NovelToon NovelToon

Dendam Seorang Istri

Pria Itu Suamiku

Aku sangat mencintai dan menghormati suamiku, kita baru satu bulan menikah dan selama satu bulan itu aku belum pernah merasakan malam pertama seperti yang pasangan suami istri lakukan.

Aku sadar kalau kita menikah karena keinginan kakek nya yang sudah berjanji dengan mendiang kakek aku untuk menjodohkan aku dengan mas Bagas cucu nya.

Aku dari kecil memang tinggal dengan kakek dan nenek ku, tapi setelah nenek berpulang ke yang maha kuasa, aku hanya tinggal berdua dengan kakek saja, sedangkan kedua orang tua ku entah ada dimana setelah kakek mengusir mereka berdua.

Mungkin karena fostur tubuh ku yang besar jadi mas Bagas merasa malu untuk selalu berdeketan dengan aku apalagi untuk menyentuhku.

Tapi walaupun sikap mas Bagas seperti itu aku selalu melayani nya untuk menyiapkan segala keperluan nya.

Sebenar nya wajah ku tidak terlalu jelek, cuma postur tubuh ku saja yang tidak ideal seperti wanita di luaran sana.

Bukan aku tidak menjaga pola makan ku, tapi mau bagaimana lagi postur tubuh ku sudah seperti ini.

Seperti biasa pagi ini aku selalu menyiapkan baju dan yang lain nya, walaupun mas Bagas tidak menerima ku sebagai istri nya, tapi mas Bagas selalu memakai apa yang sudah aku siapkan, mungkin karena seleraku bagus jadi dia menyukai nya.

Aku menyiapkan sarapan untuk nya, tapi mas Bagas tidak mau duduk bersama aku, dia tidak mau di temani makan sama aku istri nya.

Selagi aku menyiapkan sarapan untuk mas Bagas, terlihat mas Bagas menghampiri ruang makan sambil menerima telepon, dia tersenyum sambil bicara, sebelum memutuskan panggilan nya terlihat mas Bagas mencium ponsel nya lalu menyimpan nya kembali ke saku celana nya.

Disaat menerima paggilan telepon wajah nya bersinar dan selalu tersenyum, tapi setelah berada di depan ku wajah nya kembali datar dan seolah-olah dia tidak mau menatap aku.

"Sarapan nya mas, kalau begitu aku ke kamar dulu mau siap-siap ke galeri." setiap pagi hanya seperti itu yang aku lakukan, sebenar nya aku ingin sekali duduk bersama mas Bagas menikmati sarapan pagi sambil bercengkerama selayak nya suami istri, tapi apa yang aku dapatkan selama satu bulan menjadi istri nya, aku harus selalu menahan sakit di dada ini yang tidak pernah di anggap oleh mas Bagas.

Mas Bagas hanya mengangguk tanpa melihat ke arah ku, dan sikap ini sudah satu bulan aku rasakan, ingin sekali mengakhiri pernikahan yang seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, aku tidak mau di salahkan oleh keluarga mas Bagas apalagi sama mas Bagas sendiri kalau terjadi apa-apa dengan kakek nya.

Kakek nya mas Bagas punya penyakit jantung, maka dari itu mas Bagas menerima perjodohan ini.

Selain punya penyakit jantung, kakek nya ini yang memiliki semua aset kekayaan di keluarga mas Bagas.

Karena aku menerima perjodohan ini, aku di kasih hadiah oleh kakek nya mas Bagas satu galeri lukisan yang ku impikan dari dulu.

Kakek mas Bagas tahu kalau aku suka melukis, jadi dia memberikan hadiah galeri itu kepadaku.

Di galeri lukis ini aku menghilangkan semua penat dan rasa sakit nya diabaikan.

Dari pertama melihat mas Bagas aku sudah menyukai dan mencintai nya, wajah yang tampan, postur tubuh yang banyak di sukai para wanita dan juga hidup yang mapan.

Karena aku sudah jatuh hati kepada mas Bagas, aku rela di perlakukan seperti ini, karena sekarang di hidupku hanya ada mas Bagas dan keluarga nya.

Sebelum berangkat ke galeri aku melhat ke ruang makan terlebih dahulu, ternyata mas Bagas sudah tidak ada di ruang makan dan sudah menghabiskan sarapan nya.

Aku membereskan piring dan gelas kotor sambil tersenyum, walau sikap nya yang begitu kepadaku, tapi mas Bagas selalu menghabiskan makanan yang aku masak.

