NovelToon NovelToon

Melatinya Wiliam

Guru Baru

“Wiliam.” Pak George menghampiri meja kerjanya.

“Iya pak.” Wiliam kaget pak George sudah ada di depannya.

“Tolong kamu ke bandara jemput guru baru yang nanti jadi pelatih renang di yayasan kita. Ini foto orangnya, namanya Leoni.” Perintah pak George.

“Siap. Sekarang kah pak?” Tanya Wiliam balik.

“Tidak. Tahun depan.” Bentak pak George. “Ya iya lah sekarang.” Tambah pak George.

Setelah mendapatkan perintah pak George, Wiliam langsung memperispkan perlengkapan kemudian menuju ke bandara.

“Hai, saya Leoni.” Leoni menghampiri sesorang yang membawah papan bertuliskan Namanya.

“Hai, selamat datang di kota Karang Kupang mba Leoni, saya Wiliam. Saya dari pihak Yayasan Gonzaga yang ditugaskan untuk menjemput anda.” Wiliam menyambut Leoni dengan senyum semerbak sambil mengulurkan tangannya yang bebas untuk berjabatan tangan. “Mari Mba…” Wiliam mempersilahkan Leoni untuk mengikutinya.

Leoni mengikuti Wiliam dari belakang tanpa memperhatikan Glen yang sudah menyodorkan tangannya kearah Wiliam untuk bersalaman tapi tidak ditanggapi.

“Issshhh…” Glen merasa kesal dalam hati, namun tetap mengikuti mereka tanpa bersuara.

“Hemm… Leoni!” Glen menyunggingkan bibirnya Ketika mereka mulai memasuki Kawasan bangunan milik Yayasan Gonzaga. Glen menyadari dimana mereka berada sekarang.

“Mba, mari kita ke kepala personalia dulu.” Wiliam menunjuk ruangan yang didepan pintunya bertuliskan ruangan personalia, Leoni pun menanggapi dan langsung melangkah masuk ke dalam ruangan.

“Ny…” Panggil Glen.

“Ohh… iya.” Leoni menyadari keberadaan Glen yang sedari tadi layaknya ajudan yang setia berada di sampingnya.

“Maaf mas, tunggu di sini saja yah!” Perintah Wiliam menunjuk kursi tunggu di depan ruangan ketika Glen ambil abah-abah untuk mengikuti mereka.

“Hem… baik.” Glen langsung duduk di tempat yang ditunjuk. Rasa kesal semakin hinggap di hati Glen.

“Permisi pak. Ini mba Leoni yang saya jemput di bandara.” Kata Wiliam ketika mereka masuk ke dalam ruangan personalia dan menemui pak George.

“Oh halo. Saya George kepala peronalia di sini.” Pak George berslaman dengan Leoni.

“Leoni.” Sapah Leoni sambil bersalaman dengan pak George.

“Baik selamat datang di yayasan Gonzaga, semoga senang bekerja di sini.” Kata pak George.

“Makasi pak George.” Leoni bersalaman dengan pak George lagi untuk mengakhiri pembicaraan mereka.

“Sama-sama mba. Mari saya antar untuk bertemu dengan kepala sekolahnya, dan rekan-rekan guru.” Pak George menanggapi.

“Baik pak.” Kata Leoni.

“Mari…!” Wiliam membukakan pintu untuk Leoni dan Pak George.

Sesampainya di luar ruangan, Leoni tersadar dengan kehadiran Glen yang setia menunggunya.

“Glen… “ Leoni menoleh kearah Glen.

“Ny….” Glen berdiri dari duduknya dan hendak menghampiri Leoni karena sempat kaget mendengar Leoni menyebut namanya.

“Pak, saya ketemu teman saya dulu sebentar yah.” Kata Leoni pada pak George karena ada perasaan tidak enak sejak tadi tidak menghiraukan Glen.

