Karya Author ini mengandung unsur latar belakang di negara dengan julukan Paman Sam, ya Amerika tepatnya di Washington state. Adalah sebuah negara bagian Amerika Serikat. Negara bagian Washington berbeda dengan ibu kota Amerika Serikat: Washington D.C.
Negara bagian ini terletak di bagian barat.
Meskipun mengambil latar tempat di luar negri sana, Author tetap menggunakan Bahasa Indonesia. Di karenakan Author sendiri tidak begitu fasih dalam menggunakan Bahasa Inggris. Harap di maklum ya teman-teman.😄😄😄
...MENERIMA...
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
"Olive......."
"Olive....." Teriakan Vanya membuyarkan konsentrasi ku yang tengah fokus mengerjakan tugas di perpustakaan.
"Ada apa? Sepertinya ada hal penting. Sampai kamu lari seperti itu,''
"Aku lihat ibu kamu di ruang guru......"
"Ibu? Kamu mungkin salah lihat."
"Tidak mungkin,"
"Bagaimana mungkin aku salah lihat, hampir tiap hari aku bertemu dengan ibu kamu."
"Kamu yakin?"
"Tentu saja,"
"Kenapa yah? Ada urusan apa ibu sampai ke sekolah. Perasaan aku tidak punya masalah apa-apa deh,"
"Hasil ujian semester ini cukup bagus dan bahkan lebih bagus dari semester kemarin." Lanjut ku.
"Dari pada kamu penasaran di sini, ada baiknya kamu hampiri saja ibu kamu. Mumpung masih ada di ruangannya pak Septi."
"Benar juga,"
Aku pun buru-buru membereskan semua buku-buku yang aku pinjam tadi dan menyimpannya di tempat semula.
"Yuk......." Ajak Vanya tak kalah penasarannya.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Aku dan Vanya pun berlari menuju ruangannya pak Septi. Jaraknya pun cukup jauh, sampai aku dan Vanya kecapean di buatnya.
"Terima kasih pak,"
"Saya harap prosesnya tidak akan lama. Terlebih lagi, ini kan habis ujian juga."
"Iya bu,"
"Namun kalau boleh saya tau, apa Olive juga tahu tentang kepindahannya ini?"
*Deg.......
"Saya akan memberitahunya hari ini,"
"Mungkin ini terdengar mendadak, karena saya pun mendapatkan kabar ini semalam."
"Saya harap dia bisa mengerti dengan keputusan yang di ambil oleh ibu."
"Iya pak......."
"Kalau begitu saya permisi. Terima kasih atas waktunya,"
"Baik bu,"
"Secepatnya saya akan menghubungi ibu."
Setelah itu, ibu pun langsung keluar dari ruangan pak Septi. Saat itu pula ibu pun di buat kaget, karena mendapati aku dan Vanya tengah berdiri tepat di depan pintu.
"Olive......" Ucap ibu kaget.
"Pindah? Maksud ibu, siapa yang pindah?'' Tanya ku.
"Kita bicarakan masalah ini, nanti di rumah ya."
"Sekarang ibu, mau mau langsung ke sekolah adik kamu."
"Tapi bu,"
"Liv......"
"Ibu harap kamu mengerti yah,"
"Kali ini saja. Ibu janji nanti setelah pulang sekolah, ibu akan menjelaskannya sama kamu."
"Baiklah......" Balas ku pasrah.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Sepeninggal ibu, aku dan Vanya pun berjalan sambil terdiam tidak mengucapkan satu patah kata pun.
"Liv......"
"Apa kamu akan pindah?"
"Aku pun tidak tahu Vanya,"
"Kamu tau sendiri, aku pun baru mengetahuinya baru saja."
"Kira-kira, kamu bakalan pindah kemana yah?"
"Kalau menurut aku, tidak mungkin kalau masih daerah sini."
"Secara sekolah kita ini, salah satu sekolah dengan akreditasi terbaik di kota ini." Lanjutnya.
"Entahlah......"
"Aku bakalan sedih banget, kalau kamu beneran pindah. Meskipun kita baru kenal sebentar, tapi aku sudah merasa udah dekat banget dengan kamu."
"Aku juga......."
