NovelToon NovelToon

Berlianku Yang Rapuh

SERPIHAN BERLIAN DI PEDESAAN

*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Sekuntum mawar yang masih terpaut pada batangnya, ia genggam dengan jemari lentik. Kulitnya putih seperti 'snow white'. Perawakan mungil dengan hidung mancung. Banyak yang bilang dirinya mirip aktris Ranty Maria. Sweater rajut ciri khasnya dipadu khimar segi empat menutupi dada dan rok plisket warna lylac. Dihirupnya wangi mawar yang baru dia sirami. Namanya Yasmeen, Arabella Yasmeen. Gadis campuran Indo-Belanda yang telah ditinggal kedua orangtuanya dalam kecelakaan tragis.

13 tahun yang lalu, di sepertiga malam. Hujan gerimis di perbukitan. Sebuah sedan Accord melaju kencang. Herbert Van Wilson (45 tahun) dan Anna Marilyn (37 tahun) tewas setelah menabrak pagar pembatas jurang, membuat sedan itu terpental dan terbalik di tengah jalan perbukitan. Mereka dalam perjalanan pulang seusai mengucap kalimat syahadat. Keluarga mualaf ini meninggalkan seorang putri cantik berusia 4 tahun.

***

"Teteh.. jangan ngelamun atuh, hayuk pindah nyiramnya". Izza menyadarkan Yasmeen dari lamunannya.

"Eh.. Izza tolongin teteh isi airnya yah? Teteh mau potong daun-daun yang layu." Bulir bening disudut matanya tertahan. Bunga-bunga itu mengingatkannya pada sosok yang paling disayanginya.

Mawar putih bunga kesukaan Mami. Kini Yasmeen tinggal bersama sepasang suami-istri, guru ngaji sekaligus pemilik panti asuhan. Abah Yahya dan Ummi Siti. Mereka orang yang menuntun Papi dan Mami kepada Islam.

" Eneng.. geulis. Tolongin Umi.. ieu si ujang nangis terus. Ummi lagi mandikan Sulis". Ummi Siti tergopoh-gopoh sambil menggendong bayi usia 8 bulan.

" Mari Ummi, biar Abdul Eneng yang ajak" ditinggalkannya mawar-mawar itu. Diraihnya bayi laki-laki yang terisak.

Di panti ini ada 3 orang remaja seusia Yasmeen, 1 bayi laki-laki, 8 anak perempuan dan 3 anak laki-laki usia SD. Yasmeen masih memiliki keluarga. Adik laki-laki dari Papinya yang biasa ia panggil 'Oom tampan'. Dialah yang menopang sebagian besar kebutuhan panti dan terutama kebutuhan Yasmeen. Namanya Rudolf Van Wilson, seorang Katolik.

" Abdul.. anak sholeh yuk kita cari teh Izza, tadi teteh mintain tolong ambilkan air kok malah ngilang si tetehnya". Izza salah satu anak perempuan panti, usianya 8 tahun. Ditinggalkan orang tuanya bekerja di luar negeri.

Yasmeen berjalan ke luar pagar panti. Sambil menggendong Abdul. Melantunkan sholawat, lirih nan berlagu. Sesekali menciumi bayi laki-laki itu.

" Teteh.. " Izza melambaikan tangan dari kejauhan. Disebelahnya seorang pria tinggi dengan kemeja denim, casual namun rapi, seperti keturunan Arab.

Baru beranjak masuk ke sebuah mobil SUV.

Yasmeen mendekat, mata mereka sempat bertemu. Suara disekitar seolah hilang, waktu seakan berhenti sekejap. Saling terpesona dalam hitungan detik. Dia tampan. Seperti Reza Rahadian. Hanya bisa memberi isyarat mengangguk, Yasmeen membalas dengan menunduk. Dia berlalu dengan mobilnya..

"Izza.. tadi teh ngobrol sama siapa?"

"Enggak tau teh, orang kota. Tanya rumah pak kades. Maaf ya teh, tadi Izza teh denger mamang kue putu jadi Izza keluar dulu". Celetuknya.

" Teteh dari tadi nungguin airnya, kumaha Izza mah nggak pamit dulu kalo mau keluar". Omel Yasmeen.

"Iya maaf teteh, Izza kan buru-buru. Mana mamang putunya sudah kabur. "

"Yasudah atuh, hayuk masuk.. Dah sore"

"Teh.. Aa' tadi ganteng pisan yah? Mirip artis..", seloroh bocah itu.

