NovelToon NovelToon

Cinta Sholeha

Terpaksa menyerah

Setelah berdiam diri di atas sajadahnya, Sholeha enggan memikirkan apa yang telah di katakan ibunya tadi. Ia masih nyaman bertopang dagu sembari bergumam meyebut Asma Allah, Sholeha sedikit mengurai segala gambaran semua yang terjadi dihari itu.

Dengan adanya tawaran yang sedikit bernada perintah dari ibunya membuat Sholeha tampak lesu setelah salat Dzuhur.

"Boleh ndak sih? Kalau Leha ngomong tidak bisa Bu, Sholeha tidak mau, nanti saja Sholeha belum bisa" ucapnya pada diri sendiri.

Dia menarik nafas dalam-dalam, dengan malas Sholeha melipat sajadah dan mukenahnya, berdiri sembari menatap keluar jendela.

"Permudah Ya Allah," gumamnya lirih.

Sebelum azan tadi, ibu datang menemui Sholeha ke kamarnya. Ibu menyampaikan petuah dan beberapa nasihat, setelah dilihat anak gadisnya yang tak kunjung beranjak dari tempat tidurnya sejak pagi.

"Nduk, nduk, bangun toh Sholeha, kamu ndak bosen disitu terus. Lama-lama kok koyok uler kasur gitu!" ibu menepuk pundak Sholeha. Dia datang lagi setalah azan selesai berkumandang.

"Bentar Buk, sekalian aja dzuhur-an nanti," sahutnya masih tetap terpejam dan menggeliat.

"Sini loh liat Ibu, mau ada perlu Ibu ki kok malah ndak bangun!" Sholeha masih terdiam, ia belum mau menanggapi sang Ibu.

"Sholeha anak Ibuk MasyaAllah Nduk, ayok duduk dulu sini!" perintahnya sekali lagi.

Sholeha bergegas beranjak, setelah merasa ibunya terdengar akan membicarakan hal penting. " Ada apa Ibu ku sayang, kok kayaknya beneran penting gitu ?" sahutnya sembari bergelayut manja di tangan sang ibu.

"Gimana ? Arman jadi ke rumah ndak Minggu ini, katanya mau lamar kamu, kalau jadi biar ibu telfon Mas mu, biar kesini hari Sabtu, biar ndak mepet. Kan gampang atur persiapan makanan dan lainnya."

Belum selesai ibunya bicara terlihat wajah Sholeha yang bertambah murung.

"Bu, Mas Arman ndak jadi kesini. Katanya belum siap menikah kalau tahun ini"

"Gimana toh Nduk, kok lama-lama Ibu ini ndak yakin sama dia. Serius apa ndak dia, kamu ndak sedih di gitu-in ?"

Ibu tampak sangat kesal mengingat janji Sholeha yang disampaikan kemarin malam. Sekuat tenaga Sholeha menahan tangis, mengingat kekecewaan terhadap Arman.

"Sabar ya Bu, Leha juga bingung"

"Bicarakan lagi Nduk, kabar lamaran mu sudah banyak yang dengar, apa lagi teman-teman Ibu. Kalau bisa jangan lama-lama ya ! " ibunya melangkah keluar kamar.

"Terus aku harus gimana ?" ucapnya dalam hati.

Setelah sempat terdiam beberapa saat, Sholeha pergi untuk salat. Masih sangat sibuk hati dan pikirannya, dia mulai teringat bagaimana Arman menyampaikan batalnya janji Minggu nanti.

Setelah berpacaran dengan Arman satu tahun lalu, Sholeha ingin sekali secepatnya berkeluarga, karena desakan sang ibu yang terlampau sering juga. Tapi apalah daya, tidak jadi di lamar malah Arman memutuskan hubungan seakan menyerah sebelum berjuang.

Anehnya Sholeha tidak terlihat sedih, hanya saja ia merasa tidak enak pada ibunya. Jadilah ia belum mengatakan yang sebenarnya pada sang ibu. Apalagi melihat ibu yang tidak sabar ingin segera punya mantu di tahun ini.

Sholeha, lebih tepatnya Rahma Nia Sholeha adalah anak bungsu di keluarga bapak Sulaiman dan ibu Fatma, yang sudah cukup usia untuk berumahtangga. Tetapi tak kunjung mengenalkan pacarnya kepada kedua orang tuanya. Ia hanya menceritakan tentang Arman sesekali pada orang tuanya.

