NovelToon NovelToon

Rintihan Hati Nadira

Ternoda

''Nad, Lo bisa bantuin Gue nggak?'' tanya Jelita sambil menghampiri Nadira.

Nadira menutup buku novel yang sedang dibacanya, lalu menatap sahabatnya yang kini sudah duduk di sampingnya. ''Bantuin apa?''

''Gue tau malam ini Lo free. Plis ya bantuin Gue! Lo gantiin Gue kerja malam ini,'' pinta Jelita memohon.

''Memangnya mau kemana? Kenapa aku harus gantiin pekerjaanmu?'' tanya Nadira.

''Gue mau jalan sama ayang,'' ucap Jelita.

Nadira menghela napasnya. Bukan kali pertamanya menggantikan pekerjaan Jelita. Ini kesekian kainya Jelita meminta tolong. Namun, entah kenapa Nadira tak tega menolak permiantaannya itu, karena Jelita adalah sahabat satu-satunya.

''Baiklah,'' jawab Nadira.

''Wah terima kasih. Lo emang sahabat terbaik Gue.'' Jelita memeluk tubuh Nadira dengan erat.

''Lepaskan! Ini terlalu erat.'' Nadira mencoba melepasan diri dari pelukan sahabatnya.

''Eh maaf, Gue terlalu senang, Nad. Sekali lagi Gue mau berterima kasih sama Lo karena Lo selalu ngertiin Gue.''

''Iya, sama-sama,'' jawab Nadira.

Setelah meminta tolong kepada Nadira, kini Jelita bergegas pergi. Malam ini ada janji pergi ke hotel bersama kekasihnya. Tanpa Nadira ketahui, ternyata Jelita sudah sering cek ini ke hotel.

Nadira menatap jam yang melingkar di tangan kirinya. Ternyata sudah hampir pukul enam malam. Nadira pergi ke kamarnya untuk segara bersiap. Tak lupa ia berganti pakaian dengan seragam kerja yang di pinjamkan oleh Jelita. Pakian yang ia kenakan sekarang terlihat sexy. Walaupun tak nyaman tetapi Nadira harus tetap memakainya.

Dengan menaiki ojek, kini Nadira sampai juga di depan club malam. Perlahan ia melangkahkan kakinya memasuki club itu. Terlihat seorang lelaki tampan menghampirinya. Ia adalah Alex sang pemilik club.

''Nad, akhirnya Lo dateng juga. Malam ini ada tamu penting yang akan datang. Dia merupakan pelanggan VIP di club ini. Nanti Lo layani dia dengan baik ya,'' pinta Alex.

''Kenapa harus saya? Bukankah di club ini masih banyak pelayan lain?'' tanya Nadira.

''Biasanya Jelita yang melayani pelanggan VIP yang satu ini. Tetapi karena dia izin tidak masuk, Lo yang harus menggantikannya, karena tidak ada pelayan yang lebih cantik dari Lo dan Jelita,'' jelas Alex.

Penampilan Nadira malam ini memanglah cantik. Kaca mata tebalnya ia lepas dan di gantikan dengan soplens. Dengan penampilan seperti ini Nadira terlihat jauh lebih cantik dari pada Jelita.

''Baiklah,'' jawab Nadira.

''Terima kasih, Nad. Ayo sekarang kita bersiap!'' Alex menarik tangan Nadira mengajaknya pergi ke salah satu ruangan VIP.

Sudah lima belas menit Nadira berada di ruangan itu. Tetapi belum ada tanda-tanda kedatangan pelanggan VIP itu. Hingga akhirnya ia mendengar suara pintu terbuka. Nadira menoleh sekilas melihat Alex datang bersama seorang lelaki tampan. Lalu cepat-cepat ia menundukan pandangannya.

''Tuan Leon, silakan nikmati waktu anda. Ini Nadira pelayan pengganti Jelita,'' ucap Alex sambil menunjuk Nadira.