" Eehh.. kecil-kecil ulah genit Izza. Kamu teh kenal artis? ". Sambil mencolek ujung hidung Izza, Yasmeen berlalu. Gadis yang jarang menonton TV. Tidak menggunakan smartphone. Hanya menggunakan HP jadul untuk berkomunikasi dengan Oom.

Netranya berbinar tatkala membayangkan sesosok rupawan yang baru dijumpainya. Yasmeen yang selalu menjaga untuk tidak bersentuhan dengan non-mahram, tanpa aba-aba fantasinya membuana. Betapa senangnya jika bisa melihat dia satu kali lagi. Apakah ini cinta pandangan pertama?

* * *

Jalan desa masih berkabut, matahari belum sepenuhnya menampakkan diri. Persediaan lauk sudah habis, waktunya belanja. Seusai dzikir dan ta'lim pagi 2 gadis panti bersama Ummi Siti berjalan kaki ke pasar.

Pasar kecil tempat warga menjual hasil tani dan membawa dagangan dari kota. Jarang sekali anak-anak panti bisa makan ikan laut, kecuali yang sudah diasinkan. Alhamdulillah di panti abah punya kolam ikan lele dan mujair. Juga beternak ayam untuk menghidupi adik-adik panti. Panti ini adalah wujud keikhlasan sepasang suami istri dalam membantu sesama. Abah sering bilang pada Om Tampan, bahwa Abah menerima uang darinya hanya sampai Yasmeen menikah.

Di pasar ada satu toko sembako paling besar milik Pak Kades. Ada seseorang pemuda yang sering merokok di depan toko. Surya namanya, anak Pak Kades. Pemuda mana yang tidak tertarik dengan gadis blasteran yang cantiknya kebangetan seperti Yasmeen? Tentu saja, Surya sangat terobsesi pada Yasmeen. Sering kali dia mengantarkan bahan makanan ke panti. Tapi Abah selalu menahannya untuk menemui Yasmeen, diajaknya Surya berputar-putar di kandang ayam, kolam ikan sampai dia bosan lalu pulang.

Ummi Siti masuk ke toko, sementara Yasmeen dan Hanifah masuk ke pasar membeli rempah-rempah dan tempe. Hari ini pasar lebih ramai dari biasanya. Ibu-ibu berkerumun di depan toko sembako.

Sementata Yasmeen bercakap-cakap dengan Bu Encum penjual tempe, Hanifah berbelanja bumbu rempah-rempah di sebelahnya. Tiba-tiba merasakan sebuah sentuhan melingkar di bahunya, Yasmeen terkejut.

"Kang Surya ulah gitu! Yasmeen nggak suka! " gadis lugu itu ketakutan.

"Kang Surya teh nggak sopan! Hanifah adukan ka Abah nanti biar di sampaikan ke Pak Kades! " Bela kawannya.

"Eh Hanifah.. dengar ya. Akang teh sudah bilang sama Bapak, mau minta lamarkan Yasmeen", kata bujang lapuk itu menggodanya.

" Yasmeen teh takut sama akang! Nggak mau menikah sama akang!", gemetar hebat tubuh gadis lugu itu hingga merah padam wajahnya menahan tangis.

"Duh geulis.. Emangnya Akang teh monster? Akang mah sayang sama Yasmeen. Enggak akan galak kalo sama Yasmeen".

Yasmeen berlari keluar pasar. Jalanan yang belum diaspal, batu-batu seukuran kepalan tangan membuat langkahnya terguling. Kakinya terperosok lubang, membuat badannya oleng. Yasmeen terkilir, belum sempat jatuh tangannya meraih tumpukan krat botol kecap di samping toko. Rubuh bersama badannya, 2 krat kecap beserta isinya menimpa badan dan kepala Yasmeen. Pandangannya kabur, kemudian tak sadarkan diri.

* * *

Pandangannya masih remang, Yasmeen melihat sekeliling. Dia berada di dalam mobil. Lalu matanya terpejam lagi. Antara sakit dan lemas, dia terpejam tak tertahankan.

Sayup-sayup dia dengar suara-suara khas rumah sakit. Mengingatkannya dengan malam itu, malam dimana dia satu-satunya ditemukan selamat dalam tragedi gerimis. Yasmeen terbangun, melihat sekeliling. Mendapati Ummi Siti dan Hanifah disampingnya. Dia di bawa ke salah satu rumah sakit kecil di Bandung.

"Ummi.. ". Rintihnya..

" Geulis.. Nggak apa-apa, jangan banyak gerak dulu. Kata dokter Yasmeen teh masih di obserpasi" Logat sunda yang cukup medok.

" Yasmeen teh nggak apa-apa? Yang mana yang sakit? " tanya Hanifah.

