"Huh, akhirnya selesai juga. Kebiasaan banget kalo mau tutup malah rame, jadi ngaret banget kan jam pulang kita" celetuk seorang gadis berambut pendek yang sedang berbaring di atas lantai.
Salma yang sedang membereskan meja kasir pun tertawa mendengar gerutuan temannya yang saat ini tengah menikmati hembusan angin dari pendingin ruangan.
"Alhamdulillah dong kalo rame, kan kita bisa dapet bonus" sahut Salma.
"Iya juga sih, tapi kan kesel juga kalo tiap hari kaya gini. Mana akhir-akhir ini kita sering banget dapet shift malem lagi, kan gue jadi jarang keluar sama pacar gue" sungut Maudy.
Setelah melihat semuanya rapi dan bersih, Salma pun mendekati Maudy dan menepuk punggung sahabatnya itu "Ayo pulang, udah beres semuanya"
Maudy yang mendengar ucapan Salma pun dengan semangat langsung berdiri dan bersiap-siap untuk pulang. Setelah memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci Salma pun menghampiri Maudy yang sudah duduk di atas motor matic nya.
"Ayo" ajak Salma pada Maudy yang sedang serius bermain ponsel.
Maudy yang merasa punggungnya di tepuk pun mengangkat pandangan nya, "Udah semua?"
"Udah" sahut Salma.
"Kuy, naik" seru Maudy sambil menghidupkan mesin motornya setelah sebelumnya memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Salma pun naik ke atas motor Maudy, tak lupa ia juga mengenakan helm miliknya. Ya, walaupun tidak punya motor, Salma memang punya helm sendiri, karena ia sering membonceng pada Maudy yang rumahnya searah dengannya, atau kalau sedang beda shift dengan Maudy, Salma akan memesan ojek online, jadi helm ini sangat berguna untuknya, karena tak jarang helm yang diberikan oleh ojek online memiliki aroma yang kurang sedap.
Tak lama kemudian, Maudy pun mulai melajukan motornya, di sepanjang jalan Salma merenung memikirkan keluarganya di kampung, sudah hampir satu tahun ia bekerja di Jakarta dan hanya 2 kali ia bisa melihat keluarganya, itu pun mereka yang datang ke Jakarta, bukan Salma yang pulang ke kampung, karena dia tidak bisa mengambil libur lebih dari 1 hari, bahkan di hari lebaran.
Ya, itulah resiko bekerja di bidang kesehatan. Walaupun Salma hanya lulusan SMK Farmasi, tapi ia sangat bersyukur karena bisa diterima di sebuah apotek yang cukup besar di ibukota, mungkin karena Salma merupakan murid yang berprestasi di sekolahnya. Jika kalian lihat nilai raport nya, kalian akan banyak menemukan nilai yang sempurna di dalamnya. Bahkan ketika baru lulus, ia sudah diterima di 2 universitas negeri, namun karena terkendala biaya akhirnya Salma pun lebih memilih untuk bekerja dan membantu kedua orang tuanya.
"Sampai" seru Maudy setelah menghentikan motornya tepat di depan kosan Salma.
Salma yang baru tersadar dari lamunannya pun langsung turun dari motor Maudy dan melepaskan helm nya, "Makasih Mody, kamu mau mampir dulu nggak?"
"Nggak usah deh, udah cape banget gue, pengen mandi" jawab Maudy.
Salma pun mengangguk, "Oke deh, kamu hati-hati ya dijalan"
"Siap, ya udah gue jalan dulu, nanti kabarin aja ya lo besok masuk shift apa"
"Oke"
Setelah motor Maudy sudah tidak terlihat lagi, barulah Salma masuk ke dalam rumah, karena kamar yang saat ini ia tempati ada di dalam rumah si pemilik kos, terpisah dengan kamar anak kos lain yang bangunannya ada di samping rumah utama, Salma juga tidak mengerti kenapa ia diberi kamar disini, padahal dari yang ia dengar dari anak kos yang lain, masih ada beberapa kamar yang kosong disana. Tapi ia tidak mau ambil pusing, lagipula kamar yang ia tempati saat ini sangat luas dan lengkap, bahkan ada kamar mandi dalamnya.
Salma membuka pintu dengan sangat pelan, takut mengganggu orang-orang yang ada di dalam rumah karena sekarang sudah hampir jam 11 malam, setelah itu ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya yang letaknya tidak jauh dari pintu utama.
