Seorang wanita terlihat semakin larut ditengah ramai nya alunan musik klub malam. Ia tampak frustasi, terlihat dari beberapa botol vodka yang ada diatas meja.
Brak!
"Dasar cowo br*****k! B*******! semua cowo tuh sama aja..Huhu"
"Cuma karna lo disakitin sama satu cowo, lo gak bisa pukul rata kaya gitu."
Sofa disebelahnya meliuk, pertanda ada orang lain yang baru duduk.
Wanita itu mengusap kasar air matanya, lalu melirik tajam pria yang tersenyum tipis.
"Eris,ya?"
"Gausah sok kenal! Udah kebaca trik fakboy murahan kaya lo."
"Gue Leon. Leonardo Wyllie, kating lo di UPN."
Leon menahan tangan Eris saat wanita itu beranjak, lalu menarik nya kembali duduk.
"Leon?"
Leon mengganguk sambil menyunggingkan senyum.
"Oh ketua BEM arogan yang otoriter? Pft, hahahaha." Eris menahan tangan di perutnya karna tak kuat tertawa.
"Cih, orang 'flat' kaya lo bisa juga ya dateng ke klub."
Leon tersenyum kecil. Wanita didepannya masih sama, selalu mengeluarkan umpatan di bibir mungilnya.
"Lo sendirian?"
"Menurut lo?" Jawab Eris enggan.
Helaan nafas terdengar keluar dari bibir wanita itu. Tanpa menghiraukan Leon, Eris kembali menuangkan minumannya, minum dalam sekali teguk, lalu menuang kembali.
"Ngapain masih disini?" Tanya Eris dengan alis terangkat melihat Leon yang malah bersandar sambil melihat kearah nya.
"Nemenin lo, bahaya kalo cewe minum sendiri."
"Ehm..hu..huek."
Leon menutup matanya. Setelah melihat wanita itu gelisah menahan perut dan mulutnya, Eris akhirnya jackpot tepat mengenai baju dan celana Leon yang duduk tak jauh di depannya
"Uhm, lega nyaaa." Bibir Eris membentuk senyum melengkung. Setelah mengusap sudut bibirnya, wanita itu kembali mencondongkan tubuh untuk menuang loki berikutnya.
"Kenapa liat liat?! Itu pantes buat lo! Bastard." Umpat Eris saat melihat Leon tak lepas memandang kearah nya.
"Iya iya. Yaudah, lo lanjut minum. Gue tinggal ke toilet bentar,ya."
"Mau lo ke toilet kek, ke neraka kek, gapeduli gue. Cuh." Eris mengumpat sambil memutar bola matanya, umpatan kasar yang selalu terdengar lucu ditelinga Leon karna Eris yang mengucapkan nya.
Drett..dret... drett..dret...
Eris kembali menarik nafas setelah menyipitkan mata dan melihat caller id orang yang menelfon nya.
"Ha-"
"J*****! Lo dimana,hah?! Bagus,ya. Dirumah ada tamu terus lo mau kabur,gitu?"
"Aku-"
"Balik sekarang!"
"Tapi, Sat..."
Tut..Tut..Tut..
"Bang..sat! Argh" Eris menahan teriakannya, lalu kembali mencondongkan badan mengambil loki yang sudah terisi penuh.
Pandangannya teralih pada sebotol vodka yang tinggal seperempat. Setelah bergantian melihat loki yang ada ditangannya, Eris memejamkan mata sejenak, menukarnya dengan botol lalu meneguknya.
"Kenapa,sih. Gue kalah terus sama dia."
"Tapi.. kalo gabalik, dia pasti meledak lagi." Batinnya dengan suara pelan, sambil terus menimang dengan mengigit jari tangan.
Sementara itu, dibelakangnya. Leon menggeleng. Umpatan wanita itu semakin meningkat dalam hitungan menit, bersamaan dengan Eris yang terlihat mulai melantur saat di dekati.
"Gue anterin balik ya,Ris? Udah malem ntar lo kenapa kenapa kalo sendiri."
Leon kembali duduk, mengeluarkan sebatang rokok dan meminta izin pada Eris saat hendak menyalakan nya.