"Yasmeen teh cuma ngantuk berat, sama kakinya yang sakit sekali.."

"Kamu teh dari tadi tidur? Ipah kira mah koma ih! " celetuknya beradu kepolosan.

"Sudah-sudah, Ummi minta tolong Ipah temani Yasmeen ya neng? Ummi pulang sebentar, nanti biar bisa gantian jaga sama Ina".

" Ummi, ini Yasmeen dimana? Tadi kita kesini naik apa? ". Yasmeen masih belum bisa mengingat apa saja yang sudah terjadi.

" Ini di Bandung, tadi teh kita diantar sama teman Pak Kades. Ya Allah untung sekali ada yang bawa mobil ke pasar jadi Yasmeen bisa cepat dibawa kesini". Cerita Ummi.

"Di Bandung? Terus Ummi teh gimana pulangnya?"

Perjalanan ke panti lamanya sekitar 2 jam dari Bandung. Yasmeen yang sudah hampir belasan tahun tidak pernah turun gunung sedikit bingung.

"Sama teman Pak Kades neng. Di Luar ada Bu Kades juga. Tadi teh Surya juga mau ikut, tapi dimarahin sama Bu Kades. Gara-gara Surya genit, Yasmeen jadi begini". Terang Ummi Siti.

Suara ketukan pintu, Bu Kades meminta izin masuk. Yasmeen merapikan kerudungnya. Tak disangka, Bu Kades masuk bersama seorang pemuda. Pemuda yang Yasmeen tak begitu asing lagi dengan sosoknya.

***

RASA INI

...

Yasmeen terpana. Tak disangka sosok didepannya adalah yang sempat beradu tatap dengannya kemarin. Benar! Pria itu. Dengan kemeja flanel kotak-kotak hitam, celana chinos ash grey, jam tangan bermerek. Jambangnya rapi dengan bulu janggut tipis-tipis. Namanya Arya, seorang duda berusia 37 tahun.

"Neng Yasmeen, Ibu minta maaf atas kelakuan Kang Surya yah.. Kang Surya teh sebetulnya suka pisan sama Yasmeen", bela Bu Kades.

Seolah tak nyaman dengan pernyataan Bu Kades, Yasmeen hanya bisa menganggukkan senyum. Sesekali melirik, bola matanya menjelajahi paras Arya. Kemudian menunduk dalam hitungan detik. Malu bercampur dengan bahagia tiada tara. Pria yang berhasil menarik perhatiannya, berada pada jarak sedekat ini.

Demikian dengan Arya, bukan waktu yang tepat untuk memperkenalkan diri. Pandangannya tak luput dari Yasmeen, dia sepertinya juga menyadari rasa saling terpesona itu. Gadis ini seperti bule cantik yang nyasar di desa kecil. Aura berlian yang sepertinya salah tempat. Kenapa bule secantik ini berada di desa terpencil?

Lagi-lagi pertemuan ini hanya berlangsung beberapa menit. Sedikit lebih lama dari yang pertama. Arya mengangguk sebagai isyarat perpisahan sementara untuk mengantar Ummi dan bu Kades. Hanifah mengantar mereka ke luar. Yasmeen tertegun beberapa saat. Nyeri, pusing dan bungah bercampur jadi satu. Senyumnya mengembang. Sampai Hanifah masuk, membuyarkan semuanya.

"Ya Allah Yasmeen.. Kamu teh tau tadi siapa?", teriak Hanifah begitu bersemangat.

"Enggak tau, Ipah tau?"

"Ih si Yasmeen mah! Aa' nya tadi teh bilang kalo ketemu Yasmeen lagi mungkin jodoh. Berarti Yasmin sudah pernah ketemu atuh!"

"Pernah.. tapi cuma lewat aja.." Yasmeen menyembunyikan senyum.

"Ipah bilangin ka Abah yah Yasmeen, dari kapan Yasmeen kenalan sama laki-laki?".

"Ih.. sembarangan Ipah teh. Kemarin si Aa' nya mah cuma lewat, nanya rumah Pak Kades sama si Izza. Orang Yasmeen juga nggak sempet ngomong apa-apa".

"Sumpah yah demi Allah, si Aa' teh tadi ngasih ini sama Ipah, minta tolong disampaikan ke Yasmeen". Hanifah menyodorkan secarik kertas.

Yasmeen menutup mulutnya dengan kedua tangan. Perasaannya campuraduk. Diraihnya kertas itu sambil tertegun.

"Ipah.. ini teh apaa.."

