Adegan dibuka dengan menunjukan sebuah ruangan bernuansakan putih, dengan deretan kursi yang sudah diduduki oleh beberapa manusia selagi menunggu giliran dan dipanggil masuk ke dalam sebuah ruangan yang berada didepan.
1 per 1 bangkit dari kursi kemudian masuk ke dalam ruangan tersebut setelah nama mereka dipanggil oleh seseorang berjubah putih yang menjaga pintu ruangan.
Dan tiba saatnya nama Ray Keenandra dipanggil olehnya dengan lantang, pria yang bernama Ray Keenandra itu pun bangkit lalu berjalan perlahan dan masuk ke dalam ruangan setelah sang penjaga pintu membukakan pintu untuknya.
Dilihatnya seseorang tengah duduk di sebuah kursi kecil sembari memperhatikannya berjalan mendekat ke arahnya.
“Silahkan,” ucap pria tersebut seraya bangkit dari kursi seraya mempersilahkan pria bernama Ray Keenandra duduk di kursi yang berada di seberangnya.
Segera setelah pria yang bernama Ray tersebut duduk, barulah ia juga mendudukkan bokongnya dan bersiap menjelaskan maksud serta tujuannya.
“Ray Keenandra (ucap pria tersebut seraya membaca informasi yang tertulis dari secarik kertas yang dipegangnya, sembari sesekali memperhatikan raut wajah pria yang berada dihadapannya yang masih terlihat ling lung)
Kau mengalami kecelakaan maut di jalan xxx pada hari Rabu tanggal 01 Maret 2018, yang membuatmu berada dalam kondisi kritis antara hidup dan mati selama 5 tahun terakhir,”
“Jadi, aku belum mati?” tanya pria malang tersebut.
“Iya, sudah 5 tahun sejak insiden maut tersebut, kau masih koma dan tetap berusaha untuk hidup meski seharusnya kau sudah tewas ditempat, namun karena keinginan kuat mu untuk tetap hidup yang membuatmu kini berada di situasi yang sebelumnya tak pernah terjadi pada siapapun.
Mungkinkah ada hal yang menghambat mu untuk pergi, sesuatu yang belum terselesaikan?” tanyanya yang membuat Ray termenung sejenak mencoba mengingat hari dimana ia mengalami kecelakaan tragis tersebut.
“Aku bisa membantumu menyelesaikannya, mengingat perbuatan baikmu selama kau hidup di dunia, kau berhak mendapat layanan khusus, bagaimana?
Tapi tentu saja ada persyaratan yang perlu kau patuhi,” jelasnya lagi.
“Aku ingin membalas dendam pada gadis yang telah menghancurkan hatiku berkali-kali,” pinta Ray dengan tatapan berapi-apinya.
“Maaf, tapi kau tak bisa membunuh siapapun, itu hanya akan membuat kebaikanmu selama kau hidup terhapus dan berakhir di tempat yang mengerikan,” tolak pria tersebut secara tegas seraya menurunkan kertas yang ia pegang lalu menatap manik Ray lekat.
“Tidak, bukan membunuh, aku hanya ingin membuat dirinya membayar semua rasa sakit yang kurasakan selama ini,”
“Hmm..
Oke, akan ku buatkan surat perjanjiannya, namun seperti yang ku bilang jika kau sampai membunuh kau akan langsung ditiadakan saat itu juga, sehingga kau tidak akan bisa bereinkarnasi kembali.
Kau hanya memiliki waktu 365 hari untuk menyelesaikan urusanmu di dunia, selesai atau tidak, kau harus pergi, maka dari itu kau harus memanfaatkan kesempatanmu dengan baik.
Dan 1 lagi, karena statusmu berada diantara garis hidup dan mati, kau akan bisa melihat makhluk yang tak dapat dilihat oleh orang lain, jadi biasakan dirimu, sebab mungkin ada beberapa diantara mereka yang muncul dengan wujud yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.”
“Setan maksudnya?” kata Ray seraya menaikan 1 alisnya.
“Iya,”
“Kalau begitu, boleh aku meminta 1 hal lagi,”
“Apa?”
“Buat gadis itu melihat hal-hal seperti itu juga,” pinta Ray dengan senyum smirk nya.
“Oke, kau memiliki 3 permintaan, 2 diantaranya kau sudah menggunakannya, kini tinggal 1 permintaan lagi, pikirkan baik-baik sebelum kau mengatakannya,” nasehatnya, agar Ray tidak menyia-nyiakan sebuah permintaan yang berharga hanya untuk hal yang tidak berguna.