Di rumah kami memang tidak ada pelayan, karena aku ingin merasakan jadi ibu rumah tangga yang sesungguh nya, dan itu sudah aku dapat kan, tapi menjadi seorang istri yang sesungguh nya belum pernah aku dapatkan sama sekali.

Setelah di rasa selesai semua nya aku pergi ke galeri dengan mengendarai mobil peninggalan kakek ku.

Aku tidak mau menjual atau menggantinya karena ini adalah penginggalan terakhir kakek.

Dengan tergesa-gesa aku ke galeri karena hari ini mau ada pameran lukisan di salah satu mall terbesar di kota ini.

Pasti nya akan banyak orang dari kalangan atas yang akan mengunjungi pameran hari ini dan aku ingin lukisan terbaik ku di pajang di sana dengan harapan banyak peminat nya.

"Lia apa semua sudah siap? Ayo sekarang kita berangkat." ajak ku kepada Lia sahabat ku yang selama ini selalu memberikan aku semangat.

"Siap bos, ayo kita berangkat, aku yakin lukisan kamu yang satu ini akan terjual dengan harga yang fantastis." ucap Lia yang memang sering bercanda.

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan dari Lia, aku memasukan apa yang di butuhkan di pameran nanti di bantu Lia.

"Ayo naik, kita harus datang paling awal biar lukisan kita di pajang paling depan."

Aku melajukan mobil setelah aku lihat Lia sudah duduk manis di samping aku.

Seperti biasa di dalam perjalanan Lia terus saja ngoceh, apapun dia jadikan bahan perbincangan, dia selalu ingin membuat aku bahagia.

Lia sudah tahu akan semua kisah aku, karena hanya dia yang selalu ada buat aku dalam keadaan apa pun.

Dan memang benar, kita berdua adalah orang yang pertama datang di galeri pameran tersebut, aku memajang hasil lukisan ku sejajar dengan pintu masuk.

Aku sengaja memajang nya di sana karena orang yang baru masuk pandangan nya pasti langsung tertuju ke lukisan ku.

Satu persatu ruang pameran ini sudah penuh dengan lukisan, aku mengelilingi ruangan ini dan melihat-lihat hasil lukisan para pelukis lain nya, dan ternyata lukisan mereka pun sangat keren dan pada bagus.

Waktu sudah siang dan menunjuk kan jam istirahat, hingga pameran lukisan ini sudah di penuhi banyak orang dari berbagai kalangan.

Selagi aku menatap yang hadir mata ku tertuju pada sepasang pria dan wanita yang sedang menatap lukisan ku dengan sangat mesra.

Tangan pria itu memeluk mesra pinggang langsing si wanita dan sesekali pria itu mencium rambut si wanita tanpa ada rasa malu.

"Seperti nya aku mengenali pria itu." bathin ku sambil menghampiri mereka berdua.

"Apa anda menyukai lukisan nya tuan?" betapa kaget nya aku ketika mereka berdua membalikan tubuh nya, ternyata pria yang sedang memeluk mesra wanita itu adalah mas Bagas suami ku, sungguh hancur hatiku melihat nya, tapi aku hanya diam dan pura-pura tidak mengenali nya.

Tanpa Perasaan

Mas Bagas menatap ku dengan tatapan kaget nya sama seperti ku, tapi aku langsung memutuskan pandangan dan beralih menatap wanita cantik dan seksi yang masih di peluk oleh mas Bagas.

"Apa nona yang melukis lukisan ini?" tanya wanita yang bersama suami ku.

"Iya nona, apa anda menyukai nya?" dengan segala upaya aku berusaha tenang di hadapan mereka berdua.

"Saya sangat menyukai nya."

Wanita itu tersenyum mesra ke arah mas Bagas, tangan nya mengelus dada mas Bagas dengan penuh kelembutan.

"Mas, aku mau lukisan yang ini boleh ya?" wanita itu dengan manja meminta lukisan nya.

"Apa pun buat kamu pasti mas belikan." dengan mudah nya mas Bagas bilang seperti itu, sedangkan aku yang sebagai istri nya belum pernah di belikan barang satu pun.

Tanpa perasaan mas Bagas menjawab nya dengan penuh kelembutan dan denan tatapan mesra.

Sakit, itu yang aku rasakan saat ini, tapi aku hanya bisa menahan nya karena di sini sudah banyak orang-orang penting dari kalangan elit.

Memang pernikahan aku dengan mas Bagas diam-diam dan hanya keluarga saja yang mengetahui pernikahan kita, jadi banyak sekali yang mengira kalau mas Bagas masih sendiri.

