“MORNING, sayangku?” ucap seorang pria dengan senyum manisnya membangunkan Luna, tak lupa juga ia mengecup bibir wanita cantik di hadapannya itu.
Luna mengerjapkan mata sesekali, samar-samar melihat cahaya yang menyilaukan matanya. Kancing bajunya masih terbuka lebar, ini pasti ulah Daniel semalam. Dia memang sering nakal apalagi akhir-akhir ini, mengingat bahwa gadis kecilnya kini sudah berani tidur sendirian, suami dari Luna itu tentu saja tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.
“Mas, kamu nggak kerja?” tanya Luna kini beranjak duduk sembari mengancingi kemeja putihnya yang kedodoran.
Daniel menggeleng dan mendekatkan hidungnya pada pangkal hidung milik Luna. “Kamu lupa ini hari apa?”
Luna mengernyitkan dahi mencoba untuk mengingat-ingat. “Hari apa?”
Namun Daniel malah menunjukkan muka sebal yang membuat Luna tidak enak, “masak kamu nggak ingat sih?”
“Ah! Anniversary!” Luna menepuk jidatnya membuat keduanya saling mengikik merasa lucu. Bagaimana bisa justu Daniel yang mengingat hari pernikahan mereka? Biasanya seorang istri yang akan kegirangan dan terus-terusan menanyakan tentang tanggal pernikahan, namun Luna malah tidak ingat sama sekali. “Maaf mas, kayaknya aku terlalu sibuk belakangan ini gara-gara si kecil kan udah mulai masuk playgroup…” Luna menunjukkan wajah memelasnya, berharap Daniel akan mengerti, dan tentu saja ia akan mengerti, karena memang begitulah wataknya.
Daniel adalah suami yang sempurna untuk Luna! Dia pria yang cukup tampan dan mapan, namun tidak hanya itu, bersamaan dengan karirnya yang cemerlang Daniel pun memiliki sikap dan tata krama yang bagus. Bahkan ia selalu menceritakan Luna kepada rekan-rekan kerjanya. Semua wanita selalu dibuat iri jika melihat perlakuan Daniel kepada istrinya, karena tampak seperti anjing imut yang setia dengan majikannya. Setidaknya itulah yang dilihat oleh Luna dari sudut pandangnya.
“Kamu gemesin banget sih mas!” Luna mencubit pipi Daniel lalu berdiri untuk bersiap memasakkan sesuatu yang enak.
“Kamu mau kemana?” tanya Daniel lagi mengangkat sebelah alisnya.
“Masak untuk sarapan?”
“Sini deh…” Daniel kemudian melingkarkan tangannya di sekitar pinggang Luna dan mengecup lehernya beberapa kali. “Ini kan hari spesial kita, aku nggak mau kamu kecapekan yaa…”
“Terus, siapa yang mau masak sarapan? Emangnya mas gak kelaperan?”
“Enggak tuh, soalnya aku udah bikin janji di rumah Mama, kita nanti sarapan bareng disana. Kamu nggak apa-apa kan? Perjalanannya cuman 30 menit doang…”
Luna tampak sedikit ragu, namun pada akhirnya mengiyakan juga. “Aku bangunin Aura dulu kalau gitu…”
...***...
...***...
“Namamu Aurora Magenta ya?” tanya seorang wanita berambut hitam pekat berjongkok di hadapan Aura.
Gadis mungil berusia 3 setengah tahun itu hanya mengangguk sembari mencuri pandang ke arah Luna.
“Kamu lupa sama Tante Megan?” wanita yang menyebut dirinya Megan itu memajukan bibirnya beberapa milicentimeter agar tampak seperti sedang ngambek.
“Enggak kok, aku ingat!”
“Kamu ingat?!” seru Megan girang.
Aura mengangguk tidak tertarik, “T-tante Megan yang dulu jemput Aula baleng Papa…” ucap gadis mungil itu tertatih.
Megan kini yang beralih mencuri pandang ke arah Luna, namun entah tidak peduli atau pura-pura tidak mengerti, Luna hanya mengabaikan kalimat Aura barusan. “Tante Megan itu sehabat Mamanya Aura, dulukan kita pernah belanja bareng kan bertiga?” ucap Megan cepat-cepat mengalihkan topik.
Saat Aura masih berusaha untuk berpikir, tangan Luna sudah mendarat di tubuh gadis kecil itu dan menggendongnya. “Sarapan dulu yuk, Nenek sudah siap tuh!” Luna melangkah pergi, namun sebelum itu, ia sempat menghentikan langkah kakinya dan berbalik untuk mengatakan sesuatu kepada Megan. “Kamu mau sampai kapan jadi asisten pribadi mertuaku?”
