NovelToon NovelToon

The Story Of The Telekinesis

Minggu yang dingin

Pagi ini hari minggu. Aku bangun dengan santai dan bermalas-malasan. Siapa yang tidak suka dengan hari minggu? Kecuali sore-malam, besoknya kerja atau sekolah. Aku bangun dengan mata yang sayup, menguap lebar.

Srett

Aku membuka gorden jendela, yang berada persis di samping ranjang tidurku. Hujan turun pagi ini, yang membuat suasana ruanganku terasa sejuk. Nampaknya hari ini hujan akan turun sepanjang hari, itu dugaanku.

"Hahhh" Aku menghela napas.

Ketahuilah, aku paling membenci air pada pagi hari. Terasa dingin saat menyentuh kulit, membuatku mengigil. Apa lagi cuaca hujan seperti ini. Aku terpaksa mandi, dikarenakan Nine sahabatku akan berkunjung pagi ini. Aku mulai mengumpulkan nyawa dan tenaga, untuk membasahi tubuhku.

......

Akhirnya penantian yang panjang, selesai sudah penderitaanku. Tidak lupa aku menggosok gigi dan mencuci mukaku. Selepas aku mandi, aku dengam buru-buru mengganti pakaian. Baju dan celana panjang, mematikan ac dan bersembunyi di dalam selimutku yang tebal.

"Ahh"Aku lupa mematikan ac.

Aku buru-buru beranjak dari ranjang tidurku, mengambil remote dan mematikannya. Aku kembali ke posisi semula, menutupi tubuhku dengan selimut tebal. Meninton film di dalamnya, terasa seru lho. Hingga aku sudah merasakan bahwa tubuhku sudah hangat dan suhu ruangan sudah mendingan. Saatnya membuat sarapan untukku dan Nine. Aku melempar handukku sembarangan, cuaca hujan aku tidak bisa menjemur handukku. Sebelum memasak, aku juga menyempatkan diri untuk mengecas hpku yang baterainya hampir habis.

Sshhhhh!

Minyak mulai bereaksi saat panciku sudah panas. Aku ingin membuat nasi goreng saja, simple. Aku memiliki nasi bekas semalam yang belum habis. Aku memasukkan bumbu dan rempah, serta memberi telur dan sedikit daging agar lebih memuaskan.

Tingg!...Tongg!..

"Siapa?"Tanyaku, sembari mengaduk nasi goreng yang sedangku masak.

"Nine, sahabat terbaikmu!"

Ctak!

Aku meninggalkan sebentar nasi goreng yang sedangku masak. Melangkah menuju pintu, bergegas membukakan pintu untuk Nine.

"Pagi Van." Sapa Nine, sembari melangkah masuk.

"Jangan lupa cuci kakimu!" Aku menyuruh sahabatku itu, untuk pergi ke toilet mencuci kakinya."Hei, sepatumu taruh di rak, astaga. Berapa kali harusku peringatkan?"Aku berkata dengan kesal.

"oh, maaf. Jangan emosian, masih pagi." Nine mengingatkanku, sembari membenarkan posisi sepatunya dan mencuci kakinya dengan bersih.

Nine meletakkan sesuatu di sofa, makanan? Aku tidak tahu, bentuknya kotak. Tidak sempat memastikannya, aku segera kembali mengaduk nasi gorengku. Dan aku menuang garam untuk terakhir kalinya, sempurna. Nasi gorengku sudah jadi.

"Hmm, wangi!" Nine keluar dari toilet, dan mencium bau nasi gorengku.

Aku tersenyum. "Makanlah, mumpung masih hangat." Aku menawari Nine untuk memakan nasi gorengku.

"Mantap! Aku juga membawakanmu martabak telur, akan sangat nikmat jika kita memakannya bersamaan."Usul Nine, aku mengangguk.

Aku menyiapkan dua piring, dua pasang sendok garpu, dan dua gelas minuman. Meja makan kini terasa penuh, dengan martabak telur yang masih hangat. Tidak lupa dengan nasi gorengku. Asap keluar dari celah celah nasi, wanginya harum rempah.

"Panas!! Hahhh!" Nine menyeruput teh tawarku dan ber-hah kepanasan, yang membuatku tertawa.

"Lagian bukannya ditiup dulu tehnya, kan panas." Aku berbicara sembari meminum tehku dengan hati-hati.

Nine nyegir lebar. Setelahku peringatkan, baru dia meminum tehnya dengan hati-hati. Kami mulai sarapan pagi, di apartmenku. Martabak yang dibawakan oleh Nine masih hangat dan renyah, cocok dipadukan dengan nasi gorengku dan teh hangat tawar.

Nine berkata kepadaku. "Van, aku mau meminjam kamar mandimu nanti." Sembari mengunyah nasi goreng, ia menunjuk ke arah seragamnya.