“Iya, silahkan.” Jawab pak George singkat. “Itu temannya Mba Leoni kok kayak familiar sih wajahnya?” Bisik pak George secara spontan. “Ah, mungkin hanya perasaanku saja.” Kata pak George dalam hati walaupun dia merasah ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya.

“Ada apa pak?” Tanya Wiliam yang merasah ada sedikit aneh dengan tingkah pak George.

“Heeeemmm.. tidak ada apa-apa.” Jawab pak George singkat.

Beberapa menit kemudian setelah berbincang sedikit dengan Glen, Leoni Kembali menghampiri Pak George dan Wiliam untuk kemudian menuju ke ruang Kepala Sekolah.

“Pak George.” Leoni Kembali berada di samping Pak George.

“Iya mba. Oh yah teman mba itu siapa?” tanya Pak George serasa penasarannya tadi masih agak mengganjal di benaknya.

“Oh itu teman saya dari kota pak. Dia mengantarkan saya ke sini.” Jawab Leoni tanpa mau menutup-nutupi kenapa Glen ada di situ walaupun dia tidak memberitahukan siapa Glen dalam hidupnya karena menurut dia ini belum saat yang tepat.

“Hem, baik.” Kata Pak George singkat menanggapi Leoni. “Mas, tolong menunggu di sini sebentar yah. Saya mengantarkan Mba Leoni nya untuk bertemu dengan kepala sekolah dulu.” Pak George menghampiri Glen yang sedang terpaku ditempatnya. “Saya George.” Menyodorkan tangan kearah Glen.

“Glen.” Menyebutkan Namanya dengan ramah menanggapi uluran tangan Pak George. “Nih orang kayaknya tidak kenal siapa saya? Sepertinya dia tidak tahu atau kurang bergaul yah??” Kata Glen dalam hatinya. “Sebagai kepala Personalia harusnya dia sudah tahu siapa saya.” Kata Glen lagi dalam hatinya.

“Glen?” Pak George bertanya-tanya dalam hatinya. “Apa saya salah lihat atau?” Pak George merasa seperti kenal dengan orang yang ada dihadapannya.

“Ayo pak, kita ke ruang kepala sekolah dulu! Sebentar lagi sudah mau jam bubar sekolahan pak.” Wiliam datang mengingatkan.

“Ah baik.” Pak George menanggapi seadanya. “Mas nya tunggu sebentar yah!” Pak George agak berhati-hati karena pikirannya agak tidak tenang.

“Baik.” Jawab Glen singkat.

Pak George kemudian membawah Leoni bersama Wiliam ke ruang kepala sekolah, setelah itu langsung diperkenalkan kepada semua guru yang ada di sekolahan tersebut.

“Halo, saya Melati.” Melati menghampiri Leoni dan bersalaman setelah semua guru-guru melakukan hal yang sama padanya.

“Hai, saya Leoni. Senang berkenalan denganmu, semoga kita bisa berteman.” Kata Leoni.

“Diskusinya nanti dilanjutkan yah, bu Leoni di panggil pak George tuh!” Wiliam memutus interaksi diantara mereka.

“Baik.” Jawab Leoni singkat.

“Mba mari saya antar ke mess khusus pegawai yayasan.” Pak George mengajak Leoni setelah Leoni menghampirinya. “Wiliam tolong bantu mba Leoni membawah barang-barangnya!” perintah Pak George.

“Baik pak.” Respon Wiliam singkat dan langsung mengambil alih beberapa barang bawaan yang tadi ada dalam kendali Glen.

“Isshhh sampai segitunya sih.” Melati agak rese’ melihat Wiliam yang memberi perhatian pada Leoni.

Mereka semua mengikuti Pak George sebagai penunjuk arah menuju tempat tinggal Leoni yang baru.

