Malam semakin naik, bulan purnama semakin menampakkan cahaya terangnya, langit yang cerah serta dipenuhi bintang-bintang, sangat damai untuk dinikmati.
Namun tidak dengan perasaan seorang gadis di dalam sebuah rumah mewah, yang saat ini sedang bersitegang dengan ibunya sendiri.
"Tidak mau! Elis pokoknya tidak mau menikah dengan pria cacat itu!" teriaknya dengan lantang.
"Elis! Tolong jangan seperti ini, karena hari pernikahan sudah ditentukan!" ucap ibunya tidak kalah membentak.
Elis bangkit dari duduknya, kini berdiri tepat di hadapan ibunya. "Oh, ayo lah. Ibu? Aku ini cantik bagaimana bisa putrimu yang cantik jelita ini menikah dengan pria cacat!" Elis menggelengkan kepalanya. "Tidak mau, Ibu." Wajahnya melengos.
Ibu Mika tersenyum getir. "Jangan mengada-ada kamu Elis, bagaimana dengan uang yang sudah ayahmu terima, keluarga kita tidak akan mampu mengembalikan uang itu, apa kamu mau hidup gelandangan!" bentak ibunya untuk membuka pola pikir Elis.
"Pikirkan satu cara jika kamu tidak mau menikah!" imbuh ibunya lagi dengan suara tetap tinggi, bahkan menatap tajam Elis.
Elis menatap ibunya dengan tersenyum sinis. "Tasya ..." Elis lebih mendekati ibunya kini berdiri tepat disamping ibunya, bicara di dekat telinga ibunya, "Bukankah aku masih punya saudara tiri, jadikan dia pengantin wanitanya."
Tasya menjauhkan wajahnya, dan berjalan mengitari ibunya. "Sudah saatnya Tasya kembali." Menatap Ibunya. "Perusahaan selamat dan aku pun selamat." Elis tersenyum.
Ibu Mika langsung tersenyum puas mendengar ide licik Elis. " Anak yang cerdas, baiklah Ibu akan bicarakan ini dengan ayahmu."
Kesepakatan pernikahan terjadi, karena berawal perusahaan ayah Gunawan yang mau bangkrut, meminta bantuan suntikan dana dari Alexa Group, dengan kesepakatan putri Ayah Gunawan harus menikah dengan Tuan Muda CEO Alexa Group Yanga saat ini sedang sakit, lumpuh tidak bisa berjalan.
Tuan Muda CEO Alexa Group dulunya terkenal sebagai CEO muda yang sukses dan miliki wajah ketampanan yang hampir mendekati kata sempurna, pujaan hati para gadis-gadis.
Namun setelah kabar kecelakaannya, namanya bagai di telan bumi, tidak ada lagi para gadis yang menyebut namanya.
Hanya mendengar rumor yang beredar bahwa Tuan Muda CEO Alexa Group lumpuh tidak bisa berjalan, dan sekarang diisolasi di Mansion.
Ibu Mika menemui sang suami yang saat ini sedang berada di ruang kerjanya. Masih ada beberapa berkas yang harus di selesaikan.
"Suamiku," sapanya begitu masuk ke dalam ruangan tersebut. Tetap mengambil posisi berdiri di samping kursi kerja Ayah Gunawan.
"Elis tidak mau menikah ... bagaimana jika Tasya yang menikah dengan Tuan Muda Enzo. Sudah saatnya kau menjemput Tasya."
Ayah Gunawan melepas kacamatanya. "Terserah kau yang mengaturnya."
Ibu Mika semkin tersenyum puas mendengar jawaban suaminya.
...****************...
Dua hari kemudian, di sebuah Asrama tepatnya di pulau Jawa Tengah.
Seorang gadis berusia 23 tahun baru saja terlihat sedang melatih ilmu bela diri kepada adik-adik angkatannya. Seorang guru yang berdiri tidak jauh dari tempat latihan itu, tersenyum ke arah gadis itu.
