NovelToon NovelToon

Mahkota Dewi Dijual Sahabatnya 100 Juta

Bab 1

"Berapa Surti?" Tanya wanita paruh baya yang biasa dipanggil Mami. Wanita yang bernama Arinta itu sedang menanyakan harga gadis yang akan menjadi target bisnis haramnya. Gadis itu bernama Dewi yang baru saja dijual oleh Surti. Dewi dan Surti bersahabat baru tiba sore tadi dari kampung halaman.

"Sahabat saya ini masih suci Mami, 100 juta menurut saya tidak mahal. Karena, Mami akan mendapatkan keuntungan berlipat dari para pelanggan." Jawab Surti.

"Hahaha..." Kedua wanita tidak bermoral itu, tertawa sambil bersulam. Kemudian meneguk minuman beralkohol.

***************

"Dewi... Bangun..." Kata wanita berusia 43 tahun membangunkan putrinya. Seperti biasa bu Endang minta diantar ke pasar. Setelah lulus sekolah satu tahun yang lalu Dewi belum mendapatkan pekerjaan di kampungnya.

"Iya Bu." Mendengar suara sang ibu, Dewi membuka mata melihat bu Endang menyembulkan kepalanya di pintu. Dewi segera beranjak ke kamar mandi, tetapi belum berani mandi sebab masih jam tiga pagi. Setelah cuci muka dan membuang hajatnya Dewi ambil jaket yang ia gantung di balik pintu kemudian mengenakan.

"Mari Bu." Kata Dewi, sambil mengeluarkan motor yang berada di ruang tamu, karena memang tidak ada tempat lagi.

"Ayo" Bu Endang segera naik ke atas motor. Begitulah pekerjaan Dewi, selalu membantu bu Endang belanja sayuran yang akan dijual keliling oleh pak Adi. Sementara bu Endang akan berjualan di rumah. Sebenarnya pak Edi melarang Dewi kepasar karena masih terlalu pagi akan dikerjakan sendiri, tetapi Dewi tidak tega membiarkan bapaknya terlalu lelah.

Pulang dari pasar, pak Adi merapikan sayuran di gerobak, kemudian mendorongnya keliling kampung, sementara Dewi membantu bu Endang menata sayuran di teras rumah.

"Dewi." Panggil wanita berpakaian glamor pagi-pagi sudah tiba di rumah Dewi. Dewi dan bu Endang menatap Surti yang sedang berjalan ke arahnya terkesiap.

"Surti, kamu baru merantau satu tahun, tetapi sudah sukses ya." Dewi menatap sahabatnya mengenakan pakaian bagus dan dandan cantik membuatnya kagum. Lalu Dewi melempar pandangan ke pinggir jalan sudah di parkir mobil mewah.

"Kamu mau ikut?" Tanya Surti tersenyum, mengangkat tanganya memamerkan gelang emas di tangan, lalu duduk di kursi plastik yang biasa bu Endang gunakan untuk menunggui dagangannya.

"Memang ada lowongan, Sur? Kamu bekerja di perusahaan apa, jika ada lowongan tentu aku mau." Dewi bersemangat.

"Boleh Wi, aku bekerja di perusahaan asing bagian menejer pemasaran. Jika kamu mau, ada lowongan bagian sales." Surti tersenyum. Dalam hati dia bersorak belum sampai membujuk Dewi, tetapi Dewi sudah menawarkan diri.

"Waah... kamu hebat Sur. Baru bekerja setahun, tetapi sudah di angkat menjadi menejer." Dewi semakin kagum. Keinginannya untuk ikut Surti semakin kuat.

Dewi dan Surti ngobrol panjang lebar, lalu memutuskan untuk ikut Surti. Setelah berhasil membujuk Dewi, Surti pun pamit pulang. Sementata bu Endang, merasa tidak srek dengan keputusan Dewi.

"Kamu yakin mau ikut Dia?" Tanya bu Endang. merasa ragu melepas anaknya pergi bersama Surti. Sebagai seorang Ibu tentu bu Endang merasa ada keganjilan.

"Iya Bu, boleh ya Bu." Dewi membujuk bu Endang, dengan pergi ke Jakarta Dewi berharap akan bernasib baik dan bisa membantu bapak dan ibunya menyekolahkan kedua adiknya.Tidak ada pilihan bagi bu Endang selain mengangguk.

Sore harinya Dewi berjanji bertemu dengan Firmansyah kekasihanya mengutarakan maksud Dewi sekaligus pamit karena besok pagi akan berangkat ke Jakarta.