"Lea, tolong lukisan yang ini di bungkus." aku memanggil Lea sahabat ku yang akan mengurus semua nya, Lea kaget begitu melihat pria yang ada di hadapan nya, dia menatap ku penuh dengan tanda tanya.

Lea tahu kalau yang ada di hadapan nya kini adalah suami ku, karena aku sering cerita dan memperlihat kan poto suami ku kepada Lea.

Aku memberi kode kepada Lea, dan untung nya Lea mengerti dengan kode yang aku kasih ke dia, Lea langsung memberikan harga dan membungkus lukisan nya.

Sedangkan aku pergi ke toilet dan menangis di sana, aku sadar bodi ku jauh kalau di banding dengan wanita itu, tapi di sini aku istri nya, apa mas Bagas benar-benar tidak mempunyai sedikit saja perasaan terhadapku.

Setelah di rasa tenang, aku kembali ke stand pameran dan aku melihat kalau lukisan ku itu sudah tidak ada di sana.

"Mbak, uang nya sudah di transfer sebesar seratus juta." ucap Lea sambil memperlihatkan nominal di ponsel nya.

Aku dan Lea memang punya kartu ATM yang khusus buat hasil penjualan lukisan.

"Seratus juta? Kamu serius?" aku sungguh kaget dengan nominal yang di ucapkan Lea.

"Iya mbak aku serius, lihat baik-baik." sekali lagi Lea memperlihatkan ponsel nya.

"Ya sudah lah Lea, toh itu juga pasti nya uang dari suami ku." jawab ku dengan suara sedikit gemetar karena menahan tangis.

"Jadi benar kan yang tadi itu suami mbak? Terus kenapa mbak malah pergi, kalau aku jadi mbak sudah ku maki mereka berdua." Lea ikut sakit hati melihat nya.

"Iya Lea, tapi ya sudahlah memang aku ini istri yang tidak pernah dianggap, kalau memang aku dianggap aku mungkin sudah melakukan malam pertama." ucapku dengan senyum getir.

"Sabar ya mbak, aku yakin suatu saat mbak akan mendapatkan kebahagiaan." Lea selalu menenangkan aku.

"Ya sudah kita pulang saja lah, saya sudah ngga ada semangat mengikuti pameran ini." ucap ku sambil membereskan lukisan yang tersisa dan memasukan nya ke dalam mobil, Lea pun membantu ku membereskan nya.

Aku melajukan mobil dengan kecepatan sedang, "Kita makan siang dulu." Lea hanya mengangguk setuju.

Aku memarkir kan mobil ku di pelataran parkir sebuah cafe, aku sengaja ngajak Lea makan di cafe yang sedikit mewah, itung-itung kita berdua merayakan hasil penjualan lukisan.

Kita berdua masuk dan duduk di salah satu kursi kosong.

Tanpa sengaja aku mendengar seorang wanita yang duduk di sampingku berbicara, "Mas, hasil lukisan tadi keren ya? Tapi sayang yang melukis nya jauh dari ekspetasiku."

Aku sontak melihat kearah wanita yang sedang duduk di sampingku, dan lagi-lagi aku melihat kemesraan suamiku dengan wanita itu.

Aku memasang pendengaranku agar mendengar semua yang mereka bicarakan.

"Mbak, bukan kah itu suami mbak?" Lea berbisik karena takut kedengaran mereka berdua.

Aku hanya mengangguk sambil menempelkan jari telunjuk di bibir ku.

Terdengar mas Bagas menjawab pertanyaan dari wanita itu "Memang nya ekspetasi kamu bagaimana sayang?" begitu mesra nya mas Bagas memanggil wanita yang sedang bersama nya itu, sedangkan sama aku yang menjadi istri nya jangan kan untuk memanggil ku sayang, melihat aku saja seperti nya mas Bagas jijik.

"Aku kira dia itu cantik dan seksi lebih dari aku, ternyata masih di bawah aku, aku sudah deg-deg gan lo mas, aku takut mas kepincut sama penulis wanita itu, karena hasil lukisan nya itu benar-benar bagus dan keren." ucap wanita itu sambil menyandarkan kepala di dada nya suami ku.

Aku memang wanita bodoh yang sudah mencintai suamiku yang tidak pernah menyukai ku.

Entah kenapa aku sangat mencintai suamiku, mungkin karena suamiku adalah pria pertama yang hadir dalam hidupku sehingga aku bisa jatuh cinta kepada nya.

"Kamu lebih cantik dan lebih seksi dari dia sayang, dia itu bukan tipe aku, sudah badan subur wajah nya aja kusam dan jelek." begitu santai nya mas Bagas menjelekan aku.

