"Brak.... "
"Kecelakaan beruntun di jalan tol menuju Bandung telah merenggut beberapa korban jiwa, ada dua orang yang langsung meninggal di tempat, ada pula yang kritis dan harus dilarikan ke rumah sakit." kata reporter yang sedang meliput sebuah berita kecelakaan.
"Sepasang suami istri yang menjadi korban kecelakaan dan meninggal dunia di tempat adalah seorang pria dan wanita paruh baya bernama Amir dan Laia menurut identitas yang tertera di KTP. Korban segera dievakusi ke rumah sakit terdekat. "
Lamia yang mendengar kalau kedua orang tuanya ikut menjadi korban kecelakaan beruntun di jalan tol, langsung menangis histeris. Untung ada sahabatnya Meisie yang sedang bersamanya saat itu. Mereka langsung menuju ke rumah sakit tempat jasad kedua orang tua Mia berada.
°
Tanah pemakaman itu masih merah, namun sudah ada beberpa orang pria bertubuh besar menyambangi kediaman Mia. Semua orang pergi meninggalkan Mia seorang diri. Karena mereka takut kepada para pria berbadan besar itu.
"Jadi kau anak Pak Amir. " tanya seorang dari mereka.
"I... iya... Ka..Kalian siapa ya?? " tanya Mia balik dengan gugup.
Orang itu tidak menjawab, tapi melemparkan sebuah kertas berisi surat perjanjian di hadapan Mia.
"Baca itu baik-baik. " perintah orang itu lagi.
Dengan gemetar Mia mengambil surat perjanjian itu lalu membacanya secara perlahan. Matanya tiba-tiba membulat saat membaca berapa nominal yang tertera di sana.
"Li... lima ratus juta... uang sebanyak ini digunakan ayah saya untuk apa? " tanya Mia denga suara tercekat karena tidak percaya dengan keadaan ini.
"Hutang ayahmu sebenarnya cuma dua ratus juta, dan rumah ini sebagai jaminan apa kau tidak tau?hutang itu beranak hingga limaratus juta , karena mereka tidak bisa membayar bunganya." terang pria bernama Baron .
Mia menggeleng tak percaya dengan apa yang dia dengar. "Kalau boleh saya tau, sebenarnya untuk apa uang sebanyak itu? "
Baron tertawa lepas diikuti anak buahnya. "Jadi kau tidak tau orangtuamu meminjam uang sebanyak itu untuk apa? " tanyanya dengan sinis.
Mia menggeleng lemah.
"Dengarkan baik-baik, gadis manis. Ayahmu meminjam uang itu untuk pengobatan dan operasi ibumu yang memiliki penyakit jantung. Dan untuk biaya kuliahmu selama ini. Gaji mereka sebagai seorang guru dan pensiunan pegawai negeri mana cukup untuk mengobati penyakit ibumu, dan biaya kuliahmu. Jadi, bagaimana menurut pendapatmu. Nona manis. " kata Baron dengan tersenyum licik.
Mendengar hal itu Lamia benar-benar tidak percaya kalau selama ini ibunya mengidap penyakit jantung dan harus dioperasi . Baik ayah maupun ibunya tidak pernah mengatakan tentang masalah ini kepada Mia. Dia juga tidak tahu kalau selama ini biaya kuliahnya dari uang hasil berhutang sang ayah kepada rentenir kejam di hadapannya ini .
"Apa yang harus saya lakukan , tuan. Untuk membayar hutang kedua orang tua saya . Sedangkan saya tidak bekerja , dan masih kuliah . Mana ada perusahaan yang mau menerima mahasiswa seperti saya untuk bekerja ." ujar Mia dengan penuh kecemasan.
Mendengar hal itu Baron lagi-lagi tertawa lepas .
"Tenanglah cantik, sertifikat rumah ini ada padaku . Jadi aku akan menyita rumah ini dulu, ya. Jika kamu ingin mengambil rumah ini , kau harus mengembalikan uang sebesar itu kepadaku, aku tidak akan menambah bunganya lagi. Jika tidak , rumah ini akan menjadi milikku selamanya. Aku akan memberi waktu paling lama selama satu tahun kepadamu. Bagaimana aku baikkan? "
"Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu tuan, dalam waktu satu tahun . Sepertinya itu mustahil. " Kata Mia dengan lelahan air mata dipipinya.
