NovelToon NovelToon

My Husband

BAB 1

"Ini Pak hasil laporan keuangan kita untuk bulan ini."

Alina segera memberikan sebuah dokumen yang berisikan laporan keuangan pada direktur muda di hadapannya itu.

"Hmm." Balas direktur itu dengan ekspresi datar dan dingin

Alina masih nampak berdiri di hadapan atasannya itu. Ia tak mengerti maksud ucapan yang keluar dari mulut direktur muda yang hanya berdehem.

"Ada apa? Kenapa kamu masih disini!" Ucapnya sambil menatap dingin kearah Alina.

"Eh! iya ... Pak baik Saya akan keluar..." Balas Alina yang sedikit terkejut.

Alina segera keluar dari ruangan itu sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sementara itu dibalik pintu sudah ada seorang wanita yang nampaknya tengah menunggu Alina.

"Bagaimana? Berjalan lancar?"

"Seperti biasanya, pria itu begitu dingin layaknya kutub Utara!"

Keduanya segera berjalan meninggalkan pintu direktur. Nina yang merupakan sahabat Alina sedikit tertawa mendengar Alina menyebut direktur mereka seperti kutub Utara.

"Ayolah Alina ... Seperti kau baru saja menerima perlakuan seperti itu." Ucap Nina sambil tertawa kecil.

"Hah ... Masalahnya bukan itu Nina. Yang jadi masalah itu kata terimakasih dari mulutnya seakan sulit sekali untuk di ucapkan!" Balas Alina sambil menyilangkan tangannya.

"Ya memang sih ... Tapi mau bagaimana lagi, dia itu kan Tuan Berhati Dingin." Ucap Nina sambil membenamkan bibirnya.

"Aku yakin, tak akan ada wanita yang mau hidup bersamanya jika seperti itu!" Balas Alina dengan yakin.

"Haha, tapi tidak bisa di pungkiri meski sifatnya seperti itu, kau harus lihat bagaimana para wanita itu mengemis di hadapannya."

"Mereka orang gila Nina, apa yang mereka harapkan dari pria kutub Utara seperti itu?"

Nina hanya tertawa mendengarkan celotehan sahabatnya itu, keduanya segera berjalan menuju parkiran di samping gedung.

"Kalau begitu sampai jumpa besok Lin!" Seru Nina sembari memasuki mobilnya.

"Sampai jumpa besok Nina!" Balas Alina sambil diiringi dengan senyuman di wajahnya.

Setelah mengatakan itu keduanya segera pergi menuju arah yang berlawanan menuju rumah masing-masing.

***

"Pilih lah Liam! Kau mau menerima pernikahan ini atau kau mau melihat jasad ibu di peti mati!" Ucap seorang wanita yang tak lain adalah Ibu dari Liam.

Mengingat perkataan itu seketika membuat Liam kembali terdiam dan tertegun. Entah apa yang harus ia lakukan dengan masalah perjodohan ini.

Liam mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Perasaannya begitu dilema untuk menerima pernikahan itu, terlebih ia juga takut jika menolaknya akan membuat Ibundanya melakukan hal yang nekat.

Namun disisi lain, Liam juga tak bisa melupakan bayangan akan kenangan pahitnya di masa lalu. Ia tak seperti ini dulunya, Liam merupakan pribadi yang ramah bahkan mudah tersenyum.

Namun semuanya berubah, saat tunangannya yang sebentar lagi akan menikah dengannya tewas dalam sebuah kecelakaan. Sebuah memori buruk yang sampai saat ini meninggalkan luka yang cukup besar di hati Liam.

"Aku harus bagaimana mana Carla..." Ucap Liam sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang tengah ia duduki.

Liam menghela nafasnya panjang, ia memutar kursi yang ia tengah duduki menghadap kaca transparan di belakangnya. Matanya seakan hanyut dalam lamunan saat melihat suasana malam hari di kota.

Perasaannya begitu berkecamuk menjadi satu, matanya sesekali ia pejamkan untuk menimbang apakah harus menerima pernikahan ini atau tidak.

"Maafkan Aku Carla ... Namun aku yakin kau pasti akan mengerti dengan semua ini. Aku mencintaimu ... Dan aku tidak bisa membuat ibu ku kecewa..."

Liam memejamkan matanya sembari mengingat memori lama yang tersimpan di otaknya. Dan sungguh hal itu hampir membuat Liam meneteskan air matanya, jika saja ia tak segera berdiri dan mengusapnya.

Ia segera berdiri untuk merapikan blazer nya, dan beberapa saat kemudian Liam segera berjalan meninggalkan ruangan kantor.

...****************...

Jangan lupa mampir di cerita kedua ya kak🙏

BAB 2

Gemuruh mobil terdengar dari dalam mobil, dua orang pria dan wanita segera keluar untuk menyambut kepulangan putrinya itu dari setelah bekerja.