Tak ada jawaban yang terdengar setelah itu, semua orang sudah berkumpul di meja panjang taman depan. Pelayan sudah menyiapkan berbagai macam hidangan mewah untuk merayakan hari pernikahan Luna dan Daniel yang ke 5 tahun. Semua keluarga telah berkumpul termasuk Megan. Padahal dia bukan keluarga, tapi mau bagaimana lagi, sepertinya ibu mertua memang sesayang itu dengan wanita yang dulunya pernah menyandang status sebagai sehabat Luna.
“Pah! aaaaaa!” Aura membuka mulutnya lebar-lebar sembari menunjuk-nunjuk dengan telunjuk mungilnya. Sangat menggemaskan!
“Potongan kue pertama sudah pasti untuk anakku yang tercinta, Aurora!” ucap Daniel selekas memotong kue, ia menyuapkan sesendok itu perlahan pada mulut Aura. Semua orang sontak tertawa karena melihat keimutan gadis kecil itu yang makan hingga belepotan kesana-kemari. “Lalu, potongan kedua, tentu saja untuk istriku yang paling cantik…”
Luna tersenyum sumringah dan menerima suapan lembut dari suaminya, setelahnya, Daniel tak lupa mengecup kening Luna dan Aura bergantian.
“Ah! Iri banget sih sama kakak ipar, aku juga mau dong, mas Daniel!” seru Maria protes dibarengi dengan suara tawa yang lain, dia adalah adik kandung dari Daniel. Usia mereka memang terpaut cukup jauh, sekitar 12 tahun jaraknya. Tahun ini saja, Maria baru menginjak 18 tahun.
“Tunggu dulu dong! Kan giliranmu itu setelah Mama, tau?!”
“Ih! Ngeselin banget sih mas Daniel!” Maria memang tidak pernah tidak kesal dengan Daniel, selalu saja ada bahan untuk pertengkarannya.
Tawa yang hangat dan cuaca yang cerah sangat menyenangkan rasanya. Apalagi ini adalah pesta kejutan untuk Luna, meskipun Daniel bersikeras dan meminta maaf bahwa ia hanya bisa membuat pesta kecil-kecilan, tapi bagi Luna ini sudah lebih dari cukup.
Semua orang kini sibuk membicarakan kabarnya masing-masing, selain menjadi pesta hari pernikahan ini juga sekaligus menjadi pesta reuni kecil untuk keluarga besar Daniel dan keluarga Luna yang tersisa. Luna adalah anak tunggal, Ayahnya meninggal 7 tahun yang lalu, sedangkan Ibunya sudah tiada semenjak melahirkan dirinya. Sebelum itu, saat Luna masih berada di bangku SMP, ia sering sekali merengek yang meminta Ayahnya untuk mencari Ibu untuknya. Namun Ayahnya malah mengoceh tentang cinta sejati. Jadi sekarang, hanya sepupu dan saudara dekat Luna saja yang hadir saat ini.
“Mah, aku mau es klim stlobeli lagi…” mata Aura berbinar memohon agar diijinkan makan ice cream lagi oleh Luna. Sebenarnya Luna luluh juga jika melihat wajah putrinya yang sangat imut begini, apalagi dia memohon dengan mengayun-ayunkan kakinya begitu.
“Sekali lagi aja ya, Mama ambilkan dulu yang baru di dapur…”
Aura mengangguk dan kini ditinggalkan sendirian oleh Luna. Luna melihat jam di ponselnya, rupanya sudah hampir siang dan mungkin para tamu juga akan segera pulang habis ini. Ia menyusuri rumah yang kini kosong, karena semua orang sedang berkumpul di taman saat ini. Semua perabotannya masih sama seperti dulu, saat pertama kali ia menginjakkan kaki disini, semua masih berada di tempatnya.
Lalu Luna melangkahkan kaki menuju dapur, namun sesuatu yang tidak terduga serasa menghentikan detak jantungnya. Dua orang yang sangat ia kenal, sedang memadukan asmara di belakang Luna. Di hari spesial mereka, di hancurkan oleh orang yang sama. Ternyata memang benar, memang benar semua masih berada di tempatnya.
“Lu-Luna?” Daniel terbata tidak percaya sembari melepaskan genggamannya di wajah seorang wanita yang mereka kenal sebagai, Megan.