“Perjanjian sudah dibuat, kau akan terbangun dalam 3 detik, 3, 2, 1…”
Wooosssshhhh!!
Seketika jiwanya melayang jauh, seakan ada yang menariknya kuat ke suatu tempat.
Sampai…
Terdengar suara alat-alat medis saling berbunyi bersahutan menandakan adanya respon dari dalam tubuh seorang pria yang terbaring lemah di ranjang selama 5 tahun terakhir.
Sehingga membuat para perawat dan dokter bergegas menuju ruangan tempat dimana pria yang koma selama 5 tahun itu kini telah sadarkan diri.
Setibanya para medis, mereka langsung disibukan dengan prosedur pemeriksaan pada pria yang telah membuka kedua matanya.
“Keenan!!” panggil wanita paruh baya dengan setelan jas putih yang masih berdiri diambang pintu, sebelum berlarian menuju ranjang putranya yang ramai oleh para rekan kerjanya.
“Puji tuhan, akhirnya penantianmu tidak sia-sia Hyunjie,” ucap syukur dari teman seperjuangannya Sanha yang lebih dulu sampai sebelum dirinya.
Selagi Sanha dan Hyunjie saling melempar tatapan emosional, salah satu perawat mencoba melepaskan alat bantu pernafasan Ray, serta alat medis lainnya yang menempel di dada bidang Ray Keenan, lantaran kini tubuhnya sudah tidak memerlukannya lagi.
Untuk sejenak Ray tampak kebingungan karena banyaknya petugas medis yang mengelilingi ranjangnya dengan raut wajah berseri-seri juga senyum syukur yang tak hentinya mereka pancarkan kala melihat pasien koma selama 5 tahun kini akhirnya tersadar.
Begitu pun para pasien lainnya yang ikut berkumpul diambang pintu kamar, mendengar berita baik yang tersebar cukup cepat membuat mereka semua penasaran dan ingin menyaksikan sendiri bagaimana seorang pasien yang akhirnya terbangun dari tidur lelapnya selama 5 tahun terakhir.
“Kau sudah sadar sayang,” ucap Hyunjie yang kemudian duduk dipinggir ranjang sembari mengusap pipi mulus putranya.
Alih-alih merespon sapaan ibunya, tampaknya Ray ingin bangun dari tidurannya, segera Hyunjie membantu putranya bangkit lalu menaruh bantal sebagai sandaran punggungnya.
“pelan-pelan, kau mungkin akan kesulitan menggerakkan tubuhmu, karena selama ini hanya terbaring, jadi kau harus menjalani pemulihan agar tubuhmu bisa kembali membaik,” papar ibunya lengkap dengan senyuman teduh seorang ibu pada umumnya.
“Si.. siapa dia,” ucap Ray kala dirinya tak sengaja mengarahkan pandangannya pada jendela kaca, ia melihat wajah yang asing dari pantulan kaca tersebut. Meski tak terlalu jelas namun ia tahu betul bentuk wajah itu bukanlah miliknya.
Tuiingg!!
Ditengah kepanikannya saat mendapati wajahnya telah berubah, tiba-tiba pria berjas hitam yang ditemuinya beberapa menit lalu kembali hadir disampingnya.
“Ahh iya! aku melupakan sesuatu, aku mengatakan ini agar kau tidak terkejut dan bisa menyiapkan dirimu. Selama 5 tahun kau tertidur, sudah banyak hal yang terjadi dan berubah, termasuk wajahmu,” jelasnya yang membuat Ray membulatkan kedua matanya seketika.
“Apa?! Kenapa?” tanya Ray dengan nada ngegas nya sembari melihat ke arah sosok pria berjas hitam tersebut.
Yang tentu saja membuat semua orang yang berada di ruangan Keenan terheran-heran, lantaran mereka tak melihat siapapun, lantas Keenan bicara dengan siapa?
“Kenapa apanya sayang? Ka.. u bicara dengan siapa?” tanya ibunya yang mulai khawatir jika kejiwaan putranya terganggu sebagai efek dari insiden tragis yang dialaminya 5 tahun lalu.
“Hah? Mama memang tidak melihatnya, pria berjas hitam yang berdiri disudut itu,” respon Keenan yang sama-sama kebingungan.
“sebaiknya kau berhenti melihat ke arahku, jika kau tak ingin semua orang menganggap mu gila,” katanya lagi sebelum menghilang begitu saja seperti butiran debu.
“kenapa? yak! yak! kau mau kemana?!” seru Keenan bersamaan dengan menghilangnya pria tersebut.