Sesampainya di kamar, Salma langsung meletakan tas dan sepatu di tempatnya masing-masing, setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, badannya benar-benar terasa lengket, karena walaupun ia bekerja di dalam ruangan ber-AC tapi karena harus mondar mandir kesana kemari melayani pasien dan mencari obat, tetap saja ia berkeringat.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Salma berniat untuk mendata daftar pasien hari ini, namun ia urungkan niatnya saat mendengar suara perutnya, Salma pun memegang perutnya yang baru terasa perih. Sangking banyaknya pasien hari ini ia sampai tidak sempat untuk makan malam, sepertinya makan mie instan malam-malam enak juga. Salma pun mengambil hoodie untuk menutupi rambutnya, walaupun di rumah ini hanya ada Bu Rima-pemilik kos, dan Bi Titin-asisten rumah tangga disini, namun tetap saja ia tidak nyaman jika rambutnya dilihat oleh orang lain, karena Salma sudah mengenakan hijab sejak duduk di bangku SD.
Salma pun keluar dari kamar dan menuju dapur, sepertinya Bu Rima dan Bi Titin sudah tidur, untung saja letak dapur terpisah dengan ruang utama, jadi ia tidak perlu takut jika suara memasaknya mengganggu mereka. Sesampainya di dapur Salma membuka kulkas untuk mengambil stok mie instan dan telur miliknya, walaupun Bu Rima sudah berkali-kali bilang padanya untuk menggunakan semua bahan makanan miliknya, tapi Salma tidak enak, jadi ia tetap membeli sendiri.
Saat sedang fokus menunggu mie nya matang, Salma terkejut saat tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakangnya.
"Bi, lagi bikin mie ya? Aku mau juga dong"
Gadis dengan hoodie berwarna cream itu pun memutar tubuhnya dan menemukan seorang pria yang sedang meminum air putih di depan kulkas yang terbuka dengan posisi memunggunginya.
"Bi?" Tubuh Salma menegang saat pria di depannya tiba-tiba berbalik, "Eh sorry, sorry, gue kira tadi Bi Titin" ucap pria di depannya meminta maaf.
Selama beberapa detik mata mereka bertemu, namun dengan cepat Salma mengalihkan nya, ia yang merasa canggung pun hanya bisa menunjukkan senyuman kaku nya. Dia memang tidak bisa menyalahkan laki-laki itu karena kompor yang saat ini ia gunakan adalah kompor yang biasanya digunakan oleh Bi Titin, sedangkan anak-anak kos biasanya menggunakan kompor kecil yang ada sebelah kiri, tapi karena sejak kemarin kompor itu rusak, Bu Rima menyuruh anak-anak kos untuk memasak di kompor miliknya, sampai kompor yang baru datang.
"Maaf mas, kompor yang itu lagi rusak soalnya, jadi saya pake yang ini. Tapi, saya udah dapet izin dari Bu Rima kok buat masak disini" jawab Salma takut-takut, namun berbanding terbalik dengan Salma yang takut dimarahi karena menggunakan kompor milik Bu Rima, pria di depannya malah menahan tawa.
"Santai aja lagi, lo Salma kan?" Tanya pria yang Salma ketahui bernama Askara, dia merupakan putra tunggal Bu Rima. Namun Salma tidak pernah berinteraksi langsung dengan Askara, karena pria di depannya ini sudah tidak tinggal di rumah ini lagi.
"Iya," Salma mengerang dalam hati, kenapa juga sih laki-laki ini tidak langsung pergi saja, ia kan jadi canggung, bahkan sangking salah tingkahnya Salma malah mengaduk-aduk mie yang sudah matang di dalam panci.
"Sorry ya, gue tadi nggak liat-liat dulu"
"Iya nggak papa kok,"
"Mm, sorry lagi nih sebelumnya, tapi gue boleh minta tolong bikinin mie sekalian nggak? Gue laper" pinta Aska sambil memegang perutnya.
Salma yang melihat tingkah Aska pun terkejut, karena sosok yang ia lihat saat ini sangat berbeda dengan sosok yang biasa ia lihat di layar kaca.
Ya, Aska merupakan seorang aktor, sudah banyak film layar lebar yang dibintanginya, awalnya Salma juga terkejut saat mengetahui bahwa rumah yang saat ini menjadi tempat kosnya adalah rumah dari seorang aktor besar ibukota. Bahkan, sampai saat ini teman-teman di tempat kerjanya pun tidak mengetahui kalau idola yang mereka bicarakan setiap hari itu adalah anak dari pemilik kosnya. Kalau mereka tau, pasti mereka sudah heboh, apalagi Maudy yang merupakan fans garis kerasnya.