"Anter gue ke rumah Dila aja."
"Dila bukannya di Ausi?" Tanya Leon saat Eris berkata cepat.
"Yaudah, kemana aja asal jangan ke apartemen G."
****
Leon menahan diri agar tak menyentuh alkohol karna wanita disampingnya sudah larut, menghabiskan 2 botol vodka sendiri.
"Ris, pulang,ya. Lo bisa nginep di apartemen gue atau dirumah kalo gamau balik ke apartemen lo."
"um, lepas! Lo tuh b*******! Gue kasih semuanya buat lo! Apartemen, gue yang bayar tapi lo malah tidur sama cewe lain didalem. Cuh."
Leon mengangkat sebelah alisnya, setelah memberanikan diri duduk lebih dekat pada Eris dan menyentuh tangannya.
"Kenapa? Kenapa ga pernah liat gue? Lo main sama cewe lain di depan gue, tapi lo ga ngizinin gue pergi selangkah pun. B******* ya lo!"
Plak
Seakan jadi samsak, Eris menampar keras Leon yang kini ada dihadapannya. Mata Eris perlahan terbuka, setelah membuang nafas dengan kasar, Eris melingkarkan tangan di pundak Leon.
Menarik nya lebih dekat hingga nafas mereka sama sama terasa sangat dekat.
"Liat gue! Iya, gue tau body gue jauh dari ****** yang gonta ganti lo bawa ke apart, tapi gue juga bisa bikin Lo seneng."
"Ris,um"
Leon mengerjap saat bibir wanita itu menempel di tepi bibirnya. Lalu tangan kecil Eris yang menekan belakang kepalanya lebih dekat.
"Kenapa diem! Lo bener bener udah gapengen gue,sat? Ciuman gue udah gapernah lo respon. Kenapa,sih?"
Suara Eris terdengar lebih serak, bau alkohol yang sangat menyengat keluar saat wanita itu bicara dengan cepat. Cekalan tangannya kuat melingkar dibahu Leon.
"Pulang,ya. Ke rumah aja biar ga berdua."
Leon melepas cekalan Eris. Menyusupkan tangannya ke belakang betis wanita itu dan menggendong nya ala bridal style ke dalam mobil.
"Panas!" Leon kembali mengerjap saat Eris bicara, lebih tepatnya berteriak saat ia menurunkan Eris di kursi depan.
"Eh,mau ngapain?"
Tangan Leon segera menahan jari wanita itu yang menarik keatas kaos yang dikenakannya.
"Ck. Lo mau manggang gue? AC gak nyala, kaca juga rapat banget tutup nya, gak boleh buka baju." Eris memukul AC, kemudian jendela dan melihat sinis kearah Leon yang mengerutkan alis.
Tanpa membalas celotehan Eris, Leon menutup pintu, menghiraukan Eris yang memukul kaca mobil dengan keras meneriaki nama seseorang yang terdengar tak asing.
"Pake baju nya, keliatan keluar."
Leon meletakkan hoodie nya di pundak Eris tanpa melihat wanita itu. Lalu segera menyalakan mesin dan menginjak pedal gas.
Jalanan kota yang sepi, kontras dengan Eris yang terus meracau di sebelahnya. Hanya mengenakan hoodie dengan kaos yang dibiarkan tergeletak di bawah kaki nya.
"Kita mau kemana? Motel atau hotel?" Tanya Eris sambil menopang dagu dan melihat intens kearah Leon yang tengah menyetir.
"Kalo liat dari deket gini, lo mancung juga, ya. Walaupun lo addict ke rokok, bibir lo gak gelap." Senyum kecil terlihat dibibir wanita disampingnya.
Leon hanya melirik sekilas lalu tersenyum.
Saat masa kuliah nya, bisa dibilang Eris cukup populer. Wanita itu pintar dan handal, dia juga merupakan wakil nya di BEM.
Eris terlihat polos dan sangat profesional. Saat wanita wanita mengincar Leon, Eris yang terbilang sangat dekat untuk menjamah nya sama sekali tak melirik Leon.