“Sa.. sanha..” ucap Hyunjie seraya bangkit dan mundur perlahan lantaran melihat sikap aneh putranya.
“I.. iya..” sahut Sanha yang ikut mundur perlahan bersamaan dengan para perawat lainnya, sedangkan para pasien yang sedari tadi menyaksikan adegan mistis tersebut sudah ngacir beberapa saat yang lalu.
“panggilkan dokter Richard sekarang juga!” perintah Hyunjie sembari menggenggam erat tangan karibnya itu.
“bisa tolong ambilkan aku cermin, aku ingin melihat wajahku,” pinta Keenan pada ibunya yang tengah ketakutan setengah mati dipojokan bersama karibnya.
“Ahh.. i.. iya sebentar,” respon ibunya tergagap lantaran masih terbawa suasana mistis kala putranya tadi bicara sendiri, ia pun perlahan berjalan menuju nakas yang berada disamping ranjang putranya kemudian menarik laci dan meraih cermin kecil untuk diberikan pada putranya.
Dengan cepat tangan Keenan menyambar cermin tersebut sebab sudah tak sabar ingin melihat wajah barunya.
“AAAAaaaaaaaaa!!” teriak Keenan dengan suara 10 oktaf sampai membuat burung-burung yang hinggap sejenak di area balkon rumah sakit pun saling berterbangan karena saking terkejutnya dengan teriakan nyaring Keenan.
Tak ketinggalan para pasien yang sekedar berjalan melewati ruangan Keenan pun dibuat lari kocar-kacir, meski belum tahu pasti apa yang mengakibatkan teriakan nyaring tersebut, meraka hanya berfikir jika suara itu adalah pertanda buruk yang membuat naluri mereka harus pergi sejauh mungkin.
...****************...
Bersambung…
“Apa ini, kenapa wajahku seperti ini, apa yang mama lakukan dengan wajahku yang sebelumnya!” bentak Keenan yang membuat Hyunjie terhentak kaget.
“te.. tenanglah sayang, mama bisa menjelaskannya, kau.. kau masih tampan kok, hanya perlu dicukur sedikit saja,” sahut ibunya yang kembali duduk dipinggir ranjang seraya memegangi lengan Keenan, selagi pandangan Keenan belum bisa lepas dari cermin yang memantulkan kondisi wajahnya saat ini.
“kau mengalami luka bakar yang cukup serius Keenan, jadi terpaksa kami mengoperasi wajahmu, namun karena kami kesulitan membuat wajahmu yang sebelumnya jadi kami memutuskan untuk menggunakan wajah tersebut,” papar Sanha teman ibunya yang mencoba menenangkan amarah Keenan seraya berjalan mendekat.
“tidak.. tapi kenapa harus seperti ini hasilnya?!
Jika aku menjalani operasi seharusnya lebih tampan bukan?! Apa-apan ini!! Aku seperti kakek-kakek berusia 50 tahun!!” protes Keenan seraya meratapi nasib wajahnya yang telah berubah 360 derajat.
Sanha mengibaskan tangannya pada para perawat yang masih berdiri disudut ruangan, sebagai tanda dirinya meminta mereka pergi dan melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Mereka pun mengangguk bersamaan kemudian pamit undur diri dari ruangan tersebut.
“Kau hanya perlu memotong rambut, mencukur kumis dan janggutmu saja kok, percayalah, kau tak kalah tampannya dengan yang sebelumnya,” imbuh Sanha yang kembali beralih pada Keenan.
“Arrrgghhh!! Jika begini akhirnya seharusnya aku tak pernah kembali saja kesini!!” rajuk Keenan yang kemudian membaringkan tubuhnya dan membelakangi kedua wanita paruh baya itu.
“Yak! Omong kosong macam apa itu?! (seru Hyunjie seraya bangkit dari ranjang dan menatap tajam punggung putranya)
Tak pernah kembali?! Huh! Apa kau tahu perjuangan mama untuk tetap mempertahankanmu meski semua rekan mama menentang keras keputusan mama, mama tetap percaya dan yakin jika suatu hari nanti kau akan kembali!
Kau fikir siapa yang memandikanmu, yang merawatmu selama kau tertidur 5 tahun ini huh?! Jika bukan mama!! Lantas ini balasanmu terhadap mama Keenan!” amuk Hyunjie penuh emosional
Mendengar keluhan beruntun itu akhirnya hati Keenan sedikit luluh hingga bersedia menampakan kembali wajahnya, ia memutar tubuhnya serta kembali duduk bersandar disandaran ranjang namun masih dengan raut wajah kecutnya.