''Kenapa bukan Jelita yang melayaniku?'' tanya Leon.

''Kebetulan malam ini Jelita izin tidak masuk dan meminta Nadira menggantikannya,'' jawab Alex.

Leon tak mengatakan apa pun lagi. Ia memberikan isyarat dengan tangannya meminta Alex untuk pergi. Kini di ruangan itu hanya ia dan Nadira saja. Leon mendekati Nadira yang sedang menunduk.

''Hei, angkat kepala Lo! Begitukah cara Lo melayani tamu?''

Nadira mendongkakkan kepalanya, menatap Leon yang sudah berdiri di hadapannya. Kedua matanya terbelalak tak percaya melihat lelaki yang dikenalnya berdiri di hadapannya. Leon adalah kakak seniornya di kampus.

''Kenapa melotot begitu? Lo mau cari masalah sama Gue?'' Leon menarik rambut Nadira dengan kasar.

''Aww ... maaf Tuan. Tolong lepaskan saya!'' pinta Nadira.

''Karena kamu cantik maka saya maafkan,'' ucap Leon sambil melepaskan rambut Nadira.

Nadira tampak terdiam, tidak menyangka jika ternyata Leon tidak mengenalinya. Jika saja Leon tahu itu dirinya, sudah pasti tidak mau dekat-dekat. Di kampus saja, Nadira bagaikan debu yang tak terlihat dimata Leon.

''Terima kasih, Tuan.''

''Ayo duduk!'' pinta Leon.

Nadira menurut, ia mendudukan dirinya di sofa yang ada di hadapan Leon. Namun, Leon memintanya untuk beralih duduk di sampingnya. Tentu itu membuat Nadira tak nyaman. Sebisa mungkin ia mencoba besikap biasa saja agar Leon tak curiga.

''Tuangkan minumanku!'' pinta Leon.

''Baik, Tuan.'' Nadira mulai menuangkan vodka ke dalam gelas lalu memberikannya kepada Leon.

Leon meneguk habis vodka itu dengan sekali teguk. Lalu meminta Nadira untuk menuangkannya lagi. Hingga satu botol vodka telah ia habiskan dan kini Leon memintanya lagi.

''Maaf, Tuan. Sebaiknya Tuan jangan banyak minum. Itu tidak baik untuk kesehatan,'' ucap Nadira menasihati.

''Lo hanya pelayan, jangan banyak bacot!''

Nadira kembali diam tak berani mengatakan apa pun lagi.

Leon mulai meracau menyebut nama kekasihnya. Lebih tepatnya mantan kekasih yang baru memutuskannya beberapa jam yang lalu. Inilah alasan Leon pergi ke club, karena ingin menenangkan diri.

''Nesa, Gue tahu Lo akan kembali. Plis jangan tinggain Gue lagi.'' Leon meraba wajah Nadira karena mengiranya Vanesa.

''Maaf, Tuan. Saya bukan kekasih Anda.'' Nadira mencoba menjauhkan diri dari Leon tetapi Leon malah mencekal tangannya dengan erat.

''Gue akan membuat Lo nggak bisa pergi lagi.'' Leon mendorong Nadira sehingga terlentang di atas sofa.

Nadira yang ketakutan mencoba untuk berteriak. Namun, teriakannya itu berujung sia-sia. Tidak ada yang bisa mendengarnya karena di luar sana sangat berisik dengan suara dentuman musik.

Nadira mulai terisak saat Leon mulai menyentuh setiap inci tubuhnya. Bahkan kini pakaian atasnya sudah terbuka. Nadira merasa jijik dengan dirinya sendiri karena sudah di jamah oleh lelaki.

''Jangan!'' teriak Nadira saat Leon mencoba melepaskan rok yang ia kenakan.

''Rileks saja sayang. Nanti juga Lo pasti mende*sah nikmat,'' ucap Leon sambil melanjutkan aksinya.