“Mba Leoni, ini tempat tinggal mba selama bekerja disini. Silahkan masuk!” Pak George membukakan pintu rumah yang sudah mereka siapkan. “Kalau ada yang dibutuhkan, boleh hubungi Wiliam. Dia akan siap membantu.” Kata Pak George dengan sopan.

“Siap, aku akan selalu bersedia membantu.” Tambah Wiliam dengan wajah polosnya.

“Iya pak. Terima kasih.” Jawab Leoni.

“Saya tinggal dulu, silahkan mba Leoni beres-beres. Besok sudah bisa bekerja. Kami tunggu disekolah besok.” Kata pak George.

“Baik pak.” Leoni menganggu menanggapi perkataan pak George.

“Wiliam, kamu bantu mba Leoni yah. Saya Kembali ke ruangan.” Pak George memberi tugas kepada Wiliam.

“Siap.” Kata Wiliam singkat. “Mari mba. Apa yang bisa saya bantu?” Tanya Wiliam pada Leoni.

Setelah selesai beres-beres barangnya bersama Glen dan dibantu oleh Wiliam, Leoni membuatkan dua orang pria itu minuman Pelepas dahagah, dan sepertinya mereka terlihat sangat kelelahan karena membersihkan beberapa bagian rumah tempat tinggal yang baru itu dan menata barang-barang Leoni.

Pagi-pagi Bertamu

“Oh ya mba, temannya ini nanti nginap di mana?” Tanya Wiliam dengan sopan, mengingat kehadiran Glen disitu dan dia tersadar kalau tadi pak George tidak sempat memberi tahu peraturan di mess ini..

“Saya nginap disini dengan Leoni.” Kata Glen dengan tegas.

“Tapi disini kan sekolahan. Tidak diperbolehkan seorang guru membawah teman lawan jenis nginap di satu tempat yang sama. Apalagi disini hanya ada satu kamar.” Kata Wiliam polos.

Glen dan Leoni jadi salting mendengar perkataan Wiliam tapi sekaligus membuat Glen jengkel. “Berani sekali dia melarangku untuk tinggal di sini? Hhheeeemmm….” Kata Glen dalam hati.

“Tapi sekarang kan sudah malam. Glen tidak tahu keadaan di daerah sini. Tidak mungkin dia pergi mencari tempat nginap sendirian. Kalaupun aku mengantarnya, juga pun sama.” Kata Leoni spontan. “Biarkan dia nginap di sini malam ini. Besok dia akan Kembali ke Manado. Boleh?” Leoni melirik Wiliam seraya meminta persetujuan. “Glen nanti tidur di sofa. Lagian kami sudah dewasa. Tidak mungkin kami melakukan hal-hal yang buruk, kami juga tahu batasan.” Jelas Leoni lagi.

Glen terlihat diam saja, tidak berniat menjawab atau merespon sedikitpun.

“Yah sudah, benar juga. Baik mas Glen boleh nginap disini. Nanti aku beri tahu pak George.” Wiliam meng-iya kan. “Kalau gitu saya pamit pulang. Rumah saya tinggal ada di sebelah. Jika ada sesuatu, bisa hubungi saya.” Wiliam menunjuk rumah yang tidak jauh dari tempat Leoni.

“Terima kasih.” Kata Leoni setelah Wiliam keluar dari rumahnya.

Ting…

(bunyi pesan masuk di Hp Leoni)

“Besok pagi jam 9 ada pertemuan dengan Direktur utama Yayasan Gonzaga di aula utama. Jadi diharapkan jam 8 sudah berada di sekolah. Kita persiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam pertemuan.” Bunyi pesan singkat dari Wiliam.

“Baik. Terima kasih.” Balas Leoni singkat.

***

Tok… tok… tok (pintu rumah Leoni di ketok oleh seseorang).

“Hem… pagi-pagi ni orang sudah bertamu saja.” Glen melihat siapa yang datang dari lubang monitor pintu.

“Tok… tok… tok.” Pintu Kembali diketuk.

