat di bagian kiri atas gigiku. menatap wajah temanku Mita. Ia memang begitu menyayangiku. Aku begitu bersyukur memiliki teman sepertinya.

"Baiklah. Aku pergi dulu Sarah." Jawab Mita terdesak oleh bel masuk yg sudah berbunyi nyaring. Ia seka airmata yg membasahi kedua pipi mulusnya itu. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

...****************...

(Pov Ziva)

Hari ini seperti biasa, aku selalu menghadiri berbagai pertemuan seorang diri. Aku tidak akan meminta asisten ku Vera mengantikan pertemuan atas namaku kalau tidak terdesak. Lalu saat sedang mendengarkan para klien ku sedang mempresentasikan kerjaan. panggilan yg sudah dering ketiga mengalihkan atensi ku.

Melirik kesal, aku melihat layar yg tertera "SMA Persada." Gumamku membaca tulisan di layar ponsel. Seketika pikiranku berkecamuk kesal. Ini adalah sekolah dari anak tidak berguna itu. Mau apa dia!

"Maaf Ibu Ziva, sepertinya Ibu sedang tidak fokus?" Tanya klien ku skeptis. Aku tahu dirinya sedang menegur atas perbuatan tidak profesional ku saat bekerja saat ini. Akan tetapi jiwa brutal ku semakin terpercik oleh omongan klien yg masih jauh di bawahku ini.

"Ada panggilan dari sekolah anak sulungku. Jika kamu keberatan. Saya bisa membatalkan kerja sama kita." Ucapku tetap tenang namun penuh dengan tatapan intimidasi yg aku selipkan di antara senyum lebar ku.

Sontak wajah pias dari klien ku tampak jelas terlihat. Aku ber seringai lalu kembali menoleh ke layar ponsel yg bergetar tanda 1 pesan masuk. "Maaf Ibu Ziva. Kami dari sekolahan anak anda yg bernama Sarah Colin. Beliau mengalami luka di sekujur tubuh akibat menabrak mobil saat melintas pagi tadi." Begitu isi pesan yg di kirimkan oleh sekolah anak tidak berguna itu.

Tentu aku semakin berang saja dengan keadaan ini. Dengan dada kembang kempis menahan emosi, aku memejamkan mata sejenak. lalu aku buka kembali dengan kilatan emosi yg mungkin masih tersisa di sana. Sungguh jika itu tentang Sarah, aku selalu saja murka.

"Ma-maafkan ucapan saya tadi Bu Ziva. Kita bi___"

"Saya tidak ada waktu, Saya harus segera pergi saat ini juga. Terimakasih atas waktu yg terbuang sia-sia ini." Ucapku sarkas sembari bangkit tegap dan bergegas meninggalkan mereka yg tengah menyesali kebodohannya dalam menegurku.

...****************...

"Bagaimana Sarah? Apa sudah lebih baik?" Tanya Bu Susi setelah selesai merawat luka-luka ku. Sejujurnya aku masih begitu lemas. Aku tidak tahu pasti apa yg membuatku seperti ini. Karena hari ini aku mengalami 2 kejadian yg menyakitkan.Aku hanya mampu tersenyum pada Ibu Guru ku ini.

"Hmm... Sepertinya memang tidak salah pikiran saya tadi untuk inisiatif menghubungi orangtuamu. Karena memang kondisi kamu masih begitu lemah." Ujar Bu Susi yg seketika membuatku sesak dan susah mengontrol napas. napas ku terengah berulang kali. Aku takut, sangat takut jika Mama sampai tahu, apalagi sampai harus datang menemui ku karena desakan dari pihak sekolah.

"Ya ampun Sar-sarah! Kamu kenapa lagi!"

BERSAMBUNG

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!