"Kamu yakin mau pergi bersama Surti Wi, aku merasa jika Surti itu wanita yang tidak baik." Kata Firman sama seperti bu Endang tidak ikhlas melepas kepergian Dewi.

"Doakan saja Mas, Mas Firman kan tahu, aku dengan Surti bersahabat sejak kecil." Dewi meyakinkan Firman. Dewi percaya dengan Surti karena dulu tidak jarang Surti menginap di rumah dan main kemana-mana selalu berdua, termasuk mengerjakan tugas sekolah. Firman pun mengalah.

"Bapak, Ibu, aku berangkat." Pamit Dewi kepada kedua orang tuanya. Bu Endang hanya bisa menatap putrinya. Orang tua mana yang akan rela putrinya pergi. Pasalnya ini yang pertama kali bagi Dewi.

"Hati-hati Nak, jika sudah sampai di Jakarta, jangan lupa menghubungi kami." Pak Adi melepas kepergian putrinya.

"Baik Pak, Bu" Dewi pun melangkah pergi. Bu Endang memandang putrinya air matanya bercucuran. Dewi kemudian masuk ke dalam mobil milik Surti yang sudah menjemputnya di depan rumah.

"Surti... ini rumah siapa?" Tanya Dewi polos. Setelah dua hari beristirahat di kos milik Surti, Dewi pun diajak ke salah satu rumah mewah. Dewi tidak tahu jika tempat itu yang akan menghancurkan masa depanya.

"Ini rumah bos aku Wi, mulai malam ini kamu akan tinggal disini." Surti menjelaskan bahwa kos nya yang kecil tidak akan mampu menampung Dewi lama-lama.

Dahi Dewi berkerut. Gadis itu merasa aneh, baru mendengar bahwa seorang bos mengajak calon karyawannya tinggal satu rumah. Namun Dewi menepis keraguan hatinya. Dewi percaya kepada Surti bahwa sahabatnya tidak akan macam-macam.

Dewi mengikuti Surti masuk ke dalam kamar memindai sekeliling. Di kamar ada fasilitas lemari dan satu buah tempat tidur. Dewi lagi-lagi merasa ganjil mana ada bos memberikan kamar semewah ini.

"Kamu yakin Sur, aku tinggal disini?" Pertanyaa itu akhirnya keluar dari mulut Dewi.

"Wi, bos aku itu perempuan, beliau hanya tinggal bersama ART di rumah sebesar ini. Pasti beliau senang menerima kehadiran kamu. Sudah ya, kamu istirahat, aku mau menemui bos aku dulu." Surti pun keluar menutup pintu lalu mengunci dari luar.

Dok dok dok.

"Surti... buka pintunya." Panggil Dewi merasa curiga, perasaannya semakin tidak tenang. Jika memang tidak ada apa-apa, mengapa pintunya di kunci dari luar. Namun, panggilan dan gedoran Dewi sia-sia saja, karena tidak ada tanda-tanda bahwa pintu akan dibuka. Dewi memutuskan duduk di kasur empuk pikiran buruk menghantui.

Ceklak Ceklak.

10 menit kemudian Dewi tersenyum, karena pintunya sudah di buka. Ia segera bangkit dari duduknya. Tetapi yang masuk ternyata bukan Surti, melainkan wanita paruh baya.

"Kamu mandi yang yang bersih, lalu pakai gaun ini. Jangan lupa memakai minyak wangi yang sudah kami siapkan di meja rias." Perintah Arin.

"Tetapi untuk apa saya mengenakan pakaian seperti ini Bu?" Tanya Dewi membentang baju kurang bahan yang diberikan Arin lalu meletakan di kasur.

"Panggil saya Mami, jangan panggil Ibu! Dan satu lagi, mulai malam ini kamu akan melayani tamu saya. Pria yang akan mengencani kamu malam ini adalah orang kaya raya. Jika kamu bisa mengambil hati pria itu akan mendapatkan uang banyak!" Tutur Arinta skeptis.

"Tolong Mami, saya mau pulang. Saya tidak mau bekerja seperti ini." Dewi menitikan air mata. Ia semakin mengerti pekerjaan seperti apa yang diberikan Surti.

"Boleh saja! Saya akan mengabulkan permintaan kamu, tetapi kamu harus membayar ganti rugi. Karena Surti sudah menjual kamu 100 Juta!"

Jegeeerrr.