PANDANGAN Luna mulai melebur, jantungnya terasa berhenti dan perasaan bahagia berubah menjadi kehancuran. Dia melihat Daniel dan Megan, mantan sahabatnya sendiri, terperangkap dalam sebuah momen intim yang memilukan.
Segala sesuatu terasa seperti berputar-putar dalam kepalanya saat cahaya matahari dengan terik membiaskan bayangan pengkhianatan melalui sela-sela jendela. Luna merasakan kepercayaannya yang hancur berkeping-keping dan kesedihan seakan meremas jantungnya.
Perlahan-lahan, kesadaran seolah membangun kembali dirinya yang hancur. Dia menyadari bahwa sebenarnya, ia telah melihat dunia dengan cara yang salah. Dunia yang sebelumnya terbungkus dalam kebahagiaan dan kepercayaan tiba-tiba terkuak, membawa gelapnya pengkhianatan dan ketidakadilan.
“Lu-Luna?” Daniel terbata melepaskan kegenggaman tangannya dari wajah Megan.
Luna tersadar dan ia memang harus tetap waras saat mendapati situasi gila seperti ini. “Apa aku menganggu kalian?”
“Luna…” Daniel melangkah mendekat, “a-aku bisa jelaskan ini semua…”
Saat tangan Daniel berusaha menggenggam pergelangan tangan Luna, wanita itu sudah segera menghempaskannya dengan berani. “Ternyata, aku terlalu naif untuk bisa memahami semua hal bodoh di dunia ini! Sudah kesekian kali dan sekarang, kamu mas, benar-benar mengancurkan perasaanku!”
“Enggak, ini nggak seperti yang kamu lihat, Luna. Aku bisa menjelaskannya, dengarkan dulu…”
“Apa lagi, Mas?! Ini sudah tepat, persis seperti yang aku lihat!” Luna kemudian berbalik dan berjalan cepat menghindari kedua orang yang sebelumnya sangat ia percaya itu. Dua orang yang rupanya telah menusuk hati Luna dari berbagai arah.
Luna melihat Aura yang masih menunggu duduk di kejauhan, Luna menahan air matanya dengan sekuat tenaga, setidaknya ia tidak ingin putrinya melihat dirinya yang sedang hancur begini. Dengan cepat Luna mengampiri Aura dan mengajaknya pulang lebih cepat.
“Loh, kamu mau kemana?!” tanya Mama mertua tiba-tiba muncul dan mencegah Luna pergi bersama Aura.
“Mau ijin pulang duluan, Ma. Saya sedang tidak enak badan…”
Mama mertua yang sering dikenal sebagai Mama Rinda ini memicingkan matanya, memandang penuh ketidaksukaan. Luna seharusnya sadar sedari dulu, bahwa seluruh keluarga Daniel memang tidak pernah suka terhadapnya, kecuali Maria, adik Daniel saja.
Luna sebelumnya selalu memandang bahwa dunia baik-baik saja, bahwa semua yang terjadi pasti karena suatu alasan. Ia menganggap bahwa tidak ada orang jahat di dunia ini, namun hari ini, keperihan sudah menjalar diseluruh tubuhnya. Membuat mata Luna terbuka lebar akan sesuatu yang lebih besar tepat di hadapannya. Bahwa, dirinya selama ini sebenarnya tidak baik-baik saja.
“Setidaknya jangan bawa Aura! Kalau kamu mau pulang, pulang aja sendiri!” hentak Mama Rinda masih tidak mau mengalah.
Luna kemudian menoleh ke arah Aura dengan lembut, “sayang, Mama mau pulang dulu yaa… kamu mau tetap disini atau bareng Mama?”
Aura dengan cepat menjawab dengan girang, “mau sama Mama!”
Luna menyeringai ke arah Mama Rinda dan segera menggendong Aura untuk membawanya segera pergi, “saya pamit dulu…”
...***...
“Ma, Papa nggak ikut pulang?” tanya Aura saat supir taxi menghentikan lajunya di depan rumah mewah milik mereka.
“Papa lagi sibuk, sayang…”
Aura hanya mengangguk-angguk, toh Daniel memang sedang sibuk sekarang, pikir Luna.
Luna dan Aura keluar dari mobil dan mendapati beberapa orang berjas hitam di depan rumahnya, beberapa diantaranya membawa intercom dan mengenakan kacamata hitam. Luna yang kebingungan dengan cepat mengampiri salah satu orang diantaranya.
“Maaf, ada apa ya ini?”