Aku mengangguk, mempersilahkannya. Nine terlihat berkeringat, dikarenakan bermain basket. Tidak banyak yang terjadi pada pagi ini, semua berjalan dengan lancar. Hingga pada sore menjelang malam, kami pergi ke mall. Di situ keanehan mulai terjadi....

Anomali Yang Terjadi

“Ahh, kenyang sekali! Padahal sehabis basket tadi, aku yakin bisa menghabiskan semuanya sekaligus.” Nine sekarang bermalas-malasan tidur di sofa yang empuk.

Aku tidak menimpalinya, fokus untuk mencuci peralatan makan.

Nine tampak membuka televisi, mulai bosan tiduran di sofa. Hujan tampak sudah beganti menjadi gerimis. Nine, kami sudah bersahabat dari kecil. Hampir setiap hari, kami ada kegiatan. Nonton bioskop, bulu tangkis, membaca buku,dan masih banyak lagi. Tubuhnya yang atletis, sering di dekat-dekatin oleh cewek. Terkadang kami terdesak oleh para fansnya, yang berkumpulan di lorong sekolah. Hanya untuk meminta tanda tangannya. Tidak heran sih, dia anak basket ‘populer’. Jangan bertanya tentang aku, aku hanya murid biasa di sekolah. Hampir tidak ada yang mencolok dariku, kecuali satu hal. Anak dari utara, sungguh julukan yang aneh. Nine sempat menjelaskannya padaku.

“Anak dari utara, kau tidak tahu maksud mereka? Kau singkat dan cuek, dalam artian kamu itu utara.” Demikian penjelasan dari Nine, jujur saja tidak membantu sama sekali.

Kembali pada masa sekarang. Aku telah menyelesaikan tugas mencuci piringku. Aku menaruhnya ke dalam lemari dan menutup keran airnya. Menuju ke sofa, tempat Nine berada. Menonton berita, itu membosankan.

“Kau belum mandi?” Tanyaku dengan heran.

“Selesai aku mandi, ayo kita ke mall. Aku bosan sekarang. Aku juga ingin membeli novel, seri kelanjutan novel horor itu belum lengkap.” Nine nyengir lebar, sembari menuju kamar mandi.

“Ohh ya, aku pinjam handukmu.”

Aku ingin protes kepadanya, tetapi dia segera menutup pintu kamar mandi. Tanpa menunggu jawaban dariku, kebiasaan. Aku memalingkan wajahku dari kamar mandi menuju televisi itu, mengamati berita terkini. Tiga menit berlalu dengan sangat lama, yang membuat aku menyenderkan punggungku di sofa. Akhirnya aku memutuskan untuk mematikan televisi itu, dan mengambil salah satu novel yang belum kuselesaikan sedari kemarin. Aku mulai tenggelam di dalam cerita novel itu. Sejenak kupandang si Olet, burung hantuku. Nampaknya cuaca dingin membuatnya tetap terlelap. Aku bercanda, dia nokturnal.

“Kau belum bersiap-siap?” Nine bertanya, sembari mengeringkan rambutnya menggunakan handukku.

Jangan khawatir, pasti akan kulaundry handuk tersebut. Oh ya, Nine bodoh itu membuatku kaget. Aku sedang memandang Olet, dan enak saja dia tiba-tiba muncul di sampingku.

Aku menatapnya dengan wajah yang kesal, lalu berkata”Sopankah begitu?”

NIne memasang wajah tidak bermasalah. Ok, akan kukerjai dia di lain waktu. Singkat cerita saja ya. Aku malas menceritakan apa yang Nine lakukan saja di apartmenku, nanti ceritanya panjang x lebar. Kami tiba di mall pukul 11. Hal pertama yang kami kunjungi, ialah toko buku. Di sana lengkap bukunya, hampir semua yang kalian ingin cari ada di sana. Termasuk buku yang Nine cari, lihatlah sekarang dia akan berpikir panjang lebar, untuk memutuskan buku apa yang akan dibeli.

“Van, aku harus membeli yang mana dulu ya? Dua-duanya direkomendasikan oleh google.” NIne bertanya kepadaku, berharap aku memberikannya solusi untuk keluar dari permasalahan ini.

“Yang ini saja.” Jawabku dengan singkat, toh cover dan tulisan yang ada di belakang buku itu lebih menarik.

“Tapi yang ini juga menarik.” Timpal Nine

Aku menunjuk kedua buku itu dan menunjuknya ke arah kasir.

Maksudku ’Kenapa tidak kau membeli kedua buku itu saja?!’