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Nama ku Olivia Agatha Hamilthon, aku anak sulung dari pasangan ibu bernama Hana Humaira dan ayah ku bernama Dave Hamilthon. Beliau berasal dari amerika tepatnya di Washington State, dulu ibu dan ayah bertemu saat ibu bekerja menjadi penerjemah. Saat itu ayah datang ke Indonesia untuk membuka perusahaan cabang yang ada di kota ini dan kebetulan ibu lah yang di percaya untuk mendampingi ayah saat itu.
Aku mempunyai seorang adik yang baru saja masuk sekolah TK, namanya Axel Native Hamilthon. Sekarang usinya menginjak 4 tahun, sedangkan aku baru mau menginjak usia 16 tahun tahun ini.
Ayah sendiri saat ini tengah berada di Amerika, karena beliau memang bertanggung jawab atas perusahaan yang ada di sana. Sudah hampir 3 tahun lamanya aku tidak bertemu dengan beliau, hanya lewat komunikasi online saja baik aku,ibu dan Axel bisa berkomunikasi.
Tahun ini, aku baru saja masuk SMA dan baru mau naik kelas XI. Aku mempunyai target untuk mendapatkan nilai yang bagus supaya aku bisa mendapatkan beasiswa. Aku sangat ingin sekali untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, lebih tepatnya di tempat kelahiranku Amerika.
Makanya sejak awal masuk sekolah, yang menjadi tujuan ku itu adalah belajar dan belajar. Terkadang saking sibuknya dan waktu yang ku habiskan untuk belajar, aku sampai lupa tidak punya teman dekat.
Baru masuk SMA saja, aku bisa dekat dengan Vanya itu pun karena kami kebagian satu meja.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Sepulang sekolah aku langsung pulang, biasanya aku suka mampir ke perpustakaan untuk belajar sampai sore. Namun karena ada hal penting yang ingin aku ketahui, aku pun buru-buru untuk pulang lebih awal.
Sesampainya di rumah, ibu tengah memberi makan Axel di ruang makan. Melihat kedatangan ku, ibu langsung menyuruhku untuk makan terlebih dahulu.
"Bu......"
"Karena sekarang aku udah pulang, ceritakan lah apa yang sebenarnya terjadi?" Ucap ku.
Terlihat ibu menarik nafasnya begitu dalam, sepertinya memang alasan ibu bermaksud untuk memindahkan ku itu cukup berat juga bagi beliau.
"Semalam ayah menelpon,"
"Sepertinya ayah, tidak bisa berkunjung ke sini. Karena ada beberapa perusahaan di sana tengah mengalami krisi dan ayah tengah mencari solusinya."
"Jadi....?"
"Ayah menyarankan untuk kita saja yang ikut pindah ke sana. Ayah ingin berkumpul dengan kita di sana," lanjut ibu.
"Jadi itu alasan kenapa ibu tadi datang ke sekolah?"
"Ya, tadi ibu mengurus kepindahan kamu Liv. Begitu pun dengan Axel,"
"Kamu pastinya tahu, ibu pun di sini tidak punya siapa-siapa. Karena nenek dan kakek sudah lama meninggal, sudah hampir 4 tahun lamanya."
"Adapun kakak ibu, om Fikri beliau sekarang kan ikut bersama keluarganya pindah ke Kalimantan."
"Ibu pun sudah meminta pendapat om Fikri dan jawabannya pun sama. Semua kembali ke ibu,"
"Mungkin sekarang udah saatnya untuk kita bisa berkumpul dengan ayah kalian. Apa kamu tidak kangen sama ayah?" Ucap ibu.
"Tentu saja aku merindukannya......"
"Tapi, di sini pun."
"Meski pun aku tidak punya banyak teman di sini, tapi aku udah merasa nyaman tinggal di sini. Namun di satu sisi, terkadang aku pun merindukan ayah juga."
"Terlebih lagi Axel, dari dia bayi tahu ayah hanya lewat HP saja."
"Jadi gimana? Apa kamu pun setuju dengan keputusan yang di ambil oleh ayah dan ibu ini?"
"Aku harus menerimanya bu,"
"Terima kasih Liv,"
"Karena kamu sudah mau mengerti. Ibu tahu, ini pasti sulit untuk kamu."