“Glen siapa yang datang? Tolong bukakan pintunya!” Teriak Leoni dari dalam kamar mandi.

“Iya.” Jawab Glen kemudian membukakan pintu. “Ada apa pagi-pagi sudah bertamu.” Kata Glen ketus.

“Apa-apaan sih temannya mba Leoni ini? Pagi-pagi aja uda ketus gitu. Siapa sih dia ini?” Wiliam mengomel dalam hatinya.

“Saya hanya mau mengingatkan mba Leoni untuk segera ke sekolah. Karena hari ini secara kebetulan ada pertemuan dengan Direktur utama, takutnya mba Leoni terlambat apalagi hari ini adalah hari pertamanya kerja.” Jelas Wiliam.

“Ohhh….. dia lagi mandi. Nanti saya sampaikan.” Kata Glen singkat kemudian menutup pintu walaupun Wiliam belum selesai bicara.

“Isshhhh dasar!” Bentak Wiliam tidak senang. Wiliam setia menunggu Leoni di depan rumah, dia tidak peduli dengan sikap Glen yang tiba-tiba menutup pintu. “Ini orang nih menjengkelkan sekali. Hanya teman juga, masi bersyukur tidak di usir dari sini.” Wiliam merasa jengkel dengan sikap Glen.

“Mba…” Wiliam sontak berdiri ketika Leoni membuka pintu hendak keluar.

“Wiliam? Ngapain di sini? Kamu belum ke sekolah?” Tanya Leoni kaget melihat Wiliam duduk di depan rumahnya.

“Iya, aku menunggu mba di sini supaya bisa sama-sama ke sekolah. Kan kasihan toh mba kalau pergi sendiri, mba kan masih baru di sini.” Jawab Wiliam  penuh pengasihan.

“Makasi, tapi sebenarnya tidak harus bigini juga. Dia bisa pergi sendiri ke sekolah, kamu jangan terlalu berlebihan.” Glen tiba-tiba muncul di belakang Leoni. Rasa protektifnya mulai muncul mengingat tingkah Wiliam yang dinilainya agak berlebihan.

“Maaf, saya rasa tidak berlebihan, malah ini wajar kok. Saya sebagai teman dan orang yang sudah lama bekerja lama di tempat ini. Sudah seharusnya berlaku baik terhadap orang baru.” Wiliam masa bodoh menanggapi perkataan Glen.

“Semoga saja kamu bisa bertahan bekerja disini.” Glen semakin kesal, kemudian berlalu dari hadapan Wiliam menuju ke dalam rumah.

“Sabar yah, aku omong sedikit dengan ….” Leoni belum menyelesaikan perkataannya langsung masuk menyusul Glen karena Wiliam memberikan respon Gerakan tangan seraya mengerti maksud Leoni. “Glen…” Panggil Leoni.

“Iya, silahkan terus menerima perlakuan baiknya! Aku jamin dia akan segera berhenti bekerja di sini.” Kata Glen tegas.

“Glen. Kamu kenapa sih?” Leoni serasa tidak mengerti dengan tingkah Glen.

“Tidak ada apa-apa. Sebaiknya kamu pergi ke sekolah sekarang, sebelum terlambat. Ingat ad abos mu yang datang. Apalagi ini hari pertama mu kerja.” Kata Glen dengan tegas.

Leoni masih pingin mempertanyakan sikap Glen, tapi ketika melirik jam yang melingkar di tangannya sudah hamper jam 8, akhirnya dia memutuskan untuk segera menuju ke sekolah. “Iya. Aku ke sekolah dulu yah. Kamu tunggu di sini! Selesai pertemuan aku akan pulang.” Kata Leoni buru-buru.

“Sarapanmu belum di makan.” Belum selesai Glen bicara, Leoni sudah menghilang dari hadapannya. “Issshhhh…. Ini semangat banget masuk kerja atau apa sih?” Glen masih jengkel.