Mengingat semua keluh kesah ibunya setiap hari menjadikan ia bimbang terhadap kenyamanannya pada hubungan lama tanpa kejelasan bersama Arman. Ketika ia meminta dinikahi malah diputuskan oleh Arman. Ya, sudah patah malah susah pula, niatnya mau membahagiakan keluarga malahan mengecewakan, begitu besar sesalnya dalam hati.

"Ya sudahlah, pasrah saja yang penting udah usaha" ucapnya pada diri sendiri.

Nanti setelah Maghrib Sholeha akan membicarakan lagi dengan ibu bapaknya.

Keberanian dan ketenangannya ini muncul setelah ia salat dan berdoa tadi.

Yang perlu digaris bawahi, dia tidak terlihat sedikit pun bersedih, namun tidak bohong jika hatinya terluka dan kecewa atau dia sudah lelah menghadapi kisahnya yang berulang kali di beri harapan tak jelas oleh Arman.

Sholeha tidak bisa menunggu lebih lama jika tidak ada kepastian, dia tidak menyerah namun memutuskan mengaku kalah dari kesabarannya menemani Arman tanpa kejelasan arah hubungan itu.

Dengan berat hati Sholeha menyudahi segalanya meski berat. Apa lagi sikap Arman yang terlihat acuh dengan permintaannya, Sholeha merasa tidak ada hal yang perlu ia teruskan jika Arman tak menginginkan.

Meski akhirnya ia harus patah hati, Sholeha tak bisa perduli lagi, ia tak bisa melanjutkan kisahnya ini.

***

Saat itu Sholeha menemui Arman setelah pulang kerja, keduanya berbincang di warung bakso langganan mereka.

" Mas, Ibu minta kita segera lamaran"

" Ha, Mas kan sering bilang ke kamu kita seperti ini saja dulu, belum siap aku nikah tahun ini, " jawab Arman tanpa ragu.

" Kita bisa tunda nikahnya Mas, yang lain juga gitu"

" Aku masih perlu cari banyak uang"

Sholeha tak ingin banyak lagi bicara, dia lelah membujuknya.

Tiba-tiba Arman menatap Sholeha, " Kita putuskan saja hubungan ini, aku lihat kamu tidak ingin lagi bersama denganku, kamu terlihat tidak sabaran akhir-akhir ini, " ucap Arman tiba-tiba.

Matanya tak sedikitpun melihatkan kesedihan, entah apa yang merasuki Arman saat itu, Sholeha tak bisa memahami pria itu.

" Kenapa?" Tanya Sholeha bingung.

" Agar kamu segera menikah, cari saja yang mau menikahi mu dalam waktu dekat ini " jawabnya tegas.

" Se-sakit ini rasanya patah hati, kamu terlalu berani menyakitiku seperti ini"

Saat itu menangis pun Sholeha tak ingin.

Terlalu kecewa, membuat air matanya membeku, ucapan yang kasar menyakitinya itu tak mampu menjatuhkan air matanya.

Sholeha mengusap dadanya dengan kasar, ketika mengingat pertemuan terakhir dengan Arman yang kini jadi mantan kekasihnya setahun lalu. Sholeha bahkan sedikitpun tak membayangkan akan begini akhir ceritanya, meski hanya harapan Sholeha juga ingin berkeluarga bersama Arman hingga tua.

"Mungkin kita hanya berjodoh sampai di sini saja, jika aku bisa menikah lebih cepat dari mu, ku harap aku bisa melupakan dan segera memperbaiki harapan bersama orang yang baru" Sholeha menguatkan dirinya dengan kata-katanya yang ia ucapkan sendiri.

Entah seperti apa bentuk luka yang menganga dalam hatinya, yang jelas meski secuil pasti terasa sakit. Hanya Sholeha yang bisa merasakannya.

" Kita berjuang sekali lagi, kita susun kembali hatimu yang mulai runtuh tak berbentuk. Kita percayakan semua kepada Allah, semoga dan semoga ah aku tidak bisa menyebutkan banyak doa lagi" bisik Sholeha pada dirinya yang tengah bersiap menemui kedua orang tuanya.