"Tidak apa-apa bu,"
"Aku senang, sebentar lagi aku bakalan bertemu dengan ayah." Timpal ku.
Sedangkan Axel hanya menyimak sambil menikmati makan siangnya.
...KEPERGIAN...
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
"Jadi, kamu bakalan pindah ke Amerika?" Ucap Vanya.
"Iya......"
"Ibu dan ayah ku sudah membicarakan ini sejak kemarin. Ada beberapa hal yang mengharuskan aku untuk menerima kepindahan ku ini."
"Sedih sudah pasti, namanya aku harus pindah. Apalagi ini aku harus pindah ke beda negara," lanjut ku.
"Yah......."
"Aku bakalan sendirian dong,"
"Tapi kamu tenang aja, kita kan masih bisa berhubungan. Asalkan kita bisa menjaga komunikasi dengan baik."
"Benar banget,"
"Meskipun aku mengenal kamu cukup singkat yah, tapi aku sudah merasa kita itu sudah cukup dekat satu sama lain."
"Bener banget,"
"Jangan lupakan aku, kalau kamu sudah sampai di sana."
"Tidak mungkin lah, aku pasti akan menghubungi kamu."
"Nanti kalau kamu libur musim panas, kapan-kapan kamu pulanglah ke sini. Aku dengar sekolahan di sana suka ada liburan musim panas gitu."
"Tentu saja,"
"Lagi pula rumah aku pun masih di sini."
"Terus kan kamu sekeluarga pindah, rumah kamu siapa yang nempatin?" Tanyanya.
" Adalah salah satu anggota keluarga dari ibu ku. Paman Hasan,"
"Oh........"
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Butuh waktu sekitar hampir satu bulan untuk aku dan keluarga ku,mengurus kepindahan kami ke Amerika. Untungnya semua prosesnya berjalan dengan lancar.
Hari ini adalah hari keberangkatan ku menuju Amerika. Setelah mempersiapkan semuanya hampir 3 hari lamanya, aku dan keluarga ku pun akhirnya bisa terbang menuju Amerika.
Penerbangan menuju Amerika membutuhkan waktu sekitar 25 jam lebih. Selama di dalam pesawat aku menghabiskan waktu dengan membaca novel dan tidur. Jujur ini kali pertama aku naik pesawat terlama yang pernah aku alami. Karena sebelumnya paling hanya sekitar 10 sampai 12 jam saja, ini seharian lebih aku berada di dalam pesawat.
Untungnya meskipun ini kali pertama Axel naik pesawat, dia sama sekali tidak rewel atau pun gugup. Dia bahkan sangat senang, karena sebentar lagi dia bakalan bertemu dengan ayah yang sudah lama di rindukannya.
"Bu......."
"Kenapa nak?"
"Nanti sesampainya di sana, kita bakalan tinggal di mana?"
"Kata ayah, kita akan tinggal di perumahan yang jaraknya dekat dari tempat kerja ayah."
"Ayah sudah menyiapkan semuanya di sana, di bantu oleh nenek dan kakek kamu juga."
"Bisa gak ya, aku beradaptasi dengan lingkungan baru ku nanti."
"Semoga saja bisa Liv,"
"Ibu dengar dari ayah, tetangga kita pun ada beberapa yang berasal dari Indonesia."
"Benarkah?".
"Iya......."
"Ada yang pindah sama seperti kita, karena mempunyai salah satu keluarga asli dari sana. Ada juga yang memang orang Indonesia asli dua-duanya namun sudah lama menetap di sana dan jadi warga negara sana." Jelas ibu.
"Tapi kebanyakan, yang menikah dengan orang sana."
"Nanti kan, kamu bisa kenalan juga dengan tetangga kita itu. Siapa tahu ada yang punya anak. Seumuran dengan kamu atau pun Axel,"
"Seperti itu......."
"Semoga saja ya bu,"
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Setelah menempuh perjalanan sehari lebih saru jam, akhirnya kami pun sampai di salah satu bandar udara yang ada di Washington state. Kebetulan kami sampai sekitaran jam 7 pagi kalau di Indonesia,padahal kemarin kami berangkat dari indonesia pun sama menjelang pagi.
"Ayah kalian sudah menunggu kita di pintu kedatangan katanya." Ucap ibu.