"Tasya?"
Begitu mendengar namanya dipanggil oleh gurunya, Tasya menghentikan melatihnya, dan langsung berjalan mendekati gurunya.
Tasya menundukkan kepalanya sebagai penghormatan pada sang guru.
"Baru saja ayah kamu menelpon ... Kamu diminta untuk pulang, sudah saatnya kamu kembali."
Begitu ucap gurunya selesai, ada perasaan bahagia campur sedih di dalam hati Tasya.
Bahagia karena ahirnya akan berkumpul lagi dengan ayahnya, setelah bertahun-tahun ia tinggal di Asrama.
Sedih, karena akan meninggalkan tempat yang sudah menjadi keluarganya, namun bukankah keinginannya selama ini bisa kumpul ayahnya lagi? Tasya berusaha untuk tidak sedih. Dan menutup perpisahan ini dengan senyuman.
Keesokan harinya, saat Tasya berpamitan akan pulang, guru dan semua teman-temannya bersedih hingga meneteskan air mata.
"Tasya ... jangan lupa dengan kita-kita!" teriak semua teman-temannya, Tasya membalas dengan senyuman.
Semua ikut mengantar kepergian Tasya sampai Tasya masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat Asrama itu.
"Ayah aku pulang," ucapnya begitu semangat.
Hingga setelah tiga puluh menit kemudian, mobil sampai di tempat bis, Tasya turun dari mobil dan kembali melanjutkan perjalanannya dengan bis.
Setelah mendapat tiket dan sudah menemukan mobil bis jurusan ke tempat tinggalnya, Tasya segera masuk ke dalam bis tersebut.
Bibirnya masih saja tersenyum, tak pudar sedari tadi, meski ia anak orang kaya dan harus naik bis, tidak mengurangi rasa bahagianya sedikitpun.
Dan setelah menunggu beberapa saat, mobil bis ahirnya berjalan, Tasya merasa sedikit mengantuk, ahirnya memilih untuk tidur sebentar.
"Ayo turun ... turun, sudah sampai!"
Tasya bangun tidur terperanjat kaget mendengar suara kernet tersebut, yang ternyata sudah sampai, padahal Tasya merasa belum lama tertidur.
Tapi rasa terkejutnya tidak lama, kini Tasya kembali tersenyum lagi karena mengingat sebentar lagi akan bertemu ayahnya.
Setelah membayar tagihan bis, Tasya melangkah keluar dari dalam bis, kini ia harus mencari bis lagi, hanya sekali translate nanti sudah sampai.
Namun karena Tasya merasa haus, ia berjalan ke arah toko yang letaknya di seberang jalan, Tasya berhasil menyebarang dan mulai melangkahkan kakinya menuju toko.
Namun tiba-tiba mendengar suara orang minta tolong.
"Tolong copet tolong ..." teriak pria berpakaian jas hitam.
Tasya melihat orang yang minta tolong itu sekilas, kemudian ikut mengejar copet tadi.
Tasya yang memiliki kemampuan lari cepat ahirnya bisa mengejar copet tadi, Tasya langsung menendang punggung pria copet itu.
Pria copet langsung tersungkur ke lantai, tangan dan kakinya langsung tergores.
Tasya pikir pria copet sudah menyerah, ternyata pria copet mendorong Tasya dan pria copet berhasil lari lagi.
Tapi Tasya segera berlari dan mengambil jalan yang akan langsung menghadang pria copet.
Dan setelah target mulai dekat, Tasya langsung menendang pria copet itu dan kembali jatuh lagi.
Tasya langsung mendekat dan menonjok wajah pria itu hingga bagian inti pria itu, sampai pria copet itu ahirnya tak berdaya.
"Makanya tidak usah jadi orang jahat! Kembalikan dompetnya!" Tasya merebut dompet yang ada di tangan pria copet itu.
