"Serang!"
Suara teriakan dari anak-anak geng motor yang sudah siap menyerang geng motor lainnya itu. Perkelahian yang sudah tidak dapat lagi di hindari, saling pukul dan baku hantam atar lawan. Sialnya, di saat mereka semua melakukan penyerangan dengan tangan kosong, ada dari beberapa orang yang membawa senjata tajam. Bahkan ada yang membawa senjata api ilegal.
Suara pukulan yang terdengar begitu mencekam di sebuah jalan di malam hari ini. Ditambah dengan suara tembakan yang terdengar begitu nyaring. Sampai seseorang berteriak dengan kencang.
"Tembakan salah sasaran woy!" teriak salah satu anggota Delasga.
Teriakan begitu nyaring itu membuat orang-orang yang sedang berkelahi terdiam sejenak. Hampir setiap pasang mata langsung menatap ke arah dua orang yang tergeletak di atas aspal. Semuanya terdiam melihat darah yang mengalir dari dada dan kepala dua orang itu.
"Kacau, siapa yang melakukan ini?" teriak Ardhan ketua geng motor Delasga yang terkenal dengan kebringasannya itu.
"Tim lawan!" teriak Varo, sang wakil ketua.
Tepat pada saat itu semua anggota geng motor dan kedua lawan berhamburan pergi karena suara mobil polisi yang terdengar semakin mendekat. Meninggalkan korban yang tidak bersalah itu tanpa ada rasa kasihan. Semuanya tetap takut di tangkap polisi, namun tetap melakukan keonaran.
########
"Dua geng motor di ketahui telah melakukan perkelahian di sebuah jalan daerah xx. Di duga dua orang korban tewas karena tembakan salah sasaran. Kedua geng motor ini menggunakan senjata api ilegal dan senjata tajam lainnya"
Ambarani menatap berita di televisi itu, dia langsung menggantik chanel televisi yang sedang di tontonnya itu. "Anak muda jaman sekarang malah semakin membuat kerusuhan. Bukannya memperbaiki diri dan sekolah yang benar"
Ambarani adalah siswa yang selalu mendahulukan untuk belajar, karena dia bukan termasuk siswa yang berprestasi. Saat ini, dia baru saja lulus sekolah menengah atas.
Ambarani melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 12 malam, tapi orang tuanya belum juga kembali. Orang tuanya yang berjualan martabak di pinggir jalan, sudah terbiasa pulang pukul 10 atau paling terlambat pukul 11 malam.Tidak pernah pulang selarut ini.
"Bapak sama Ibu kemana ya, padahal aku sudah masak makanan kesukaan mereka untuk merayakan kelulusanku kemarin" ucap Ambarani pada dirinya sendiri.
Tok..tok..
Suara ketukan pintu membuat Ambarani langsung berdiri dan membukan pintu. "Loh Bu, ada apa ya?"
"Neng Ambar, apa sudah melihat berita?"
Ambarani sedikit bingung mendengar pertanyaan dari tetangganya itu. "Berita apa ya, Bu?"
"Berita tentang kerusuhan geng motor yang terjadi di jalanan tempat orang tua kamu berjualan"
Deg..
Ambarani tidak melihat berita itu sampai selesai, membuatnya tidak tahu dimana letak jelas kerusuhan yang sedang terjadi itu. Namun sekarang kekhawatirannya itu semakin tinggi saat tahu kalau tempatnya adalah tempat dimana kedua orang tuanya berjualan.
"Bu, tapi Bapak sama Ibu saya tidak papa 'kan? Tidak ada kabar buruk 'kan Bu?" tanya Ambarani dengan wajah yang cemas dan penuh khawatir
Suara sebuah mobil ambulance membuat tubuh Ambarani mematung seketika. Dia melihat ambulance yang masuk ke halaman rumahnya dengan di ikuti oleh mobil polisi.Tentu bukan hal baik yang terjadi.
Seorang Polisi menghapiri Ambarani dan tetangganya itu. "Selamat malam Bu, kami datang kesini untuk mengantarkan korban yang beralamatkan di rumah ini. Kedua korban meninggal di tempat karena terkena tembakan salah sasaran di bagian dada dan kepalanya"
Tubuh Ambarani langsung luruh begitu saja ke lantai, Ibu Wati langsung menahan tubuhnya. Dia tahu kalau berita ini pasti akan sangat mengejutkan bagi Ambarani.