“Kau ingin mencukur rambutmu?
Di depan rumah sakit ada salon, kalau kau mau tante akan menemanimu kesana,” tawar Sanha dengan nada lembutnya sedangkan Hyunjie masih tampak kesal dengan ucapan asal putranya beberapa menit yang lalu.
Keenan pun mengangguk pelan, segera Sanha melenggang pergi keluar dari ruangan untuk membawakan kursi roda, sebab Keenan masih belum bisa berjalan.
“Dengar Keenan!
Cukup hari ini mama mendengar omong kosongmu, MENGERTI!
Jika kau mengatakannya lagi, mama yang akan MEMBUNUHMU SENDIRI!!” bentak Hyunjie yang membuat Keenan terhentak, sebab baru kali ini ia melihat amarah Hyunjie yang begitu mengerikan.
“Sudah cukup Hyunjie, pergilah, kau masih ada operasi kan, biar aku yang mengurus putramu,” ucap Sanha yang kembali dengan kursi roda.
...****************...
Diperjalanan menuju salon.
“Aku tak bermaksud menyakiti hati mama, aku hanya terkejut dengan rupaku yang mengerikan ini, maaf jika kata-kataku terlalu kasar,” ucap Keenan yang merasa bersalah lantaran sudah berbicara asal tanpa memikirkan perasaan ibunya yang telah menanti putranya terbangun.
“Iya, tante mengerti, tapi seharusnya kau meminta maaf pada ibumu bukan tante, kau fikir tante burung pengantar pesan,” celetuk Sanha sarkas.
Ditengah perjalanannya melewati loby, kedua mata elang Keenan tak sengaja melihat seseorang yang tak asing baginya tengah menari dan bernyanyi di televisi besar rumah sakit.
“tunggu sebentar,” tahan Keenan sembari menghentikan laju kursi roda dengan tangannya.
“Ada apa?” tanya Sanha bingung.
“Apa dia Kimbrian?” Keenan malah balik nanya seraya menunjuk ke layar televisi yang sedang menayangkan perform anggota boy band di acara awards tahunan.
“Kau mengenalnya?
Boy band itu sedang naik daun sekarang, salah satunya calon menantu tante, yaa tante harap sih gitu hheeehe,” selorohnya diiringi tawa renyahnya.
“Ehh tunggu.. tunggu, kau sudah mengenal Brian?
Sejak kapan?” tiba-tiba pembicaraan tersebut berubah menjadi lebih serius diantara keduanya.
“Saat pertama kali aku ke Jakarta, aku bertemu dengannya ditoserba kemudian secara kebetulan lagi bertemu di jalan, dan begitulah awal mula kita berteman, ada apa memangnya?” kata Keenan yang masih ingat dengan jelas kisah pertemuannya dengan pria yang bernama Kimbrain itu.
Ditengah keterkejutan Sanha yang tak pernah menyangka jika kedua bocah lelaki itu sudah saling mengenal, tiba-tiba seorang pria paruh baya muncul entah darimana.
“Ray Keenandra,” panggil pria paruh baya tersebut yang membuat Keenan pun menoleh dan menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Akhirnya kau tersadar juga, setelah sekian lama papi menantimu,” serunya lengkap dengan raut wajah berseri-seri kemudian ia pun memeluk Keenan erat seakan ingin menunjukan perasaan terdalamnya pada Keenan.
“Kenapa kau kemari?
Bukankah Hyunjie sudah bilang untuk tidak muncul secara tiba-tiba, kau perlu meminta ijin terlebih dahulu pada Hyunjie,” tegur Sanha seraya menarik paksa pria paruh baya tersebut untuk melepas pelukannya.
“Siapa dia?” tanya Keenan bingung.
“Maaf, tapi aku tak bisa mengendalikan diriku, saat aku mendengar kabar Keenan telah siuman aku langsung bergegas kemari tanpa berfikir panjang,” dalihnya.
“Hmm..
Banyak hal yang terjadi saat kau koma selama 5 tahun Keenan, kurasa kau harus mendengarnya sendiri dari mamamu nanti, kurang etis rasanya jika tante mendahului mamamu.
Dan kau Daniel!
Sebaiknya kau pergi sekarang, sebelum ku panggil security, kau bisa menemui Keenan kembali saat Hyunjie sudah mengijinkannya, Mengerti!” tegas Sanha.