***

Setidaknya perjuangkan aku dulu

Kamu tau aku sangat mencintai mu

Jangan paksa aku untuk ikut

Menyerah menunggumu mu juga

Atau tak membekas kah meski sedikit

Tentang cerita kita selama setahun ini?

Secuil kata hati, Sholeha.

Obatnya luka hati

Setalah bertekad mengatakan yang sesungguhnya pada ibu bapaknya, Sholeha keluar dari kamar menghampiri ibu yang sedang duduk di meja makan sendiri. Sholeha tak mendapati bapaknya di sana, mungkin saja dia sedang ada acara di masjid seperti biasanya.

Sedikit ragu Sholeha bertanya "Ibu kenapa?" kata Sholeha ia menghampiri sang ibu, duduk di sampingnya.

Suara Sholeha mengejutkan kan sang ibu, membuatnya sedikit terperanjat. Tidak langsung menjawab, Bu Fatma malah menarik napas panjang.

"Ndak Nduk, cuman sedikit lelah kok rasanya Ibu ini kebanyakan berharap atau gimana ?" menatap sholeha yang telah mengerti arah pembicaraan ibunya.

Semakin resah Sholeha menatap ibunya, hendak menghibur pun rasanya tidak kuasa. Ingatannya kembali kepada ucapan Arman mantan kekasihnya waktu itu.

"Ha, kalau kamu mau nikah cepat aku ndak bisa, katakan saja pada orang tua mu agar mencarikan calon untukmu. Kamu tau aku belum siap mengakhiri kegemaran ku pada masa bujang ini, kita pacaran saja dulu jika kau masih mau dengan ku!" tanpa ragu Arman mengatakan itu pada Sholeha kala itu.

Memang setiap jawaban yang di berikan pada Sholeha selalu saja berbeda, dan juga Sholeha yang mungkin terlalu berkali-kali menanyakan hal yang sama pada Arman.

Masih menimbang segala apa yang ingin dia ucapkan Sholeha terdiam di depan ibunya. Sebenernya tidak ada alasan lain yang memberatkan hubungannya dengan Arman selain terlanjur dekat saja. Terlebih Arman adalah teman sekolahnya dulu, dan cukup lama mereka berpacaran. Soal rasa, dia saja masih bingung antara suka saja atau memang benar karena cinta. Ya, itu lah yang dirasa Sholeha selama ini. Cukup membuang waktu, dan sayangnya ia tidak menyadari itu lebih awal.

"Buk, sebenarnya Leha udah ngak lagi pacaran sama Mas Arman" Sholeha diam menunggu respon sang ibu.

"Kalo ndak pacaran ya sudah, biar Ibu carikan kamu calon !"

Wajar saja Bu Fatma memutuskan seperti itu, sebab terlihat ia yang tak begitu suka pada Arman. Selain sikapnya yang terlihat masih ke kanak-kanakkan Arman juga kurang pandai mengambil hati Bu Fatma menurut Sholeha. Sholeha tak sedikit pun terkejut atas itu, berharap agar ibunya mengerti sosok Arman saja sudah cukup sulit, apa lagi memilihnya menjadi menantu. Bukan yang buruk atau kurang yang seperti apa menurut Bu Fatma, bukankah orang tua memang memiliki kriteria mantu tersendiri kan?.

"Ibuk mau jodohkan Leha dengan siapa, padahal Leha belum sembuh dari patah hati, " jawab Sholeha sambil menunduk sedih.

" Yang penting Ibu usaha dulu, entahlah siapa yang mau sama kamu ini. Oh mungkin nanti Ibuk tanya-tanya sama Bulek mu. "

" Ibuk, apa aku seburuk itu sampai ndak ada yang mau."Sunggut Sholeha. Sungguh bukan bermaksud marah pada ibunya Sholeha hanya sedikit tersinggung.

"Bicarakan saja lagi nanti pada Bapak mu, Ibuk mau istirahat sebentar, "

Bu Fatma meninggal kan Sholeha di meja makan sendiri. Setelah berdiam diri cukup lama, kemudian terdengar derit pintu terbuka, terlihat bapak masuk dan melepas pecinya.