Nine mengerti isyaratku dan akhirnya dia sudah memutuskannya. Dia memang payah dalam hal ini, selalu meminta pendapatku. Bahkan disaat dia lomba basket, dia meminta pendapat dan menyuruhku mendesainkan seragam basket timnya. Menyebalkan, namun tidak masalah. Dia tidak seburuk itu, dalam hal pelajaran kau boleh beradu dengannya. Hampir setiap mata pelajaran dia berhasil mencapai 75 ke atas, kecuali IPA.Sedangkan, aku jagonya hanya di IPA. Nine sering kali menanyakanku jawabannya ketika ada pr, yang diberikan oleh sekolah. Selepas membayar buku milik Nine, kami keluar dari toko itu. Melanjutkan jalan-jalan kami di berbagai toko, yang kami ingin kunjungi. Seharian berjalan dengannya aku letih.

“Ayolah Van, sebentar lagi. Ini yang terakhir janji!” Nine berusaha meyakinkanku dengan wajah memelasnya.

“Lelah, ya lelah.” Aku tidak memedulikan omongan dan janji palsu tersebut, toh dari tadi juga dia sudah berkata ’Ini toko terakhir’ ‘Ini terakhir’

Nine diam sejenak, mungkin sedang memikirkan strategi yang ampuh untukku.”Ya sudah, aku akan membelikanmu gelato matcha. Jika kau menemaniku ke toko terakhir ini.”

Aku sebenarnya hendak menolak dengan bersusah payah, namun.

Nine kembali membuka mulutnya”Ukuran besar.”Aku mengangguk, baiklah aku tidak tahan.

Berteman dengan orang yang licik. Memanfaatkan teman dengan kelemahan mereka. Nine tahu aku suka matcha, dia memanfaatkannya dengan bijak dan licik. Aku tidak bisa menolak matcha, itu terlalu enak untuk disimpulkan rasa dan kenikmatannya.

“Enak bukan?” Tanya Nine, sembari melihatku memakan gelatoku.

“Apanya yang enak? Kau licik.” Aku menjawab NIne dengan muka ketus. Nine tertawa.

Dari sinilah keanehan itu muncul. Tiang berukuran gede itu patah, yang berada di samping Nine. Aku kaget, tidak mengira akan jatuh persis ke arah Nine. Ini terjadi secara tiba-tiba(mendadak)

Aku memperingati“Nine awas!”

Tashhh, tukk…tak…tuk…tak

Terdengar suara seperti, suara jam. Tiba-tiba semuanya berhenti. Ruangan terasa legang, sekarang tidak terdengar suara satupun. Benar-benar sirna, tidak ada keributan sama sekali. Tiang di samping Nine juga berhenti, begitu juga dengan Nine. Aku tercengang melihat kejadian ini, waktu berhenti dengan sempurna. Kekuatanku telekinesis, namun ini bukan perbuatanku. Hampir mustahil aku bisa melakukan ini, ini dilakukan oleh orang lain. Aku menoleh kesana kemari, nihil tidak ada orang di sekitarku, semua nya diam mematung. Mereka tidak bergerak dan berbicara, mematung dan membisu. Baiklah aku menaruh gelatoku di lantai.

“Rghh!” Aku mencoba memindahkan Nine dengan mendorongnya.

Nihil. Nine bahkan tidak bergerak 1 cm pun. Masih tidak putus asa, aku memberanikan diri untuk menggunakan telekinesisku di tempat terbuka. Seperti yang kubilang, telekinesis tidak bisa memanipulasi waktu. Berbeda logika dan hukum. Di saat aku kembali memikirkan cara untuk memindahkan Nine dan keluar dari anomali ini, terdengar sebuah langkah kaki.

Tak…tak…tak

Musuh? Kurasa tidak. Dia berdiri persis di depanku, hanya terpisah 5 langkah kaki. Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Seorang remaja seumuran denganku, kini kami berpapas-papasan satu sama lain. Aku seperti mengenalnya.

“Aku tidak punya waktu yang banyak Vandra, jadi dengarkan aku baik baik. Pertama-tama, selamatkan kawanmu ketika waktu sudah kembali normal. Kedua bahaya besar kini sedang menuju kearahmu sekarang. Aku harus mengorbankan satu jalur waktu demi memperingatkanmu akan bahaya besar ini, jangan anggap remeh. Yang terakhir jaga kawan-kawanmu, karena kaulah sosok yang diramalkan oleh buku itu.”

Sehabis penjelasan orang itu, sosok itu menghilang. Tanpa memberiku kesempatan dan bernapas sejenak. Waktu kembali normal. Aku melompat ke arah Nine, mendorongnya ke sisi lain.

BAMM!

Teriakkan dan jeritan terdengar dimana-mana. Aku tidak perduli hal itu, yang penting Nine selamat.