Nadira tak bisa lagi berteriak karena Leon sudah membungkam mulutnya dengan ciuman. Tangannya pun tak tinggal diam, menyentuh setiap inci tubuh Nadira. Anehnya Nadira malah mende*sah seolah menikmati permainan tangan Leon.

Leon tersenyum senang mendengar suara indah wanita yang berada di bawah kungkungannya. Perlahan ia mulai melebarkan paha Nadira. Leon meneguk ludahnya kasar melihat milik Nadira yang masih merah merekah seperti belum pernah terjamah.

''Nesa sayang, sekarang kita akan mulai merasakan nikmat yang sesungguhnya,'' ucap Leon sambil mencoba memasukan miliknya.

''Aww sakit,'' teriak Nadira dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

''Tahan, sayang. Sakitnya hanya sebentar kok,'' ucap Leon dan mulai melanjutkan aksinya.

Leon tampak memejamkan matanya sambil terus menggerakan tubuhnya. Merasa puas dengan sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Sedangkan Nadira menangis sesegukan. Satu-satunya harta berharga dalam hidupnya kini sudah terenggut. Nadira merutuki dirinya karena tadi sempat menikmati permainan Leon.

Beberapa kali Leon memasukan benihnya di dalam. Ia begitu bersemangat dan senang karena kekasihnya masih virgin. Tanpa Leon ketahui, wanita yang ia kira kekasihnya itu adalah Nadira, gadis cupu di kampusnya.

''Arrghhh .... '' Teriak Leon di akhir permainannya.

''Terima kasih, sayang. Kamu begitu sempit dan nikmat,'' ucap Leon lalu beranjak dari atas tubuh Nadira.

Nadira memperhatikan Leon yang mulai mengenakan pakaiannya kembali. Lalu Leon pindah ke sofa yang ada di depannya dan mulai merebahkan diri disana. Nadira beranjak dari sofa saat melihat Leon yang sudah memejamkan mata.

Perlahan Nadira mulai mengenakan pakaiannya. Dengan sedikit tertatih ia keluar dari ruangan itu. Nadira pergi meninggalkan club tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Alex.

....

....

Hamil di luar nikah

Sejak kejadian malam itu Nadira tak mau lagi menggantikan Jelita bekerja. Ia juga lebih sering diam tak seperti sebelumnya. Bahkan beberapa kali Nadira mencoba menghindari Jelita.

Terlihat Jelita menghampiri Nadira yang sedang duduk sendirian.

''Nad, Gue mau bicara sama Lo.'' Jelita menarik kursi yang ada di samping Nadira, lalu duduk disana.

''Bicara apa?'' Nadira mengalihkan arah pandangnya hingga kini menatap sahabatnya.

''Besok Gue mau pindah kuliah ke luar kota. Maaf baru bicara sama Lo. Gue bingung mau memulainya dari mana. Gue nggak tega ninggalin Lo sendirian,''  ujar Jelita.

Air mata Nadira seketika keluar begitu saja. Merasa tak rela untuk berpisah dengan sahabatnya. Walaupun Jelita suka menyusahkan, tetapi jika tidak ada dirinya entah siapa lagi yang mau berteman dengan Nadira.

"Jel, kenapa baru bicara sekarang?" tanya Nadira dengan penuh kekecewaan.

"Maaf." Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Jelita. Ia menunduk lesu, merasa tak tega kepada sahabatnya.

"Aku tak mungkin melarangmu pergi. Biar bagaimana pun aku dukung keputusanmu. Jangan lupakan aku ya! Kembalilah jika kamu merindukanku." Nadira langsung menghambur ke dalam pelukan sahabatnya itu.

''Lo emang sahabat terbaik Gue Nad,'' ucap Jelita sambil melepaskan pelukannya kembali.