"Duit Yasmeen.. Ini teh duiiit, ya surat lah. Ipah mah gemes sama Yasmin ah". Gerutu Hanifah.

Yasmin membuka lipatan secarik kertas notes itu. Melihatnya sekilas. Menangkupkannya lagi ke dada. Gemetar tangannya serasa kehilangan energi. Padahal dia juga belum pesan apa yang disampaikan. Jangan-jangan catatan bon rumah sakit.

"Enggeus dibaca atuh Yasmeen, Ipah teh penasaran juga."

"Iya-iya.. Yasmeen teh deg-degan". Jawabnya dengan lugu. Lalu mereka membacanya berdua.

Assalamualaikum..

Saya Arya. Kita sempat berpapasan kemarin. Sepertinya kita ditakdirkan bertemu lagi. Jika Allah mempertemukan kita untuk yang ke 3 kalinya mungkin ini yang dinamakan jodoh.

Waullahualam

Syafakillah

Arya Permana Aji

Ditangkupkan lagi kertas itu ke dadanya. Yasmeen tersenyum dengan penuh rasa malu di hadapan Ipah. Apakah seperti ini namanya jatuh cinta?

"Ipah, kamu teh pernah suka sama laki-laki?" Tanya Yasmeen polos.

"Ya pernah atuh Yasmeen. Ipah kan suka sama Aa' Rijal." Dua gadis yang masih polos ini saling bercerita tentang jatuh cinta.

"Aa' Rijal adiknya Kang Surya? Yang bener kamu teh Ipah?"

"Iya.. kan kalo Aa' Rijal mah sopan. Kamu sih enggak pernah mau kalo diajak belanja di toko Bu Kades. Padahal A' Ijal kan sering di sana juga". Papar Hanifah.

"Abisnya Yasmeen takut sama Kang Surya. Pantesan kamu teh semangat kalo Ummi ngajak ke sana", goda Yasmeen.

"Eh Yasmeen. Si Aa' ganteng tadi beneran suka sama Yasmeen kelihatannya ya?

"Enggak tau.. kok Ipah bilang gitu?"

"Tadi teh dia yang nawarin diri gendong Yasmeen ke mobil. Pas Kang Surya dimarahin sama Bu Kades. Eh.. Bu Kades minta tolong si Aa' ganteng nganter kita ke sini".

"Yasmeen teh digendong sama Aa' yang tadi??" Yasmeen terkaget-kaget.

"Iya atuh putri cantik.. emang kamu teh bisa jalan sendiri sambil pingsan?".

* * *

Menjelang sore Yasmeen dinyatakan boleh pulang. Tidak ada cedera yang serius di kepala. Hanya kakinya yang bengkak karena terkilir hingga harus dibalut.

Kali ini Yasmeen di jemput sendiri oleh Pak Kades. Menggunakan mobil Kijang lawas bersama Abah dan Ummi Siti. Abah adalah salah satu orang yang dihormati di desa, sebagai guru ngaji dan ustadz. Pribadi Abah sederhana namun sangat berwibawa.

Di dalam mobil Pak Kades tak henti-hentinya meminta maaf atas perbuatan Kang Surya. Beliau meminta izin agar Kang Surya boleh menemui Yasmeen untuk meminta maaf. Abah bertanya apakah Yasmeen berkenan? Karena sungkan, Yasmeen mengizinkan.

Mereka tiba di panti ba'da Maghrib. Yasmeen yang sudah ditunggu teman-teman panti dibantu Hanifah dan Ina masuk ke dalam. Sementara Abah dan Ummi masih berbincang dengan Pak Kades seusai sholat.

* * *

Di panti ini Yasmeen tidur di pondok putri bersama 2 orang seusianya dan 8 orang anak perempuan usia SD. Pondok putri cukup besar untuk ditempati 11 orang. Bangunannya dari kayu ulin, bentuknya seperti rumah panggung. Ada 4 kamar terpisah. 2 kamar mandi di bawah. Dapur jadi 1 dengan Abah dan Ummi.

Di pondok putri semua mendampingi Yasmeen. Menunggu cerita tentang apa yang sudah terjadi. Semua sayang pada Yasmeen, hampir tidak pernah berselisih satu sama lain. Hanya beberapa yang terkadang jahil. Justru mereka yang membuat ramai suasana pondokan putri.

Beranjak malam, setelah semua ibadah ditunaikan. Ummi masuk menemui Yasmeen. Di kamar Yasmeen tidur dengan Izza dan Sulis. Sementara Izza dan Sulis sudah terlelap, Ummi bercakap-cakap dengan Yasmeen.