"Mau rasa apa?" Dengan gugup Salma pun bertanya. Mau bagaimana lagi, ia tidak mungkin menolaknya kan? Bisa-bisa ia diusir dari sini.
"Samain aja deh, thanks ya, kalo udah selesai panggil aja, gue di ruang tv" setelah mengatakan hal itu, Aska pun pergi meninggalkan dapur.
Salma yang tanpa sadar menahan nafas sejak tadi pun langsung merasa lega, karena selama hampir 19 tahun ia hidup di dunia, baru kali ini ia berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, apalagi ini di tempat tertutup, walaupun di dapur, tetapi area ini terpisah dari rumah utama karena dapur ini adalah dapur bersama, jadi anak-anak kos juga bisa bebas mengakses nya.
Buru-buru Salma mengangkat mie nya yang sudah terlalu matang ke dalam mangkuk lalu menambahkannya dengan air termos, setelah itu ia kembali memanaskan air untuk memasak mie pesanan Aska.
Sambil menunggu air nya panas, Salma mengaduk mie nya agar tercampur dengan bumbu, ia menatap nanar isi mangkoknya, padahal ia lebih menyukai mie yang tidak terlalu matang, tapi apa boleh buat, ia tidak mungkin membuang mie yang sudah matang ini.
Setelah mie milik Aska matang, Salma pun mengambil nampan untuk membawa mie nya, tak lupa ia juga membawakan segelas air putih untuk laki-laki itu, anggap saja ini sebagai balas budi karena Bu Rima sudah sangat baik kepadanya.
Salma pun membawa nampan di tangannya ke ruang tv, Askara yang tadinya sedang berbaring di atas sofa sambil bermain ponsel pun langsung mendudukkan dirinya. Dengan telaten Salma menaruh semangkuk mie dan segelas air putih di hadapan Aska.
"Wah, thanks ya, maaf ngerepotin, gue nggak bisa masak soalnya" ucap Askara dengan cengiran nya.
"Nggak ngerepotin kok mas, kan sekalian. Ya udah saya permisi dulu ya" ucap Salma sambil mengangkat nampan yang masih berisi mie miliknya.
"Loh, lo mau makan dimana?" tanya Aska heran, ia kira gadis itu akan makan dengannya disini.
Dengan alis berkerut, Salma pun menjawab "Di kamar."
"Kenapa nggak disini aja? Makan bareng-bareng kan lebih enak, daripada sendirian"
"Mm... saya... mau sambil ngerjain tugas di kamar" jawab Salma gugup, ia benar-benar tidak menyangka Askara akan berbicara seperti itu.
"Oh, ya udah deh," sahut Askara dengan wajah kecewa nya. "Sekali lagi makasih ya mie nya" lanjutnya.
Salma sempat termenung selama beberapa detik saat melihat senyuman yang muncul di bibir Askara, namun dengan cepat ia menundukkan pandangannya dan mengucap istighfar di dalam hatinya.
"Iya, sama-sama mas, saya permisi dulu ya"
Setelah mengatakan hal itu, Salma pun langsung buru-buru meninggalkan Askara dan masuk ke dalam kamarnya, sesampainya di kamar Salma langsung meletakkan nampan yang ia bawa ke atas meja belajar lalu ia pun menjatuhkan tubuhnya di atas kursi.
Sungguh, ia sangat lemas sekarang, Salma mengangkat tangannya dan meletakkannya di atas dada, kenapa jantungnya berdetak begitu cepat?
Jam dinding masih menunjukkan pukul 7.10 pagi, namun Salma sudah rapi dengan seragam kerjanya, hari ini ia mendapatkan shift pagi bersama Mbak Manda, salah satu seniornya di apotek, sedangkan Maudy mendapatkan shift siang bersama Kak Nadin, jadilah dia harus memesan ojek online untuk mengantarnya ke apotek.
Setelah semua barang yang akan dibawa ia masukkan ke dalam tas, Salma pun keluar dan mengunci pintu kamarnya.
"Eh, Salma udah rapih aja. Masuk pagi?" Salma memutar tubuhnya saat mendengar suara lembut Bu Rima, ia pun tersenyum dan berjalan menghampiri Bu Rima yang sedang sarapan di meja makan untuk berpamitan.