Nadira dan Jelita saling pandang dan tersenyum. Sebagai tanda perpisahannya, Jelita berniat mengajak Nadira makan malam bersama di restoran mewah yang belum pernah Nadira kunjungi. Mereka akan memanfaatkan waktu berdua tanpa ada orang lain yang mengganggu termasuk kekasih Jelita.

''Gue tunggu Lo nanti malam ya. Alamatnya nanti Gue share ke nomor Lo,'' ucap Jelita kepada Nadira.

''Kita tidak pergi bersama?'' tanya Nadira memastikan.

Jelita menggelengkan kepalanya. ''Tidak dong, kan nanti malam Gue mau bikin surprise buat Lo.''

Nadira semakin bingung dengan apa yang sedang Jelita rencanakan. Namun, selama itu bukan hal yang negatif, Nadira pasti akan menurutinya. Akhirnya Nadira mengiyakan permintaan Jelita.

''Baiklah, nanti malam aku pergi sendiri saja,'' ucap Nadira.

....

....

Sudah satu bulan sejak kepergian Jelita. Kini Nadira menjalani hari-harinya seorang diri. Teman satu kampusnya tidak ada yang mau berteman dengannya karena penampilan Nadira yang terlihat kampungan tentunya tidak level dengan mereka. Nadira tidak mau ambil pusing. Lagian ia berniat kuliah untuk menuntut ilmu, bukan untuk eksis saja seperti beberapa mahasiswi pada umumnya.

Seperti biasa, saat jam istirahat tiba Nadira duduk sendirian di tangga sambil menikmati sepotong roti yang ia beli tadi pagi. Nadira sekali pun tak pernah menginjakkan kakinya ke kantin, karena menurutnya harga makanan disana sangat mahal.

Leon dan gengnya menuruni tangga dan sengaja berhenti di dekat Nadira.

''Lihat guys, ada gembel nih,'' ucap Leon kepada para sahabatnya.

''Enaknya di apain ya?'' tanya salah satu dari mereka yang benama Reno.

''Kita buang saja ke laut haha ... '' Tawa Leon menggelegar diikuti oleh teman-temannya yang juga menertawakan Nadira.

Nadira hanya diam saja. Sudah biasa ia di tertawakan seperti itu oleh semua orang di kampus. Leon yang merasa diabaikan oleh Nadira merasa geram. Ia merebut roti yang ada di tangan Nadira lalu membuangnya.

''Beraninya Lo nyuekin kita cupu,'' ucap Leon dan kini ia mengambil tas milik Nadira.

Leon mengeluarkan semua benda dari tas itu dan melemparkannya ke lantai. Para mahasiswi yang melihat itu mulai berkumpul dan menyaksikan apa yang sedang Leon lakukan. Leon menemukan sebuah cek dari tas milik Nadira dengan jumlah angka yang cukup fantastis yang tertulis disana.

''Wah lihat nih guys, ternyata si cupu punya cek juga loh. Sepertinya ini pemberian dari om om,'' ucap Leon sambil memperlihatkan nominal yang tertulis di cek itu.

''Kembalikan!'' Nadira mencoba merebut satu-satunya harta berharga yang ia miliki. Namun, Leon sama sekali tak membiarkannya merebut cek itu dari tangannya.

Sebenarnya itu adalah cek pemberian dari Jelita sebelum pergi ke luar kota. Hanya saja cek itu belum Nadira cairkan karena ia rasa untuk saat ini belum terlalu membutuhkan uang dalam jumlah besar.

Tanpa rasa kasihan, Leon mulai menyobek cek tersebut menjadi beberapa bagian. Nadira menganga tak percaya dan kedua matanya berkaca-kaca. Sedangkan para mahasiswi yang menyaksikan itu bersorak senang.

Leon dan gengnya pergi bergitu saja setelah puas melihat Nadira menderita.