“Vandra, kau tidak apa-apa?!” Nine tampak mengkhawatirkan diriku

Otakku masih mencerna semuanya. Orang itu mirip seseorang yang aku kenal, tapi bagaimana bisa dia menghentikan waktu? Sekarang otakku dipenuhi berbagai macam pertanyaan.

“Vandra, kau oke?” Nine memastikan sekali lagi kondisiku

“Y-ya.” Aku menjawab dengan patah-patah

Mall segera ramai oleh petugas-petugas dan orang-orang. Aku dengan buru-buru membawa Nine pergi menjauh dari sana.

‘Apa yang terjadi?’

‘Ada apa ini?’

‘Kenapa tiang ini tiba-tiba saja roboh? Mengerikan.’

Samar-samar suara petugas dan orang-orang mengecil dan hilang. Otakku masih dipenuhi kebingungan. Nine melihatku, segera mengambil keputusan. Dia bijak dalam beberapa kasus, contohnya seperti sekarang.

“Kau terlihat capek, besok sekolah. Ayo kita pulang dan beristirahat, aku akan menemanimu malam ini.” Nine berkata sembari berjalan keluar.

.....

Sekolah Yang Membosankan

  Aku terbangun pada pukul 5 pagi, dengan kondisi yang lebih baik. Hari ini sekolah, aku beranjak dari ranjangku. Senin,dalam artian upacara. Nine terlihat sedang menyiapkan sarapan.

“HAAA! Kau buat apa?” Aku sengaja mengagetkannya, dan bertanya.

“Aishh, roti isi Dra.” Nine tampak terkejut dan lanjut memasak, membuatku tertawa kecil, sembari menuju ke kamar mandi.

   Nine tampak bangun lebih awal dariku. Dia sudah Memakai seragamnya dan rapi. Fakta menarik tentang Nine, dia selalu menitipkan barang-barangnya sebagian di apartmenku. Seragam sekolah, basket, dan pakaiannya yang lain. Untuk buku dan alat tulisnya, palingan nanti pinjam denganku.

   Singkat cerita, aku sudah mandi, berganti pakaian, dan juga sarapan bersama Nine. Kami berangkat sekolah pukul 06.30 pagi, menggunakan motor. Percaya ga percaya, kami hampir telat. Untung saja satpamnya baik dan kami sudah akrab.

“Bapak tidak akan bertanggung jawab lagi besok.” Jawab pak satpam dengan singkat, dan kembali membukakan kami pagar sekolah.

“Nanti Nine yang belikan bapak kopi.” Aku berkata, sembari menunjuk Nine.

   Nine mengangguk pasrah, memberikan jempol. Kami segera memarkirkan motor kami, dan diam-diam menyelinap barisan belakang kelas kami. Upacara di hari senin, memang meresahkan. Aku dan Nine berhasil, guru-guru tidak memperhatikan kami.

“Kalian telat lagi.” Bulan berbicara dengan singkat, sembari menatap kami.

“Ayolah ketua, di jalanan tadi macet.” Nine membuat alasan

“Alasan, jika kalian telat lagi senin depan, aku akan mencatatnya di jurnal masalah.” Bulan memberi toleransi, kesempatan terakhir.

   Bulan. Dia adalah ketua kelas, dipilih ekstra karena mendapatkan 2 suara dari aku dan Nine. Disaat proses pemilihan ketua kelas, Bulan menang satu suara lebih banyak, dibandingkan yang lain. Untuk seorang perempuan, dengan rambut sebahu. Dia terlihat cantik dan tegas, bertanggung jawab.

“Kenapa melihatku seperti itu? Kau hendak protes?” Tanya Bulan, dengan melihat ke arahku.

“Ayolah Bulan, kau tidak boleh seperti itu. Dia anak dari utara lho, yang kudengar banyak juga yang menyukainya diam-diam. Aku akan curiga, nanti murid-murid yang lain akan kesal nantinya.” Sera tertawa kecil.

   Sera ini ialah sahabatnya Bulan. Jika terkena masalah saja dengan ketua kelas, kami akan dibela oleh Sera. Sera sangat baik hati dan suka menolong kami, jika ada masalah dengan Bulan. Wanita dengan rambut bergelombang dan panjang, serta kata Nine matanya Sera indah. Aku tidak terlalu memerhatikannya, toh sama saja.

“Kita akan menyanyikan lagu Indonesia Raya.” Ucap salah satu anggota upacara, yang meyudahi percakapan kami.

   Lorong ramai akan murid-murid yang berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing. Hari ini jam pelajaran pertama adalah olahraga. Aku dan Nine menuju lapangan olahraga, bersama teman sekelas kami. Tidak lama setelah kami disuruh baris oleh Bulan, guru kami datang. 