Tidak terasa air mata ku sudah jatuh menetes di pipi mendengar ucapan dari mas Bagas, sakit hati ku di hina seperti itu oleh suami ku sendiri.

Lea yang ikut mendengar ucapan mas Bagas ikut geram dan emosi, apalagi Lea melihat air mata ku yang sudah menetes.

"Mbak, ayo kita samperin mereka." Lea mengajak aku agar mau menghampiri mas Bagas dengan wanita itu.

"Tidak Lea, biarkan saja kalau memang mas Bagas mau nya seperti itu." bukan nya aku tidak ingin marah di depan mas Bagas, tapi aku sadar diri kalau di sini aku lah yang terlalu mencintai mas Bagas.

Tanpa aku sadari Lea bangkit dan menghampiri meja mas Bagas, dengan penuh emosi Lea menggebrak meja dengan sangat keras nya.

"Nona anda tahu orang yang dia hina barusan siapa?" dengan penuh emosi Lea bertanya kepada wanita itu.

Mas Bagas dan wanita yang bersama nya kaget dan langsung menatap wajah Lea.

"Kamu? Ngapain kamu mengikuti kita? Bukan kah uang lukisan nya sudah saya transfer." mas Bagas tidak terima karena merasa dirinya di ikuti.

Wanita itu menatap Lea, "Memang wanita subur yang melukis itu siapa? Apa orang penting? sehingga pacar saya tidak boleh menghina nya?" dengan gaya sombong wanita itu bertanya kepada Lea.

"Dia adalah." Aku langsung membekap mulut Lea dan langsung ku seret Lea untuk pergi dari cafe itu.

Meluapkan Amarah

Aku menyeret Lea keluar cafe, tapi sebelum aku dan Lea keluar aku melirik ke arah mas Bagas yang sedang berdebat dengan wanita itu.

Aku tidak melepaskan bekapan walaupun Lea terus meronta ingin melepaskan tanganku sampai Lea masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang.

"Mbak, kenapa mbak membekap aku? Biar wanita itu tahu kalau pria yang bersama nya itu adalah suami mbak." teriak Lea dengan wajah kesal nya.

Aku tidak memperdulikan ocehan Lea dan terus melajukan mobil meninggalkan cafe itu, aku terus melajukan nya tanpa arah hingga mobil aku mengarah ke sebuah pantai.

*

*

Di cafe terlihat wanita yang bernama Elena yang bersama Bagas menanyakan hubungan Bagas dengan pelukis lukisan tadi.

"Siapa sebenar nya dia mas? Jawab yang jujur." Elena menatap tajam ke arah Bagas.

"Dia Yolanda istriku." Elena sungguh kaget dan hampir tidak percaya dengan pengakuan Bagas.

"Ha, ha, ha, apa aku tidak salah dengar mas? dia itu bukan tipe kamu kan mas?" Elena tertawa mencemooh.

"Dengarkan aku sayang, aku di jodohkan oleh kakek untuk menikahi wanita jelek itu, dan aku tidak bisa menolak nya, karena kalau aku menolak nya maka semua pasilitas dan warisan tidak akan jatuh ke tangan ku dan aku akan kehilangan semua nya."

"Terus kalian sudah melakukan nya?" Elena tidak terima kalau Bagas sudah melakukan nya dengan wanita lain, karena dia menginginkan hanya dia lah wanita yang akan menikmati tubuh dan harta nya Bagas.

"Tidak, sedikit pun aku tidak menyentuh nya, aku jijik melihat nya, aku hanya mempertahankan apa yang seharusnya aku pertahankan."

"Sampai kapan? Sampai kapan kamu akan mempertahankan nya mas?"

"Sampai kakek tiada, baru akan aku usir dia dari rumah ku dan aku akan menceraikan nya." jawaban dari Bagas membuat hati Elena senang bukan main.

"Kalau menunggu kakek tiada kita ngga tahu kapan kakek mas pergi, bagaimana kalau kita melakukan nya terang-terangan agar dia pergi dengan sendiri nya."

"Maksud kamu?" Bagas belum paham dengan yang diucapkan Elena.

"Kita melakukan hubungan kita di depan dia, sampai dia menyerah dan memilih pergi dari kamu." ucap Elena sambil tersenyum smirk.

Bagas mencerna ucapan wanita yang selama ini menjadi kekasih gelap nya, Bagas tersenyum dengan ide dari Elena.

"Kamu memang pintar sayang, baiklah kalau begitu mulai hari ini kamu ikut ke rumah ku." Bagas mencium pipi Elena dengan mesra.

Elena merasa bahagia karena sebentar lagi Bagas dan hartanya akan dia miliki dan tidak akan ada penghalang lagi.