"Tidak, itu bukan Ibu dan Bapak saya" teriak Ambarani dengan histeris.
Ibu Wati terus memeluk tubuh Ambarani untuk menguatkannya. "Tenang Neng, tenang"
"Kedua korban itu adalah orang tua anda yang di ketahui berjualan martabak di pinggir jalan di sekitar wilayah kerusuhan terjadi. Diketahui jika korban sudah beres-beres dan siap untuk pulang sampai kerusuhan itu terjadi dan merenggut nyawa keduanya"
Penjelasan polisi membuat Ambarani hancur, dia menangis sejadi-jadinya. Apalagi ketika jenazah kedua orang tuanya di keluarkan dari mobil ambulance itu.
"Bapak, Ibu jangan tinggalkan Ambar" teriakannya yang dipenuhi dengan suara tangisan yang memilukan.
#######
"Prank.."
Arjuna melempar remot televisi ke layar besar itu, hingga pecah dan televisi itu langsung mati seketika. Dia duduk di sofa dengan menyambar ponselnya di atas meja.
"Hallo Yar, lo udah lihat berita 'kan? Kenapa malah terjadi seperti ini. Sial, gue udah janji bokap gue, dan pastinya sekarang gue harus menepati janji gue itu karena gue gagal menjaga semua geng motor untuk tidak melakukan kerusuhan di jalanan lagi"
"Gue juga sedang menyelidiki geng motor mana saja yang telah melanggar peraturan dari Great Glory"
Arjuna mematikan sambungan teleponnya, dia melempar ponselnya ke atas sofa di sampingnya itu. "Sial, ada yang udah khianatin gue"
"Arjuna Wiriawan!"
Arjuna memejamkan matanya ketika dia mendengar teriakan dari Ayahnya yang begitu keras. Arjuna pernah berjanji pada Ayahnya untuk menghentikan geng motor membuat kerusuhan di jalanan yang biasa dia lakukan, asalkan Ayahnya tidak lagi banyak mengatur hidupnya.
Namun jika Arjuna gagal, maka dia harus menuruti keinginan Ayahnya apapun itu dan keluar dari geng motor itu. Dan sekarang dengan adanya kerusuhan yang terjadi membuat Arjuna kalah dengan perjanjian yang dia buat sendiri.
"Mana? Buktikan kalau kamu bisa menguasai geng motor sampai tidak lagi membuat kerusuhan di jalanan. Sekarang malah lebih parah, bahkan ada korban jiwa yang salah sasaran tembakan. Geng motor gak jelas itu sudah berani menggunakan senjata tajam dan senjata api ilegal. Benar-benar tidak mendidik"
Arjuna menghela nafas pelan, dia menatap Ayahnya yang sedang berdiri di depannya itu. "Pa, itu di luar kendaliku. Aku juga tidak tahu kalau ada sebuah penyerangan malam tadi"
"Apapun alasannya, Papa tidak mau dengar. Pokoknya kamu harus menuruti keinginan Papa, dan mulai saat ini kamu harus kuliah dengan benar dan tidak ada lagi ngurusin geng motor gak jelas itu"
"Pa..."
"Tidak ada alasan apapun lagi!" Dion langsung pergi meninggalkan Arjuna.
Arjuna mengacak rambutnya dengan frustasi, dia tidak bisa jika harus keluar dari Great Glory, karena baginya Great Glory bagaikan keluarga yang paling mengerti dengan keadaannya itu.
Dion langsung menemui asisten rumah tangga di rumahnya ini. Dia mendengar jika asisten rumah tangganya ini mengetahui tentang keluarga korban.
"Bi, kamu benar tahu siapa keluarga korban?" tanya Dion.
"Iya Tuan, kedua orang korban itu hanya mempunyai satu anak perempuan yang baru saja lulus SMA. Sekarang keadaan anak mereka sangat memprihatinkan. Dia sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi"
Dion sedikit berpkir, sepertinya ada yang harus dia lakukan pada anaknya agar Arjuna sedikit jera dengan segala kelakuan nakal yang sering dia lakukan.
"Bawa dia kesini Bi, saya ingin bertemu" ucap Dion.
"Baik Tuan" jawab Bibi.