" Nduk, Ibuk mu kemana, mosok sudah tidur masih sore gini, sudah makan dia?"

Sembari membuka tudung saji di meja.

Sholeha berdiri mengambilkan piring dan sendok untuk bapaknya.

"Katanya mau istirahat sebentar Pak, mungkin Ibu sedikit lelah."

Tidak ada balasan dari bapaknya, Sholeha terus mengambilkan lauk ke dalam piring yang dipegangnya.

Jangankan berani, belum bicara saja Sholeha sudah gugup setengah mati ingin ngobrol dengan bapaknya. Nanti setelah makan mungkin Sholeha punya kesempatan.

Ketimbang ibunya, bapak memang lebih berpandangan terbuka pada anak-anaknya, dan sebab itu pula mengapa Sholeha jauh lebih takut mengecewakannya. Lama mengamati bapaknya tanpa kata, membuat Sulaiman penasaran.

"Kenapa Nduk, apa ada masalah, kok Bapak liat kamu murung gitu, ayok cerita sama Bapak ! " ucapnya begitu saja.

Setelah ditanya, bertambah lah ketakutan Sholeha, seperti tidak ada alasan berkilah akhirnya Sholeha menjawab dengan berhati-hati.

"Mas Arman ndak jadi lamar Leha Pak, malah dia putusin Leha sekarang, " hanya sebanyak itu Sholeha berucap, harap-harap cemas ia melihat kembali raut wajah sang bapak.

Sebuah wajah datar tanpa ekspresi namun sedetik kemudian ada senyuman kecil terbit di sana.

" Bagaimana perasaan mu Nduk, Bapak cukup menjadi pembela mu saja jika Leha ikhlas menerima, Bapak akan coba dengarkan keluh dan kesah mu. Jika anak ku ini masih belum ridho, apa Bapak harus menemui Arman untuk bicara lagi?"

Sungguh kehangatan yang begitu menentramkan, bak mendapat harapan dari segala kesedihannya Sholeha segera memutus ayahnya bicara.

"Leha ikhlas jika tidak berjodoh dengan dia, tapi Leha belum mau dijodohkan dengan pilihan Ibu, Leha ingin berfikir dengan tenang dulu sebelum mencari pengganti. "

"Kapan Ibu mu berkata seperti itu, Leha boleh memutuskan apa saja untuk dirimu sendiri, dengan catatan harus bertanggung jawab atas segala akibatnya, Bapak tidak memaksa yang penting Leha juga harus tau batasan, seorang anak itu tetap membutuhkan restu dari orang tua. "

"Bapak ndak marah sama Leha?"

"Kamu sudah besar Nduk, gagal di perjalanan bersama Arman pasti ada masalah dan sebabnya. Toh kamu sudah menghabiskan waktu setahun dengannya, Bapak hanya bisa berdoa agar kamu dapat ganti yang benar-benar pas buat kamu. "

"Maafkan Leha yak Pak, Ibu saja sampai kecewa sama Leha, ya memang betul kalau Leha yang ndak mau dengerin Ibu dari dulu "

Tiba-tiba terdengar ibu keluar dari kamar, langsung menyahuti Sholeha bicara.

"Ngobrol sama Bapakmu ndak pakai merajuk Ha, tadi aja hampir marah sama Ibu sekarang malah cengengesan gitu " sindir Fatma sambil mendaratkan pantat nya di kursi sebelah bapak.

Yang di sindir malah tertawa lebar, jelas sekali kalau dapat energi positif.

" Leha ndak gitu Buk, itu karena Bapak ngomongnya bikin adem kan Leha jadi seneng. "

" Halah kamu ini, diomongin baik-baik sama Ibu bawaannya cemberut terus besok-besok Mas mu tak suruh kesini nasehati kamu! " cerocos nya tidak terima.

" Ibuk ndak makan?" tanya bapak.

" Sebentar lagi Pak, belum terlalu lapar Ibuk. "

Setelah dipastikan tidak ada perdebatan lagi, Sholeha hendak beranjak dari duduknya. Ingin berdamai dengan dirinya sendiri, sok kuat pikirnya padahal hendak merenung sedalam dalamnya.

Sholeha masuk ke kamar melihat ponselnya tergeletak di atas kasur. "Nonton drama Korea aja kali biar ndak mumet " gumamnya.