"Iya bu, aku pamit dulu ya" ucap Salma sambil mencium tangan Bu Rima.
"Kamu berangkat sama Maudy?" Tanya Bu Rima, beliau memang sudah mengenal Maudy, karena Maudy sering main kesini.
"Nggak bu, aku naik ojol, Maudy dapet shift siang soalnya" jawab Salma.
"Nah, kebetulan. Aska!" Tubuh Salma seketika menegang saat Bu Rima meneriakkan nama anaknya.
"Kenapa mah?" Sosok yang dipanggil pun keluar dari arah dapur, sepertinya laki-laki itu habis mencuci tangan, karena tangannya terlihat basah.
"Kamu jadi syuting di PIM kan hari ini?" tanya Bu Rima pada anak tunggalnya itu.
"Jadi, kenapa?" Tanya Askara yang belum menyadari kehadiran Salma karena sibuk mengeringkan tangannya dengan tisu.
"Sekalian anterin Salma ya, apotek tempat kerjanya searah kok sama kamu" setelah mendengar ucapan Bu Rima barulah Aska mengangkat wajahnya, dan tanpa sengaja tatapannya langsung bertemu dengan Salma, Salma yang menyadari nya pun langsung mengalihkan pandangannya pada Bu Rima.
"Eh, nggak usah bu, aku udah pesen ojol kok" seru Salma dengan cepat, dalam hati ia meminta maaf karena telah berbohong, tapi ia tidak mungkin menyetujui usulan Bu Rima, efek karena interaksi nya semalam dengan Askara saja belum hilang, masa mau ditambah lagi.
"Cancel aja, naik ojol ke tempat kamu lumayan loh, mending uangnya buat jajan" ucap Bu Rima tak ingin dibantah.
"Tapi bu-"
"Udah nggak papa, Aska nggak gigit kok. Aska buruan panasin mobilnya, nanti Salma nya keburu telat" sela Bu Rima.
Dan ya, disinilah akhirnya Salma berada, di dalam mobil mewah milik Aska. Dengan pria itu yang duduk di bagian supir, dan Salma di sampingnya. Sebenarnya tadi Salma sempat bingung harus duduk dimana, kalau duduk di belakang takut dikira nggak sopan karena Askara terkesan menjadi supirnya, tapi kalau di duduk di depan, Salma juga tidak nyaman. Namun pada akhirnya ia pun harus pasrah untuk duduk di depan karena paksaan dari Bu Rima yang tak mungkin ia tolak.
Salma mengalihkan pandangannya pada jendela mobil, kalau boleh jujur sebenarnya saat ini Salma merasa sangat gugup, bagaimana tidak? Seumur hidupnya ia tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki yang bukan mahramnya, tanpa ada orang lain diantara mereka, benar-benar hanya berdua. Apalagi ini dengan Askara, seorang aktor terkenal yang sering ia lihat di televisi, membayangkan nya saja ia tidak pernah.
"Tempat kerja kamu yang mana?" Tanya Askara memecah keheningan, laki-laki yang saat ini tengah mengenakan kacamata hitam itu menoleh ke arah Salma yang sejak tadi tidak bersuara.
"Di depan, sebentar lagi kok, yang pagernya warna biru" jawab Salma gugup.
Askara pun mengangguk, dan melambatkan laju kendaraannya.
"Yang itu?" Askara menunjuk sebuah bangunan dengan gerbang berwarna biru muda, Salma pun mengangguk membenarkan.
Mobil mewah berwarna hitam metalik itu pun berhenti tepat di depan apotek tempat Salma bekerja, Salma yang sudah sangat gugup pun langsung melepaskan seatbelt yang melingkari tubuhnya.
"Makasih ya mas buat tumpangannya, maaf jadi ngerepotin" ucap Salma sebelum turun dari mobil.
"Santai aja, lagian searah juga kan. Harusnya gue yang bilang makasih, makasih ya buat mie nya semalem"
***
"Yeay… aku menang!"
Salma tersenyum mendengar seruan bocah perempuan di depannya, dengan gemas ia pun mencubit pipi cabi bocah itu dengan kedua tangannya.
"Iya, iya Caca menang"
Dengan semangat bocah perempuan yang dipanggil Caca itu pun mengulurkan tangannya di depan Salma.
"Mana hadiah aku?"