Nadira menangis tersendu-sendu, merasa begitu sakit karena selalu di perlakukan tidak baik oleh teman satu kampusnya. Padahal selama ini ia tak pernah sekali pun memiliki kesalahan kepada mereka. Namun, beberapa dari mereka sendiri yang mencari-cari kesalahan dengannya.

Nadira berlari pergi menuju ke toilet karena rasa mual yang tiba-tiba ia rasakan. Di dalam toilet pun beberapa mahasiswi saling berbisik melihat Nadira. Mereka bergosip jika Nadira sedang hamil anak om-om.

Ketika hendak keluar dari toilet, tiba-tiba Nadira terjatuh tak sadarkan diri. Salah satu dari mahasiswi yang melihat kejadian itu bergegas keluar mencari bantuan. Tak lama datanglah beberapa pemuda dan mulai mengangkat Nadira. Ia dibawa menuju ke ruang UKS.

Kini Nadira sudah di tangani oleh seorang dokter wanita yang bertugas di kampus itu. Tak lama Nadira pun mulai membuka kedua matanya yang tampak berat. Ia menatap ke sekeliling, melihat dosen pembimbingnya sedang bercengkerama dengan dokter yang tadi memeriksanya.

''Kenapa aku ada disini?'' Nadira berucap lemah.

Mereka berdua mengalihkan arah pandangnya menatap Nadira. Terdengar helaan napas dari dosen yang selama ini sangat membanggakan Nadira. Namun, sekarang prestasi yang selama ini ia tonjolkan tertutup oleh skandal yang bisa mencoreng nama kampus.

''Kamu sudah sadar? Bapak sangat keewa sama kamu, Nad. Bisa-bisanya kamu hamil di luar nikah saat masih kuliah,'' ucap Pak Bima.

''Hamil? Maksud Bapak apa?'' Nadira bingung seolah tak mengerti.

''Setelah saya perksa kemungkinan kamu sedang hamil, Nad. Coba kamu cek pakai ini,'' ucap sang dokter sambil menyodorkan testpack yang sedang ia pegang kepada Nadira.

Nadira masih terdiam sambil memegang testpack yang ada di tangannya. Jika saja memang benar hamil, tentu itu akan menjadi masalah besar untuknya. Malam itu saat Leon merenggut kesuciannya, Nadira memang sedang dalam masa suci.

''Nad, kenapa kamu masih diam disitu? Cepat pergi cek ke toilet!'' pinta Pak Bima yang sudah tak sabar menunggu hasilnya.

''Maaf, Pak. Saya permisi dulu.'' Nadira beranjak dari duduknya lalu pergi menuju ke toilet yang kebetulan da di ruangan itu.

Beberapa menit kemudian, Nadira keluar dari toilet dengan membawa testpack di genggamannya. Sama sekali ia belum melihat hasilnya. Jujur Nadira takut jika hasilnya memang positif.

''Bagaimana hasilnya?'' tanya Dokter Rani saat melihat Nadira yang mulai mendekat.

''Saya belum melihat hasilnya, Dok,'' jawab Nadira.

''Biar saya lihat!'' Dokter Rani mengulurkan telapak tangannya, mengambil testpack dari tangan Nadira.

Terlihat raut kekecewaan dari wajah dokter Rani. Ternyata hasil dari testpack tersebut benar positif. Tak menyangka jika Nadira, mahasiswi yang terlihat lugu hamil di luar nikah.

''Kamu benar hamil, Nad. Disini terlihat garis dua,'' ucap Dokter Rani sambil memperlihatkan testpack yang sedang dipegangnya.

''Apa?'' Pak Bima begitu terkejut. Menyayangkan jika mahasiswi kesayangannya ternyata tak sebaik yang ia kira.

''Maaf, malam itu saya ternoda,'' ucap Nadira sambil menunduk. Air matanya menetes begitu saja dari sudut matanya. Tak menyangka jika kejadian malam itu menumbuhkan benih di perutnya.