”Anak-anak, hari ini sesuai yang bapak umumkan minggu lalu. Kita akan mengambil nilai beladiri, yaitu satu lawan satu. Putra dan putra, putri dan putri. Bapak tidak akan menilai dari menang atau kalah, tapi dari segi teknik. Yang bertahan sampai akhir(Putra vs putri) bagi yang menang akan bapak hadiahkan +5 poin nilai. Kalian bebas melakukan teknik apapun, seperti yang mengikuti kelas taekwondo, silat, kungfu, judo, dan lain-lain, diperkenankan. Kalian semua paham?” Guru olahraga kami menjelaskannya dengan singkat.

“Paham pak!” Murid-murid yang lain menjawab serempak.

   Kami mulai dipanggil 1 per 1 sesuai urutan absen putri lawan putri dan putra lawan putra. Bulan maju pertama, dikarenakan nama dia berawalan B. Aku tahu dia kuat, dia mengikuti silat.

“Ouchh! Itu pasti sakit, kan Sera?” Nine menatap ngeri lawannya bulan, dan meminta pendapat Sera.

“Aku berharap tidak menang dan bertemu dengannya. Lihatlah dalam 5 detik, dia berhasil membanting lawannya ke lantai. Untung saja sudah dialasi oleh matras olahraga.” Sera menatap lawannya Bulan dengan memprihatinkan.

“Dia pasti mengambil posisi pertama dikalangan putri.” Kataku

“Habislah kau Sera.” Nine berusaha menakut-nakutinya

“HEI! Aku tidak selemah itu tau.” Sera memasang wajah masam, mengarah ke Nine.

   Nine tertawa, yang membuat Sera ikut tertawa  ‘ketawa menular’. Dilihat-lihat mereka juga lumayan cocok. Kami sempat menyembunyikan popcorn untuk menikmatinya, sembari melihat mereka. Bulan sudah duduk di samping Sera.

“Kalian dari tadi menertawain siapa? Apa karena aku jago?” Bulan dengan pedenya menanyakan kami, tentang apa yang kami bicarakan.

“Maaf Bulan kami tidak membicarakanmu, jangan kepedean. Tetapi kau memang jago. Hmmm tidak biasanya kau seperti ini, apakah karena ada…” Sera menjelaskan ke Bulan, namun langsung ditutup mulutnya oleh Bulan.

   Muka bulan yang normal, sekarang berubah menjadi merah sedikit. Sembari menahan mulutnya Sera menggunakan tangannya. Aku dan Nine serempak terkejut, kenapa Bulan ini?

“Jangan disebutkan Sera! Kau sudah janji kepadaku.” Bulan melepaskan tangannya, yang menutupi mulut Sera. Sekarang wajahnya memerah dan masam.

“Iya, maafkan aku.” Sera mencoba meminta maaf dan tertawa, sembari memeluk Bulan, mukanya masih masam.

   Aku dan Nine tidak menghiraukan itu, kami sudah dipanggil. Ternyata yang putra absen yang maju terlebih dahulu, absen terakhir. Aku dan Nine tidak bertemu, untuk sekarang. Kami akan bertemu di semi final, aku yakin itu. Di kelasku, tidak ada yang mengikuti kelas bela diri, hanya aku. Aku mengikuti silat dan taekwondo, beberapa kali Nine membantuku dan kami belajar bersama-sama. Nine anak basket, mudah saja untuk ia menyesuaikan diri dengan teknik-teknik bela diri.

“Vandra dan William. Siapp, mulai!!”

PRITTT!

   William, bukan masalah besar. Yang aku takuti pada saat melawan orang yang tidak tahu beladiri, pergerakannya. Susah untuk membaca pergerakan mereka, yang aku tahu hanya, mereka akan menyerangku menggunakan tangan kanan mereka dahulu. Aku memasang kuda-kuda, bersiap. Dugaanku benar, dia menyerang menggunakan tangan kanannya. Aku segera menepisnya dan menyerang balik, menendang sisi kiri perutnya.

“Aku sudah menduganya dari anak taekwondo.” Wiliam berbicara dengan nada sombong, dia berhasil mengangkat kaki kiriku.

“Kau tidak menduga anak silat?” Tanyaku

   Aku dengan cepat melakukan teknik guntingan. Masuk kedalam celah kaki kiri dan kanannya, lalu menjepit lehernya menggunakan kaki kiri dan kananku. Dia terlihat melawan, berusaha keluar dari kuncian. Tidak masalah, aku segera menguatkan otot kakiku.

PRIITT!

“Cukup!, Vandra pemenangnya.”

‘MANTAPP! DRA!’

‘Sudah kuduga.’

   Samar-samar terdengar suara Nine dan Sera. Aku segera membantu Wiliam untuk berdiri, dan kembali duduk.

“Kau memang hebat Dra.” Wiliam memujiku, aku membalasnya dengan senyuman tipis.