Dunia seolah runtuh bagi Dewi. Ia menjatuhkan lututnya ke lantai, tangisnya pecah. Seketia ia ingat Firman dan Bapak, ibunya. Padahal mereka sudah melarangnya tetapi nyatanya Dewi lebih percaya Surti.

...~Bersambung~...

Bab 2

Dewi menjatuhkan lututnya ke lantai. Tangisnya pecah. Tidak menyangka bahwa Surti sahabatnya tega melakukan ini kepadanya.

"Sekarang kamu mandi yang bersih jangan menangis! Mana ada pria yang mau sama kamu, kalau mata kamu bengkak kebanyakan menangis!" Hardik Arin, lalu keluar kamar mengunci pintu kembali.

Dewi duduk memeluk lutut, apa yang akan ia lakukan kini? Kabur. Tentu tidak mungkin, tidak ada celah di kamar ini untuk berlari. Dewi mengangkat wajahnya ingat sesuatu, lalu berdiri membuka tas. Sekarang ia harus menghubungi Firman agar kekasihnya itu menjemputnya.

Dewi membuka resleting tas di tempat yang bersembunyi. Di situlah Dewi menyimpan handphone dan dompet. Namun tidak menemukan handphone mau pun dompet di dalamnya.

Masih ada harapan bagi Dewi, kemungkinan ia lupa meletakan dua benda tersebut, lalu mengeluarkan isi tas termasuk pakaian. Namun, Dewi lagi-lagi kecewa.

"Kurangajar kamu Surti!" Gumam Dewi, mengepalkan tangan. Dia yakin jika handphone dan dompet itu diambil Surti sebelum berangkat kemari.

Dewi membiarkan barang-barang nya di luar tas. Ia lantas tidur di lantai tanpa alas menggunakan tas sebagai bantal. Tidak sudi dia mandi apa lagi sampai berdandan. Lebih baik mati, daripada melayani para pria hidung belang. Jika wanita tadi marah, kemudian menuntutnya karena tidak mampu membayar ganti rugi. Masuk penjara akan lebih mulia daripada masuk neraka.

************

"Ada yang spesial Mam?" Tanya Casanova saat menemui Arinta di ruangan. Sang Casanova yang duduk di depan Arin itu sedang melihat foto wanita.

"Hehehe... memang martabak? Kok spesial." Arinta terkekeh. Pria itu rupanya sudah sering datang ke tempat itu. Nyatanya Arinta sudah sangat mengenal.

"Agh... kalau yang ada di foto ini saya sudah mencoba semuanya Mam, tetapi sudah bosan. Kalau gitu saya balik saja." Casanova pun berdiri. Namun tangan kekarnya di tahan Arin.

"Ada yang paling spesial, tetapi yang ini mahal sekali. Sebab wanita yang satu ini sangat polos sudah pasti Dia masih suci." Kata Arin tersenyum. Dewi baru saja datang tentu belum masuk dalam daftar foto.

"Ada fotonya tidak?" Casanova memastikan. Jika wanita yang di suguhkan Arin tidak menarik, walaupun masih suci Casanova tidak akan mau menerima.

"Lihat ini." Arinta menunjukan foto Dewi di handphone. Foto yang baru saja Arin abadikan tanpa Dewi sadari. Casanova tersenyum tipis menatap foto Dewi. Gadis tanpa polesan dan terlihat habis menangis pun masih sangat cantik, apalagi jika di poles sedikit.

"Berapa yang ini?" Tanya Casanova.

"Karena gadis ini masih suci seperti yang saya ceritakan di atas. 100 Juta saja." Tegas Arin. Tanpa penawaran.

Casanova pun mengangguk lalu meninggalkan Arin. Waktu sudah dini hari di luar kamar hanya ada tiga orang penjaga. Pria itu melangkah cepat ingin segera bertemu mangsanya.

Ceklak Ceklak.

Casanova membuka kunci tampak gadis yang sedang tidur di lantai terkejut. Dewi berjalan ngesot menjauhi pria yang sedang mengunci pintu hingga tiba di sudut tempat tidur. Dewi duduk di pojokan kedua tanganya memegang pundak kiri dan kanan menutupi milik berharganya.

"Ampun Tuan, tolong bebaskan saya." Dewi menangis berguncang sambil memeluk lutut. Namun, sang Casanova mengangkat dagu Dewi menatapnya lekat.

"Mana bisa begitu? Saya sudah membeli kamu kepada Mami satu malam 100 juta." Ujar Casanova menatap Dewi lekat.