''Saya sangat kecewa dengan kamu, Nad. Maaf, tapi kejadian ini harus saya laporkan kepada Dekan,'' ucap Pak Bima lalu bergegas pergi dari ruang UKS.

Beberapa mahasiswi yang sedang menguping saling berbisik. Dalam hitungan detik gosip tersebut tersebar ke semua penghuni kampus. Nadira yang baru keluar dari ruang UKS di pandang jijik oleh setiap orang yang berpapasan dengannya.

Salah satu mahasiswi menghampiri Nadira yang baru duduk di kelasnya. ''Nad, Lo di panggil ke ruang Dekan.''

''Baiklah,'' ucap Nadira dengan lemas. Ia sudah bisa menebak dengan apa yang akan terjadi dengannya.

Ternyata benar dugaannya, Nadira di keluarkan dari kampus, berikut dengan beasiswanya yang langsung di cabut oleh pihak kampus. Pupus sudah cita-cita yang sudah ia impikan selama ini. Ini bukan akhir, tetapi awal untuk ia menghadapi cobaan terberat dalam hidupnya.

 

Penolakan Leon

Nadira masih belum menerima kenyataan yang ada. Sejak pagi ia hanya mengurung diri di kamar. Entah bagaimana cara ia untuk menjalani kehidupannya nanti.

Nadira mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. Ponsel itu terus berdering sejak tadi. Nadira melihat banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari salah satu teman kerjanya di toko. Nadira mulai menulis pesan bahwa ia sedang tak baik-baik saja sehingga tak bisa masuk kerja.

Nadira teringat dengan club malam tempat kesuciannya terenggut. Ia memutuskan untuk pergi ke club tersebut. Nadira pergi dengan penampilan culunnya. Karena niatnya datang kesana hanya untuk menemui Alex, bukan untuk bekerja.

Dengan menaiki ojek, kini Nadira telah sampai di depan club malam. Memang terlihat masih sepi karena masih sore. Nadira menghubungi nomor ponsel Alex karena tadi sudah sempat mengirim pesan jika ia akan datang.

Terlihat Alex keluar dari club miliknya, menghampiri Nadira yang sedang berdiri membelakanginya. "Nad," panggil Alex.

Nadira menoleh menatap Alex yang berdiri di hadapannya. Sedangkan Alex mengernyitkan kening melihat penampilan Nadira. Sempat ia tak percaya jika wanita yang berdiri di hadapannya itu adalah Nadira.

"Lo beneran Nadira?" tanya Alex.

"Iya ini aku Nadira. Beginilah penampilanku sesungguhnya," ucap Nadira.

"Lo pintar sekali nyembunyiin wajah cantik Lo, Nad. Gue nggak habis pikir," ucap Alex sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jadi, ada urusan apa Lo datang kemari? Apa Lo mau kerja lagi disini?"

Nadira menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya ingin melihat CCTV bulan lalu pada tanggal 1 Mei."

"Memangnya apa yang ingin Lo ketahui sampai nanya CCTV segala?" tanya Alex.

"Malam itu aku ternoda oleh seseorang dan sekarang aku hamil. Tentu aku ingin menyimpan rekaman CCTV itu sebagai bukti," ucap Nadira.

"Astaga, jadi selama ini Lo selalu nolak tawaran Gue karena hal  itu. Maaf, Nad, kalau boleh Gue tahu, siapa lelaki yang sudah menodaimu?"

"Leon, dialah orangnya," ucap Nadira.

"Apa? Jadi dia orangnya? Lo akan sangat sulit untuk meminta pertanggungjawabannya, Nad. Orang tuanya pun pasti tidak setuju," ucap Alex dengan perasaan prihatin.

"Aku tahu, tetapi apa salahnya untuk mencoba. Walaupun pada akhirnya pasti hanya penolakan yang aku terima." Nadia menghela napasnya di akhir perkataannya.