***
Pertigaan jalan didepannya. Membuat Leon memelankan laju mobil, setelah melirik Eris yang akhirnya tertidur, Leon memilih jalan bersimpang yang bertolak dengan arah rumahnya.
Apalagi setelah melihat jam yang sudah sangat larut, membawa wanita kerumah hanya akan menimbulkan gosip dan banyak spekulasi liar tentang mereka.
Leon menurunkan Eris dan membaringkan nya di single bed kamar tamu.Tatapan Leon tak lepas dari wanita yang masih memejamkan mata dan bergerak mencari posisi nyaman saat tubuhnya menyatu dengan kasur.
Perlahan, Leon beranjak yang membuat Eris membuka mata dan sontak menahan lengannya.
"Jangan tinggalin gue." Ucapan singkat yang terdengar rentan.
Eris yang dulu dikenal nya paling jarang menunjukkan emosi, apalagi rasa rentan. Malam ini walaupun Leon tau perasaan rentan itu bukan untuknya, tapi tatapan mata Eris mampu meluluhkan pertahanan terakhir untuk menyentuh kucing kecil didepannya.
"i'm here."
Tatapan mata Eris yang dalam, sentuhan kecil wanita itu membakar rasa menggelitik yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Padahal, ini bukan kali pertama Leon ditemani atau disentuh seorang wanita.
Tangan Leon tenggelam di dalam rambut Eris yang terurai sedikit berantakan. Wangi buah segar tercium hingga membuat pertahanan nya semakin menurun.
Eris memejamkan mata, bahkan sebelum Leon mengambil inisiatif untuk sekedar mengecupnya.
"Touch me. Where ever you want." Kata - kata Eris meluncur keluar dengan suara kecil. Eris melingkarkan tangannya kembali dibahu Leon, menariknya ke posisi tidur dengan Leon yang berada diatasnya.
"Ris, gue gamau macem macem secara sepihak. Lo lagi mabuk, jangan kaya gini."
"Gue ambil air minum dulu." Leon melepas cekalan Eris yang membuat wanita itu memajukan bibirnya, lalu melirik malas kearah Leon yang berjalan keluar.
Kepala nya terasa pening, kantuknya semakin bertambah, apalagi suasana kamar yang temaram dan sepi.
Eris menarik selimut hingga ke dagu. Menggesekkan kepalanya ke bantal empuk yang sepaket dengan kasur hangat yang berbau maskulin.
"Maaf. Jangan tinggalin gue, gue gamau sendiri." Setelah bergumam, mata nya terasa lebih berat, nafasnya semakin teratur bersamaan dengan mata yang terpejam.
"Ris?"
Leon membawa nampan berisi air putih dan menghela nafas setelah melihat wanita itu sudah meringkuk seperti kucing kecil diatas kasurnya. Memeluk bantal lain dengan selimut tebal yang menutupi tubuh.
\*
Pantulan sinar matahari masuk ke sela tirai kamar yang membuat seorang wanita mengerjap perlahan.
Setelah meregangkan badan, Eris membuka matanya, lalu bersandar di tepi tempat tidur yang terasa lebih luas.
"Hoam. Pagi, Sat." Eris mengucap satu kata wajib dan melihat ke sekeliling saat menyadari perbedaan kontras dalam ruangannya.
Ukuran kasur yang 2x lebih besar. TV dan PS yang ada didepannya, lalu lemari putih berukuran besar dengan ukiran detail berwarna putih.
"Astaga!"
Suara teriakan dalam kamar, membuat Leon buru - buru berlari ke kamar disebelahnya. Eris menutup kuping sambil memejamkan mata dengan selimut yang masih melingkari seluruh tubuhnya.
"Eris?! kenapa?" Leon tak kalah panik melihat Eris yang histeris.
"Lo! Lele!? Lo ngapain disini!" Teriakan Eris tak memelan, apalagi melihat Leon yang berada tak jauh di depannya.
"Ya, lo ada di apart gue. Kamar gue disebelah."
"Jangan bilang, semalem-"
"Engga,lah. Ngaco, gue gabakal mulai sepihak, tenang aja." Jawab Leon santai.