“Ba.. baiklah, aku akan menunggu, terimakasih Keenan karena sudah kembali,” ucap pria tersebut seraya mengusap bagian atas kepala Keenan sebelum pamit undur diri meninggalkan Keenan dan Sanha yang masih memelototinya dari kejauhan.
“Siapa dia tante?” tanya Keenan kembali yang kekeuh ingin mengetahui identitas pria paruh baya yang sudah memeluknya penuh emosional.
“Berhenti merengek! Atau tante tidak akan menemanimu mencukur rambut!” ancam Sanha, sebagai senjata ampuh untuk menghentikan rengekan Keenan.
“Oke, oke, aku mengerti, aku akan menanyakannya sendiri pada mama nanti,” pasrah Keenan, karena baginya yang terpenting saat ini adalah menjadi tampan seutuhnya, dengan memangkas rambut, kumis dan janggut yang sudah seperti tanaman liar yang tumbuh diwajahnya.
“Bukankah mama bilang selama ini selalu merawatku dengan baik, lalu kenapa rambut, kumis dan janggutku dibiarkan tumbuh hingga segondrong ini,” keluh Keenan lagi begitu mereka melewati pintu utama.
“Kau ini cerewet sekali, dulu Hyunjie pernah mencukur kumis dan janggutmu, tapi kemudian dia ga sengaja melukai dagumu hingga berdarah, sejak saat itu dia berhenti mencukur kumis dan janggutmu karena takut akan melukai wajahmu.
Dan rambut, yak! ibumu seorang dokter bukan penata rambut, bagaimana jika potongannya kacau atau malah mencukur habis rambutmu, kau tahu kan, selain tentang mengobati pasien tak ada 1 pun yang bisa ibumu lakukan dengan benar,” dumel Sanha panjang lebar.
“Lalu, kenapa ga meminta orang lain saja untuk mencukurnya, atau menyewa pemangkas rambut professional,” celoteh Keenan lagi yang membuat Sanha semakin kesal mendengar rengekan putra temannya yang tak ada habisnya itu.
“Aughhh!!” dengus Sanha yang sudah tak bisa lagi mengendalikan emosinya hingga ia pun tak sadar sudah melepas kursi roda yang diduduki Keenan, hingga membuat kursi roda tersebut meluncur bebas ke area yang lebih rendah.
“yak.. yak.. yak tante!!” teriak Keenan kala kursi rodanya terus melaju cepat menuruni jalanan licin.
“Aughh sial!” sementara itu Sanha juga dibuat panik dan berlarian mencoba menangkap pegangan kursi roda yang terus melesat menjauhinya.
Sampai…
Ada seseorang yang tiba-tiba muncul lalu menahan laju kursi roda tersebut dengan segenap kekuatannya, ia pun lantas mengunci rodanya kemudian hendak pergi begitu saja tanpa menunggu ucapan terimakasih dari orang yang telah ditolongnya.
“tunggu,” cegah Keenan yang membuatnya menghentikan langkahnya sejenak kemudian sedikit memiringkan tubuhnya untuk sekedar menunjukan wajahnya pada pria yang sudah ditolongnya barusan.
Pupil Keenan membesar kala kedua pasang mata itu bertemu.
“Andheera,” gumam Keenan sepelan mungkin.
Tak ingin membuang waktunya lagi, gadis berjaket hitam itu pun lantas pergi dengan raut wajah acuhnya, tak perduli dengan apa yang hendak pria berjanggut itu katakan padanya.
...****************...
Bersambung…
Chapter 3 Pemulihan pertama
Keesokan harinya, masih dirumah sakit Haneul Jakarta, tempat dimana Ray Keenan dirawat. Pria yang telah dicukur itu tengah terduduk bersandar disandaran ranjang sembari termenung memikirkan sesuatu dalam benaknya.
Tak hanya pertemuannya kemarin dengan gadis yang menjadi target pembalasan dendamnya, tapi juga kisah mengenai masa lalu ibunya yang diceritakan Hyunjie tadi malam.
Tentang ayah biologisnya yang sudah menelantarkannya demi wanita lain, dan juga kenyataan mengenai kegilaan ibu tirinya yang sudah mencelakai dirinya hingga berniat membunuhnya belasan tahun silam.
Note: yang udah baca Mimpi dan Harapan udah dijelasin ya mengenai kecelakaan beruntun yang memakan banyak korban termasuk Hyunjie dan Keenan, namun beruntung mereka berdua bisa selamat.
Dan kini ayah biologisnya kembali memunculkan dirinya, dengan tujuan ingin menjadikan Keenan pewaris dari Hotel Zeus sebagai tanda permintaan maaf darinya karena telah menelantarkan dirinya dan ibunya selama ini.