"Ummi, tolong jangan kabari Om ya mi..", pinta Yasmeen. Karena dia tau, Om Rudolf pasti akan membuat perhitungan pada siapapun yang berani mengganggu keponakan kesayangan satu-satunya.

"Ummi memang belum kabari Pak Rudolf, Ummi tunggu Yasmeen yang minta

Ummi kabari". Jawab Ummi.

"Mi.. Ummi teh kenal Aa' yang ngantar kita ke rumah sakit?"

"Mas Arya? Beliau teh yang beli perkebunan teh milik Pak Kades. Bos di perusahaan minuman kitu", terang Ummi.

"Berarti Mas Arya sering ke sini ya mi?"

"Ummi teh baru ketemu kemarin. Orangnya sopan pisan. Sepertinya suka sama Yasmeen. Waktu Yasmeen jatuh dia yang menawarkan diri bawa ke rumah sakit, padahal orang-orang bilang suruh bawa ke tukang urut saja".

"Ah Ummi.." Yasmeen tersipu. Tak kuasa mengadu pada Ummi tentang surat yang Arya berikan.

"Besok Kang Surya mau ke sini sama Pak Kades. InsyaAllah nggak apa-apa. Kang Surya teh enggak jahat. Cuma resek aja."

"Tapi nggak sopan mi..", Yasmin merengut. Moodnya berubah tiap disebut nama 'Surya'.

"Abah sudah tegur Kang Surya, jangan sembarangan colek-colek anak gadis. Abah sempet marah sekali. Tapi kang Surya ke sini minta maaf ka Abah waktu Yasmeen di rumah sakit".

"Memang Kang Surya begitu mi, kalo di pasar juga sering goda-godain yayuk jamu".

"Yasudah, Yasmeen istirahat nyak? Besok Abah dan Ummi dampingi pas Kang Surya ke sini."

Malam itu berkali-kali Yasmeen baca kembali surat dari Arya. Isinya tidak berubah. Tapi membuat perasaan Yasmeen berubah-ubah. Apakah perasaan ini berkelanjutan, ataukah hanya akan meninggalkan sedikit kenangan semanis ini.

SURATAN TAKDIR

* * *

"Goedemorgen Darling.." (Selamat pagi, sayang.)

"Goedemorgen Om Tampan.."

" Hoe gaat het met je?" (Apa kabar?)

"Alhamdulillah Yasmeen baik Om. Om ada dimana sekarang?", jawabnya kurang bersemangat.

"Auckland..(kota di pulau utara Selandia Baru)".

"Gorgeous.. Om bahagia hari ini?" Yasmeen menyelimur.

"Peri cantik Om tidak sedang baik seperti biasanya, betul?" Om Rudolf, satu-satunya keluarga Yasmeen yang masih ada. Usianya separuh abad dan masih lajang. Seorang pemeluk agama Katolik.

"Yasmeen sedang bahagia Om, trust me.. Hanya sedang nggak enak badan. Yasmeen selalu mendoakan kebahagiaan Om juga"

"Ah.. Why? Apakah banyak kegiatan disana?"

"Mungkin karena Yasmeen rindu Om..", rengeknya.

"Darling, Om akan segera mengunjungimu jika urusan Om sudah selesai",

"Baiklah Om, tolong jaga kesehatan Om disana.. See you Om.. Yasmeen mau sholat dhuha"

"Sure.. See you darl",

Yasmeen meletakkan ponselnya di laci meja. Dengan kaki yang dibalut band dia jalan sambil tertatih menuju mushola panti.

* * *

Suara motor Abah Yahya terdengar memasuki pagar panti. Hari sudah hampir Dhuhur, Yasmeen dan dua gadis panti di dapur. Menyiapkan makan siang untuk semuanya. Meski hanya sambil duduk, tenaga Yasmeen tetap berguna bagi teman-teman. Dia memetik i daun dan gagang kangkung.

Terlihat dari jauh Abah Yahya berbincang dengan seorang pemuda di saung dekat kolam ikan. Dapur mereka separuh terbuka. Sehingga bisa melihat suasana di luar.

"Yasmeeeenn.. itu teh Aa' ganteng bukan? Bisik Hanifah, greget.

Yasmeen berhenti memetiki kangkung, mengamati baik-baik benarkah itu dia. Atau hanya halusinasi sebab dia selalu membayangkan Arya sejak awal berpapasan.

"Kalo benar itu Mas Arya mah berarti dia teh sengaja kesini biar ketemu untuk yang ketiga kalinya" bisik Yasmeen pada dirinya sendiri.