Seorang pria paruh baya dengan setelan serba hitam mengamati Luna dari atas hingga bawah, ia lalu menghela napas sebelum menjawab pertanyaan dari Luna. “Apa Anda memiliki hubungan dengan Pak Daniel?”
“Ya, saya istrinya…”
“Istri?”
Luna tidak menjawab lagi dan berharap orang itu segera menjawab pertanyaannya tanpa panjang kali lebar.
“Begini, kami dari kepolisian ingin memeriksa rum—“
“Menggeledah.”
“Ya?” pria itu mengerjap.
“Anda menggeledah rumah kami, saya hanya memberikan saran kata yang lebih tepat!”
Ia kembali menghela napas lagi sebelum menjawab kalimat Luna barusan, “kami sudah memiliki ijin, jadi ini pemeriksaan yang legal!”
“Ada masalah apa memangnya?”
“Anda tidak tahu? Suami Anda sudah terlibat penggelapan dana dari investor!”
“Apa maksudnya?”
“Kebetulan Anda disini, jadi, saya tidak ingin berbaik hati. Anda juga harus ikut diperiksa!”
“Tunggu sebentar!” Luna memandangi putrinya yang masih terlalu polos untuk memahami situasi apa yang sedang terjadi saat ini. “Saya tidak ada hubungannya dengan penggelapan dana atau apalah itu! Dan juga, saya tidak percaya jika ini benar-benar dari kepolisian…” ucap Luna kemudian, ia mengamati orang-orang bersetelan hitam yang menyeramkan itu, daripada orang dari kepolisian mereka lebih terlihat seperti geng mafia yang suka menggeledah rumah orang seenaknya sendiri.
“Mama…” panggil Aura pelan, dari suaranya yang bergetar ia sudah tampak tidak nyaman dengan orang-orang dewasa di sekitarnya ini.
“Yang jelas saya tidak ada hubungan sama sekali dengan masalah ini. Biarkan saya masuk dan mengambil barang kami, saya akan pergi. Dan kalian silahkan geledah saja sesuka hati kalian!”
Pria itu lalu tersenyum licik, mengijinkan Luna untuk masuk dan mengambil beberapa barangnya bersama dengan Aura. “Kamu tunggu disini sebentar ya…” Luna meminta Aura untuk tinggal di kamarnya sebentar, kemudian ia segera melesat pergi ke ruang kerja milik Daniel. Ruangan yang nyaris tidak pernah dijamah oleh Luna. Ia menyalakan saklar lampu dan mendapati ruangan berukuran 5 x 5 meter ini memiliki aroma khas seperti Daniel, yang diam-diam membuat hati Luna kembali hancur ketika mengingat kejadian yang barusan disaksikannya di rumah mertua.
Meskipun Luna tampak tenang di luar, sebenarnya di dalam dirinya tampak rapuh juga, tubuhnya bisa saja bergetar hebat jika ia tidak bisa menahannya, ia hanya ingin terlihat tetap tegar saat bersama dengan putrinya, Aura.
Sebelum orang-orang berpakaian serba hitam itu mengacak-acak rumahnya, Luna sudah sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya suaminya itu lakukan selama ini. Ia lalu membuka satu per satu laci di lemari, membuka beberapa dokumen penting yang berserakan di meja dan memeriksa apa-apa saja yang terasa janggal.
Tanpa sengaja ia menemkan sebuah amplop kecil, yang kemudian Luna buka dan mendapati beberapa lembar foto suaminya, Daniel, yang sangat ia cintai, sedang bermesraan bersama dengan Megan. Luna sangat mengenal tempat ini, ini adalah villa di Bali milik keluarga Daniel. Terdapat tulisan tanggal di belakang lembar tersebut, kemungkinan foto ini diambil sekitar 2 bulan yang lalu. Saat Daniel berkata bahwa dia sangat sibuk dengan pekerjaannya bulan itu dan akan melakukan perjalanan bisnis, tapi rupanya, Luna terlalu bodoh untuk mempercayai semua perkataannya.
Selama ini, mereka masih memiliki hubungan. Seharusnya Luna sadar sedari dulu, bahwa sampai kapanpun, dirinya tidak akan pernah dipandang lebih baik dari Megan oleh suaminya. Sedari dulu, ternyata hanya Megan yang menarik hati Daniel, hanya Megan yang paling cantik dimata Daniel. Sedangkan Luna, memang dari awal bukanlah siapa-siapa.