"Terserah kamu mau mencari uang itu di mana aku tidak peduli, Kau mau menjual diri pun terserah dan Ku rasa itu pekerjaan yang cocok untukmu agar kau bisa membayar hutang ayah mu kepada kami dengan cepat. Jika tidak , rumah ini akan aku ambil alih . Dan kau tidak punya hak sama sekali dengan rumah ini. "
"Jangan tuan... ini adalah peninggalan ke dua orang tua saya satu-satunya. Saya mohon jangan ambil. "
"Aku tidak peduli. Hari ini kau ku Beri waktu untuk bersiap-siap sebelum kau meninggalkan rumah ini ambil barang yang kau butuhkan saja ." Kata Baron yang tidak punya belas kasihan sama sekali kepada Mia.
Mendengarkan hal itu , membuat Mia membelalakkan matanya . Dia harus pergi dari rumah ini , secepatnya . Sedangkan orang tuanya baru saja meninggal dan tanah pemakaman mereka masih belum kering .
"Cepatlah aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu . " Sentak Baron yang melihat Mia Tengah melamun .
Karena terkejut , Mia langsung lari ke dalam rumah dan dengan bergegas membereskan apa saja yang akan dia bawa dari rumah ini . Yang utama adalah ijazah sekolahnya dan beberapa barang berharga miliknya dan orang tuanya .
Tin... tin...
Terdengar bunyi klakson mobil ,yang sudah tidak asing lagi di telinga Mia. Meisie langsung masuk ke rumah Mia tanpa memperdulikan orang-orang yang berdiri diluar rumah Mia yang sedang menatapnya lapar.
"Ada apa Mia? " tanya Sisie (panggilan Mia kepada Meisie) kepada Mia yang sedang menangis sambil membereskan semua Barang-barangnya.
"Nanti aku jelasin Sie. sekarang mending kamu bantuin aku membereskan semua ini. " ujar Mia kepada sahabatnya itu.
Dengan cekatan Meisie langsung membantu Mia untuk bersiap-siap . Mereka lalu keluar dengan menenteng barang bawaan yang harus Mia selamatkan.
"Mau pergi ke mana Neng ?" goda salah satu pengawal Baron kepada Mia ataupun Sisie .
"Aku sudah selesai , sekarang Katakan padaku Bagaimana caraku untuk membayarmu Tuan Baron jika aku sudah memiliki uang . " Kata Mia , menatap Baron dengan berani.
"Ah iya, kenapa aku sampai lupa , ini " Baron memberikan sebuah kartu nama kepada Mia .
Mia menerimanya dengan kesal , dan segera berlalu pergi meninggalkan Baron dan anak buahnya yang tertawa menatap kepergian fua gadis cantik itu.
"Mereka itu siapa sih Mia ," tanya Meisie yang sudah penasaran dari tadi.
"Mereka adalah rentenir yang menagih hutang kepadaku. " kata Mia dengan menghela nafasnya kasar.
"Seriously? Ayah sama ibumu memiliki hutang kepada mereka? " Tanya Sie tak percaya.
Mia mengangguk, dia lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi di depan rumahnya tadi.
"Ya, Tuhan. Aku benar-benar tidak percaya Mia. "
"Kau saja tidak percaya bagaimana dengan ku yang anak kandungnya sendiri. Ayah dan ibuku memiki hutang yang banyak untuk biaya operasi ibu dan biaya kuliahku. Dan aku tidak tau itu sama sekali. Kalau aku tau, aku tidak akan kuliah Sie dan membebani kedua orang tuaku. Dan sekarang hutang itu aku tidak bisa membayarnya dalam waktu dekat. Kasihan ayah dan ibu di sana Sie pasti jalan mereka masih gelap selama aku belum membayar hutang mereka. " ujar Mia dengan lelehan air mata dipipinya.