Kemudian Tasya menghampiri pria berjas rapi tadi, yang kehilangan dompet.
Setelah Tasya berada di hadapan pria berjas hitam itu, Tasya memperhatikan wajah pria itu, yang memiliki garis tampan di wajahnya. Meski pria itu duduk di kursi roda.
Oh came on Tasya, segera pulang bertemu ayah jangan mikir yang macam-macam, batin Tasya.
"Milik Anda." Tasya menyerahkan dompet itu ke tangan pria berjas hitam.
"Terimakasih," ucapnya dengan nada kaku, kemudian pergi dari hadapan Tasya, bersama pengawalnya yang baru datang.
Tasya terus memperhatikan sampai mereka masuk ke dalam mobil warna hitam dan melesat pergi.
"Oh, mimpi apa aku semalam bisa bertemu pangeran seganteng dia," ucap Tasya seraya menggelengkan kepala.
Tasya melanjutkan tujuannya yang tadi ingin membeli air minum, kemudian segera kembali ke halte bis, dan tidak lama kemudian bis yang Tasya tumpangi sudah berjalan.
Tepat pukul empat sore Tasya tiba di rumah, sebuah bangunan megah di salah satu perumahan elit di kawasan ini.
"Non Tasya selamat pulang ke rumah," ucap sekuriti yang membuka gerbang.
Tasya hanya tersenyum, kemudian berjalan menuju pintu utama, namun sebelum langkah kakinya menginjak teras, Tasya berhenti sejenak memandangi rumahnya.
"Aku sangat merindukan tempat ini." Tidak terasa air mata Tasya menetes.
Dan lamunannya terbuyarkan saat mendengar suara orang yang dirindukan mampir di telinganya.
"Tasya selamat datang ..." ucap lantang pria yang berdiri di ambang pintu seraya merentangkan tangannya.
"Ayah ..." Tasya tidak kalah antusias dan langsung berlari ke arah ayahnya dan langsung memeluknya.
Gunawan Ayah Tasya mengajak Tasya untuk masuk ke dalam, memerintahkan Tasya untuk mandi dulu kemudian ikut bergabung di ruang keluarga.
Setelah tiga puluh menit berlalu, Tasya datang dalam keadaan lebih segar, aura cantiknya makin keluar, membuat gadis yang duduk di sebelah wanita baya jadi merasa kesal.
"Ayah mau bicara apa?" tanya lembut Tasya setelah duduk di sebelah ayahnya.
Ayah Gunawan tersenyum. "Keluarga Alexa melamar salah satu putri Ayah."
Tasya menunggu lanjutan kalimat yang ayahnya ucapkan tanpa merasa curiga sama sekali.
"Melamar adikmu tapi-," kalimat Ayah Gunawan terjeda lagi, kemudian dengan berat hati kembali bicara, "Karena adikmu tidak mau menikah dengan pria yang cacat dan berpenyakitan, jadi Ayah meminta kamu untuk menggantikan adikmu sebagai pengantin wanita."
Duarr!
"Menikah!" Tasya menggelengkan kepala. "Dengan pria cacat!" Tasya sangat syok.
"Iya, Tasya. Kamu harus mau karena tidak ada lagi yang menggantikan selain kamu," jelas ayahnya tanpa perasaan, bahkan tak menghiraukan Tasya yang saat ini sudah menangis.
Dan kalimat yang diucapkan ayahnya itu makin membuat Tasya marah.
"Ayah! kalau Elis saja menolak menikah dengan pria cacat seperti itu aku juga menolak Ayah! tapi kenapa Ayah memaksa aku!" Tasya berteriak ke arah ayahnya dengan sorot mata penuh kehancuran.
"Ayah gak adil," imbuhnya dengan suara begitu lirih, lubuk hatinya sangat sakit.
"Bukannya Ayah tidak adil, keluarga Alexa adalah keluarga berpengaruh di negeri ini, kalau Ayah menolak lamaran ini, bisa bahaya keluarga kita, bisa jadi akan jatuh miskin." Ayah Gunawan menjelaskan.