Bersambung
"Ambar, besok kamu ikut Ibu ya" ucap Ibu Wati yang sengaja datang ke rumah Ambarani selepas dia bekerja.
Ambarani menatap Ibu Wati dengan bingung. "Ikut kemana Bu?"
"Ikut ke rumah majikan Ibu, dia adalah Ayah dari Mas Arjuna yang menjadi ketua geng motor juga. Siapa tahu kamu bisa mencari tahu tentang tragedi meninggalnya orang tua kamu itu" jelas Ibu Wati.
Ambarani terdiam beberapa saat, dia memang ingin tahu siapa yang telah melemparkan peluru nyasar pada orang tuanya hingga mereka meninggal.
"Yaudah Bu, besok aku akan datang kesana bersama dengan Ibu"
Ambarani memang harus tahu dimana dan siapa yang telah membuat orang tuanya meninggal. Memang tentang kerusuhan geng motor, namun tidak mungkin semua anggota geng motor yang salah melemparkan tembakan pada orang tuanya.
Malam ini setelah Ibu Wati pulang, Ambarani mengendarai sepeda motornya menuju ke tempat dimana orang tuanya berjualan dan juga meninggal dengan tragis disana.
Ambarani menghentikan motornya dengan jarak yang masih cukup jauh dari kedai martabak orang tuanya. Dia melihat seorang pria disana dengan menggunakan jaket berlambangakan GG dengan gambar dua pedang yang bersatu di bawah logo nama itu.
"Siapa dia? Mungkinkah dia juga anggota geng motor?"
Ambarani ingin melajukan kembali motornya untuk mendekati pria itu. Tapi pria itu keburu naik motor sportnya dan pergi darisana.
Ambarani menghentikan motornya di depan kedai martabak milik orang tuanya itu. Dia menatap sekelilingnya dengan mata berkaca-kaca. Rasanya masih tidak percaya jika kedua orang tuanya yang berangkat dengan keadaan sehat dan akan berjualan untuk menjemput rezeki. Harus pulang dengan keadaan tidak bernyawa.
"Bapak, Ibu kenapa kalian meninggalkan Ambar sendiri disini"
Ambarani yang harus menerima kenyataan jika dia harus menjadi anak yatim piatu dalam satu hari. Namun apa yang bisa dia lakukan ketika semuanya sudah takdir Tuhan.
"Ambar akan cari tahu siapa yang telah membuat kalian meninggal, Bu, Pak" lirih Ambarani dengan tangisan yang pecah
########
Pagi ini Ambarani sudah berada di sebuah rumah mewah di tengah kota. Dia menatap sekelilingnya dan merasa takjub dengan apa yang dia lihat di dalam rumah ini. Semuanya adalah barang mewah dan mahal.
"Bi, aku berangkat kuliah dulu ya"
Ambar langsung menoleh pada sumber suara itu. Seorang pria tampan dengan tinggi yang menjulang, terlihat menuruni anak tangga. Ambarani merasa terpesona sejenak dengan ketampanan pria itu, namun seketika dia sadar jika itu adalah salah. Ambarani langsung menundukan pandangannya.
Astagfirrullah.. Kamu ini kenapa si Ambar, ingat kata Bapak kalau tidak boleh saling pandang terlalu lama dengan lawan jenis, nantinya akan menjadi fitnah dan dosa besar.
Arjuna melewati Ambar dengan tatapan yang bingung. Dia tidak mengenal wanita berkerudung itu. Arjuna mendekatkan wajahnya ke arah Ambarani. Ingin melihat jelas wajah wanita yang menunduk itu.
"Kau siapa?" Ucap Arjuna pelan
Ambarani mundur seketika, dia jelas merasakan hembusan nafas dari pria itu yang berjarak terlalu dekat dengannya. Dia mundur beberapa langkah saat Arjuna yang malah semakin mendekatinya.
"Maaf Kak, saya kesini ikut dengan Bu Wati" jawab Ambarani dengan suara yang sedikit bergetar
Arjuna mengangguk faham, dia merasa lucu juga dengan sikap Ambarani yang terlihat gugup dan malu saat dia mendekatinya. Padahal teman wanitanya di kampus, sangat menyukainya. Mungkin mereka akan sangat kegirangan jika Arjuna melakukan hal tersebut.
"Anaknya Bibi toh" gumamnya sambil berlalu pergi
Ambarani membenarkan kerudungnya yang sedikit maju, karena terlalu gugup dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna barusan.