"Mommy, Daddy?"

Alina menatap bingung kepada orang tuanya. Tidak biasanya kedua orang tuanya itu keluar hanya untuk menyambut ia pulang bekerja.

"Selamat datang Alina!" Sapa Samanta pada anaknya.

Alina berjalan turun dari mobilnya matanya memandang bingung dengan kelakuan orang tuanya hari ini.

"Tumben Daddy sama Mommy keluar buat nyambut Alina?" Tanya Alina dengan raut bingung.

"Apa masalahnya? Lagian Mommy cuma mau melihat putri Mommy yang cantik!" Ucap Samanta sambil tersenyum.

"Ada apa sih Dad?" Tanya Alina pada Daddy Kevin.

"Nggak kok, cuma seperti yang Mommy kamu bilang. Kami berdua cuma mau nyambut kepulangan Putri kami yang cantik!" Ucap Kevin tersenyum.

"Udah, jangan terlalu lama disini! Alina pasti capek, kita masuk dulu."

Ketiganya segera masuk kedalam dan nampak jelas ada yang aneh hari ini. Apalagi saat Alina melihat meja makan yang begitu banyak dengan beberapa hidangan.

"Ada apa sih ini Mom?" Alina segera duduk sembari memandang sekitarnya.

Mendengar pertanyaan Alina membuat Samanta dan Kevin saling memandang sembari tersenyum.

"Memang apa lagi Alina ... Ini semua perayaan buat kamu karena sudah setuju dengan penawaran yang Mommy sama Daddy berikan." Ucap Kevin.

Alina memiringkan kepalanya sambil tersenyum tipis, ia masih bingung dengan maksud kedua orang tuanya.

"Setuju ... Apa?" Tanya Alina.

"Nggak usah pura-pura lupa ... Masa tidak ingat tiga hari yang lalu, tentang jawaban soal perjodohan yang Mommy sama Deddy berikan!" Jelas Samanta.

"Jadi itu..."

"Akhirnya putri kita akan menikah ya Mom!" Seru Kevin yang nampak begitu bahagia.

"Iya Dad, mommy udah nggak sabar pengen punya cucu!"

Melihat kebahagiaan kedua orang tuanya membuat Alina menghentikan ucapannya. Ia hendak menjelaskan mengenai maksud ucapannya waktu itu.

**Flashback**

"Alina masih belum siap Mom ... Alina masih takut jika nanti nasib Alina akan berakhir seperti Kak Dewi."

"Kamu takut karena salah pilih orang kan Lin ... Tapi kamu tenang aja Mommy sama Daddy sudah ada calon yang terbaik untuk kamu."

Alina menghentikan makannya nafasnya ia hembusan kan secara perlahan sambil menatap kedua orang tuanya.

"Mom ... Dad ... Kenapa kalian begitu berharap Alina segera menikah?" Tanya Alina pada kedua orang tuanya.

"Karena kami sudah punya seseorang yang terbaik untuk kamu Lin ... Makanya kami berdua ingin kamu segera menikah." Jelas Kevin.

Samanta mengangguk penuh harap pada putrinya mata begitu sayu mengharapkan jawaban yang terbaik dari putrinya.

"Mom ... Dad ... Tolong beri Alina waktu terlebih dahulu."

"Hah ... Baiklah Alina. Mommy sama Daddy kasih kamu waktu tiga hari untuk memikirkannya, dan jika dalam tiga hari itu kamu belum memberikan jawaban, maka itu artinya kamu setuju dengan pernikahan ini." Ucap Daddy Kevin.

Alina mengangguk sambil tersenyum tipis meski ia sedikit ragu mengenai jawaban yang akan di berikan nanti.

***

_"Astaga! Kenapa aku bisa lupa soal pernikahan itu sih. hah ... Semuanya gara-gara pekerjaan aku jadi lupa sama jawaban yang mau di berikan."_ sesal Alina dalam hatinya.

Alina memaksa senyuman di wajahnya meski ia saat ini tengah terkejut sekaligus menyesal karena lambat memberikan jawaban.

"Mommy senang Lin ... Dan nggak mungkin kamu ingkar janji kan?" Tanya Samanta berusaha meyakinkan.

Alina menggelengkan kepalanya sembari tersenyum, ia takut merusak kebahagiaan kedua orang tuanya dengan jawaban tidak dari mulutnya.

Meski dalam hati Alina yang paling dalam ia begitu meragu dengan pernikahan ini. Ditambah dengan kejadian yang menimpa Dewi kakak perempuannya, yang sampai saat ini tidak ada kabar setelah bercerai dengan suaminya.

***

jangan lupa like dan vote nya ya kak 😇

biar makin semangat up chapter barunya🙏

BAB 3

"Apa! Kamu bakalan nikah?"

Dengan cepat Alina segera menutup mulut sahabatnya itu dengan tangannya.