Meisie langsung menepikan mobilnya, Dia lalu memeluk sahabatnya itu.
"Sabarlah Mia. Pasti ada jalan. Bukankah Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatnya. " kata Meisie yang juga merasakan kesedihan sahabatnya itu.
"Sekarang tinggallah bersamaku di apartement,"
"Tidak Sie, aku tidak akan merepotkanmu. Aku akan tinggal di tempat kostku. Sambil mencari pekerjaan yang layak. "
"Kuliahmu? "
Mia menggeleng. "Mungkin aku akan berhenti kuliah, Sie. Bagaimana aku bisa lanjut kuliah sedangkan aku juga harus membayar hutang orang tuaku. " ucap Mia dengan pasrah.
"Aku yang akan membiayai kuliahmu, Mia. "
"Jangan Sie, sudah cukup kamu membantuku selama ini. Aku sangat berterima kasih kepadamu. Tapi biarlah ini kujalani sendiri. Aku akan ambil cuti kuliah dulu. Kalau aku bisa lanjut kuliah, aku akan meneruskannya tapi jika aku sudah tak sanggup, aku akan berhenti dan menyerah dengan keadaan. " ujar Mia kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Perasaan iba dirasakan Meisie saat melihat sahabat baiknya sedang berada dalam keterpurukan seperti ini. Baru saja kehilangan kedua orang tuanya, sekarang harus dihadapkan dengan hutang besar yang harus segera ia bayarkan.
Sepuluh bulan berlalu setelah kematian kedua orang tuanya. Lamia harus bekerja keras banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membayar hutang orang tuanya agar bisa menebus rumah peninggalan orangtuanya. Mia tidak ingin kehilangan rumah itu, karena rumah itu memiliki kenangan indah bersama kedua orang tuanya.
"Seratus, dua ratus.... satu juta. Masih terkumpul satu juta. " Mia langsung menelungkupkan wajahnya di kedua kakinya.
Sesak rasanya, harus hidup seperti ini setiap hari. Mia tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Pagi sampai sore hari dia sudah bekerja di butik dan sore sampai malam harinya dia harus bekerja di rumah makan. Hanya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang yang tak seberapa untuk membayar hutang dan bertahan hidup.
Terdengar pintu kamar kostnya di ketuk, siapa lagi yang datang kalau bukan sahabat satu-satunya yang selalu bersamanya dalam suka maupun duka. Kini Mia baru tahu dan bisa merasakan saat dirinya terjatuh, siapa saja yang masih mau berteman dengan nya dengan tulus. Hanya Meisie, yang masih bertahan dan mau berteman dengan nya.
"Nih aku bawakan bakso. Aku yakin kamu pasti belum makan, ia kan Mi. "
Mia langsung memeluk Sisie. "Kamu memang tau apa yang aku rasakan. "
"Udah, nggak usah drama. Buruan makan. " Sisie langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Mia dan memperhatikan setiap gerak gerik Mia.
"Kamu udah ngumpulin berapa duit? " tanya Sisie saat melihat ada beberapa uang yang tercecer di bawah lantai.
"Cuma satu juta setengah Sie. " Kata Mia sambil mengunyah bakso yang dia tambahkan dengan nasi, agar dia bisa merasa kenyang.
"Kenapa kamu keras kepala sih non, aku pinjemin uangku dulu kamu nggak mau. Ini waktunya cuma tinggal dua sampai tiga bulan aja lho. Apa kamu bisa melunasinya?" ujar Meisie sambil mendudukkan dirinya.
Mia menggeleng. "Enggak Sie, kamu sudah terlalu baik buat aku. Aku tidak ingin memanfaatkan persahabatan kita. "
Sisie menghembuskan nafasnya kasar. Dia tau kalau sahabatnya ini sangat keras kepala, dan tidak bisa di atur.
"Ya sudah kalau itu keputusanmu. Aku bisa apa, tapi kalau terjadi sesuatu segera hubungi aku. Okey. Aku pulang dulu. Karena papa dan mama akan berkunjung ke apartemenku. "
"Iya, terima Kasih baksonya. "
"Iya sudah habisin aja, nggak usah mengantarku. Aku bisa pulang sendiri. " kata Sisie sambil cipika-cipiki dengan sahabatnya itu.