Di dalam ruang guru, kepala sekolah sementara memperkenalkan Leoni kepada pihak dewan guru sebagai guru baru di sekolah itu. Tidak lama kemudian Wiliam datang berbisik ke telinga kepala sekolah, memberi tahu kalau direkturnya sudah dalam perjalanan dan mereka diminta untuk segera menuju ke aula.

“Baik bapak/ibu semua, info dari Pak Lukas bahwa presdir sudah dalam perjalanan ke sini, maka kita harus segera bersiap-siap dan menus uke aula sebelum beliau ada. Kita harus sudah terlebih dahulu berada di sana.” Kepala Sekolah memberi tahu.

Semua guru dan pegawai sekolah meninggalkan tugas masing-masing dan menuju ke aula kantor.

“Ini perdana bagi presdir yang baru untuk bertemu dengan kita di sini. Beliau baru saja dilantik karena papa nya meminta untuk anaknya melanjutkan perusahaan.” Bisik-bisik rekan guru Leoni dalam perjalanan ke aula.

“Katanya presdir yang baru ini masih muda loh, saya sempat mendengar pembicaraan pak Lukas dan Pak George tadi di lobi.” Kata bu guru Melati ke telinga Leoni.

“Ah bu Melati bisa aja.” Kata Leoni santai.

“Hehehe…. Pasti ganteng deh.” Pikir bu Melati.

“Mba Leoni.” Panggil Wiliam ketika Melati dan Leoni sudah berada di depan pintu aula hendak masuk ke dalam.

“Wiliam.” Sapah Leoni menghampiri Wiliam yang sedang berdiri di depan pintu. “Kamu ngapain di sini? Tidak masuk ke dalam?” tanya Leoni.

“Aku ditugaskan Pak George untuk menunggu mba Leoni di sini.” Jawab Wiliam singkat. “Mari mba, bu.” Wiliam mempersilahkan Leoni dan Melati Bersama guru yang lain untuk masuk.

“Isshhh apaan sih, pake acara disuru pak Geroge, dasar maunya sendiri juga kalie.” Kata Melati.

“Kamu apa-apaan sih Mel? Ayo!” Ajak Wiliam.

“Heemmm… perhatian banget sama mba Leoni?” Sindir Melati.

Mengusir Presdir

Beberapa menit mereka menunggu kedatangan sang presdir yang dimaksud. Sambil menunggu, Wiliam menceritakan berbagai informasi yang dia peroleh dari kepala personalianya yaitu Pak George mengenai presdir yang saat ini sementara mereka tunggu. “Pasti presdir kita ganteng yah? Iya kan bu Leoni?” kata bu Melati sambal menyenggol tangan Leoni yang sejak tadi diam saja.

“Iya pasti, namanya juga orang kaya pasti ganteng.” Wiliam menanggapi dengan tersenyum. “Saya juga pingin seperti dia, masih mudah, ganteng, berprestasi dan sudah bisa menerima tanggung jawab yang besar.” Wiliam menunjuk-nunjuk dagunya dengan jari telunjukknya seolah berpikir dengan keras. “Tapi aku tidak mau jadi cowok yang pengecut seperti dia, pasti banyak cewek yang sudah disakitinya.” Lanjut Wiliam yang masih dengan pemikirannya.

“Pak Wil ngomong jangan sembarangan dong! Emangnya pak sudah kenal dengan orangnya?” Bu Melati mengagetkan Wiliam.

“Tidak kenal juga sih, tapi kan rata-rata orang kaya gitu. Suka menghambur-hamburkan uang.” Kata Wiliam lagi.

Sementara Wiliam dan Melati sibuk dengan perbincangan mereka mengenai presdir yang baru, Leoni sendiri sibuk dengan pemikirannya. “Kok Glen tidak membaca pesan ku yah? Padahal sudah terkirim. Dia kok berpakaian rapih banget kayak mau pergi kerja? Tapi ke mana? Di telpon juga tidak di angkat, lagi apa sih?” Leoni bertanya-tanya dan penasaran dengan Glen yang tadi dia tinggalkan di rumah.