"Tapi dari mana Mas Arya tau Yasmeen tinggal disini? Ah pasti kemarin teh ngobrol sama Ummi dan Bu Kades. Atau Mas Arya lihat Yasmeen keluar dari panti waktu Yasmeen nyari Izza?", bisiknya mengarang bebas.

Pukul 11.30 WIB, adzan Dhuhur kali ini berbeda suaranya. Ini bukan suara Abah Yahya. Suaranya merdu dan candu sekali. Apakah ini benar-benar suara Arya? Yasmeen belum mengenali suara ini. Sejak pertama Yasmeen bertemu dengan Arya, dia hanya mendengar suaranya satu kali.

"Assalamualaikum.." waktu dia berpamitan dari rumah sakit. Yasmeen menerka-nerka. Benarkah ini suara pria tampan itu? Ah.. jika benar, berati dia modus. Dia memang sengaja ingin menemui Yasmeen. Kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan yang dibumbui rasa suudzon.

Mushola di panti ini juga digunakan oleh warga sekitar untuk shalat jama'ah. Kain pembatas antara jama'ah laki-laki dan perempuan setinggi 2 meter. Tidak ada celah untuk sekedar mengintip ke sebelah. Usai shalat berjamaah Abah Yahya, Ummi Siti dan seluruh anak panti makan siang bersama di ruang tengah rumah Abah. Ruangannya luas, tanpa kursi. Semua duduk melingkar, lesehan. Begitu setiap hari. Mereka biasa makan pun dengan berjamaah, satu nampan besar untuk 4 orang. Seperti cara makan di pesantren.

Pucuk dicinta, urap pun tiba. Kakung yang Yasmeen petiki tadi dimasak urap-urap oleh Ummi Siti. Maksud author disini adalah : ternyata benar, pria yang sedari tadi bersama abah adalah Arya.

Diajaknya Arya makan bersama oleh abah. Mereka berdua terlihat begitu akrab. Saking tak bisa mengontrol gerak tubuhnya, Yasmeen tak fokus pada makanan di depannya. Terasa kenyang hanya dengan memandangi urap-urap di hadapannya.

"Ini benar-benar pertemuan ke 3", batin Yasmeen.

"Dia sengaja bukan? Memang dia ingin menemui ku"

Selesai membereskan semua, anak-anak panti bergegas qailullah (tidur siang). Karena tidur siang juga salah satu sunnah yang Rasullullah ajarkan. Tapi siang itu abah membuat pengecualian pada Yasmeen. Abah meminta Yasmeen menunda tidur siangnya dan bergabung duduk bersama Arya dan Ummi Siti.

"Yasmeen, ingat dengan Aa' ini?" Tanya Abah Yahya.

"Ingat Abah.." Yasmeen yang tak berani memandang semua orang, duduk sambil terduduk. Sementara jantungnya berdegup tak beraturan.

"Abah sejak kemarin mau berterimakasih sama nak Arya. Tadi, pagi-pagi sekali Abah ke rumah Pak Kades mau menemui Pak Kades dan nak Arya. Ternyata kata Pak Kades nak Arya sudah pamit pulang" Terang Abah.

Arya yang duduk bersila disamping Abah juga hanya bisa tersenyum dan sesekali menunduk. Namun berkali-kali menatap Yasmeen begitu dalam. Ummi Siti yang mengamatinya menyadari ada something antara kedua orang ini.

"Setelah dari rumah Pak Kades, Abah lanjut berangkat ke kota, mau cari pakan Ayam. Di dekat jembatan perbatasan ada mobil berhenti. Abah turun dari motor, eh nggak nyangka ternyata ini toh yang Abah cari.. Masih jodoh Abah ini Allah pertemukan di jalan. Biar bisa bilang Terimakasih", lanjut Abah.

Jantung Yasmeen serasa berhenti ketika Abah mengucap kata 'Jodoh'. Lagi-lagi ternyata ini bukan pertemuan yang direncanakan. Ini murni skenario Allah.

Saat itu secara bersamaan, dua insan ini sedang bergetar dalam frekuensi yang sama. Frekuensi yang sama dengan kata 'jodoh'. Bukankah kita akan menarik segala sesuatu yang sama dengan diri kita? (Law of atraction).

"Jadi malam ini nak Arya, menginap di sini sampai mobilnya selesai diperbaiki. Nanti biar tidur di kamar tamu. Karena aki mobilnya mati. Mobilnya harus nginap di bengkel, sampai dipanggilkan derek tadi. Mungkin karena jalanan sini pabalieut ya Nak Arya jadi mobilnya lelah?", canda Abah.