"Makasih ya Sie. " teriak Mia saat sahabatnya itu sudah berlalu.
Saat Mia tengah asik menikmati bakso yang diberikan Sisie, tiba tiba dia mendapatkan pesan dari Baron si rentenir.
"Jika kamu ingin hutangmu Lunas, datanglah ke Klub Matahari di jalan xxx malam ini pukul 21.00. Aku akan membebaskanmu dari hutangmu. Dan rumah itu akan menjadi milikmu kembali. "
Mendapat pesan itu membuat mata Mia terbelalak, dia merasa tak percaya dengan apa yang dia baca. Benarkah Baron akan membebaskan hutang-hutangnya. Tanpa pikir panjang, Mia segera menghabiskan baksonya. Dia lalu mandi karena waktu saat ini menunjukkan pukul 20.00 . Mia segera bergegas mengganti bajunya dengan hanya memakai kaos lengan pendek dan blazer juga celana jeans panjang dan rambut yang di kuncir kuda. Mia segera pergi ke alamat yang diberikan Baron dengan menggunakan ojek online.
Tiga puluh menit perjalanan akhirnya Mia sampai di tempat yang di tuju. Dia melihat sekelilingnya, memang benar ada temapt bernama klub Matahari. Dia lalu mengirimkan pesan kepada Baron.
"Aku sudah sampai di depan Klub Matahari. Kau ada di mana tuan. "
"Tunggulah di luar, aku masih rapat. Nanti kalau aku sudah selesai rapat aku akan menghubungimu lagi. "
Mendapatkan pesan seperti itu dari Baron. Mia akhirnya duduk di sebuah kursi di depan Klub. Dia melihat kesekelilingnya, banyak orang hilir mudik dan keluar masuk tempat itu. Mia sendiri tidak tau, tempat apa dihadapannya itu.
Tak lama, matanya menatap sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di depan klub. Dan keluarlah, seorang pria tampan yang membukakan pintu penumpang. Mata Mia terbelalak saat melihat pria yang tak kalah tampannya dengan pria yang pertama tadi. Dia membetulkan jasnya, dan pandangan matanya mengedar ke seluruh area klub. Keningnya mengernyit saat melihat seorang wanita tengah duduk sambil menatapnya tak berkedip. Pria itu langsung mengalihkan pandangannya dan segera masuk ke dalam Klub diikuti pria pertama tadi.
Mia kembali memainkan ponselnya, dan sebuah notifikasi pesan diterima oleh Mia.
"Datanglah ke ruang VIP no 8 di lantai atas. Anak buahku akan menjemputmu. "
Mia langsung masuk ke dalam Klub dan indera pendengarannya langsung disapa dengan suara dentuman musik DJ yang memekakkan telinga. Tiba-tiba datang seorang pria menghampirinya.
"Kau yang bernama Lamia? "
Mia hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ayo ikuti aku. "
Lamia dengan patuh mengikuti pria yang menjemputnya. Pandangan matanya kembali bertemu dengan sosok pria tampan tadi yang sedang berbicara dengan seorang teman prianya.
Mia naik ke lantai atas, yang berjejer rapi beberapa kamar di sana dan sebuah toilet di ujung lorong. Tepat di kamar nomor 8 Mia dan pria tadi berhenti. Dan mengetuk pintu nya.
Baron membuka pintu dengan seringaian licik di bibir nya.
"Selamat datang nona Mia. Silahkan masuk. "
"Tuan apakah benar kau akan membebaskan hutangku? " tanya Mia dengan mata berbinar. Dia tidak tahu kalau sesuatu tengah mengancamnya.
Tanpa curiga Mia masuk ke dalam ruangan itu. Di sana ada seorang pria paruh baya yang hanya mengenakan bathrobe yang sedang menunggunya. Mia membelalakkan matanya saat melihat pria itu menatap nya dengan lapar.