"Ayo ikut! Gue dengan senang hati memberikan salinan CCTV yang Lo minta. Ingat, Nad, jika butuh apa-apa Lo bisa bilang Gue. Sekarang Jelita nggak ada di samping Lo, jadi hanya Gue yang bisa bantu Lo," ucap Alex tulus.

"Terima kasih banyak." Nadira senang karena sepertinya Alex begitu peduli kepadanya. Walaupun belum lama mereka saling mengenal, tetapi Nadira yakin jika Alex memanglah orang baik. Hanya saja pekerjaannya yang kurang baik.

Setelah mendapatkan salinan CCTV, Nadira langsung berpamitan untuk pergi.

Nadira akan langsung pergi menuju ke rumah Leon. Tak sulit untuk mendapatkan informasi alamat rumah anak orang paling berpengaruh di kotanya. Hanyalah bermodakan tekad yang membuat Nadira seberani itu mendatangi kediaman Leon. Ia memikirkan masa depan anaknya kelak.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit, kini Nadira sampai juga di depan bangunan mewah yang terlihat seperti istana. Ada sedikit keraguan di hatinya untuk menginjakkan kakinya ke tempat sebagus itu.

Seorang satpam menghampiri Nadira yang sejak tadi berdiri memperhatikan bangunan mewah di hadapannya. ''Permisi, maaf ada urusan apa berdiri disana? Sebaiknya Nona segera pergi karena Nona menghalangi jalan.''

''Mohon maaf jika kedatangan saya mengganggu. Saya hanya ingin bertemu dengan Kak Leon,'' ucap Nadira.

''Tuan Leon ada di dalam. Apa sebelumnya Nona sudah memiliki janji?''

Nadira diam sambil menggelengkan kepalanya. Ia datang memang tanpa janji apa pun. Hanya bermodalkan tekad, ia bisa berdiri di depan rumah yang terlihat seperti istana itu.

Leon yang sedang duduk di teras, tak sengaja menatap ke luar. Ia melihat satpam yang sedang mengobrol bersama seorang wanita. Karena penasaran, Leon pergi ke depan untuk mengeceknya.

''Wah wah ... lihatlah! Siapa yang berani datang kemari?'' ucap Leon dengan nada bicara tak bersahabat.''

''Kak Leon, saya mau bicara penting,'' ucap Nadira.

Leon mengernyit heran, tak percaya jika Nadira datang ke rumahnya untuk menghampirinya. Namun, karena penasaran dengan apa yang akan Nadira katakan, tentunya Leon mengijinkannya masuk. Saat ini keduanya berada di ruang depan rumah itu.

''Sekarang katakan, apa maksud kedatangan Lo kemari?'' tanya leon penasaran.

''Aku hamil anak Kak Leon,'' ucap Nadira.

Seketika Leon langsung tertawa lepas. Ia geli mendengar perkataan Nadira yang tak masuk akal. Bagaimana mungkin ia menghamilinya sedangkan melihat penampilannya saja membuatnya muak.

''Lo gila? Beraninya Lo ngaku-ngaku hamil anak Gue. Bisa saja Gue tuntut Lo dengan tuduhan pencemaran nama baik,'' kata Leon.

Nadira mengambil flashdisk dari dalam tas kecil yang ia kenakan lalu memberikannya kepada Leon. ''Disini ada rekaman CCTV yang bisa Kak Leon lihat. Lebih tepatnya rekaman CCTV di club milik Kak Alex.''

''Gue penasaran dengan barang bukti yang Lo bawa ini. Jangan-jangan ini bukti yang sudah Lo palsukan,'' ucap Leon menuduh.

''Sebaiknya Kak Leon melihatnya dulu baru berkomentar,'' ucap Nadira.

Leon bergegas pergi ke kamarnya mengambil laptop. Sedangkan Nadira masih duduk disana seorang diri. Dari jarak jauh, terlihat orang kepercayaan orang tua Leon sedang memperhatikannya.