“Bapak/Ibu semua, tuan presdir sudah berada di ruang kerjanya. Sedikit lagi akan datang menjumpai kita di sini untuk itu harap semua tenang.” Pengumuman dari orang yang dipercaya untuk menjadi MC dan mengarahkan para pegawai, guru dan semua pihak yang hadir di tempat itu.

*

Di dalam kantor ruang kerja pak Lukas telah berkumpul para pimpinan Yayasan, mereka menunggu kedatangan Glen untuk membicarakan beberapa hal dan melaporkan keadaan yayasan sebelum melakukan pertemuan dengan semua pihak.

Tok… tok… tok (suara pintu di ketuk dari luar).

“Itu pasti presdir sudah ada.” Bisik pak Lukas sambal berdiri hendak menyambut kedatangan petinggi yayasan mereka tersebut kemudian diikuti oleh semua orang yang ada di situ.

Glen memasuki ruangan kerja tersebut dengan gagah dan tampan menggunakan setelan kemeja kerja berwarna biru muda senada dengan baju yang tadi Leoni kenakan.

“Hah???” Pak George bingung ketika melihat orang yang masuk ke dalam ruangan. “Bukannya itu temannya mba Leoni yang kemarin?” Kebingungan pak George melihat wajah pria tampan yang semakin dekat dengan dirinya.

“Om Lukas, senang bertemu Kembali.” Glen menyalami om Lukas sambil duduk di sampingnya yang merupakan kursi kosong.

“Glen… om juga senang bertemu denganmu. Selamat datang di Kupang. Mohon maaf om tidak tahu kedatanganmu. Untung saja papamu telpon.” Kata om Lukas panjang lebar.

“Tidak apa-apa om. Glen memang sengaja kasi surprise.” Glen tersenyum ramah menanggapi om Lukas.

“Hai…” tak lupa juga Glen menyalami Pak George yang ada di samping kirinya. Glen berada di antara Om Lukas dan Pak George.

“Mas?” pak George menerima tangan Glen yang terulur sejak tadi.

“Pak, tidak usa sungkan. Saya tahu apa yang ada dalam pemikiran anda.” Balas Glen dengan senyuman.

“Maaf, kemarin saya sudah punya feeling. Tapi entah kenapa tidak benar-benar mengenali anda, tuan.” Pak George sungkan.

“Sudah pak. Saya tidak permasalahkan lagi.” Kata Glen menenangkan. “Om Lukas, gimana? Apa persiapannya sudah beres?” Tanya Glen mengalihkan.

Pak Lukas sebagai wakil direktur cabang Kupang melaporkan kondisi yayasan saat ini secara detail kepada Glen sebelum bertemu tatap muka dengan semua karyawannya.

Setelah itu mereka menuju aula untuk menjumpai semua orang yang sudah menunggu mereka.

*

Di ruangan sebelah Leoni, Wiliam, Melati dan teman-temannya asik berbincang-bincang. Wiliam selalu memberikan perhatian kepada Leoni. Entah apa yang dirasakannya sampai bisa berlaku seperti itu pada Leoni, padahal mereka baru saja kenal. Sementara Leoni menanggapi Wiliam hanya karena menghargainya sebagai teman.

*

Sebelum bergabung dengan para karyawan di aula, Glen menyuruh om Lukas dan para pimpinan lainnya untuk lebih dulu masuk ke dalam aula dan menunggunya di sana karena dia mau ke toilet dulu.

“Bruuukkkk….” Glen meubruk seseorang karena berjalan menunduk sambal merapihkan bajunya.

“Hei kalau jalan tuh lihat-lihat sedikit yah!” Bentak orang yang ada di hadapan Glen.

“Maaf.” Kata Glen spontan.