"Tuan Baron siapa dia. "
"Tetaplah di sini, dan temani Tuan Matias malam ini. Maka hutang-hutangmu akan aku bebaskan. Ingat nona Mia tidak ada sesuatu yang gratis di dunia ini. Dan harga keperawananmu itu sudah cukup untuk membayar semua hutang orang tuamu. Dan mengembalikan rumahmu. " Baron lalu tertawa lepas, dia langsung keluar dari kamar VIP itu.
Mia nggedor-gedor pintu kamar tapi percuma karena pintu kamarnya di kunci dari luar. Dia berteriak meminta tolong, dan memohon belas kasihan kepada pria tua itu. Tapi mata pria itu sudah diliputi dengan nafsu menatap tubuh Lamia walau tertutup pakaian.
Diluar kamar, Baron yang melangkah keluar berpapasan dengan pria tampan yang bertemu Mia tadi.
"Dasar gadis bodoh, mau saja aku bohongi. Tapi jika aku tidak menjualnya, hutang wanita itu tidak akan lunas walau sampai sepuluh tahun. " kata Baron kepada anak buahnya.
Mendengar itu, pria itu mengepalkan tangannya. Dia memang tidak peduli dengan wanita, tapi dia tidak suka melihat wanita di tindas. Dia yang sedang menuju toilet harus menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan minta tolong dari sebuah ruangan kamar. Dengan Sekali tendangan pintu ruangan itu langsung rusak berantakan. Dilihatnya pria tua itu tengah mengungkung Mia yang sedang memberontak dan menangis.
Pria itu langsung menendang tubuh pria paruh baya yang sudah tidak mengenakan sehelai benang pun.
"Tu... Tuan Arsen... Apa yang kau lakukan di tempat ini. "
"Ternyata anda Tuan Matias. " sapa Arsen dengan seringaian di bibirnya. Sambil memotret Matias yang tengah telanjang.
"Lepaskan wanita itu, maka foto-foto ini tidak akan sampai di tangan istri anda."
"Tapi aku sudah membelinya untuk malam ini tuan." Matias merasa tidak terima dengan ucapan Arsen.
"Cih... Kau hanya tinggal memintanya kembali pada bajingan itu. Sekarang pergilah. " jawab Arsen enteng.
Matias langsung menggunakan pakaiannya, dan langsung keluar dari tempat itu dengan terbirit-birit, Dia tidak akan mencari mati jika berurusan dengan Arsenio.
Arsen segera membantu Mia yang sedang, menangis dan ketakutan karena sebagian baju atasnya terkoyak.
"Tu... tuan... tolong aku.... "
Setelah mengatakan itu, Mia langsung tak sadarkan diri.
Arsen segera membuka jasnya dan menutupi tubuh Mia. Dia segera menghubungi asistennya.
"Harry segera ke lantai atas, aku butuh bantuanmu. " Arsen lalu duduk di samping Mia dan memandangi wajahnya dengan lekat.
"Kau cantik tapi sayang bodoh sehingga mudah di bohongi pria jahat."
Mia mengerjap-ngerjapkan matanya saat matahari masuk melalui jendela kamarnya.
Kamarnya???
Mia langsung terbangun dan duduk di atas kasur empuk, kasur yang bahkan tidak pernah ia rasakan seumur hidupnya. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar . Ruangan ini asing , dan ini bukanlah kamarnya . Lalu dia mengingat-ingat apa yang terjadi semalam . Matanya membulat saat mengingat apa yang terjadi pada dirinya . Dilihatnya seluruh pakaiannya sudah berganti dengan piyama seorang pria yang sangat besar di tubuhnya.
Tanpa ada ketukan pintu atau sapaan permisi, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke dalam kamar yang ia tempati saat ini . Seorang pria tampan , yang ia temui semalam di klub . Dia duduk di sofa single yang tak jauh dari tempat Mia berdiri saat ini. Sambil memegang sebuah tanda pengenal.