...----------------...
Adegan kembali ke malam hari dimana Keenan tengah terduduk diranjang sedang Hyunjie duduk dpinggir ranjang sembari memandangi wajah putranya dengan tatapan sendu, setelah memaparkan kisah cinta pilu masa lalunya pada putra semata wayangnya itu.
“Apa kau kecewa karena mama baru menceritakan hal ini padamu, Keenan?” tanya Hyunjie seraya meraih lengan putranya lalu mengusap-usapnya lembut.
“tidak, mama sudah berusaha dengan baik, maaf karena aku sudah kasar pada mama tadi siang, dan juga terimakasih karena sudah melahirkan dan merawatku dengan baik. Aku tak perduli siapapun ayah biologisku, karena bagiku, aku hanya memiliki mama sebagai ibu dan sekaligus sosok ayah bagiku,” tutur Keenan yang membuat Hyunjie emosional dan menangis terharu, dengan cepat Keenan menarik ibunya agar masuk ke dalam pelukan hangatnya.
“terimakasih, terimakasih Keenan, terimakasih,” ucap ibunya ditengah isak tangis haru dan bahagianya, memiliki putra seperti Keenan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan padanya.
...----------------...
Kembali ke saat ini.
“Keenan!!” seru seorang gadis yang tiba-tiba muncul dengan membanting pintu kamar Keenan.
“Astaga!” kaget Keenan seraya memegangi area dadanya.
“Akhirnya kau sadar juga!!” hebohnya yang kemudian memeluk erat Keenan sampai Keenan kesulitan bernafas.
“Uhhuk!! Uhukk!! Yak cukup lepaskan!!” pekik Keenan yang mencoba menjauhkan tubuh gadis tersebut.
“Kau tahu!! Aku benar-benar bahagia sekali saat mendengar kau akhirnya sadar, aku bahkan langsung kabur kemari dari syutingku kemarin, uuhhh!! Aku sangat sangat sngat merindukanmu!!” serunya lagi yang kemudian menciumi pipi Keenan untuk mengekspresikan kebahagiaannya yang luar biasa.
“Aiisssh!! Berhenti menciumiku JISO!!” teriak Keenan, namun tampaknya gadis itu tak menggubris emosional Keenan, ia malah cengengesan sembari memegang erat tangan Keenan.
“Aku sudah mengosongkan jadwalku selama 1 pekan ke depan,” paparnya.
“kenapa?” tanya Keenan seraya mengangkat 1 alisnya.
“karena aku ingin menemanimu melakukan pemulihan, siapa tahu dengan hadirnya diriku disisimu, tubuhmu bisa cepat pulih dan beraktivitas normal seperti sebelumnya,” katanya antusias.
“tidak perlu, dengan bantuan para medis pun sudah cukup, kehadiranmu hanya akan membuat kepalaku pusing karena suara cemprengmu!” ketusnya sembari mencoba melepaskan genggaman erat karibnya itu.
“Bodo amat, pokoknya aku yang akan menemanimu pemulihan titik!” teguh Jiso tak ingin mengalah.
Tok..tok.. suara ketukan pintu yang kemudian disusul dengan kemunculan seorang perawat wanita dari balik pintu, membuat keduanya serempak menoleh ke arah pintu.
“sudah waktunya mas Keenan menjalani pemulihan,” ujar sang perawat yang kemudian menarik kursi roda yang berada disudut ruangan dan mendorongnya hingga ke pinggir ranjang Keenan.
“oke!! Ayooo!!” seru Jiso seraya bangkit dari pinggiran ranjang lalu membantu Keenan turun dari ranjang.
Karena tubuh Keenan yang cukup besar membuat perawat tersebut dengan sigap membantu memopoh sisi lainnya, sebab sudah pasti Jiso tak akan bisa mengatasinya sendiri.
“biar aku aja kak, bisa tolong tunjukan ruangannya,” kata Jiso ketika sang perawat hendak mendorong kursi roda yang diduduki Keenan.
“Aiissh.. biarkan para medis melakukan tugasnya Jiso! Jangan mengganggunya,” celetuk Keenan dengan nada sarkasnya.
“gak mau tuh! ayoo kak dimana tempatnya,” ulang Jiso.
“ahh iya, ayo,” sahut sang perawat dengan senyum kikuknya ia pun berjalan lebih dulu untuk menuntun jalan.
...****************...