Padahal mobilnya B*W X1 yang sangat terawat. Jalan perbukitan seperti ini sudah medannya. Hampir tidak mungkin mogok hanya karena dipakai melewati tanjakan-tanjakan kecil. Sepertinya Allah memang menakdirkan mereka bertemu kembali.

Yasmeen malu pada dirinya sendiri yang sudah mengira Arya dengan sengaja menemuinya ke panti. Yasmeen malu mengira Arya hanya modus untuk bertemu dengannya lagi.

"Apakah benar kami berjodoh Yaa Allah? " Saat ini dirinya adalah satu-satunya teman baik untuk curhat dan menjawab curhatannya sendiri.

"Yasmeen, ada yang mau diucapkan pada Nak Arya?" Tanya Abah mengagetkan sekali.

"I.. Iya Abah"

"Mas Arya, terimakasih sudah membantu Yasmin", rasanya panggilan 'Mas' lebih cocok dengan namanya.. 'Arya'.

"Kembali kasih.. Syafakillah ya Yasmeen", jawab Arya dengan bibirnya dihiasi senyuman yang teduh.

"Yasudah, sekarang Yasmeen silakan tidur siang."

"Nuhun Abah.. Mangga"

Yasmeen beranjak dari tempat duduknya, dia lupa kakinya masih terkilir. Belum tegak badannya berdiri, badannya menjadi oleng. Semua yang di ruangan reflek ingin menangkapnya dan semua kalah cepat dengan Arya. Walau jarak mereka terhalang posisi duduk Abah, tapi sepertinya cinta memberikan energi lebih. Arya bukan Edward vampir twilight, tapi dia secepat kilat tepat waktu menangkap tubuh Yasmeen sebelum jatuh ke lantai.

"Pelan-pelan saja, kakimu masih sakit?", Arya membantunya berdiri.

Apa? Lagi-lagi terjadi kontak fisik yang tak direncanakan. Perasaan Yasmeen semakin tak karuan.

"Ehm.. Neng, hati-hati atuh", Abah terbatuk dengan klasik.

Ummi Siti segera membopong dan membantu Yasmeen ke kamar. Arya malu tapi senang, skornya 2-0 sekarang.

* * *

Matahari telah tenggelam sempurna. Hari ini ba'da magrib tidak ada kegiatan karena Abah sudah buat janji temu dengan pak Kades bahwa kang Surya mau datang.

Mereka datang bertiga dengan bu Kades. Lalu duduk di ruang tengah. Yasmeen dipanggil. Bawaan mereka banyak sekali. Ada parcel buah-buahan, sembako, sampai bantal love.

"Jadi begini Abah, maksud kedatangan kami kesini yang pertama mau mengantar Surya untuk meminta maaf kepada neng Yasmeen dan keluarga Abah", pak Kades membuka pembicaraan.

"Benar Abah, Surya benar-benar mohon maaf. Sama sekali tidak menyangka sampai terjadi kecelakaan seperti kemarin", sahut Surya.

"Alhamdulillah. InsyaAllah permintaan maaf Nak Surya kami terima. Begitu juga dengan Yasmeen. Abah sudah bicara kemarin, Yasmeen sudah memafkan Nak Surya. Benar neng?", tanya Abah.

"Sudah Abah.. kang Surya, tolong jangan diulangi. Semoga kang Surya teh mau rajin ngaji lagi biar lebih paham adab", jawab Yasmeen.

"Iyah.. iyah Neng. Akang mau. Mau Ngaji lagi ka Abah ya Bah? Kalo Akang ngaji, Yasmeen teh mau nikah sama Akang?", berondong Surya.

Alis Yasmeen berkerut, menelan ludah. Pundaknya naik turun tanda nafasnya memburu. Rasa ingin di cubitnya ginjal Surya dengan tang.

"Maaf Kang, Yasmeen enggak bisa.."

"Kenapa atuh Neng? Yasmeen teh mau kuliah dulu? Biar Akang yang biayain yah Ambu yah?", preman pengangguran itu menoleh pada ibunya.

Sesungguhnya Pak Kades dan Bu Kades pun dengan setengah hati mengantar Surya ke sana. Sebab Surya pasti akan mengungkapkan keinginannya untuk melamar Yasmeen. Sementara Bapak dan Ibu Kades menyadari bahwa gadis itu tidak berkenan.

" Bukan begitu Kang Surya.. Yasmin teh.."

"Apa Neng? Akang mah siap menuruti permintaan Yasmeen", Surya masih semangat memberondongnya.

"Akang pasti terima?" Tanya Yasmeen.