"Kau sudah bangun, nyenyak sekali tidurmu nona Lamia Sanjaya? " sapa Arsen dengan tatapan tajam kearah Mia
"Tu.. tuan... bukankah kau yang ada di club semalam? " tanya Mia sedikit ragu, dia takut salah mengenali orang.
"Ya, aku yang sudah menyelamatkanmu dari perbuatan pria tua bangka yang ingin menodaimu." ketus Arsen masih dengan tatapan tajamnya.
Mia lalu menunduk dan mengingat pakaian yang dia kenakan saat ini bukanlah pakaiannya.
"Tu... tuan... apakah anda juga yang sudah mengganti pakaian saya? " tanya Mia dengan tangan yang sudah mengepal.
"Ya... memangnya siapa lagi yang membawamu kemari dan yang tinggal di rumah ini hanya aku. Tidak ada asisten rumah tangga disini. " Jawab Arsen masih dengan nada yang sangat tidak bersahabat.
"Jadi kau... sudah... " Mia tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Dia langsung menelungkupkan wajahnya di lipatan kakinya.
"Tenanglah, aku memang sudah melihat semuanya. Tapi aku sama sekali tak bernafsu melihat tubuhmu. Segera bersihkan dirimu, lalu kita sarapan. Setelah itu kau boleh pergi dari sini. " Setelah mengatakan itu, Arsen segera keluar dan meninggalkan Mia sendirian di kamarnya, dan menutup pintu dengan kencang.
Setelah kepergian Arsen dari kamarnya, Mia langsung mengangkat wajahnya dan mengingat-ingat apa yang dikatakan Arsen tadi.
Melihat semuanya? tidak nafsu melihat tubuhku?
Mia langsung menggelengkan kepalanya, dan mengenyahkan semua pikiran buruk yang sedang travelling di otaknya.
"Ti... tidak...mungkin kan pria setampan itu... " Mia langsung menutup mulutnya dan membulatkan matanya saat pikirannya menerka-nerka hal yang mustahil.
Dia segera beranjak dari tempat tidurnya dan segera membersihkan dirinya secepat kilat, agar dia bisa segera keluar dari rumah ini. Keluar dari kamar mandi, dia hanya memakai lilitan handuk yang menempel di tubuhnya hingga sebatas paha. Dia lupa kalau dia tidak memiliki pakaian ganti, sedangkan pakaiannya semalam sudah terkoyak oleh perbuatan pria tua bangka itu. Lalu dia harus memakai apa untuk keluar dari kamar ini?
Hingga tatapannya tertuju pada sebuah paper bag yang tergeletak di atas meja. Mia segera membuka dan melihat isi paperbag itu, yang ternyata isinya, sebuah dress biru muda yang sangat cantik.
"Apakah ini untukku? " tanya Mia pada dirinya sendiri.
"Kalau ada di sini , pakaian ini pasti untukku . Oh terima kasih Tuan tampan . Kau memang malaikat penyelamatku ." Ucap Mia senang dengan senyuman yang entah ia tujukan untuk siapa .
Mia segera memakai pakaian itu , dia juga merapikan rambut dan penampilannya yang terlihat polos tanpa make up, masih terlihat cantik alami. Karena di sana tidak ada satupun alat make up untuk wanita. Dengan hati-hati dia membuka pintu, Dia mengedarkan pandangannya dan dilihatnya sosok pria tampan malaikat penyelamatnya sedang duduk di sebuah sofa dengan ponsel pintar ditangannya. Wajahnya terlihat serius saat memperhatikan layar ponsel.
Mia dengan langkah perlahan mendekati tuan tampan itu, dan berdiri di hadapannya.
"Kau sudah keluar rupanya. Kenapa lama sekali, aku harus segera ke kantor. " Ucap Arsen tanpa beralih pandang dari ponselnya.
Dia lalu menuju meja makan, di sana sudah ada segelas susu dan sandwich yang di buat sendiri oleh Arsen.
"Makanlah, setelah itu kau boleh pergi. "
Mia hanya menurut dan makan dengan tenang. .
"Kalau kau mau, kau boleh cerita padaku. Kenapa kau sampai terjebak dengan pria tua bangka itu semalam. " tanya Arsen sambil mengunyah makanannya.