Sungguh beda memang gadis satu ini, terlalu cepat berganti moodnya. Jika orang lain masih kebingungan dengan masalahnya, apalagi perkara putus cinta. Semua orang terbiasa kalau putus cinta, ya pasti nangis dan galau, Sholeha tidak seperti itu.

Apa penyebabnya?

Oh mungkin saja karena terlalu malas berharap pada mantan pacarnya itu. Kata orang hubungan yang lama akan menumpuk banyak kenangan berharga tapi mengapa tidak untuk Sholeha, biasa-biasa saja menurutnya.

Hem......

Kejam sekali Sholeha, terkesan tak berkomitmen tapi itu lah, Ramania Sholeha datar-datar saja orangnya. Mungkin saja karena terlalu kecewa, karena walau bagaimanapun rasa kecewa tidak akan sembuh walau datang berbagai beribu-ribu alasan. Dan ya, Sholeha berhak menyikapi semua masalah hatinya dengan berbagai cara, hanya dia yang bisa memilih cara untuk menyembuhkan lukanya sendiri.

Menonton drama romansa Korea yang begitu manis, akan sedikit membantu memperbaiki suasana hatinya yang tidak karuan. Kemungkinan terbesarnya hanya iri dan ingin menjadi pemeran wanitanya.

***

Kalau kamu bagaimana?

Setelah melepas segala penatnya dengan menonton drama, Sholeha semakin pusing dikala ia malah berfikir akhir jalan ceritanya jadi sad ending.

Malam sudah semakin larut, Sholeha belum juga tertidur. " Kenapa sih jadi bimbang begini, solusi terbaik dan nyaman apa?" tanyanya sendiri dalam hati.

Suara denting jam dinding semakin nyaring terdengar tapi matanya belum juga terpejam, dengan ditemani sepi, Sholeha berucap pada dirinya lagi, " Masih ada hari esok yang mungkin lebih berat, ayo istirahat lah dulu wahai diri "

Dibersamai doa Sholeha pun berhasil tertidur, nyatanya dia terbangun sampai azan subuh berkumandang.

Dinginnya air meresap pada pori-pori Sholeha, begitu dingin dan ngilu membuat matanya lupa kalau semalam susah terpejam. " Ih dingin sekali ... " Terdengar Sholeha sampai menggertakan giginya.

" Baru bangun Nduk, ?" tanya bapak yang hendak berangkat ke masjid.

" Iya Pak, agak kesiangan hehe"

Tidak terdengar bapak menanggapi Sholeha, ia terus melangkah keluar rumah. Sedangkan ibu belum terlihat keluar dari kamar.

Sholeha sholat dengan kusyuk, berdzikir dan berdoa sesuai dengan pinta dan harapannya. Tak dapat dipungkiri jika hidup yang kita jalani tak lepas dari ketentuan dan izin Tuhan, sebagai hamba yang fakir tentulah sepantasnya mengharap perlindungan kepada Nya. Dengan sepuluh kali sholawat saja di pagi hari, yang dijadikan bekal Sholeha untuk menjalani hari ini hingga akhir.

Matahari telah sedikit naik, Sholeha bersiap memulai kerjanya. Dia harus bersiap menyambut anak-anak paud dan mempersiapkan segala perlengkapan bahan ajar guru nanti. Sholeha adalah staf perlengkapan di sana, pekerjaan sederhana yang hampir setahun ia telateni itu cukup untuk membuatnya sedikit bahagia dalam hari-harinya.

Setelah lulus SMA dia tidak meneruskan pendidikannya. Entahlah dia mengapa begitu malas kuliah dulu, sampai ibuk bapaknya saja menyesalkannya.

Setelah berpamitan pada ibunya, Sholeha melajukan motor kesayangannya menuju paud. Setiap harinya ia jalani dengan kegembiraan, apalagi tempatnya yang tidak terlalu jauh dari rumah, membuatnya merasa nyaman dan tak perlu terburu-buru.

Baru beberapa meter ia melaju, seorang ibu menyapa sambil memintanya berhenti. "Mbak Leha, tolong ya anak ku mau barengan berangkatnya, saya ndak sempat antar! " sembari menggandeng Irfan yang sudah rapi dengan seragamnya.