“Kamu? Ngapain kamu di sini?” bentak orang itu lagi. “Mba Leoni masih ada pertemuan dengan pimpinan, jadi sebaiknya kamu pulang dulu dan tunggu saja di rumah. Kalau di sini yang ada malah kamu mengganggunya.” Marah Wiliam. Yah Wiliam adalah orang yang ditabrak oleh Glen saat keluar dari toilet sedangkan Wiliam mau masuk ke dalam toilet dengan Langkah yang buru-buru.

“Kamu! Berani-beraninya…..” Marah Glen memuncak namun tidak dapat dilanjutkan karena sudah langsung didorong oleh Wiliam menuju ke arah pintu keluar tanpa mendengarkan kata-katanya.

“Sebaiknya mas tunggu di rumah!” Perintah Wiliam dengan tegas tanpa berpikir panjang. Dia hanya tahu bahwa Glen datang ke sini untuk menemui Leoni bukan sebagai siapa-siapa di kantornya, sehingga dia sangat berani mengusir Glen. “Pak, jangan ijinkan mas ini masuk dan mengganggu pertemuan!” Perintah Wiliam kepada satpam yang sedang berdiri termangu melihat adegan di hadapannya.

“Pak Wiliam nih kenapa sih? Kok dia bisa mengusir pak presdir??” Pak satpam termenung memikirkan tingkah Wiliam barusan.

“Pak….” Glen mengayunkan tanganya di wajah pak satpam yang terpaku.

“Eh… tuan, maaf.” Pak satpam tersadar. “Ada apa tuan?” Pak satpam ketakutan karena dia tahu siapa yang ada dihadapannya ini, karena tadi waktu masuk ke dalam kantor, sempat dikenalkan oleh Pak Lukas kepada para satpam yang berbaris di depan pintu menyambut kedatangan mereka. “Tuan…..???” Pak satpam ragu-ragu untuk bertanya kepada orang yang ada dihadapannya saat ini.

“Tidak apa-apa pak. Lanjut saja bekerja!” Perintah Glen kemudian melangkah masuk Kembali, tapi pas sampai di depan pintu Glen tidak dapat membuka pintunya, seketika itu juga dia mengedarkan pandangan mencari pak satpam yang tadi namun orangnya sudah menghilang. “Isshhh… apa-apaan ini? Di kantor sendiri kok aku tidak bisa masuk?” Glen emosi. Dia berusaha menelpon om Lukas, tapi tidak bisa tersambung, dia menelpon Leoni pun juga sama. “Semua kok tidak bisa di hubungi?? Aaarrrrgggghhhhh……..” Glen tambah marah. “Lihat saja nanti, kamu akan mendapat hukuman Wiliam. Sombong sekali, kamu tidak tahu siapa aku?” Kata Glen arogan.

 Kriiinnggg….. kriiiinnggg…. (bunyi hp menyadarkan Glen dari emosi nya).

“Haloo…. Kamu di mana sih? Di tungguin dari tadi, katanya ke toilet, tapi kok lama sekali? Semua orang sudah pada nungguin loh. Ayo cepat kesini!” Kata om Lukas dari balik telpon.

“Aku di depan kantor om, tolong bukakan pintu, aku tidak bisa masuk sekarang karena seseorang menutup pintunya. Sekarang!” Perintah Glen yang membuat om Lukas bertanya-tanya.

“Siapa yang menutup pintu masuk? Apa yang terjadi?” tanya om Lukas dalam hati. “Baik.” Jawab om Lukas singkat. Tidak menunggu lama, pintu langsung terbuka secara otomatis.

Glen tidak membuang-buang waktu, dia langsung masuk ketika pintu terbuka dan segera menuju aula, tak lupa juga dia Kembali merapihkan pakaian.

Di dalam aula, semua pada rebut berbincang-bincang dan menanti dalam tanda-tanya, kapan presdirnya akan datang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!