Mendengar pertanyaan dari malaikat penyelamatnya Mia segera menghentikan kunyahannya dan meletakkan makanan itu di atas piring. Dan menelan makannya dengan kasar. Dia langsung menunduk.
Arsen bertanya-tanya apakah dia salah bertanya pada gadis ini.
"Jika kau tidak mau menceritakannya, tidak apa-apa. Lupakan saja. "
"Aku akan cerita, karena anda sudah menyelamatkan ku semalam tuan, dan aku akan mengatakan semuanya. Karena aku juga tidak ingin di sebut wanita murahan karena kejadian semalam. "
Arsen mengernyitkan keningnya saat mendengarkan ucapan gadis di hadapannya ini. Siapa yang menyebutnya wanita murahan??
Mia akhirnya menceritakan apa yang terjadi pada dirinya selama ini. Mulai dari orang tuanya yang meninggal sepuluh bulan lalu, dan meninggalkan hutang yang cukup besar, sehingga harus menggadaikan rumahnya. Mia hanya ingin menebus rumah itu kembali, karena disana banyak kenangan bersama kedua orang tuanya. Hingga jebakan yang dilakukan Baron semalam yang membuatnya seperti ini.
"Aku tidak tau lagi, apakah aku bisa mendapatkan rumah itu kembali, karena aku tidak ingin bertemu dengan Baron lagi. Aku bahkan sudah cuti kuliah selama sepuluh bulan. Dan entahlah, apakah aku akan kembali kuliah atau tidak. Aku sudah lelah dan mungkin sudah saatnya aku menyerah. " ujar Mia panjang lebar menjelaskan apa yang terjadi dalam hidupnya sambil terisak.
Sesak rasanya jika harus menceritakan kisah hidupnya yang menyedihkan. Karena harus ditinggalkan kedua orang tuanya secara bersamaan. Tapi semua ini dia ceritakan agar pria dihadapannya tidak meremehkannya sebagai wanita panggilan atau wanita malam.
Arsen yang mendengarkan cerita Mia pun merasa iba. Ternyata gadis polos dihadapannya ini mengalami perjalanan hidup yang rumit dan kepolosannya dimanfaatkan oleh orang-orang kejam dan tak berprikemanusiaan seperti mereka. Arsen segera menegak segelas susu dihadapannya. Dia lalu menautkan jari-jarinya di atas meja, dan menatap Mia dengan tajam.
"Nona Lamia, Dengarkan ini baik-baik. Aku akan membayar semua hutang keluargamu dan menebus rumah peninggalan orang tuamu. Dengan satu syarat." Arsen menjeda ucapannya
"Menikahlah dengan ku sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Sampai aku bosan dan menceraikanmu dengan sendirinya. " ucap Arsen dengan enteng tanpa beban sedikitpun.
Mia yang sedang menunduk langsung mengangkat kepalanya menatap tatapan mata Arsen dengan lekat. Dia tidak salah dengar kan? apa yang dikatakan pria dihadapannya ini. Kenapa dia bisa mengatakan hal ini dengan lancar? Apakah dia tidak memikirkannya lebih dulu?
"Kenapa? kenapa kau menatapku seperti itu? memangnya ada yang aneh dengan tawaranku? " tanya Arsen cuek, seolah dia tidak mengerti apa-apa tapi dia tau kebingungan di wajah wanita muda dihadapannya ini.
"Apa kau bercanda tuan? kau menawarkan pernikahan kepada wanita asing yang tidak kau kenal sama sekali. Apa kau sudah gila. "
"No... Aku tidak gila seperti yang kau pikirkan, nona Lamia. Aku hanya menawarkan sebuah kesepakatan dan pernikahan kontrak denganmu. Kau membutuhkan uang untuk membayar hutang orang tuamu yang sudah meninggal, dan aku membutuhkan seorang wanita untuk ku jadikan istri. Walau tanpa cinta. Karena aku tidak butuh itu. Bahkan aku tidak butuh wanita sama sekali dalam hidupku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!