Dalam keheningan rumah mereka yang kini berubah menjadi tanah penuh duri, Luna bersumpah untuk tidak membiarkan pengkhianatan ini mengalahkannya. Ia sudah terlalu muak dengan segala fakta yang baru saja disadarinya!
...***...
Note : foto yang ditemukan oleh Luna.
“APA yang Anda lakukan disana?!” seru seorang pria yang seketika berdiri di ambang pintu, membuat lutut Luna semakin lemas. Ia menahan tangisnya yang berat dan meremas selembar foto yang masih berada di genggamannya.
“Saya hanya ingin mengecek sesuatu, setelah ini kami akan segera pergi…”
“Cepat selesaikan dan pastikan tidak mengambil sedikitpun barang milik suamimu! Aku sudah berbelas kasihan padamu jadi jangan melunjak!”
Luna terdiam dan meletakkan kembali dokumen yang sempat ia acak-acak sebelumnya.
Ia tahu bahwa seharusnya, saat ini, akan lebih masuk akal jika ia menghubungi suaminya dan memberitahu apa yang sedang terjadi di rumah. Tapi waktu yang tidak pernah tepat selalu jadi jawaban, Luna memaksa dirinya untuk tidak peduli. Lagipula, sampai saat ini pun Daniel tidak berusaha menghubungi Luna sama sekali, pria itu masih dengan nyaman di rumah orang tuanya bersama pacar gelapnya. Luna menggertakkan giginya, merasa sangat kesal karena bagaimanapun juga ia adalah seorang perempuan yang ingin diperlakukan dengan layak, tapi Daniel malah diam saja tanpa menunjukkan rasa penyesalan.
“Mah, meleka itu siapa?” tanya Aura segera setelah Luna melangkahkan kaki di kamarnya.
“Oh, tidak apa-apa. Mereka hanya mengecek di rumah kita apakah ada pencuri atau tidak…”
“Penculi?”
Luna mengangguk, “iya, jadi, kita akan menginap di luar dulu ya hari ini, sayang. Nanti kalau pencurinya udah ketangkep kita balik lagi ke rumah…”
“Telus Papa gimana?”
“Papa nanti yang berjaga di rumah, Aura sama Mama dulu, oke?”
Aura mengangguk meskipun tidak mengerti juga. Ia membawa boneka beruang kesayangannya saat Luna menggandengnya untuk pergi meninggalkan rumah. Kini, Luna tidak mau diam saja. Jika memang Daniel tidak peduli lagi padanya, untuk apa Luna harus peduli juga?
...***...
Sudah pukul setengah 7 malam, Luna mengecek layar ponselnya dan masih saja tidak ada pemberitahuan apapun disana. Alih-alih mengharapkan pesan dari Daniel tentang penyesalannya atau permintaan maafnya atau mungkin paling tidak berusaha untuk menjelaskan, tapi nyatanya tidak ada. Bahkan mengabari apakah dia sudah pulang atau belum saja tidak sama sekali. Luna sedikit cemas, atau bahkan Daniel tidak merasa kehilangan dirinya ataupun Aura saat ditinggal begini? Namun perasaan itu justru tergantikan dengan rasa takut, takut tentang apa mungkin terjadi sesuatu padanya, bagaimana jika Daniel pulang ke rumah dan mendapati rumah digeledah seperti tadi siang. Apakah Daniel sedang dalam masalah sekarang? Pikir Luna khawatir, ia menggigiti buku-buku jarinya tanpa sadar.
“Mama?” panggil Aura pelan membuka matanya sayup-sayup.
“Kamu belum tidur?”
“Sudah, tapi telbangun lagi kalena Mama seperti siap-siap mau pelgi. Kemana, Ma?”
Luna sedikit kebingungan dan sadar bahwa dirinya lagi-lagi bersikap bodoh dan masih bisa-bisanya memikirkan suaminya yang bahkan tidak peduli kepadanya. “Mama cuman mau keluar sebentar beli ice cream, kamu mau kan?”
Aura mengangguk senang, meskipun matanya sudah setengah terpejam namun ia tetap senang mendengar kata “ice cream”.
Luna kemudian pergi setelah Aura setuju untuk nanti dibelikan ice cream, hotel disini dan minimarket tidak terlalu jauh, jadi Luna bisa dengan mudah mencarinya nanti.
Langkah kakinya diburu waktu, Luna merentangkan tangannya dan menghentikan salah satu taxi. “Cepat ya, Pak!” pinta Luna menuntun si sopir taxi jalan ke rumahnya.