"Aih, sialan." Leon menahan tangan Eris saat wanita itu kembali mengumpat kecil dan buru - buru beranjak mengambil ponsel, lalu berlari.
"Gue anterin."
Eris hanya melirik sekilas, lalu segera menepis cekalan tangan Leon dan kembali berlari. Membuka kunci pintu, lalu melesat masuk ke dalam lift yang masih lengang.
Umpatan dan helaan nafas terdengar saat ponsel yang di genggam nya mati. Pipi nya yang terasa panas sembari mengigit bibir bawahnya mengingat kejadian malam saat ia mabuk.
Kapan Leon nyamperin gue? malem ini gue gabalik, astaga. Abis udah, ini jam berapa lagi? Batinnya terus merutuki diri sendiri sampai tiba di lobi.
Tujuan utama nya resepsionis, lalu segera menghubungi kantor dan memesan ojek online ke apartemen nya.
"Mba, boleh pinjem ponsel dulu? Mau pesen gojek sama kabarin kantor."
"Silahkan,Bu."
Eris tersenyum kecil. Semoga hari ini seramah senyum resepsionis didepannya. Walaupun ia sudah tau, akhirnya akan berakhir di neraka dengan laki - laki tak tau diri yang berubah menjadi benalu hidupnya.
*//
Nafasnya masih terengah saat berdiri di depan pintu apartemen nya. Setelah menetralkan nafas, Eris menarik pintu apartemen.
Pandangannya celingukan ke segala arah, segera melangkah perlahan saat room apartemen nya masih gelap karna tirai yang belum di buka.
"Satria? Kamu masih tidur?" Eris bersuara dengan hati - hati. Dengan langkah mengendap memasuki kamar yang juga tak menemukan sosok iblis itu didalam nya.
Setelah merasa aman dan melirik jam yang menunjukkan pukul 6 pagi, Eris bergegas men charge ponsel nya dan melompat masuk ke dalam kamar mandi. Melirik nanar bathub nya karna selama 5 hari ke depan ia akan sangat jarang menggunakan bathub itu.
Fikiran nya berputar pada Leon. Mantan ketua BEM tempatnya kuliah dulu, sekaligus kakak tingkat yang selalu ingin dihindari Eris karna bibit sikap calon CEO nya yang sudah terlihat semasa kuliah.
Eris benci sikap CEO yang otoriter dan obsesif, juga benci Leon yang dengan entengnya menganggap wanita seperti baju sejak dulu.
Leon terkenal playboy karna sering berganti pasangan. Mulai dari primadona universitas mereka, model hingga deretan aktris pernah di jajal nya. Laki - laki itu terlalu sadar pesona dan karisma.
Eris kembali menghela nafas. Pagi ini janji temu dengan Angkasa corp, lalu sore nanti meeting dengan G-O entertain, belum lagi rentetan teror laporan redaksi yang belum di kirim nya ke pusat. Dan masalah terakhir, Satria.
Setelah menatap lekat dirinya di cermin, Eris segera mempoles tipis muka nya. Lalu menyalakan ponsel yang tiba - tiba lag karna rentetan notifikasi.
Matanya terpaku pada sebuah pesan singkat dari laki - laki iblis yang tinggal seatap dengannya.
Pesan singkat berisi titahan untuk mengantar berkas file presentasi nya ke kantor. Eris melirik jam yang sudah pukul setengah 7, lalu menghela nafas dan menghentakkan kaki berjalan menuju meja kerja.
Brengsek. Udah numpang hidup, bisa - bisanya masih nyuruh. Batin Eris menghela nafas sambil mengambil kasar setumpuk kertas dan memasukkan sebuah flashdisk ke dalam tas nya.
Eris terus menautkan jari tangannya dengan berkas yang di simpan di atas paha. Ponsel nya bergetar sedari tadi, membuat wanita itu menekan dahi dan membuang nafas kasar.
Setelah sampai di lobi tempat Satria bekerja, Eris buru buru masuk kedalam lift dengan seorang pria yang bersamaan masuk dengan nya.
"Astaga! Lele, lo ngapain sih ngikutin gue!" Eris menahan suara nya agar tak berteriak saat Leon berdiri dengan kaos santai di sebelahnya.