"Diam!" Bentak Dewi, menutup kedua telinganya. Setiap kali mendengar kata "dijual 100 juta" Hatinya bak tertancap sebilah pisau.

"Hehehe..." Casanova terkekeh, lalu mengangkat tubuh Dewi. Dewi meronta-ronta, namun Casanova tidak perduli menidurkan Dewi di atas ranjang. Dewi berontak sekuat tenaga berusa lolos dari pria kekar itu. Namun apalah daya, tenaga Dewi tidak sekuat pria itu.

Jam berlalu Dewi menangis di kamar mandi. Ia merasa hidupnya tidak ada artinya lagi. Andai saja ada racun, Dewi rasanya ingin bunuh diri saja. Tetapi rasanya percuma. Seandainya Dewi melakukan itu dosanya justru semakin banyak.

"Maafkan aku Mas Firman..." Gumamnya di sela-sela isak tangis di bawah guyuran air kran. Ia ingat hubungannya dengan Firmansyah yang ia jalin saat kelas dua hingga saat ini. Firman benjanji akan menikah denganya menunggu usia Dewi genap 20 tahun. Tetapi dengan kejadian ini, tentu akan gagal. Ingat itu, Dewi bingung bagaimana caranya menceritakan kepada Firman? Nyatanya Dewi gagal mempertahankan mahkotanya.

Dada Dewi terasa sesak, karena tidak berhenti menangis, hingga jatuh pingsan tergeletak di kamar mandi.

Sementara di dalam kamar, Casanova sedang meletakan sesuatu entah apa itu di setiap sudut ruangan. Setelah selesai, pria yang usianya di atas 29 tahun itu kemudian keluar menemui Arinta.

"Mana korek?" Tanya Casanova di ruangan Arin. Casanova segera duduk di depannya ambil korek dari tangan Arin, menyulut rokok kemudian menghisapnya. Asap pun memenuhi ruangan Arin, namun wanita itu tampaknya tidak perduli justru ikut merokok.

"Bagaimana servisnya? Menyenangkan bukan?" Tanya Arin tersenyum, saat menerima segepok uang, tidak pakai menghitung langsung memasukan ke dalam laci.

"Luar biasa, untuk yang satu ini jangan ijinkan pria manapun menyentuhnya. Jika melanggar saya akan bakar rumah Mami!" Ancam Casanova.

"Tenang saja, bagi saya yang penting uang. 100 Juta satu malam." Arin menjentikkan jempol dan telunjuk seraya tertawa devil.

*********

Malam berganti pagi, Dewi membuka mata, badanya merasakan tidur di atas kasur empuk. Padahal ia ingat bahwa tadi malam sedang menangis di kamar mandi. Tetapi mengapa bisa tiba-tiba berada di kamar. Sudah pasti ada yang mengangkat tubuhnya. Lalu siapa? Apa mungkin pria brengsek tadi malam itu yang mengangkatnya? Beberapa pertanyaan muncul di benak Dewi.

Dewi pun akhirnya bangun lalu matanya menangkap selembar kertas tanpa dilipat berada di sebelahnya. Dewi ambil kertas tersebut kemudian membacanya.

Honey, terimakasih untuk malam ini. Besok aku akan kembali lagi. Jangan khawatir honey, tidak akan aku ijinkan pria manapun menyentuh tubuhmu. Kamu hanya milikku.

Dewi meremas kertas itu lalu melemparkan ke tembok. Dendamnya berkobar siap membakar orang-orang yang telah menyakiti hatinya.

Dewi hendak ke kamar mandi, ketika turun dari ranjang menatap noda merah di atas kasur, hati Dewi kembali hancur. Air bening mengalir deras. Ia remas kasur dengan penuh Amarah, suatu saat nanti jika bertemu Surti. Ia akan membuat perhitungan.

Dengan tertatih-tatih Dewi ambil air wudhu, akan menjalankan shalat, semoga Allah memberikan ampunan karena kini ia menyadari bahwa dirinya telah kotor.

Ceklak Ceklak.

Saat sedang berdoa mendengar pintu ada yang membuka dari luar.

...~Bersambung~...

Bab 3

Ketika baru selesai shalat, Dewi mendengar derit pintu dibuka. Jantungnya deg degan takut jika pria tadi malam datang kembali.

"Sarapan dulu Dek" Kata seorang wanita berpakaian minim membawa nampan. Wanita itu meletakan makanan di atas meja.