"Ssssst! Jangan keras-keras Nin!" Ucap Alina sambil melirik sekitar takut ada yang mendengar.

"Maaf Lin ... Tapi aku benar-benar kaget, dan bagaimana bisa?"

"Em ... Ceritanya panjang." Ucap Alina dengan raut masam.

Alina segera menceritakan semuanya pada Nina penyebab mengapa ia harus menerima pernikahan ini.

"Astaga Alina ... Kenapa bisa hal seperti itu bisa terjadi? Dan kamu juga bukanya ngasih jawaban malah diam aja."

"Aku lupa Nina ... Kamu tau sendiri kan gimana sibuknya aku akhir-akhir ini?" Balas Alina membela diri.

"Ya ... Terus bagaimana? Mana mungkin kan kamu tiba-tiba bilang sekarang kalau kamu tidak setuju dengan pernikahan itu?"

Alina diam sejenak ia membenamkan bibirnya dalam-dalam sambil berusaha memikirkan sesuatu.

"Iya juga sih ... Tapi aku harus gimana Nina? Aku masih belum siap nikah. Ditambah aku nggak tau calon suamiku itu seperti apa, bisa aja om-om buncit!"

Nina diam sejenak sambil menahan tawanya, ia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika yang dikatakan Alina itu benar tentang menikah dengan om-om buncit.

"Haha! Mungkin yang kamu katakan benar Lin!" Ejek Nina.

"Nina! Nggak lucu tau candaannya!" Alina menyilangkan tangannya sambil menggembungkan pipinya.

"Maaf Lin ... Tapi memangnya kamu beneran belum pernah liat calon suami kamu seperti apa?"

Alina menggelengkan kepalanya dikarenakan memang ia sama sekali belum pernah melihat pria yang akan menjadi suaminya itu.

Namun disisi lain Alina juga ingat semalam Mommy nya berkata bahwa mereka hari ini akan melakukan pertemuan dengan keluarga si pria.

"Tapi semalam Mommy bilang ... Malam ini ada pertemuan dengan keluarga calon suamiku, dan bisa aja malam ini aku bakalan tau seperti apa tampang pria itu!"

"Kalau begitu itu bagus, jadi kamu bisa tau seperti apa tampangnya dari pada cuma menduga-duga."

Alina mengangguk pelan tanda ia setuju dengan ucapan sahabatnya itu.

"Kalau begitu nanti pulang kerja, gimana kalau kita ke toko baju?"

"Ngapain kita ke toko baju?"

"Aduh Alina ... Ya buat pertemuan kamu nanti malam. Kamu harus datang dengan keadaan semaksimal mungkin dong!" Ucap Nina menasihati sahabatnya.

Alina kembali mengangguk tanda ia setuju, ia tak protes karena yang dikatakan Nina benar juga. Meski saat ini ia masih belum tau seperti apa pria yang akan menikah dengannya, namun tidak ada salahnya berpenampilan menarik.

***

"Ellen aku bisa sendiri."

Ellen tak perduli ia tetap membetulkan dasi Liam yang nampak tidak simetris dan sedikit miring kepinggir.

"Tenang aja cuma benerin dasi kok." Sahut Ellen sembari tersenyum manis.

Beberapa orang nampak melihat aktivitas itu, tapi semuanya hanya diam dan seolah sudah terbiasa dengan yang mereka lihat.

Ellen Lorenza wanita cantik yang selalu mengejar-ngejar cinta Liam. Ellen bisa dibilang memiliki hal yang bagus dalam karirnya, apalagi dirinya merupakan seorang aktris yang sedang naik daun saat ini.

Popularitas yang besar tidak lain dikarenakan identitas sang ayah yang merupakan seorang pebisnis terkenal juga. Memiliki koneksi yang luas, bukanlah hal yang sulit untuk Ellen meraih mimpinya.

"Seperti biasa Ellen selalu mencari perhatian." Ucap Nina yang seolah tak suka.

"Biarkan saja mereka, selagi tidak merugikan kita tidak masalah." Balas Alina berlalu pergi meninggalkan pemandangan di hadapannya.

"Bukankah Pak Liam sudah sering menolaknya. Kenapa dia masih saja mengejar-ngejar pria itu?" Tanya Nina penasaran.

"Entahlah, padahal dia bisa mendapatkan pria yang lain. Malahan kelakuannya terlihat seperti seorang pengemis." Jawab Alina tersenyum kecil.

Keduanya hanya tertawa kecil membicarakan itu sembari melihat sekeliling, takut jika ada yang mendengar hal itu.

"Jangan keras-keras Lin! Nanti kedengaran bisa ditendang kita dari perusahaan!" Seru Nina sembari tersenyum kecil.

Alina hanya tersenyum kecil sambil menutup mulutnya. Apa yang dikatakan Nina ada benarnya, bisa gawat jika ada yang mendengar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!