Sesuai perjanjian mereka di awal, Salma pun memberikan sebungkus vitamin gummy pada Caca karena telah memenangkan permainan flip bottle yang baru saja mereka lakukan. Dengan senyum lima jari Caca pun langsung membuka vitamin yang diberikan oleh Salma dan memakannya.
Salsabilla Myesha, atau biasa di panggil Caca, gadis kecil berusia 5 tahun itu merupakan anak dari dokter gigi yang praktek di apotek tempat Salma bekerja, sejak pertama mereka bertemu entah kenapa Caca sudah langsung lengket dengan Salma, padahal dari informasi yang Salma dapatkan dari teman-temannya di apotek, sebelumnya gadis kecil itu tidak mau didekati oleh siapapun, oleh karena itu Caca sering dititipkan kepadanya saat sang ayah sedang praktek di apotek. Salma juga tidak keberatan, karena Caca merupakan anak yang menyenangkan.
"Jangan banyak-banyak makan nya Ca, itu vitamin, bukan permen" tegur Salma saat Caca tidak mau berhenti memakan vitamin yang tadi ia berikan.
"Iya, ini satu lagi kok" setelah memakan vitamin berbentuk strawberry di tangannya, Caca pun langsung memasukkan bungkusan sisanya ke dalam kantung bonekanya.
"Pinter" puji Salma sambil mengelus kepala Caca.
"Aduh, aduh, melting deh gue tiap ngeliat interaksi kalian. Cocok banget, kaya ibu sama anak" seru Maudy dari meja kasir.
Mendengar hal itu Salma pun langsung mendelikkan matanya pada Maudy. Saat ini memang sedang jam peralihan shift jadi semua karyawan berkumpul untuk menghitung pemasukan shift pagi agar saat closing nanti malam tidak ada yang salah.
"Loh, emang bener kok. Iya kan Ca? Kamu mau nggak punya mamah kaya Kak Salma?" Tanya Maudy mengompori Caca.
"Mau… Mau… " Caca menganggukkan kepalanya dengan semangat.
"Mod, jangan ngomong sembarangan ah, nggak enak kalo sampe kedengaran orang" ucap Salma pelan, ia heran, entah kenapa teman-temannya ini selalu saja meledek nya dengan hal-hal seperti itu, Salma kan tidak enak jika sampai terdengar oleh dokter Damar, yang merupakan ayah Caca.
"Lagi ngobrolin apa nih, asik banget kayaknya" seru Mbak Manda yang baru selesai melayani pasien.
"Salma mau jadi mamah nya Caca katanya," ucap Maudy sambil tertawa.
"Eh enak aja, nggak ada ya aku ngomong gitu" bantah Salma cepat.
"Kalo iya juga nggak papa kali Sal, lumayan dapet duda ganteng"
Salma mencebikkan bibirnya karena Mbak Manda malah ikut-ikutan meledeknya.
"Aku nggak ngomong gitu mbak, udah ah malah pada ngawur ngomong nya"
"Ka Salma nggak mau jadi mamah aku?" Tanya Caca dengan raut sendunya.
Salma yang mendapatkan pertanyaan seperti itu pun langsung melayang kan tatapan tajamnya pada Maudy dan Mbak Manda, sedangkan yang ditatap malah semakin menahan tawa.
"Bukan gitu Ca, maksud kakak-"
"Jadi Kak Salma mau jadi mamahnya Caca?" Seru Caca dengan raut wajah yang sudah berganti cerah.
Salma yang mendapatkan pertanyaan beruntun dari Caca itu pun kewalahan untuk menjawabnya, pasalnya Caca adalah anak yang sangat touchy, kalau ia salah menjawab, bisa-bisa dia malah menangis.
"Siapa yang mau jadi mamahnya Caca?"
"Siapa yang mau jadi mamah nya Caca?"
Tubuh Salma menegang saat mendengar suara bariton milik seorang pria yang kini sudah berdiri di depan pintu pembatas antara bagian dalam dan bagian luar apotek.
"Ka Salma, pah" ucap Caca sambil menunjuk Salma yang wajahnya sudah memucat, rasanya ia ingin menenggelamkan diri saja di sungai amazon.
"Caca, kamu nggak boleh tunjuk-tunjuk gitu sama orang yang lebih dewasa, nggak sopan" tegur dokter Damar dengan lembut.
"Sorry pah" lirih gadis kecil itu merasa bersalah.