*

*

Aku keluar dari mobil dan langsung berlari ke pantai, aku berteriak dengan kencang meluapkan segala amarah dan sakit yang ada di hati.

Lea hanya menatap ku dari dalam mobil, Lea tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang sehingga Lea tidak menahan aku.

"Berisik." ucap seorang pria yang lagi berjemur, aku kaget bukan main mendengar nya, aku melhat ke arah suara pria barusan.

"Kalau kamu ngga mau berisik pergi ke kuburan sana." ucap ku karena kesal.

"Kamu sumpahin aku mati." pria itu bangun dari berjemur nya, terlihat dada nya yang bidang, otot nya yang kuat, perawakan yang tinggi, wajahnya tampan sih, tapi aku tidak tertarik karena aku lagi kesal dengan nya, dia sudah menghentikan luapan emosiku.

Pria itu menghampiri ku membuat aku sedikit takut.

"Ngga, aku hanya asal bicara saja." jawab ku seenak nya.

"Kenapa kamu teriak-teriak? Kalau kamu kesal dengan seseorang, kamu balas dia dengan cara yang keji, jangan asal teriak kuping aku sakit." pria itu mengorek telinga nya dengan jari telunjuk.

"Memang nya ada larangan buat orang yang berteriak? Tidak kan?" aku kesal dengan pria itu lalu pergi meninggalkan nya.

Aku menggerutu sambil masuk ke dalam mobil, sedangkan pria nyebelin itu terus saja menatap ku.

"Kenapa mbak? Muka nya di tekuk begitu?" tanya Lea sambil menatap ku heran.

"Kamu lihat pria yang di sana yang sedang menatap kesini?" pandangan Lea mengikuti arah telunjuk aku, lalu Lea mengangguk.

"Dia itu pria nyebelin yang sudah membuat mood aku yang sudah membaik menjadi buruk kembali." Aku melajukan mobil dengan muka di tekuk.

"Tapi dia tampan lo mbak, sama suami mbak yang brengsek itu lebih tampan pria itu." Lea memuji pria yang telah membuat aku kesal.

"Mata mu kalau sama yang tampan ijo ya Le." aku kesal dengan Lea, bukan nya mendukungku malah memuji pria itu.

Aku terus melajukan mobil dengan kecepatan sedang, karena bertemu dengan mas Bagas di cafe tadi aku sampai lupa kalau aku dan Lea belum makan dari siang tadi.

"Mbak, ada ya bos yang membiarkan anak buah nya itu kelaparan, padahal dia itu kerja nya sudah bagus lo, menurut mbak bos yang seperti itu harus diapain?" Lea dengan santai bertanya kepadaku.

"Kalau ada bos yang seperti itu kamu pecat saja dia." tanpa sadar aku menyuruh Lea memecat aku jadi bos nya.

"Oh gitu ya, ya sudah kalau gitu mulai sekarang mbak aku pecat, mbak turun sekarang juga, sekarang mbak bukan bos aku lagi."

Mak jleb, perkataan yang di lontarkan Lea kena banget ke jantung, hati bahkan ginjal ku, ternyata yang dia bahas itu aku karena aku lupa belum ngajak dia untuk makan.

"Maaf Le, gara-gara aku emosi dan sakit hati mendengar perkataan mas Bagas, aku jadi lupa ngga ngajak kamu makan, ya sudah sekarang kita makan di restoran ternama." aku minta maaf dan melajukan mobil ku ke sebuah restoran ternama di kota itu.

"Kalau memang mbak emosi dan sakit hati, harus nya mbak banyakin makan, karena marah juga butuh tenaga." itulah Lea, dia itu orang nya kocak, dia kadang kesal dengan aku yang tidak berani marah dan membiarkan rasa cinta ku kepada mas Bagas tumbuh padahal mas Bagas sendiri membenci aku.

"Ya sudah ayo kita makan yang banyak, mbak akan membutuhkan tenaga pas pulang nanti." aku dan Lea masuk ke dalam restoran ternama itu dan duduk di kursi kosong.

"Kamu mau pesan apa Le?"

"Seperti biasa saja lah mbak."

Aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri sambil memegang sebuah nampan, aku memanggil nya karena memang aku mau pesan makan.

"Mas, kemari." aku melambaikan tangan kepada pria itu hingga pria itu menghampiriku.

Betapa kaget nya aku ketika melihat siapa yang ada di hadapan aku ini sekarang.

"Kamu."

"Kamu"

Teriak kita berdua bersamaan, Lea menatap kami berdua dengan bergantian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!