   Wiliam, aku tidak terlalu dekat dengannya. Namun yang kuketahui darinya, dia sportif. Tidak dengan lawannya Nine sekarang, dia terlihat menggunakan berbagai macam alasan, ketika tubuhnya dijatuhin atau dipukul mundur oleh Nine. Malang sekali nasib anak itu. Nine kembali duduk dengan keringat yang membasahi tubuhnya.

“Ayolah NIne, kau tidak kenapa-napa?” Sera bertanya kepada Nine.

“Aku anak basket, jangan khawatirkan aku.” Jawab Nine dengan santai.

   Sera menawarinya minumannya, Nine mengangguk. Sejenak aku dan Bulan saling menatap, kami memikirkan hal yang sama. Bulan , nampak berbisik sesuatu denganku, ide yang menarik.

“Hei Sera, aku juga ingin minum!” Aku berkata kepada Sera, sembari menjulurkan tanganku.

“Ogah, beli saja sendiri. Kantin di bawah sana, pemalas.” Sera menjawab, sembari menunjuk ke arah kantin.

“Mencurigakan. Kau menolak Vandra tanpa pikir panjang. Tetapi kau menawari Nine tanpa diminta. Apakah, apakah kau menyukai Nine?” Bulan bertanya menggunakan nada yang menggoda Sera.

   Astaga lihatlahh, wajah mereka berdua memerah. Nine dan Sera terlihat kompak sekarang. Nine segera mengembalikan botol minumnya Sera, tanpa berkata apa-apa.

“Mana ada! Aku memberikannya kepada Nine, karena kasihan. Nine tampak berkeringat, dan cape.” Sera berusaha membela diri dan menyangkal.

“Bukankah itu wajar dikalangan anak basket? Keringat dan kelelahan, kau tampak berlebihan kepada Nine.” Aku tersenyum, semakin mendesak nya

“Kurasa kau benar Dra.” Bulan menimpali

“Cukup! Semua ini hanya pemikiran kalian.” Sera sekarang berusaha menuduh kami kembali.

“Bulan, kau dipanggil. Pak guru nampak memanggilmu berulang-ulang.

‘Bulan kamu mendengar bapak tidak?’

   Bulan segera bangkit berdiri dan menuju ke lapangan. Nampaknya sekarang sudah gilirannya. Nine dan Sera tampak lega dan menghela napas mereka masing-masing. Aku tertawa kecil.

“Kau jahat Van. Aku akan mengerjaimu nanti, lihat saja.” Ancam Nine.

   Kini Sera dan Nine tampak berbisik satu sama lain. Mereka mungkin membuat rencana balasan, untuk aku dan Bulan. Aku tidak terlalu memperhatikan mereka, aku memandang Bulan. Dia tak kalah jago dari aku dan Nine. Mungkin dia yang akan melawan kami difinal nanti. Bulan tampak tidak kewalahan sama sekali menghadapi musuhnya.

   Singkat cerita saja, kini giliran aku melawan Nine. Bulan tidak seperti dugaanku, dia sengaja mengalah kepada Sera. Sera memenangkan pertandingan, masuk ke final. Disemi final, ada aku dan Nine. Aku menghela napas, akanku buat Nine menang, dengan begitu Nine dan Sera pasti bertemu. Menarik.

“Jangan menahan dirimu Van.” Nine menyuruhku, tentu saja aku tidak akan menahan diriku.

“Sangat lucu.” Aku berkata, sembari tersenyum.

   Aku berhasil menyudutkan Nine. Nine terlihat kewalahan menghadapiku, namun ia pantang menyerah. Nine bangkit kembali, mengelap keringat yang ada di dahinya. Aku berlari ke arahnya dan melompat, berputar badanku dan menendangnya. Nine kembali terpelanting ke belakang. Ia tampak bangkit kembali, memasang kuda kuda.

“Menarik, aku menyerah.” Aku berkata demikian, sembari melihat ke arah guruku.

   Semua teman-teman sekelasku pada kaget, dan beberapa mulai berbisik-bisik. Setiap kelas, selalu ada tukang ghibah dan gosip bukan? Pak guru hanya menganggukkan kepalanya, tanda bahwa ia memperbolehkan aku menyerah. Nine tampak kebingungan dan berjalan ke arahku.

“Kenapa Van, kau kecapean?” Tanya Nine, dengan raut wajah kebingungan.

“Agar kau bertemu dengan Sera difinal. Aku penasaran.” Jawabku singkat, sembari menatap Sera dan Bulan.

“Aduhh!” Aku mengaduh kesakitan, Nine tampak menjitakku.

   Aku nyegir lebar melihat Nine. Sekarang masuk ke final, aku duduk di samping Bulan. Sera dan Nine tampak maju dengan kikuk, alias kaku. Wajah mereka tegang dan memerah.