Tasya tersenyum getir. "Jadi Ayah lebih takut jatuh miskin dan lebih rela mengorbankan aku." Tasya menunjuk dadanya dengan berderai air mata. "Mengorbankan masa depanku dengan menikahi pria cacat itu Ayah!" teriaknya dengan amarah yang meledak.
"Tasya! Jaga bicara kamu bersama orang tua!" Kini wanita baya yang sedari diam saja angkat bicara.
Tasya tersenyum sinis ke arah wanita baya itu yang berstatus ibu tirinya.
"Hormati karena dia Ayahmu!" imbuh Ibu Mika dengan tegas.
"Tidak! Aku tidak mau menikah!" Tasya menatap tajam ke arah semuanya. "Aku akan kembali ke Asrama dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sini!"
Ayah Gunawan amarahnya langsung meledak mendengar penolakan Tasya.
Ayah Gunawan langsung meraih pergelangan tangan Tasya. "Dasar anak pembangkang!"
"Lepas Ayah!" Tasya memukul tangan ayahnya yang memegang pergelangan tangannya.
Namun ayahnya tidak peduli dan terus menarik tangan Tasya menuju kamar Tasya.
Setibanya di kamar Tasya, Ayah Gunawan langsung mendorong Tasya untuk masuk. "Jangan pernah coba kabur!" bentaknya seraya menutup pintu dan menguncinya dari luar.
"Ayah ... Ayah!" Tasya memanggil ayahnya seraya memukul pintu kamar. Air matanya banjir deras membasahi pipinya, Tasya makin terisak-isak dan seberusaha apa pun terus memanggil ayahnya dan menggedor pintu, tetap saja tidak akan membuat ayahnya berubah pikiran.
Tasya membalikkan badannya kini punggungnya bersandar di pintu, tangisnya semakin pilu, Tasya membawa tubuhnya meluruh ke bawah.
"Ayah jahat! Ayah tidak adil sama aku!" teriaknya campur terisak.
Kini ingatan Tasya kembali pada bertahun-tahun lalu, di saat ibunya dibawa pulang dalam keadaan meninggal.
Ibunya tertembak, begitu informasi yang Tasya dapat, namun karena Tasya yang saat itu masih berusia delapan tahun, belum bisa menggali informasi lebih dalam.
Dan tidak lama setelah ibunya meninggal, ayahnya membawa seorang perempuan ke rumah, yang kemudian mereka menikah.
Namun Tasya pikir akan tetap tinggal bersama ayahnya, satu-satunya orang tua yang dimiliki.
Ternyata sejak hari itu ayahnya meminta Tasya untuk tinggal di Asrama belajar di sana sampai ayahnya akan datang untuk menjemput.
Tapi ternyata ayahnya tidak menjemput dan bahkan tidak pernah menjenguknya, kadang Tasya iri sama teman-temannya ketika orang tuannya datang.
Dan sejak saat itu mulai muncullah rasa kecewa dalam hati Tasya.
Rasa kecewa yang terus di pupuk bertahun-tahun karena tanpa kehadirannya, seperti anak yang dibuang yang tidak diinginkan, begitu diminta pulang ternyata hanya sekedar untuk memenuhi ambisi ayahnya, harus menerima perjodohan.
"Terakhir aku akan memenuhi permintaan kamu ayah ... Ini adalah yang terakhir." Tasya mengusap air matanya.
Tasya tidak mau menangis lagi, dan kini ia berdiri kemudian menuju ranjang. Tubuhnya yang lelah seharian dalam perjalanan ditambah berita perjodohan, membuat Tasya cepat terlelap.
...****************...
"Ma, ahirnya aku tidak jadi menikah, dan pengantinnya sudah digantikan oleh Tasya, terimakasih ya, Ma."