"InsyaAllah Akang terima Yasmeen lahir dan batin", jawabnya cengengesan sambil menoleh ke Pak Kades dan Bu Kades.

"Maaf pisan Kang.. Yasmeen teh sedang suka sama orang lain". Jawab Yasmeen mengagetkan semua orang.

"NAON?!" (Apa?!)

"SAHA BUDAK YANG ENENG SUKA?! SI WILDAN ANAK PNS TE'A?" (Siapa Eneng? Siapa anak yang Eneng suka? Wildan si bocah PNS itu?) Surya reflek, tak kuasa menahan volume suaranya yang ingin meninggi.

"SURYA! Yang sopan Atuh jang!" ,bentak Pak Kades.

"Hampura nyak Abah.." lanjut Pak Kades.

Abah Yahya hanya tersenyum teduh sambil mengangguk. Tangannya mengisyaratkan 'tidak apa-apa'.

Suasana menegang. Surya seakan menahan amarah, napasnya memburu, giginya beradu. Dengan bola matanya bergerak ke kanan kiri, dadanya penuh ingin memuntahkan kata-kata kasar namun dia setengah mati menahannya.

"Eneng tau? Hari ini teh Akang berniat bicara Ka Abah untuk melamar Eneng. Ingin meminta Eneng. Nggak mau tau! Akang teh maunya sama Eneng!", teriak Surya yang hatinya setengah remuk.

"Maaf Akang.. Yasmeen enggak bisa. Yasmeen teh tidak cinta sama sekali ka Akang" . Yasmeen mulai gemetar, bulir bening dari matanya merembes. Dia ketakutan, dia tak terbiasa mendengar teriakan.

"Cinta teh bisa dibangun Neng, yang penting Akang teh tanggung jawab. Pasti Akang menafkahi Yasmeen dengan berkecukupan. Ya Kan Ambu?", ucapnya yang selalu ingin dibela.

"Yasmeen teh suka sama orang lain Akang! Tadi Akang kan bilang, bisa menerima.. bisa mengerti..", tangis Yasmeen pecah.

"Sudah.. sudah.." Ummi Siti menenangkan Yasmeen.

"Secara perhitungan usia, Eneng memang sudah boleh menikah. Abah dan Ambu adalah orang yang merawat Yasmeen, tapi kami bukan walinya. Jadi semua keputusan Abah serahkan pada Yasmeen", terang abah.

Semua terdiam beberapa saat. Bapak dan Ibu Kades tak banyak berkata-kata. Tiba-tiba Surya nyeletuk.

"Kalo begitu Akang nggak akan berhenti ngejar Eneng sampe Eneng mau nikah sama Kang Surya", ancam si preman pasar.

"Surya.. ulah gitu jang. Belajar mengendalikan diri", jawab Abah.

"Mohon maaf Abah, mohon maaaaaafff sekali atas kelakuan Surya", balas pak Kades.

"Pokoknya tekad Surya teh sudah bulat! Sebelum janur kuning melengkung, Yasmeen teh masih mungkin jadi milik Akang"

"Yasmeen akan menikah dengan laki-laki yang benar-benar Yasmeen cintai Akang! Mohon Akang mengerti!", tangis Yasmeen semakin menjadi. Gadis yang polos ini hatinya lemah dengan ancaman.

"TUNJUKKEN ORANG YANG YASMEEN SUKA KA AKANG! SAHA BARUDAK TEA?" (Kasih tau siapa orang yang Yasmeen suka ke Akang. Siapa bocahnya?

*Ceklek* suara pintu dibuka. Semua menoleh ke asal suara.

"SAYA ORANGNYA!", pemilik suara adzan itu mengagetkan semua hadirin.

"Nak Arya?", ucap Abah dan Ummi serentak.

"Den Arya?", pak Kades dan bu Kades tak kalah kompak.

"Mas Bos?", Surya tak mau ketinggalan memberi respon syock.

Pria dengan tinggi 183cm itu melangkah ke arah tempat musyawarah. Mengenakan kaos basic warna putih, celana cargo coklat muda dan mengalungkan scarf dilehernya. Arya permisi ke Abah dengan isyarat mengatupkan kedua tangan untuk bergabung.

"Maaf Abah saya izin bergabung. Boleh Arya mohon sesuatu pada Yasmeen?", izin Arya.

"Silakan jika ada yang penting untuk disampaikan Nak Arya", jawab Abah.

"Yasmeen apakah surat Mas masih disimpan?"

Yasmeen mengangguk.

*******************

Bersambung

Terimakasih sudah membaca sampai bab ini, dukung author ya ☺️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!