Ruangan Fisioterapi, selagi Keenan melakukan pemulihan dengan dibantu tenaga medis pria, Jiso terlihat anteng duduk dipinggir dengan pandangan yang tak lepas dari aktivitas karibnya itu.
Keenan mencoba berjalan perlahan dengan berpegangan pada pegangan besi dan dibarengi oleh tenaga medis yang berdiri disampingnya, meski tekadnya sangat kuat agar bisa cepat kembali berjalan dengan normal, namun tampaknya kedua kakinya tidak bisa diajak bekerja sama hingga membuatnya terjatuh, dengan sigap sang perawat tersebut menangkapnya.
Sontak saja hal itu pun membuat Jiso bergegas menghampiri Keenan dengan raut wajah khawatirnya.
“Astaga Keenan, kau gak apa-apa?!” panik Jiso sembari memindai seluruh tubuh Keenan dari atas sampai bawah.
“Gak, gak apa-apa,” respon Keenan yang kembali mencoba menggenggam erat pegangan besi untuk membantunya berdiri tegap.
“Oke saya lepaskan dalam hitungan ke 3 ya, 3..2..1,” ucap sang perawat yang kemudian perlahan melepaskan tubuh Keenan, agar Keenan bisa berjalan sendiri.
Namun baru saja beberapa langkah, Keenan kembali terjatuh yang membuat pergelangan kakinya keseleo.
“Arrghh!” rintihnya bersamaan dengan mendaratnya bokong Keenan dilantai yang keras.
Sang perawat yang lengah itu pun lantas mengecek kondisi pasiennya dengan raut wajah khawatirnya, begitu pun dengan Jiso yang ikut-ikutan heboh lantaran takut Keenan mendapatkan cedera yang cukup parah.
“Sebaiknya hari ini dicukupkan sampai disini aja,” ujar sang perawat seraya mencoba membantu Keenan berdiri dengan 1 kakinya, sebab yang 1 nya lagi masih terasa linu.
“tidak, aku gak apa-apa, aku hanya butuh istirahat sebentar, akan ku lanjutkan kembali,” kekeuh Keenan yang kini sudah kembali duduk dikursi rodanya.
“jangan membantah Keenan!
Perawat tahu mana yang terbaik untuk tubuhmu, jadi turuti saja perintahnya, kita bisa melakukannya pelan-pelan oke!” timbrung Jiso.
“tidak, aku tidak memiliki banyak waktu, aku harus segera pulih!” tegas Keenan seraya memasang wajah seriusnya ditengah nafas yang terengah-engah karena kelelahan.
“kau!...”
“Jika kau tak ingin membantu sebaiknya kau pergi!!” pekik Keenan dengan sorot mata tajamnya yang membuat Jiso menghembuskan nafas pasrahnya.
...****************...
Sore harinya, karena suntuk seharian dikamar Keenan pun meminta Jiso untuk menemaninya berkeliling disekitaran taman rumah sakit.
“Apa ada hal yang menganggumu?” tanya Jiso ketika Keena terus terdiam dan hanya memandangi area taman yang dilewatinya.
“huh? Ngg.. nggak, apa kau masih sering bertemu dengan Kimbrain?” tanya Keenan yang akhirnya membuka pembicaraan setelah Jiso memancingnya.
“Brain? Amm.. udah ga terlalu sering sih, jadwalnya lebih padat ketimbang aku. Ahh iya! kudengar dia sudah kembali ke Indonesia tadi malam, mau ku hubungi?” tawar Jiso seraya menghentikan sejenak kursi roda Keenan.
“Apa dia sering menjengukku saat aku koma?” tanya Keenan lagi.
“hmm.. entahlah, saat aku ajak mengunjungimu dia selalu beralasan, mungkin dia ingin mengunjungimu sendirian.
Tapi…, kurasa ada sikapnya yang aneh, setiap aku membahas tentang dirimu, dia selalu mangkir dan mengalihkan ke pembahasan lain, apa kalian berdua sempat bertengkar sebelum kau mengalami kecelakaan?” papar Jiso seraya kembali mendorong kursi roda Keenan, dan melaju tanpa tujuan yang pasti.
“tidak, hubunganku baik-baik saja,” sahut Keenan.
“lantas kenapa dia seperti yang enggan membicarakan tentang dirimu,” balas Jiso lagi yang heran dengan perubahan sikap karibnya itu.
“tunggu.. bukankah itu dia!” sambung Jiso kala melihat sosok yang dikenalnya turun dari mobil dan hendak berjalan memasuki pintu utama rumah sakit dengan didampingi 1 manajer serta beberapa staf keamanan yang berjaga disisi kanan dan kiri.