“Ayo Sera hajar mukanya!” Teriak Bulan, murid-murid lain tampak memberikan semangat ke Sera.

   Muka Sera semakin memerah, ia menutupi kedua wajahnya dengan tangannya. Babak final terasa singkat, ketika guru kami menyatakan mulai. Nine menyerah, yang membuat Sera menjadi pemenangnya. Murid-murid perempuan segera mengerumuni Sera, mengucapkan selamat. Sedangkan Nine juga diapresiasi oleh murid laki-laki.

“Kau telah menjadi pria sejati Nine”

“Ya betul!”

   Nine hanya tersenyum kaku dan mengucapkan terimakasih. Tak terasa, sekarang waktunya istirahat. Aku dan Nine, sengaja pergi ke kantin sedikit telat. Kami punya rencana untuk bolos setengah jam, dikarenakan pelajaran selanjutnya matematika.

“Hari ini kau ingin makan apa Dra?” Nine bertanya, sembari melihat menu makanan di kantin.

“Ayam telur asin.” Jawabku singkat.

“Oh, itu terlihat lezat. Aku juga mau.” Nine memutuskan untuk memesan menu yang sama denganku.

   Kami memutuskan makan di lantai 4, agar tidak ketahuan. Lantai 4 terkesan sepi, dikarenakan hanya ada perpustakaan disini. Tempat yang tepat untuk bolos pelajaran matematika.

“Hmmm, ayammu lebih besar Van.” Nine tampak menunjuk ke arah ayamku.

”Hmmm, kenapa kau iri ya?” Aku mengangguk, memang ayamku lebih besar dibandingkan punya Nine.

“Tidak, lagian aku juga sedang diet.” Jawab Nine.

“Diet apanya! Bukannya perutmu sudah kurus dan berotot?!” Aku melotot ke arah Nine

“Pelatihku menyuruhku untuk menurunkan berat badanku, agar lebih lincah untuk bermain basket.” Nine menjelaskan kepadaku penyebab dia ingin diet.

“Itu pelatih lu yang tidak waras Nine, tidak usah di ikuti kemauannya.” Aku mencoba memberi saran.

   Sungguh tak terasa, waktu istirahat telah berakhir. Aku dan Nine segera mengintip di jendela lantai 4, memeriksa keadaan. Awalnya sih berjalan lancar, namun tiba-tiba.

“AMPUN BUUU!” Nine berteriak, seseorang memegang bahunya Nine.

“Kalian ingin bolos lagi kan!?” Terdengar suara seseorang, yang tahu kami sedang bolos.

   Aku tahu suara khas itu, Bulan. Ketika aku memalingkan wajahku dari jendela ke sumber suara, benar itu Bulan. Ada Sera juga di sana.

Aku tersenyum dan menanyakan sesuatu”Oh, ketua kelas. Kalian ingin bergabung?” Tanyaku.

Sera mengangguk mantap, namun Bulan segera menggeleng-gelengkan kepalanya.“Pak Bagus tahu kalian akan bolos, dia memintaku dan Sera menyuruh kalian kembali ke kelas.” Bulan menjelaskan kepada kami dengan raut wajah yang marah tetapi dia pendam, aku tahu itu. Nine segera menarik bajuku, menuju ke kelas.

“Ya, ya. Jangan ditarik, aku tahu kok!” Aku berseru jengkel.

“Aku lupa. Besok kita akan kampingkan? Itulah mengapa pak Bagus menyuruh Bulan dan Sera untuk menjemput kita. Ayo buruan Dra, kita tidak boleh ketinggalan berita.” Nine menjelaskan kepadaku, dan menuruni tangga dengan cepat.

   Aku lupa besok kamping. Mungkin itulah sebabnya Bulan marah kepada kami. Dia harus cape-cape menjemput kami di lantai 4 dan melewati penjelasan pak Bagus.

“Anak itu sekarang dia yang paling semangat.” Bulan berbicara dengan nada kesal

“Ayolah Bulan, sedikit tersenyum akan mengobatimu.” Sera berusaha menghiburnya.

Nine sudah jauh di depan, meninggalkan aku, Bulan, dan Sera.

“Baik anak-anak. Kawan kalian sudah bergabung sekarang, bapak akan mulai menjelaskan tentang kamping kita.”

   Murid-murid lain berseru, mungkin mereka juga tidak sabaran seperti Nine. Lihatlah Nine, si kocak sedang duduk dengan rapi dan memasang telinga panjang-panjang. Aku duduk dengan bermalas-malasan di samping Nine. Kamping ya, jujur saja aku sendiri tidak tertarik dengan kamping. Kecuali, cerita horor dan uji nyali. Itu pasti seru, aku berani bertaruh kalian juga menyukainya kan?