"Ya ampun, hampir saja jantungku mau loncat" ucap Ambar sambil memegang dadanya yang berdebar. Dia menatap ke arah Arjuna yang berjalan menuju pintu utaman rumah ini. Di jaketnya Ambarani jelas melihat logo GG dengan gambar dua pedang yang bersilang di bawahnya.
Bukankah itu adalah jaket yang aku lihat semalam ya.
Ambarani duduk di atas sofa, dia menatap ke sekelilingnya di ruangan ini. Sampai beberapa saat ada seorang pria paruh baya yang datang menghampirinya bersama dengan Ibu Wati. Ambarani langsung menundukan kepalanya.
"Jadi, kamu yang namanya Ambarani. Anak dari korban yang meninggal karena kerusuhan geng motor itu?" tanya Dion
Ambarani mengangguk, dia tidak menjawab apapun karena merasa tidak ada yang perlu dia jawab untuk saat ini.
"Apa kamu masih sekolah?" tanyanya lagi
"Iya Pak, saya baru lulus SMA" jawab Ambar
Dion mengangguk mengerti, dia memperhatikan gadis manis berhijab itu. "Apa kamu juga ingin kuliah?"
Ambarani mengangguk, dia memang sangat ingin melanjutkan pendidikannya ini. Tapi sayang karena sekarang ini dia tidak mempunyai biaya untuk itu.
"Saya akan bantu kamu untuk kuliah dan membiayai kuliah kamu sampai selesai. Tapi ada satu permintaan dari saya untuk kamu" ucap Dion
Ambarani memberanikan diri untuk mendongakan wajahnya dan menatap ke arah Dion. "Mkasud Bapak? Apa yang harus saya lakukan?"
Dion tersenyum dengan ramah, dia menyukai kesopanan gadis ini. Hal yang jarang sekali dia temukan di gadis-gadis jaman sekarang. "Menikahlah dengan anak saya, maka saya akan membiayai kuliah kamu"
Tentu Ambarani sangat terkejut mendengar itu. Menikah? Menikah dengan seseorang yang bahkan tidak dia kenal. "Maaf Pak, tapi kenapa harus menikah?"
"Karena saya yakin jika kamu akan bisa merubah anak saya. Dia adalah anak baik dan hangat pada awalnya, namun semuanya berubah ketika kekacauan pernikahan saya dan Ibunya. Jadi, saya minta tolong kamu tuntun dia ke jalan yang kembali lurus dan benar" jelas Dion.
Ambarani terdiam mendengar itu, dia tidak tahu harus menjawab apa saat ini. Sampai dia ingat tentang kejadian tadi malam, dimana dia melihat seorang pria dengan jaket yang sama dengan anaknya Dion itu. Membuat Ambarani memutuskan keputusan terbesar dalam hidupnya ini.
"Baiklah, saya bersedia menikah dengan anak Bapak. Tapi saya juga tidak berjanji bisa merubah anak Bapak dari kebiasaan buruknya itu" ucap Ambar.
"Ya, karena saya yakin kamu pasti bisa merubah dia dari segala keburukannya" ucap Dion yang penuh dengan keyakinannya.
Akhirnya Ambarani mengambil keputusan yang sangat besar dalam hidupnya. Selain karena dia yang ingin melanjutkan kuliahnya. Tapi dia yang juga penasaran tentang kebenaran yang ada atas kejadian yang menimpa kedua orang tuanya dan membuat mereka sampai meninggal dunia.
Ya Allah tolong lindungi Ambar dalam setiap langkah dan keputusan yang Ambar ambil saat ini.
"Besok kau mulai tinggal disini, pernikahan kalian akan di laksanakan secepatnya" ucap Dion.
"Apa tidak akan terlalu cepat Pak? Bagaimana jika anak Bapak menolaknya?" Tanya Ambarani yang begitu terkejut dengan ucapan Dion barusan.
"Kamu tenang saja, saya sudah mempunyai cara agar anak saya tidak bisa menolak keinginan saya ini" jawab Dino penuh rasa yakin.
Bersambung
"Pa, jangan aneh-aneh deh. Masa aku harus menikah dengan wanita yang tidak aku kenal" protes Arjuna.