“siapa?” tanya Keenan yang tak bisa jelas melihat sosok yang dilihat Jiso lantaran staf keamanan itu menutupi Kimbrain.
“Brain, sedang apa dia disini, mungkinkah chek up,” Jiso bermonolog.
“antarkan aku padanya,” kata Keenan.
“oke,” sahut Jiso yang lantas mendorong kursi roda lebih cepat agar bisa menyusul langkah karibnya yang sudah lebih dulu memasuki rumah sakit.
...****************...
Didepan ruangan tempat dimana Kimbrain melakukan chek up, terlihat 2 staf keamanan itu berjaga dengan muka sangarnya disisi kanan dan kiri pintu, kalau-kalau ada fans fanatik yang ingin menerobos masuk bertemu dengan Kimbrain.
“Hai, pak Ali, pak Beno,” sapa Jiso pada staf keamanan yang juga dikenalnya.
“Iya Sore nona Jiso!” balas keduanya serempak sembari membungkukan tubuhnya.
“Brian sakit?” tanya Jiso dengan nada sepelan mungkin lantaran banyak pasien serta tenaga medis lainnya yang berseliweran diarea tersebut.
“tidak nona, hanya chek up bulanan saja, ada apa?” sahut pak Ali.
“Ahh masih lama ga? Aku.. amm ingin bicara dengannya sebentar bisa?” ijin Jiso diiringi senyum ramahnya.
“Sebentar saya ijin ke manajernya dulu ya,” timpal pak Ali lagi yang kemudian mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruangan tersebut.
“oke, aku tunggu ditangga darurat yang ada dipojokan sana ya, kurasa disana tempatnya sepi,” ucap Jiso pada pak Beno sebab pak Ali sudah pergi sebelum dirinya menuntaskan apa yang ingin disampaikannya.
“baik, akan saya sampaikan nona,” respon pak Beno sopan.
“oke terimakasih pak Beno,” tutupnya kemudian pergi dengan mendorong kursi roda Keenan menuju tempat yang mereka sepakati.
“Apa harus sembunyi-sembunyi seperti ini?” protes Keenan.
“Aku tak bisa terlihat bersamanya, itu akan merepotkan, kau tahu kan sudah banyak idol pria yang digosipkan kencan denganku, huuh!! Aku tak sanggup jika harus mendapat cacian dan makian lagi dari fans nya Brain yang bejibun itu hihhh!! Mengerikan,” keluhnya panjang lebar.
...****************...
30 menit kemudian, namun Kimbrain tak kunjung muncul hingga membuat Keenan menghela nafas kesalnya lantaran dibuat lama menunggu.
“huhh!! Kau yakin dia akan datang?” keluh Keenan.
“tunggulah sebentar lagi, kau ini ga sabaran banget,” sambar Jiso yang ikut emosional kala karibnya itu melampiaskan kekesalannya pada dirinya.
“tapi…,”
Belum sempat Keenan kembali mengoceh panjang lebar, handle pintu terlihat bergerak tanda ada seseorang yang hendak masuk.
“Keenan,” ucap Brain pelan kala matanya menangkap sosok karibnya tengah terduduk dikursi roda sedangkan Jiso duduk disalah satu anak tangga.
“Jiso, hehee,” timbrung Jiso sembari nyengir, untuk memberitahukan pada Brian jika disana tak hanya ada Keenan, melainkan ada dirinya juga yang duduk dipojok anak tangga.
“Ka.. kau sudah sadar,” lanjut Keenan.
“Siapa Keenan?” tanya sang manajer yang ikut bergabung diantara mereka setelah mengintip sebentar ke balik pintu.
“Ahh ini.. temanku, bisa kau tinggalkan kami sebantar,” pinta Brian pada manajernya.
Meski awalnya ragu namun akhirnya sang manajer pun mengijinkan Brian berbincang dengan teman prianya yang berada dikursi roda tersebut.
“kau juga,” kata Brian seraya mengarahkan sorot matanya pada Jiso yang masih tersenyum cerah menyambut kedatangan karibnya yang super sibuk itu.
“Aku?!” pekik Jiso yang tak menduga jika diirnya juga akan diusir dalam pembicaraan kedua karibnya.
“he’em, aku ingin bicara berdua saja dengan Keenan,” tambahnya lagi yang membuat Jiso pun hanya bisa menghembuskan nafas pasrahnya lalu bangkit dan keluar dari ruangan sempit tersebut.
...****************...
Bersambung…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!