“Dan yang kalian tunggu-tunggu. Anak-anak kesayangan bapak, kali ini kita juga akan uji nyali.”

   Sehabis penjelasan pak Bagus. Teman-temanku berseru riang, begitu juga dengan Nine. Aku tersenyum tipis.

“Van, kau barusan senyum ya?” Tanya salah satu teman sekelasku.

“Tidak.” Jawabku dengan singkat

“Aku melihatnya!”

Kali ini tidak kuhiraukan lagi, memangnya aku tidak boleh tersenyum apa?

“Vandra, ayo kita belanja kebutuhan kamping sehabis pulang sekolah ya.” Nine mengajakku untuk berbelanja kebutuhan kamping, aku mengangguk memberikan jempol.

   Sesuai janji Nine, sehabis pulang sekolah kami pun menuju supermarket. Di sana semuanya lengkap, dari pakaian formal, olahraga, rumahan semua ada. Apalagi kebutuhan kami selama kamping, semuanya ada.

“Lebih bagus yang mana, kiri atau kanan?” Tanya Nine

Sekarang kami lagi memilih lampu mana yang cocok, untuk uji nyali di tengah hutan.

“Yang kanan saja, lebih besar.” Jawabku

   Nine mengangguk mantap, memutuskan untuk mengambil lampu kanan. Memang terlihat lebih menyakinkan, dikarenakan lebih besar. Nine memasukkan lampunya kedalam keranjang, dan berlanjut berjalan ke bagian snack. 

“Van, kau mau apa? Coklat, Roti, atau permen? Atau kau ingin mencoba snack keripik, mungkin berubah pikiran.” Nine menanyakanku apa yang ingin ku makan pada saat kamping.

“Aku tidak suka keripik Nine, mungkin curry puff. Aku sudah lama tidak memakan makanan kesukaanku itu.” Jawabku

“Ahh, pilihan yang bijak Dra.” Nine menanggapi

   Kami tidak membeli snack dan juga minuman. Pelatihku melarangku untuk minum yang manis-manis, begitu juga dengan Nine. Kami berjalan ke bagian roti-roti. Lumayan sulit untuk menemukan makanan yang aku suka satu ini, curry puff. Aku amat teramat menyukainya, entah kenapa.

“Aku ingin roti sisir mentega. Kau mau berbagi denganku Dra? Ini kebanyakan buatku.” Nine bertanya, aku memberikan jempol, tanda setuju.

   Kebutuhan kamping Nine yang membayar semua. Aku sempat menolaknya tetapi, dia bersih keras untuk membayarnya.Baiklah, tetapi ini aku yang membayarnya. Nine menyetujuinya dan kalian tahu apa alasan dia bersih keras untuk membayar kebutuhan kamping?

“Kau harus menjagaku ya selama uji nyali, aku takut.” Itu alasan Nine.

Aku menempuk jidatku dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal. “Hanya itu?” Tanyaku.

   Ternyata itu alasan si kocak. Dia juga meminta untuk menginap di apartmenku lagi, dan aku menyetujuinya. Kami kembali ke apartmenku sekitar pukul 5 sore. Kami sempat merapi-apikan barang milik kami, dan membersihkan diri di kamar mandi.

“Harusnya tadi kita pesen makan Dra, aku lapar sekarang.” Nine melihat ke arahku.

“Ya sudah, pesan makan aja.” Aku memberi saran, aku juga lapar, mengingat terakhir kali kami makan, sekitaran pukul 10 pagi.

“Aku pengen bebek madura, kau mau?” Tanya Nine, sembari menunjukkan gambar makanannya di ponselnya tersebut. Gambarnya menarik, aku memutuskan untuk menyetujuinya.

   Bebek madura bu Nisa selalu ramai, saking enaknya. Kami menunggu cukup lama, hingga makanan kami sampai sekitaran pukul 6 malam sekarang. Perut aku dan Nine sudah keroncongan, kami menunggu 1 jam kurang lebih. Untung saja rasa keroncongan ini segera diobati oleh makananya.

“Enak! Tidak sia-sia kita menunggu kan?” Nine bertanya

“Ya” Kami memakannya dengan lahap, tanpa berbicara satu sama lain.

   Semuanya berjalan dengan lancar hari ini. Meski aku dan Nine sedikit susah untuk tidur, namun kami berhasil tidur pada pukul 12 malam. Semuanya berjalan lancar, sungguh. Tetapi tidak dengan keesokan harinya, lebih tepatnya pada saat uji nyali. Kami menemukan portal aneh di sebuah pohon yang lebat dan rindang sekali. Dan apa yang terjadi pada kami, aku, Nine, Bulan, dan Sera. Kalian bisa menebaknya sendiri.

....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!