Ibu Mika memeluk Elis. "Apa pun akan Mama lakukan demi putri Mama yang cantik ini tidak hidup menderita."
"Ah, Mama." Elis semakin erat memeluk Ibu Mika.
"Kalau tidak ada Mama pasti aku yang akan menikah, Ma." Elis terus memuji kehebatan Mamanya.
"Dan Mama akan selalu ada untukmu, sayang." Ibu Mika mencium puncak kepala Elis.
"Biarlah anak sialan itu yang akan hidup dengan pria cacat," lanjut ucap Ibu Mika yang langsung disusul tawa keduanya.
...****************...
Pagi ini Tasya sudah mulai dirias sebagai pengantin, yang kini sudah duduk di depan meja rias, Tasya melihat pantulan wajahnya di cermin.
Menyedihkan, satu kata yang menggambarkan betapa mirisnya takdir hidupnya.
Berulang kali Tasya membuang nafas berat, rasanya sesak dalam dadanya, harus pura-pura bahagia meski sebenarnya sangat rapuh di dalamnya.
Sebenarnya wajah Tasya sudah di make up sangat cantik, namun Tasya tidak bisa melihat kecantikannya itu, karena sudah terlanjur sebal dengan namanya pernikahan ini, yang tidak diinginkan.
"Wah, Nona Anda cantik sekali," puji kedua orang yang merias Tasya.
Tasya hanya menanggapi dengan tersenyum kecil, baginya ini bukan cantik tapi musibah karena menikah dengan pria yang bukan pilihannya.
Saat ini Tasya diminta untuk menggunakan baju pengantin warna putih, lagi-lagi dua orang yang membantu Tasya berdandan hanya menatap takjub melihat kecantikan Tasya menggunakan gaun pengantin.
"Wah, ini benar-benar seorang putri turun dari khayangan," puji salah satunya karena merasa Tasya sangat cantik.
Dan bersamaan itu, Elis masuk ke dalam, Elis langsung mencibir tidak suka melihat Tasya yang saat ini menggunakan gaun pengantin benar-benar terlihat cantik.
Andai saja tuan muda Alexa tidak cacat juga tidak sakit pasti aku yang akan menjadi istrinya, secara diakan tuan muda kaya, batin Elis.
Elis mendekati Tasya, kemudian berbisik di telinga Tasya, "Kamu memang cantik dan nikmatilah kecantikanmu hari ini, tapi sayangnya suami kamu cacat sungguh tidak berguna."
Darah Tasya seketika mendidih mendengar cibiran Elis, rasanya ingin menampar sampai Elis tidak miliki wajah cantik, tapi rasa itu Tasya tahan.
Tasya hanya bisa tersenyum manis tidak mengatakan apa pun, yang kemudian fokusnya teralihkan saat pelayan masuk ke dalam.
"Nona Tasya, mobil untuk menjemput pengantin sudah tiba," ucap pelayan itu seraya menunduk hormat.
Tasya bangkit dari duduknya, bajunya yang menjuntai panjang dipegangi dua orang penata rias.
Namun baru dua langkah, Elis menghentikan langkah Tasya. "Selamat menempuh hidup baru dengan suami kamu yang cacat." Elis tersenyum penuh kemenangan.
Sumpah demi apa pun rasanya Tasya ingin mencekik leher Elis, Tasya kembali berjalan tanpa mau menanggapi Elis.
Sampainya di dalam mobil pengantin, hanya ada Tasya seorang, karena tidak ada keluarganya yang ikut mengantar.
Meski suamiku cacat semoga dia baik sama aku, aku benar-benar dibuang sama keluargaku, batin Tasya dengan berlinang air mata.
Tasya menjejakkan kakinya keluar dari dalam mobil, kini matanya langsung disambut bangunan mewah di depannya.
Sebuah rumah yang sangat besar, lebih dari rumah ayahnya, lebih pantas disebut mansion.
Tiba-tiba mendengar suara riang dari arah pintu masuk.