"Saya tidak mau sarapan! Bawa saja kembali makanan itu!" Ketus Dewi. Dewi menatap wanita itu tidak suka. Rupanya pelayan disini pun selain menjadi art juga menjajakan tubuhnya. Sebab, bisa dilihat dari dandananya dan juga baju yang di kenakan.

"Heh! Sudah bagus loe disini dapat makan, tidak usah sok-sok-an menolak! Jika loe tidak mau mati kelaparan!" Sinis wanita itu.

Dewi tidak menjawab, matanya mengerling ke arah pintu yang terbuka sedikit. Dewi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu bergegas keluar menabrak lengan si wanita hingga akhirnya berhasil keluar.

"Hahaha..." Wanita itu mentertawan Dewi, karena baru beberapa langkah penjaga mencekal tangan Dewi.

"Lepas...!" Dewi menarik-narik tanganya namun sia-sia, karena pada akhirnya kalah juga. Wajar, dua penjaga itu memegang dua tangan Dewi kiri dan kanan. Dewi pun dimasukan kembali ke kamar hingga terdengar pintu dikunci.

"Ibu... tolong Dewi Bu..." Dewi tergugu memukul-mukul lantai, lalu menjatuhkan dahinya seperti bersujud.

Kini Dewi merasa putus asa, entah sampai kapan ia akan mendapat perlakuan seperti ini. Air mata Dewi seolah tak mau kering. Sejak jam tujuh pagi hingga jam 10, tangisnya tidak juga berhenti.

Ceklak Ceklak.

Pintu kembali dibuka Dewi lalu duduk. Ia sudah pasrah tidak mau menatap ke arah pintu. Walaupun nekat keluar. Toh, diluar sana dijaga ketat.

"Dek... kamu disini disekap ya?" Tanya wanita paruh baya. Suara lembutnya menarik perhatian Dewi, lalu mengangkat kepala menatap wanita di depannya.

"Ibu siapa?" Tanya Dewi, kehadiran wanita yang mengenakan kemeja pria, dan celana bahan pria itu menyejukkan hatinya yang sudah membara sejak tadi malam.

"Jangan takut Nak, nama saya Ningrum. Saya juga korban seperti kamu. Saya bisa berhasil masuk ke dalam kamar ini karena kunci ini masih menggantung di pintu." Tutur Mak Ningrum menunjukan kunci di tangan. Ningrum adalah korban seperti Dewi, tetapi tidak semalang Dewi. Walaupun sudah selama satu bulan disekap di rumah ini, dengan berbagai cara Ningrum mampu menggagalkan para pria hidung belang dan tidak sampai menyentuh tubuhnya.

"Tolong bebaskan saya Bu." Dewi memohon. Ningrum menatap sendu wajah Dewi lalu memeluk gadis malang itu erat. Ningrum merasakan apa yang dirasakan Dewi.

"Tidak semudah itu Nak, yang bisa kita lakukan saat ini hanya berdoa. Walaupun kita mampu keluar dari kamar ini, tetapi penjaga sudah mengepung rumah ini." Tutur Ningrum, karena ia sudah beberapa kali berusaha kabur, tetapi tidak bisa.

"Hiks hiks." Dewi menangis di pelukan Ningrum.

"Apa yang sudah dilakukan mereka sama kamu Nak?" Ningrum melepas pelukan lalu memegang kedua pundak Dewi menatapnya inten.

Dewi hanya menggeleng tidak sanggup untuk bercerita, terlalu menyakitkan untuk diucap. Sementara Ningrum tidak melanjutkan pertanyaannya. Mendengar tangis Dewi pun, Ningrum sudah mendapatkan jawaban.

"Kamu tidak makan? Itu sudah diantar makanan." Ningrum menangkap satu piring nasi di atas meja.

"Saya tidak lapar Bu." Lirih Dewi.

"Kamu pasti tidak mau makan, makanan yang disediakan di rumah ini kan? Ibu tadi masak nasi sama telur dadar, biar saya ambilkan. Mudah-mudahan penjaga di depan pintu kamu ini sedang tidak ada di tempat" Tanpa menungu Jawaban Dewi, Ningrum beranjak.

"Bu... saya ikut sama Ibu, saya tidak mau disini sendiri, Bu," Dewi bangkit menahan lengan Ningrum. Ningrum menarik napas berat.

"Nak, bukan saya tidak mau kamu ikut ke kamar saya, tetapi masalahnya akan semakin berat jika kamu ditangkap. Saya juga belum tentu berhasil keluar dari kamar ini Nak." Ningrum iba menatap Dewi. Bagi Ningrum dirinya sendiri tidak masalah karena dia yakin dengan caranya akan terbebas dari anak buah Arin. Tetapi tentu berbeda dengan Dewi.