Laki - laki itu hanya melirik Eris singkat, lalu tersenyum kecil.
"Lo sendiri, ngapain disini?"
"Gue-" Eris mundur beberapa langkah saat tangan Leon memerangkap nya di ujung.
Ting
Pintu terbuka, beberapa staf yang berada di depan pintu sontak menunduk dan menyingkir memberi jalan.
"Ikut gue."
"Eh,tapi-" Satria melihatnya. Berkas yang di bawa Eris sudah terjatuh di dalam lift karna Leon langsung menariknya.
Laki - laki itu membawa Eris menaiki tangga dan berbelok keujung ruang. Berjalan lurus hingga mereka sampai di depan sebuah pintu dengan 2 ajudan bertubuh tegap yang menjaga nya.
"ngapain sih? gue kesini mau ketemu cowo gue! Lepas!"
"cowo lo yang abusive itu?" Leon tertawa kecil. Lalu melepas Eris agar duduk di sofa merah, lalu menekan sebuah tombol yang membuat tirai penutup panorama jakarta di bawahnya tertutup.
"Karna semalem lo udah gue tolong dan sama sekali gak gue sentuh. Jadi, sebagai balas budi, gimana kalo malem ini lo temenin gue meeting?"
Eris menautkan alisnya, lalu berdiri yang langsung ditahan Leon agar wanita itu tetap duduk ditempatnya.
"gue gak kerja sama Lo, dan ga ada kontrak sama Wyllie, ngapain gue harus nemenin Lo meeting? Minggir!"
"Jam 7 malem, lobi apartemen G. Kalo gak mau, terpaksa gue harus pake cara lain biar lo mau." Leon sedikit menunduk, berbisik pada Eris yang membuat wanita itu bergidik.
Eris hanya melirik sinis kearah Leon, lalu menegakkan kepala nya dan berdiri. Menghela nafas lalu pergi meninggalkan laki - laki dibelakangnya yang tersenyum kecil.
Ponsel Leon bergetar di saku celananya, setelah melihat caller id dan notif sebelumnya, Leon mengangkat telfon dan bergerak ke deretan rak buku, mengamatinya, lalu mengambil sebuah buku dengan ponsel yang sudah ditempelkan ke telinganya.
"oh..Angkasa Corp, ya? urus aja, cancel remahan kontrak lain juga."
Tut..
Setelah menutup telfon tanpa menunggu jawaban lawan bicaranya, Leon mengamati sebuah buku lama. Membuka halaman pertama lalu halaman selanjutnya secara random sampai berhenti disebuah halaman.
Ditengah nya terselip sebuah kertas bergambar sketsa wajahnya yang sudah dicoret.
Sketsa itu diam - diam ia ambil dari tempat sampah perpustakaan saat melihat seorang wanita terkekeh melihat gambarnya sendiri lalu membuangnya.
"Sayang!"
Leon membuang nafas kasar saat seseorang memeluknya dari belakang dan meniup telinga nya.
"kenapa? duit kemaren udah abis?" ujar Leon malas sambil melepas pelukan wanita nya.
"Bukan gitu! kamu gak inget hari ini ultah aku?" ucap nya manja.
Wanita itu beranjak duduk diatas sebuah meja, mengedarkan pandangannya lalu berhenti pada secarik kertas yang dipegang Leon.
"Keluar."
"Ok. Tapi nanti malem kamu harus dateng." Ujarnya tak lepas dari nada manja, lalu turun dari meja dihadapan Leon dan mengecup singkat pipi laki - laki itu.
Setelah memperhatikan sketsa wajahnya sekali lagi, Leon kembali meletakkannya diantara halaman buku dan beranjak saat sekertaris nya mengirim note rentetan kegiatan hari ini.
/*
Satria
now
malem ini lu harus temenin Leon meeting!
Eris mengerutkan keningnya melihat pesan singkat yang dikirimkan Satria. Ia sudah siap dengan alasan kenapa Leon menarik nya menjauh dari kerumunan, tapi laki - laki itu sama sekali tak menyinggung hal itu.
Freak. Batin Eris mengingat Satria yang selalu berlaku se suka nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!