"Wah itu pengantin kita sudah datang."
Dua orang datang menghampiri Tasya, keduanya sudah tidak muda lagi tapi garis tampan dan cantik masih terlihat jelas.
"Wah sayang kamu cantik sekali," ucap wanita baya itu seraya memegang bahunya.
"Saya Mommy-nya Enzo suami kamu, sayang." Lanjut ucap wanita itu.
Kini Tasya mengerti bahwa wanita cantik di depannya itu adalah ibu mertuanya, kini Tasya beralih menatap pria baya di sampingnya.
"Kalo yang ini Daddy-nya Enzo." Wanita itu kembali memperkenalkan.
Tasya mengangguk mengerti.
"Sekarang kita temui Enzo, ya? Dia sudah menunggumu di kamar." Mommy Zelea mengerling ke arah Tasya, membuat Tasya malu.
Mereka bertiga berjalan bersama masuk ke dalam mansion, dengan Zelea di apit di tengah antara Daddy Zeon dan Mommy Zelea.
Sampainya di ruang tamu yang begitu luas di dalamnya, namun sepi hanya beberapa orang yang duduk.
Mungkin pernikahan ini hanya dihadiri keluarga inti pikir Tasya, sembari terus melangkah mengikuti Mommy Zelea.
Tasya memandangi ruangan mansion ini yang dihiasi bunga-bunga, bahkan kelopak mawar bertebaran di lantai.
Penyambutannya memang tidak mewah tapi mengesan hati, Tasya tersenyum.
Tidak terasa kini sudah berdiri di depan pintu kamar Enzo.
"Sayang, masuklah." Mommy Zelea memerintahkannya.
Namun Tasya malah menunduk dalam dan tidak segera membuka pintu, Mommy Zelea yang melihat aura ketakutan di wajah Tasya yang menunduk itu, membuatnya menarik garis bibir hingga tersenyum manis.
"Tidak perlu khawatir, di dalam sana adalah suami kamu, bukan penjahat." Mommy Zelea meyakinkan seolah tahu ayang ada di pikiran Tasya.
Ahirnya Mommy Zelea yang membuka pintu, Tasya mengangkat kepalanya menatap Mommy Zelea.
Mommy Zelea mengangguk bertanda Tasya boleh masuk.
Tasya menghela nafas panjang, dengan membaca doa kebaikan dalam hati Tasya ahirnya melangkahkan kakinya masuk ke kamar Enzo.
Pintu kamar langsung kembali ditutup, gelap seketika yang Tasya lihat, tangannya ingin mencoba membuka pintu lagi, namun ternyata dikunci dari luar.
Tasya hanya bisa menghela nafas panjang menyadari terjebak di dalam kamar gelap ini. Tiba-tiba suara pria menghampiri telinganya.
"Kemari."
Tasya segara menoleh dan melihat tepat di atas ranjang, ruangan ini begitu gelap tapi Tasya masih mampu melihat bahwa ada seseorang di atas ranjang sana.
Tiba-tiba jantungnya berdebar-debar.
Waduh gimana ini, batin Tasya.
Dengan segenap keberanian Tasya melangkah mendekati ranjang.
Namun baru saja sampai di samping ranjang, Tasya merasakan tangannya di tarik hingga kini ia berbaring di atas ranjang bersama pria pemilik kamar ini.
Dan Tasya langsung terkejut saat tiba-tiba pria itu menyatukan wajah dengannya, lalu menelusuri leher jenjangnya, hingga membuat Tasya mengeluarkan suara aneh.
Namun Tasya buru-buru menggigit bibirnya, belum siap karena ini sangat cepat baginya, tapi suara protes pria itu kembali Tasya dengar.
"Jangan ditahan," ucap pria itu dengan suara sedikit berat, seraya menunjuk pintu kamar.
Pria itu kembali menelusuri lehernya, dan suara de-sa-han kembali keluar dari mulut Tasya.