Dion tidak menggubris protesan anaknya itu. "Tidak ada protes apapun, karena kamu sudah berjanji untuk memenuhi keinginan Papa jika kamu tidak mampu membuat Geng motor itu tidak membuat kerusuhan"
"Tapi Pa, aku punya banyak kenalan wanita. Kenapa harus dengan wanita yang tidak aku kenal" ucap Arjuna, masih mencoba menggagalkan rencana Ayahnya ini.
"Ingat Arjuna, laki-laki itu yang di pegang janjinya. Kalau kamu tidak bisa menepati janji, maka kamu sudah gagal sebagai laki-laki sejati" ucap Dion tegas.
Arjuna terdiam, memang begitu cara Ayahnya mendididik dia selama ini. Arjuna yang harus selalu menepati janji yang sudah dia ucapkan. Maka saat ini pun dia tidak bisa menolak keinginan Ayahnya. Karena Arjuna juga sudah berjanji.
Dan tidak di sangka, pagi ini dia harus bertemu dengan wanita yang akan menikah dengannya. Dan Arjuna sama sekali tidak menyangka jika wanita itu adalah gadis berkerudung yang kemarin dia temui.
"Pa.."
"Diam, dia adalah calon istrimu dan besok kalian akan menikah" tegas Dion pada anaknya.
"Pa!"
Arjuna masih ingin melayangkan protesnya, dia tidak mungkin menikah dengan wanita yang jelas jauh berbeda dari tipe yang dia sukai dari setiap mantan pacarnya dan wanita yang pernah medekatinya.
Dion keluar dari ruang kerja itu dan membiarkan Arjuna dan Ambarani berada diruangan itu.
"Hei lo!" Arjuna menunjuk Ambarani yang menundukan kepalanya. "...Apa yang udah lo lakuin sampai bokap gue mau izinkan lo menikah dengan gue"
Ambarani menggeleng pelan, dia juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba Dion memintanya untuk menikah dengan anaknya.
"Aku tidak tahu" jawab Ambarani pelan.
"Kalo lo gak tahu, kenapa lo terima pernikahan ini si?!" kesal Arjuna.
Ambarani tidak menjawab lagi karena Arjuna yang pergi keluar dari ruangan itu dengan menutup pintu keras, sampai membuatnya terlonjak kaget.
Ambarani memegang dadanya yang berdebar kencang karena dia yang begitu terkejut. "Ya Allah, apa dia benar akan menjadi imamku? Kenapa sikapnya kasar sekali"
Ambarani hanya bisa menerima semua pilihan hidup yang memang sudah menjadi pilihannya. Ambarani tidak akan mundur sampai dia menemukan siapa yang telah membuat orang tuanya meninggal.
Apalagi saat tadi pagi dia datang kembali ke rumah ini, dia melihat motor sport yang terparkir di halaman rumah. Motor yang sama dengan yang dia lihat malam itu, membuat Ambarani semakin yakin untuk menikah dengan Arjuna. Karena dia yakin Arjuna ada hubungannya dengan meninggal kedua orang tuanya. Kalau tidak, kenapa dia harus datang ke kedai martabak kedua orang tuanya malam itu.
########
Masih seperti mimpi, namun hari ini Ambarani mendengar sendiri bagaimana Arjuna yang mengucapkan ijab qabul dengan namanya. Setetes air mata menetes di pipinya, Ambarani langsung menghapusnya dengan punggung tangannya. Masih merasa tidak menyangka jika saat ini dia sudah menikah dengan orang yang baru saja dia kenal.
Pernikahan sederhana, yang hanya untuk melaksanakan akad saja. Tidak ada resepsi seperti pernikahan kebanyakan. Ambarani mengerti karena pernikahan mereka terlalu mendadak. Hanya teman-teman dari geng motor Arjuna yang datang.
"Gila Jun, lo gak bilang-bilang langsung nikah aja" ucap Ciko sambil memukul bahu Arjuna keras.
"Sial, sakit gila!" teriak Arjuna sambil memegang bahunya.
Ganiar duduk di samping Arjuna, dia yang sebagai wakil ketua di Great Glory itu memang yang terkenal dingin dan jarang sekali bercanda bersama dengan teman-temannya yang kebanyakan pecicilan.
"Delasga menghilang tanpa jejak, dan Wandder juga menghilang. Seolah para geng motor menghilang setelah kejadian itu" ucap Ganiar.