"Jangan diulangi lagi ya"
Caca menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan sang ayah. Maudy dan Mbak Manda yang merasa canggung pun pura-pura sibuk menghitung pembukuan hari ini, sedangkan Salma masih terdiam di tempatnya dengan senyuman kaku nya.
"Salma, maaf ya kalau Caca kurang sopan" ucap dokter Damar memecah keheningan.
"Eh, iya dok, nggak papa kok, Caca juga cuma bercanda" balas Salma.
Dokter Damar pun tersenyum, lalu pria berusia 35 tahun itu beralih menatap sang putri "Ya sudah, kalau gitu Caca bereskan barang-barangnya, kita pulang"
Caca pun mengangguk, gadis kecil itu langsung berdiri dan membereskan mainannya yang berserakan di lantai.
"Dokter udah selesai praktek nya?" tanya Mbak Manda.
"Sudah, nanti tolong salin daftar pasien hari ini ke buku saya ya" jawab dokter Damar sambil menyerahkan buku ditangannya.
Mbak Maudy pun berdiri dan menerimanya "Siap dok,"
"Salma sudah mau pulang?" tanya dokter Damar beralih pada Salma.
Salma yang tengah membantu Caca membereskan barang-barangnya pun mengalihkan pandangannya pada lelaki dewasa yang masih berdiri di depan pintu itu.
"Iya dok, sebentar lagi" jawab Salma dengan tangan yang masih sibuk membantu Caca.
"Mau bareng?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh dokter Damar membuat kedua wanita yang sedang duduk di depan meja kasir saling berpandangan dan menahan senyum.
"Eh, nggak usah dok, saya masih harus closing dulu sama Mbak Manda" jawab Salma sungkan, ini memang bukan pertama kalinya dokter Damar mengajaknya pulang bersama, sebelumnya juga Salma pernah di antar pulang oleh beliau, itu juga karena paksaan Caca.
"Udah lo pulang aja nggak papa Sal, nanti biar gue closing sama Maudy sama Nanda"
Salma langsung mengerang dalam hati saat mendengar ucapan Mbak Manda, tadi kan dia cuma mencari-cari alasan saja agar bisa menolak ajakan dokter Damar, eh malah langsung dipatahkan begitu saja, dasar Mbak Manda!
Laki-laki yang mengenakan kemeja berwarna hitam itu pun kembali menatap Salma meminta jawaban.
"Mm, tapi-"
"Ayolah kak, pulang sama aku aja"
Caca menarik ujung baju Salma meminta perhatian, dan ya Salma tidak pernah bisa menolak jika gadis kecil itu sudah mengeluarkan puppy eyes andalannya.
"Ya udah iya, kakak pulang sama kamu," ucap Salma sambil mengusap kepala Caca, "Sebentar ya dok, saya ambil tas dulu di belakang"
"Oke, saya tunggu di mobil ya"
Setelah mengatakan itu dokter Damar pun keluar dari apotek, Maudy yang sejak tadi sudah menahan diri pun langsung berbicara.
"Cie, yang mau pulang bareng"
Salma yang sudah terbiasa dengan ledekan teman-temannya pun mengabaikan ucapan Maudy, ia langsung mengambil tas nya dari loker dan mengajak Caca untuk keluar.
"Mbak, Mod, aku pulang duluan ya" walaupun sedikit gondok dengan kelakuan dua wanita di depannya, tetapi Salma tidak lupa untuk berpamitan terlebih dahulu pada mereka.
"Iya, hati-hati lo, kabarin kalo udah ada kemajuan" jawab Mbak Manda, diikuti suara tawa Maudy.
"Iya, nanti aku video call buat laporan"
Jawaban penuh emosi dari Salma pun mengundang tawa dari kedua wanita beda usia itu.
Tak ingin berlama-lama mendengar celotehan teman-temannya Salma pun menarik tangan Caca untuk keluar dari apotek, setelah Caca berpamitan pada Mbak Manda dan Maudy.
***
"Ca, kasian loh itu Kak Salma nya, kamu kan udah besar masa masih di pangku sih" ucap Damar dari balik kemudi.
Mendengar ucapan sang ayah, bukannya turun Caca malah semakin mengeratkan pelukannya di perut Salma.
"Ca… "
"Nggak papa kok dok" ucap Salma membela Caca.
"Tapi Caca berat loh, kaki kamu nggak sakit?"