"Saya bisa masuk ke kamar kamu, karena memberanikan diri." Ningrum menuturkan ketika lewat mendengar tangisan dari kamar, hati Ningrum bergerak untuk masuk. Bagusnya penjaga itu lalai meninggalkan kunci yang menyangkut di pintu.

"Lalu bagaimana nasib saya Bu, saya tidak ingin melayani pria hidung belang itu." Kata Dewi memelas.

"Sekarang tenang saja Nak, mudah-mudahan... anak saya mendengar kabar jika saya di sekap disini." Ningrum menceritakan pasti cepat maupun lambat. Gayatri akan menyuruh orang membebaskan dirinya.

"Lihat kunci ini akan saya pegang, jika penjaga itu lengah, saya akan masuk ke kesini lagi menjenguk kamu," Tutur Ningrum.

Dewi mengangguk membiarkan Ningrum keluar. Namun, Dewi menunggu hingga satu jam, Ningrum belum juga datang. Itu artinya Ningrum tertangkap.

"Bodoh sekali kalian ini! Kunci sampai ketinggalan di pintu. Sekali lagi kalian tledor saya pecat! Kalian!" Suara wanita yang sedang marah-marah terdengar di telinga Dewi.

"Maaf Mami, tadi itu saya mendapat informasi jika Wanita yang bernama Ningrum tidak ada di kamar." Jawab pria itu membela diri. Padahal Ningrum saat keluar hanya memasak di dapur.

"Jangan banyak alasan, lain kali kalian tidak boleh lengah. Wanita yang satu ini sumber uang." Pungkas Arin kemudian berlalu menyisakan suara tawa, tetapi masih tertangkap telinga Dewi.

Tidak ada yang bisa Dewi lakukan kecuali tidur di lantai. Ia tidak mau makan. Baginya mati kelaparan lebih baik daripada hidup tidak berguna lagi.

***********

"Mau apa Anda kemari lagi?!" Tanya Dewi. Kali ini membentak pria yang baru masuk. Pria yang sudah merusak masa depannya itu. Saat ini jam menujukan pukul 20 malam.

"Hehehe... kamu bisa marah juga honey." Casanova itu terkekeh lalu memberikan kotak kepada Dewi.

"Kamu katanya tidak mau makan ya? Ini makan, biar kuat jika sebentar lagi kita main gulat." Casanova tersenyum.

Brak!!

Dewi menepis kotak ditangan pria itu, tetapi tidak goyah. Tanpa ekspresi Casanova berjalan ke arah meja meletakan kotak disana.

Casanova pun kembali lalu nongkrong di depan Dewi yang belum beranjak dari lantai.

"Kalau kamu nggak mau makan, nanti pingsan seperti tadi malam, bagaimana?" Tanya Casanova.

Dewi menatap tajam pria yang ia benci itu. Ternyata dugaanya benar bahwa pria brengsek itu yang mengangkat dirinya ke kamar, ketika pingsan di kamar mandi.

"Anda ini laki-laki bej*at! sudah merusak hidup saya! Jika Anda punya hati tentu akan berpikir dua kali untuk melakukan ini kepada wanita." Dewi menyusut air matanya.

"Apa Anda tidak mempunyai Ibu? Atau Adik?! Bagaimana jika yang Anda lakukan ini menimpa adik Anda! Hah?!" Bentak Dewi memenuhi ruangan.

Buk! Buk!

Dewi seketika berdiri menghajar pria itu dengan tas yang sudah tidak ada isinya. Namun Casanova justeru tersenyum.

"Hahaha... ternyata kamu pemberani honey... lakukan ini jika ada pria lain yang akan mengganggu kamu." Casanova berdiri mencekal lengan Dewi. Hanya dengan satu tangan kiri pun, Dewi dudah tidak mampu berkutik. Casanova merogah pistol yang ia selipkan di belakang.

Melihat pistol itu, Dewi tidak merasa takut. Jika pria ini membunuhnya, memang ini yang ia mau. Begitulah Dewi saat ini pikirannya berubah-ubah. Jika sedang sadar ia tidak mau menambah dosa dengan mati sia-sia. Namun kadang ingin mengakhiri hidupnya.

"Sekarang tembak saya! Saya lebih baik mati! Daripada melayani pria bej*at seperti Anda!" Tantang Dewi, meletakan dua tangan di pinggang.

...Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!