Tampak dari raut wajah beliau, ibu lah yang paling senang karena akhirnya bisa bertemu dengan ayah. Bukan berarti aku tidak senang, namun perasaan ibu jauh lebih dari itu.
Setelah mengantri untuk keluar dari dalam kapalnya, kami pun akhirnya sampai di pintu keluar. Dari dalam aku bisa melihat ayah yang sudah menunggu kami sambil membawa sepanduk bertuliskan " Hamilthon Family".
Ibu dan Axel yang lebih dulu berjalan di hadapan aku pun langsung memeluk beliau dengan erat. Melepas kerinduan yang sudah tidak bisa di bendung lagi, meskipun awalnya Axel sempat kebingungan juga.
Bahkan ayah sempat beberapa kalli mencubit pipinya Axel, mungkin beliau pun masih belum menyangka bayi yang waktu di tinggalnya sekarang sudah tumbuh besar.
Melihat momen itu, aku sedikit terharu. Biar bagaimana pun, aku pun pernah mengalami hal itu juga sewaktu aku masih kecil dulu.
"Daddy......"
Giliran ku untuk memeluk sosok yang selam ini aku rindukan dan hanya bisa melihatnya lewat HP saja. Sekarang sudah berada di hadapan ku, ayah memeluk dengan erat.
"Miss you......" Ucapnya.
"Miss you too...."
Setelah melepas rindu, ayah pun langsung menggiring kami menuju mobil. Karena memang jarak dari bandara ke rumah kami lumayan jauh, sekitar 1 jam lebih.
Setelag memasukan semua barang bawaan kami, ayah pun langsung tancap gas menuju tempat tinggal kami yang baru.
"Welcome to my new life......." Bisik ku dalam hati.
Sepanjang perjalanan, mata ku tertuju pada pepohonan yang tampak gundul tidak ada daun sama sekali.
"Dad, kenapa pohon di sini tidak punya daun?" Tanya Axel.
"Karena di sini sudah memasuki musim gugur dan sebentar lagi akan memasuki musim dingin."
"Benarkah?" Sambung ku.
"Iya Liv......"
"Kita sampai di sini, bertepatan dengan musim dingin. Makanya nanti kamu harus jaga daya tahan tubuh kamu, supaya bisa beradaptasi dengan musim di sini." Jelas ibu.
"Oh gitu......."
"Tenang saja, nenek kalian sudah membelikan baju hangat untuk kalian. Tapi apa yang di katakan ibu benar juga, kamu harus jaga daya tahan tubuh kamu itu."
"Pasti akan sulit juga untuk kamu bisa langsung beradaptasi dengan musim di sini." Lanjut ayah.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Akhirnya kami pun sampai di salah satu rumah yang ukurannya cukup besar dan mempunyai halaman yang luas.
"Ini rumah kita ayah?" Tanya ku.
"Iya......."
"Wah......"
"Bagus banget,"
"Kamu suka?" Tanya ayah.
"Tentu saja, aku suka."
"Aku juga, Axel bisa main-main di sini." Sambung Axel.
Setelah menurunkan semua barang bawaan kami, ayah pun menunjukan isi dari rumah baru kami ini. Kebetulan aku kebagian kamar yang berada di lantai dua dan dekat dengan rooftop nya.
"Apa kamu menyukai kamar baru kamu ini Liv?" Tanya ayah.
"Tentu saja, aku suka sekali warna sage ini."
"Nenek yang memilihkannya khusus untuk kamu,"
"Aku harus berterima kasih sama nenek, karen sudah menyiapkan semua ini untuk aku."
"Sekarang mandi lah,"
"Ayah sudah kasih tahu kakek dan nenek, kalau kalian sudah sampai. Dan mereka dalam perjalanan menuju ke sini,"
"Iya ayah......."
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Sepeninggal ayah, aku tidak langsung mandi melainkan mengecek semua isi kamar baru ku. Sungguh di luar dugaan ku, kamar ku ini langsung menghadap ke arah taman belakang yang dimana langsung menghadap halam belakang milik orang lain. Berbeda dengan halam depan rumah ku yang masih terdapat banyak pohon.
"Aku harus betah tinggal di sini," gumam ku.