Kini Leon kembali menghampiri Nadira dan duduk di hadapannya. Leon mengambil flashdisk yang tergeletak di atas meja. Mencoba membuka file yang Nadira maksud.

Kedua mata Leon terbelalak saat melihat tayangan CCTV dirinya berada di club malam dan masuk ke sebuah ruangan VIP. Disana terlihat seorang wanita yang sudah menunggunya. Leon beralih menatap Nadira untuk mengetahui apa yang di maksudnya.

''Ini emang Gue dan Gue sudah lama menjadi langganan di club itu. Apa masaahnya dengan Lo? Lalu kenapa Lo ngaku-ngaku hamil anak Gue?''

''Putarlah video itu sampai habis!'' pinta Nadira.

Leon kembali memutar video itu. Ia sempat tak percaya saat dirinya ternyata mencoba melecehkan pelayan club yang ada di ruangan itu. Seingatnya, malam itu ia meniduri Vanesa, mantan kekasihnya, bukan pelayan club seperti yang ada di rekaman CCTV.

''Bagimana mungkin itu terjadi? Gua nggak mungkin meniduri wanita itu?'' ucap Leon sambil menggelengkan kepalanya.

''Itu memanglah Kak Leon dan malam itu sedang mabuk. Jadi, apa pun bisa terjadi malam itu termasuk menodai wanita tersebut yang tak lain adalah saya,'' ujar Nadira.

''Ckck ... Lo mau nipu Gue? Jelas-jelas penampilan Lo berbeda dengan gadis yang ada di club malam itu,'' ucap Leon.

Nadira mulai melepaskan ikat rambutnya. Lalu melepaskan kaca mata tebalnya dan tak lupa merapikan penampilannya di hadapan Leon. Kedua mata Leon terbelalak, merasa tak percaya dengan kenyataan yang baru saja di lihatnya. Upik abu seperti Nadira ternyata mempunyai paras yang sangat cantik.

''Waw ternyata Lo cantik juga, culun. Apa dengan kecantikan itu Lo mau menjerat lelaki kaya seperti Gue? Jadi, Lo dengan sengaja datang kesini dengan pura-pura hamil dan minta Gue tanggung jawab, begitu?''

''Apa Kak Leon tidak berniat untuk bertanggung jawab dengan darah dagingnya sendiri?'' tanya Nadira.

''Hahaha ... Itu sudah alasan klasik untuk seorang wanita dari kalangan bawah seperti Lo. Pasti Lo emang sengaja menjerat lelaki kaya seperti Gue agar mau menikahi Lo dan nantinya Lo bisa hidup enak,'' ucap Leon menuduh.

Nadira merasa sakit mendengar perkataa Leon. Mungkin dari awal kedatangannya kesana memang salah. Sudah pasti Leon tak percaya dan pastinya tak mungkin mau bertanggung jawab.

''Maaf jika kedatangan saya sudah mengganggu. Saya permisi dulu. Lupakan saja apa yang sudah saya katakan tadi. Saya akan membesarkan anak ini seorang diri,'' ucap Nadira dengan penuh kekecewaan dalam hatinya.

Nadira pergi begitu saja tanpa menunggu komentar dari mulut Leon. Bahkan bukti satu-satunya yang ia punya ia tinggalkan begitu saja. Nadira sudah tak peduli lagi dengan pengakuan dan tanggung jawab Leon. Seharusnya dari awal ia sadar diri jika tak mungkin Leon akan menerimanya. Orang terpandang seperti Leon bisa dengan mudah melakukan apa pun untuk menghilangkan jejak bahkan bukti yang ada.

'Apa yang harus aku lakukan ke depannya? Aku tidak mampu membesarkan anak ini seorang diri," gumam Nadira sambil mengelus perutnya yang masih rata. Rasa sesak di dalam dadanya membuat air matanya sejak tadi tak bisa berhenti menetes.

.....

.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!