Di luar pintu kamar Enzo. Mommy Zelea menempelkan telinganya di pintu. Merasa puas setelah mendengar suara de-sa-han dari dalam.
Sementara itu Daddy Zeon hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya.
"Ayo, sayang kita pergi tugasku sudah selesai," ucap Mommy Zelea seraya tertawa kecil. "Memastikan Enzo tidak menolak gadis cantik itu," lanjut ucapnya.
Daddy Zeon lagi-lagi hanya menggelengkan kepala, seraya mengandeng tangan istrinya untuk berjalan menjauh.
Di dalam kamar Enzo.
Lampu di ruang kamar seketika menyala terang, Tasya semakin malu saat mendapati pria berwajah tampan kini sedang di atas tubuhnya, sedang menatap tajam.
"Bantu aku duduk di kursi roda."
Tasya langsung membantu Enzo untuk duduk di kursi roda, Tasya memperhatikan Enzo yang menjalankan kursi roda ke arah meja.
Enzo seperti sedang mengambil sesuatu dari atas meja, kemudian Enzo kembali menjalankan kursi roda ke arah ranjang lagi.
"Baca!" titahnya dingin seraya menyodorkan kertas ke tangan Tasya.
Tasya mulai membaca kertas itu, dan kini ia baru tahu bahwa Enzo juga sama seperti dirinya yang terpaksa menerima perjodohan ini.
"Pernikahan kita tidak lebih hanya di atas kertas!" tegas Enzo lengkap dengan tatapan tajam.
Tasya menghentikan membacanya, hingga kini beradu dengan mata tajam Enzo.
"Tapi di depan Mommy dan Daddy kita harus seperti pasangan bahagia."
"Jangan berharap lebih dari aku, karena aku mau menerima kamu karena sudah bosan mendengar tawaran perjodohan dari kedua orang tuaku."
Karena Mommy dan Daddy menginginkan keturunan juga dari aku, batin Enzo.
Enzo Alexa yang sebenarnya belum siap menikah, selain karena kondisinya yang masih pura-pura lumpuh, ia juga masih ingin fokus mencari musuhnya.
"Kamu mengerti, kan?" Enzo menoleh menatap Tasya, namun Tasya malah tertangkap gelagapan.
"Iya, saya mengerti," ucap Tasya gugup.
"Ta-tapi-,"
"Tidak menerima penolakan!" sergap Enzo dengan tegas dan rahang mengeras, membuat Tasya tidak jadi melanjutkan ucapannya.
Aku keluar dari sangkar buaya malah masuk ke sangkar singa, batin Tasya sembari menghela nafas panjang, mendapati suami yang ternyata sangat pemarah.
Apa lagi baru di hari pertama pernikahan sudah dibentak-bentak. Benar-benar pernikahan jauh dari kata bahagia.
Tasya memandangi kertas perjanjian dan bergantian memandangi wajah tampan Enzo, yang saat ini si empunya sedang fokus dengan ponselnya.
Enzo Alexa, pria muda bergaris wajah tampan, tapi selama satu tahun ini hanya menghabiskan duduk di kursi roda.
Semua berawal sejak kejadian kecelakaan satu tahun lalu, yang hampir merenggut nyawanya dan nyawa sang adik.
Untung keduanya masih terselamatkan, tapi Lala sang adik harus lumpuh, kenyataan pahit yang harus keluarganya tanggung.
Dan sejak saat itu Enzo memutuskan untuk pura-pura lumpuh supaya mengetahui orang yang diam-diam memusuhinya.
Tidak ada satu orang pun yang tahu bahwa sebenarnya Enzo hanya pura-pura lumpuh, bahkan kedua orang tuanya juga tidak tahu, semua ini hanya rencana Enzo sendiri, yang dibantu oleh asistennya.
Dan sejak keputusannya itu Enzo menyelesaikan pekerjaan kantor melalui di mansion.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!