...AWAL BERTEMU...
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Keesokan paginya, aku bangun kesiangan. Mungkin karena habis melakukan perjalanan jauh,bisa juga karena jam segini biasanya di Indonesia itu malam. Jadinya aku masih belum bisa menyesuaikan waktu dengan di sini.
Aku pun langsung turun ke lantai bawah,karena biasanya bangun tidur aku suka langsung minum air putih.
"Pagi bu......." Sapa ku.
"Pagi juga,"
"Axel mana?"
"Dia tengah pergi bersama ayah kamu,ke supermarket. Ada beberapa barang yang ibu butuhkan untuk masak nanti."
"Ayo sarapan,ibu sudah siapkan roti panggang untuk kamu."
"Aku belum lapar bu,"
"Baiklah kalau begitu ibu simpan di sini saja."
"Ibu tengah membereskan pakaian miliknya Axel di kamarnya. Kalau butuh sesuatu panggil ibu saja,"
"Iya......"
Sepeninggal ibu, aku pun berinisiatif untuk melihat-lihat area taman belakang. Mungkin karena masih baru,di taman belakang rumah ku ini hanya ada beberapa tanaman saja dan itu pun kurang terawat.
Udara di Washington pagi ini cukup menyegarkan, meskipun sinar mataharinya cukup terang namun udaranya cukup sejuk.
Saat aku tengah melihat-lihat, tidak sengaja aku mendengar kegaduhan dari rumah tetangga ku yang berada tepat di belakang rumah ku. Taman belakang rumah kami hanya terpisah oleh dinding yang terbuat dari kayu. Ada pun tingginya mungkin ada sekitar 2 meter lebih. Meskipun begitu, aku bisa melihat orang yang berada di balik dinding kayu itu. Karena ada celah yang cukup untuk aku bisa melihatnya.
"Ibu buatkan sandwich kesukaan kamu, jangan lupa untuk berbagi dengan Sherly."
"Baiklah......"
"Masuklah, sebentar lagi kamu sudah harus berangkat sekolah. Ayah tengah bersiap untuk mengantar kamu dan Sherly pergi ke sekolah."
"Iya sebentar lagi, aku masih mau berjemur dengan Maxim."
"Jangan lama-lama,"
"Oke......."
Karena penasaran aku pun perlahan mengintip dari balik celah dinding pagar rumah ku. Namun sayangnya, karena posisi cowok itu membelakangi dindingnya aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Yang pasti di lihat dari postur tubuhnya sepertinya umur dia tidak jauh beda dengan aku.
Terlihat dia tengah mengelus kucing di pangkuannya, mungkin kucing itu yang di bilangnya Maxim tadi.
"Liv........"
Teriakkan ibu membuat aku kaget,sampai-sampai aku membentur dinding.
"Ah........"
Aku pun langsung berbalik dan berjinjit supaya tidak ketahuan oleh anak laki-laki itu. Nanti dia malah berpikir yang tidak-tidak lagi,karena ulah ku pagi ini.
"Iya bu......."
"Sini nak," ucap ibu dari dalam kamar Axel.
Aku pun langsung menghampiri beliau yang tengah sibuk membereskan bajunya Axel.
"Kenapa bu?"
"Ini maaf, masukin bajunya Axel."
"Ketinggalan dan belum ibu masukan ke dalam mesin cuci."
"Ah iya......."
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Siangnya saat aku tengah bersantai sambil membaca novel kesukaan ku. Ibu tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar ku dengan membawa Axel.
"Kenapa bu?"
"Ibu dan Axel mau pergi dulu."
"Kamu mau ikut atau enggak?"
"Pergi ke mana?"
"Ibu dengar dari ayah, tetangga kita yang rumahnya ada di belakang rumah kita itu istrinya sama orang Indonesia."
"Ibu ingin menyapanya, sekalian ingin memberi sedikit bingkisan padanya."
Atau mungkin yang di katakan ibu ini, keluarga yang tadi itu.
"Liv......"
"Kenapa kamu malah diam? Mau ikut atau enggak?" Tanya ibu kembali.
Sebenarnya aku malas sekali untuk pergi ke sana,karena lagi santai-santainya.