“Baik, Bu…”
Sesampainya di rumah, benar saja, orang-orang menyeramkan yang sebelumnya berkerumun disini sudah menghilang, namun suasana rumah serasa sangat kosong. Perlahan Luna melangkah masuk, beberapa barang sudah menghilang entah kemana, mungkin disita atau dibawa kabur. Ia berjalan pelan dan mendapati Daniel sedang duduk menundukkan kepala di sofa ruang keluarga. Namun yang membuat Luna tak berani melangkah lagi adalah, ada Megan di sampingnya.
Luna merasa kasihan kepada dirinya sendiri. Kenapa juga ia harus bersembunyi dan seolah-olah justru dia yang salah dalam keadaan ini. Bukan begini kan seharusnya?
“Terus bagaimana, mas?” tanya Megan pelan memegangi pundah Daniel di sampingnya. Luna samar-samar mendengar suara yang semakin lama ia benci itu.
Daniel menggeleng, “aku nggak tau lagi, mereka menyita seluruh asetku, dan Luna tiba-tiba pergi membawa anakku!”
“Dia pasti kembali…” ucap Megan lagi membuat dada Luna terasa sesak. Menyadari bahwa dirinya sangatlah bodoh, bahkan Megan saja bisa menebak bahwa lagi dan lagi Luna pasti akan kembali juga.
“Enggak…” Daniel menggeleng, “kali ini enggak, dia nggak pernah marah karena sebelumnya dia cuman berperasangka. Tapi kali ini kita membuat perasangkanya menjadi nyata. Di depan matanya…”
Megan lalu menghela napas, “dia tau masa lalu kita, wajar dia berperasangka buruk setiap melihat kita bersama kaya gini…”
“Tapi kali ini dia melihat kita berciuman, Gan. Aku yakin dia nggak akan percaya sama aku lagi…”
“Apa maksudmu, mas?!” Megan kemudian meninggikan nada suaranya. “Apa maksudnya kamu menyesal gitu mas, sudah menjalin hubungan ini bersamaku selama ini?!”
“Sayang…” ucap Daniel, tangan Luna bergetar saat mendengar panggilan itu Daniel ucapkan namun bukan ditujukan untuk dirinya. “Udah pasti aku sayang banget sama kamu, tapi kamu taukan aku punya anak…”
“Terus?”
“Aku tetap harus berhubungan dengan istriku, meskipun kamu tahu rahasiaku tentang dia, tapi aku punya anak yang sangat kucintai juga…”
Deg!
Rahasia apa maksud Daniel? Pikiran Luna sudah melayang entah kemana. Apa maksudnya rahasia tentang perselingkuhan mereka? Atau rahasia lainnya?
“Apa kamu akan mencintai anakmu dari Luna aja?”
Daniel mengejap dan tidak tau apa maksud dari Megan, tentu saja ia sangat mencintai Aura, karena dia adalah darah dagingnya sendiri, meskipun dibalik itu masih banyak rahasia yang belum terungkap antara hubungan Daniel dan Luna yang sebenarnya.
“Tentu saja, dia anakku satu-satunya…”
“Kamu yakin mas?”
Daniel terdiam lagi.
Kemudian Megan memegangi tangan Daniel dan membawanya ke atas perutnya, “bagaimana kalau Aura bukan anakmu satu-satunya?” tanyanya tersenyum senang menantikan jawaban dari Daniel.
“A-apa maksudmu, jangan-jangan… apa ada seorang anak dalam perutmu?”
Megan mengangguk antusias, “aku hamil anakmu, mas!”
Daniel tersentak tidak percaya, entah perasaan apa ini, kaget, kesal namun juga senang. Ia kesal karena waktu yang tidak tepat, namun ia juga senang karena ia sudah berhasil membuahi Megan, dan saat ini mengandung anak darah dagingnya sendiri.
Namun disisi lain, Luna diam terpaku, bersembunyi seakan-akan dialah selingkuhannya. Suamiku menghamili wanita lain. Pikiran itu merasuki kepala Luna hingga lututnya lemas tak karuan, ia berusaha untuk menghindar dan pergi agar hatinya tidak lebih hancur lagi.
Braakk!!!
Apadaya Luna malah tidak sengaja memecahkan sebuah pot bunga di belakangnya, ia sudah cukup merasa seperti orang tolol disini, sekarang malah ingin menunjukkan diri dengan keadaan yang menyedihkan begini. Luna merapatkan genggamannya dan berusaha untuk bangkit, namun saat berdiri ia sudah mendapati Megan dan Daniel di hadapannya. Melihat dengan wajah penuh rasa iba…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!