Salma menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, kalau boleh jujur sih sebenarnya kakinya sudah mulai kesemutan, tapi ia tidak enak mengatakan nya, Salma juga tidak tega melihat Caca yang kelihatan sangat nyaman di pangkuannya.
Melihat respon Salma yang tidak mempermasalahkan kelakuan putrinya, Damar pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Sisa perjalanan mereka diisi dengan keheningan, karena si pencair suasana sudah terbang ke alam mimpinya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Damar pun berhenti tepat di depan kos Salma.
"Sebentar ya, saya pindahin Caca ke belakang dulu" ucap Damar sebelum keluar dari mobil. Karena Caca tertidur di atas pangkuan Salma, jadi dia harus memindahkan sang anak terlebih dahulu agar Salma bisa bangun.
Salma memundurkan tubuhnya saat Damar mengambil Caca dari atas tubuhnya, setelah itu ia pun langsung keluar dari dalam mobil.
"Aw… " Salma memekik merasakan kakinya seperti di aliri listrik saat menapak di atas tanah.
"Kamu kenapa? Ada yang sakit?" Tanya Damar khawatir.
"Nggak papa kok dok, cuma kesemutan aja" jawab Salma dengan ringisan yang masih tersisa di bibirnya.
"Aduh, maaf banget ya, gara-gara Caca kamu malah jadi gini"
"Eh, nggak papa dok, sebentar lagi juga sembuh" balas Salma canggung.
"Beneran nggak papa?" tanya dokter Damar memastikan.
Salma pun berusaha untuk tersenyum dan menganggukkan kepalanya "Iya nggak papa dok, makasih ya udah anterin saya pulang"
"Sama-sama. Mm… saya anterin kamu ke dalam ya? Pasti kamu jalannya susah kan"
"Eh? Nggak usah dok, saya bisa sendiri kok. Dokter pulang aja nggak papa, kasian Caca" ucap Caca panik, bukan bermaksud tidak sopan, tetapi di kos nya memang ada larangan untuk membawa lawan jenis ke dalam kos, lagipula kakinya kan hanya kesemutan biasa bukan patah tulang.
"Ya sudah kalo gitu saya jalan dulu ya" ucap Damar pasrah.
"Iya dok, hati-hati"
Setelah mobil milik dokter Damar tidak terlihat lagi, barulah Salma masuk ke dalam rumah.
"Ehem… "
Salma menghentikan langkahnya saat mendengar bunyi deheman seseorang, saat membalikkan tubuhnya ia menemukan Bu Rima yang sedang menyiram tanaman di samping rumah.
"Eh, ibu" Salma pun menghampiri pemilik kos nya itu dan mencium tangannya.
"Kok tumben pulang cepet?"
"Iya bu, tadi aku nggak ikut closingan soalnya, jadi langsung pulang"
"Oo… " Bu Rima menganggukkan kepalanya, "Kamu dianterin sama dokter itu lagi ya?"
"Iya bu,"
"Kayaknya dia suka sama kamu deh"
Salma menepuk dahinya pelan, sebenarnya hari ini orang-orang pada kenapa sih? Kenapa semua orang mengatakan kalau dokter Damar menyukai nya, padahal kan beliau memang baik pada semua orang, lagipula Salma lebih pantas menjadi kakaknya Caca daripada ibunya Caca.
"Ish ibu, enggak lah, tadi itu kebetulan aja dokter Damar udah selesai praktek nya"
"Tapi kamu nggak suka kan sama dia?"
Salma sampai tersedak ludahnya sendiri saat Bu Rima melemparinya pertanyaan yang sangat tidak terduga, "Ya nggak lah bu"
Mendengar jawaban dari Salma, Bu Rima pun melebarkan senyumnya.
"Bagus, ya udah kamu masuk sana, bersih-bersih terus makan, tadi Bi Titin masak ikan tongkol kesukaan kamu"
"Ya udah, aku masuk dulu ya bu, ibu jangan lama-lama, matahari nya lagi terik banget, nanti ibu malah pusing"
"Iya, ini sebentar lagi selesai"
Salma pun menganggukkan kepalanya, lalu melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam rumah, Bu Rima memang sebaik itu padanya, mungkin karena beliau tidak mempunyai anak perempuan, makannya Bu Rima selalu memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Salma tak henti-hentinya bersyukur, karena sejak merantau ke Jakarta ia selalu dipertemukan dengan orang-orang yang baik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!