"Boleh deh bu,"
"Ya udah pakai jaket mu. Masa iya kamu mau pergi dengan hanya menggunakan hot pant sama kaos saja."
"Iya......."
Aku pun langsung menyusul ibu yang sudah lebih dulu keluar. Karena aku harus mengambil jaket ku terlebih dulu.
"Bu......."
"Apa?"
"Coba saja seperti di rumah kita dulu, ada pintu pagar bagian belakang. Jadinya kita tidak harus berputar dulu, padahal rumah kota itu cukup dekat hanya di batasi oleh dinding saja." Jelas ku.
"Disini itu, privasi itu sangatlah penting nak."
"Oh......."
"Ibu dengar beliau punya anak yang seumuran dengan kamu,"
"Tapi cowok." Lanjut ibu.
"Ibu tahu dari mana?"
"Tahu dari ayah kamu lah,"
"Karena beberapa kali ayah kamu pernah bertemu dengan anaknya."
"Dia juga punya dua saudara perempuan,"
Berarti benar,yang di bicarakan ibu ini keluarga yang tadi pagi aku intip dari balik dinding kayu.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Tanpa terasa kami pun akhirnya sampai di rumah yang di maksudkan oleh ibu tadi.
"Liv, coba pencet bel nya....."
Aku pun langsung memencet bel yang berada di bagian samping pintu rumah. Karena ternyata tipe rumah ini tidak mempunyai pagar depan dan gerbang juga. Berbeda dengan tipe rumah ku yang mempunyai pagar dan gerbang depan.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya pintunya pun terbuka.
"Siapa yah......?"
"Kenalkan saya Hana,"
"Saya baru pindah ke sini kemarin pagi." Ucap ibu sambil mengulurkan tangannya.
"Saya dengar dari suami,anda asli dari Indonesia."
Mendengar hal itu,ibu itu pun langsung tersenyum dan langsung membalas uluran tangan ibu.
"Nikma....."
"Senang bisa berkenalan dengan anda."
"Mari silahkan masuk," ajaknya.
Kami pun akhirnya masuk ke dalam rumah beliau. Tampak dalam rumahnya itu sangat rapi dan tertata.
"Silahkan duduk,"
"Ngomong-ngomong mba ini yang menghuni rumah yang di belakang rumah saya itu bukan?" Tanya beliau.
"Iya benar sekali,"
"Ah......."
"Suami saya pernah cerita, kalau calon penghuni rumah itu sama merupakan keluarga dari Indonesia."
"Iya......."
"Oh iya saya sampai lupa,"
"Ini saya bawakan beberapa barang untuk sedikit berbagi. Tidak banyak, hanya sekedar untuk mencicipi saja." Ucap ibu langsung memberikan bingkisannya.
"Ya ampun, padahal tidak perlu repot-repot. Saya jadi tidak enak loh,"
"Tidak apa-apa,"
"Ini anak saya namanya Olivia dan ini anak bungsu saya namanya Axel."
"Bentar, sepertinya anak sulung mba ini sepertinya seumuran dengan anak saya Daniel."
"Benarkah?"
"Dia baru naik kelas XI tahun ini,"
"Sama anak saya juga,"
"Wah......."
"Tidak di sangka yah,"
"Tapi sayangnya anak-anak saya saat ini tengah sekolah. Sore baru mereka pulang,"
"Saya punya tiga anak, yang pertama itu Daniel. Anak kedua saya itu Sherly, dia tahun ini kelas tiga SMP. Sedangkan yang terakhir itu Carissa, dia kelas dua SMP." Jelas tante Nikma.
"Oh......."
"Ngomong-ngomong, kemana mba mau menyekolahkan anak mba yang pertama ini?" Tanya tante Nikma kembali.
"Di Western School State......."
"Sama dong, anak saya pun sekolah di sana."
"Benarkah? Wah kebetulan sekali,"
"Sepertinya kita bakalan sering bertemu setelah ini," lanjut ibu.
"Benar banget, saya setuju."
"Sayang sekali yah, mereka tidak bisa bertemu sekarang."
"Lain kali kalau ada waktu, giliran saya untuk berkunjung ke rumah anda." Lanjut tante Nikma.
"Silahkan, saya sangat menantikan kedatangan ibu." Balas ibu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!