Semuanya langsung terfokus pada Ganiar dan Arjuna, termasuk dengan Ambarani yang duduk tidak jauh dari perkumpulan anak-anak geng motor itu. Ambarani langsung menajamkan pendengarannya, dia berharap akan bisa mendapatkan secercah petunjuk dari geng motor ini.
Arjuna melirik istrinya yang menatap ke arah mereka dengan pandangan yang penasaran. "Nanti kita bicarakan lagi di markas. Sekarang kalian pergi, gue harus urus wanita itu dulu"
Ganiar mengerti jika masalah yang penting memang harus dibicarakan di tempat yang aman. Dan yang paling aman untuk mereka adalah markas.
"Wah belah duren nih Jun? Bentar dong, masih siang nih, udah gak sabar aja lo" ucap Ciko dengan tawa menggoda pada ketua gengnya itu.
"Jangan kasar ya Jun, masih perawan tuh Bu Ustadzah. Wkwkwk" ucap Denis yang melihat penampilan Ambarani, benar-benar berbeda jauh dari setiap wanita yang selalu dekat dengannya.
Risa, yang biasa di panggil Ica itu adalah satu-satunya anggota perempuan di Great Glory. Dia yang di tempatkan sebagai panglima perang di Great Glory. Karena kemampuan bela dirinya yang bahkan melebihi Denis sebagai laki-laki.
Risa menghampiri Arjuna, dia melirik sekilas pada Ambarani. "Gue masih gak nyangka kalo lo bakal nikah di usia muda. Tapi ya, gue harap pernikahan lo ini bakal bahagia"
Arjuna tersenyum, dia menepuk lengan Risa. "Makasih Ca"
Ambarani hanya diam melihat wanita dengan penampilan menyeramkan seperti Risa itu, menurutnya. Bagaimana Risa yang memakai lisptik yang gelap dengan di sekitaran matanya juga memakai warna gelap. Rambut yang di kepang banyak, dan jaketnya yang memakai jaket yang sama dengan yang lainnya. Bahkan celana jensnya juga terlihat robek-robek.
Ya Allah, ada ya perempuan dengan dandanan seperti itu. Kenapa aku malah takut ya.
Risa melirik tajam pada Ambarani saat dia sadar kalau gadis itu sedang memperhatikannya. Ambarani langsung menundukan kepalanya, dia benar-benar takut sendiri dengan tatapan Risa yang begitu tajam.
Setelah semua anggota Great Glory pergi, Arjuna langsung menghampiri Ambarani. Dia menatapnya dengan dingin. "Bereskan barang-barang lo, kita pindah sekarang"
Ambarani mengekori Arjuna yang berjalan ke arah ruang kerja. "Memangnya kita mau pindah kemana Kak?"
"Ke planet pluto, udah deh lo diem aja dan nurut aja sama gue. Banyak tanya banget si" ucap Arjuna dengan kasar.
Arjuna masuk ke ruang kerja Ayahnya, dia menatap Dion yang sedang duduk di balik meja kerja. "Pa, aku akan bawa dia ke Apartemen"
Dion mendongak, dia membenarkan kacamata baca yang di pakainya itu. "Kau yakin akan bisa menjaga dia? Kenapa tidak tinggal disini saja?"
"Aku malas lama-lama tinggal di rumah ini. Lebih nyaman tinggal di Aparteman saja" ucap Arjuna datar.
Dion menghela nafas pelan, anaknya seperti ini sejak kejadian 5 tahun lalu. Dimana Ibunya yang pergi bersama dengan pria lain dari rumah ini. Membuat Arjuna hanya sesekali saja berkunjung dan menginap di rumah ini. Selebihnya dia hanya akan tinggal dan menghabiskan waktunya di Apartemen atau di markas GG.
"Aku pergi dulu, Pa. Baik-biak disini, jangan terus memikirkan pekerjaan"
"Makanya kamu segera lulus, sudah 25 tahun tapi masih saja belum lulus kuliah. Bukan karena kau bodoh, tapi karena kau yang tidak pernah serius. Cepat lulus dan bantu Papa untuk mengurus perusahaan"
"Aku tidak janji Pa" ucap Arjuna sambil berlalu keluar dari ruangan itu.
Dion hanya menghela nafas pelan dengan sikap anaknya itu.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!