" Oh iya boleh Buk" tak ketinggalan senyum ramah di tampakkan nya.

Melaju dengan berhati-hati Sholeha didekap erat oleh teman kecilnya.

Terkadang ia sendiri merasa telah menjadi ibu muda yang antar jemput anak sendiri. Ah kembali terngiang gambaran kehidupan rumah tangga yang ia idam-idamkan bersama si mantan dulu.

Hem mantan lagi kan ujungnya.

Tak terasa sampailah mereka di halaman sekolah yang riang itu, dengan hati-hati ia menurunkan penumpang kecilnya. "Alhamdulillah sampai juga ya Fan, turun yok Mbak bantu"

" Terima kasih ya Mbak Leha, Irfan masuk dulu" dengan melambaikan tangan pada teman-temannya Irfan mulai berlarian ke dalam kelas.

Terlihat juga para guru mulai berdatangan, dan Sholeha pun masuk ke ruangan kerjanya. Bersiap mencetak soal dan sebagainya. Di tengah keseriusannya terdengar Irma datang dengan menenteng kotak bekal di tangannya.

" Sudah kerja aja kamu Ha, ndak cuti dulu kan lagi patah hati " katanya tiba-tiba, tak lupa pula cengiran di wajahnya.

" Apa sih kamu Ir, aku baik-baik aja kok, ndak perlu lah segitunya" Sholeha menyahuti temannya itu tanpa menoleh sedikitpun dari fokusnya saat ini.

Irma menghampiri sobatnya itu, ada rasa bersalah setelah mendengar perkataan Sholeha tadi. " Apa ndak jadi putus kamu Ha, cuman nunda lamaran aja kan?"

Sholeha menatap Irma lekat-lekat wajah temannya itu, sembari mencari keseriusan atau hanya candaan. " Aku emang batal lamaran juga sudah putus-an "

Irma terdiam sesaat, " Maaf Ha, aku terlihat mengejek ya?" Irma menyentuh pundak Sholeha yang terlihat meninggi.

" Aku ngak marah kok Ir, aku juga lagi berusaha damai sama kenyataan. Cuma berasa aneh aja, ternyata pacaran lama ndak ngaruh juga buat hidupku yang semakin tua semakin ndak jelas, " Ucapnya singkat.

" Ndak ada niat balikan Ha?"

" Lelah aku Ir, ndak akan ada solusinya jika balikan. Mas Arman juga kayaknya ndak ada niat lamar aku. Yang ada aku tuh heran, jadi selama ini kita tuh ngapain coba, rencana ke depan aja gak ada. Bodoh banget kan aku? Kesel sendiri kadang"

Setelah mereka saling diam Sholeha kembali menarik nafas panjang dan berkata" Ternyata un faedah banget "

" Gitu ya Ha, berat banget nyeselnya?" sahut Irma.

" Entahlah "

Mereka berdua sepakat mengakhiri perbincangannya, terlebih hari semakin siang membuat keduanya bergegas beraktivitas. Menjadi pekerja dimana pun tidak akan nyaman jika terlalu banyak membawa masalah pribadi ke dalam aktivitasnya. Membuat fokus terpecah dan tidak bersemangat.

Paud Nusa Bakti, tempat Sholeha membagi waktu dalam kesehariannya.

Belum lama ini menjadi Paud terbaik di sana, lingkungan yang indah dan nyaman membuat pekerjaannya sedikit menumpuk. Kesibukan yang baik untuk hati Sholeha yang sedang tak karuan. Bagaimana pun dia baru saja patah hati.

***

Sholeha masuk ke kamarnya, setelah makan malam. Tiba-tiba ponselnya berdering, panggilan dari Ayu, istri kakaknya.

" Halo, Assalamualaikum Mbak, tumben ada apa? "

" Mbak mau kabari kamu Ha, Mas mu ndak jadi ke rumah, maaf ya Ha. "

" Oh ndak apa-apa Mbak, lagian belum jadi lamaran " jawabnya se-adanya.

Setelah menjelaskan secara singkat Ayu mengakhiri telfonnya. Bahkan Mbak iparnya itu malah menawarkan waktu luang untuk mendengar curhatan Sholeha. Ia cukup senang atas perhatian iparnya itu, namun jelas ia sedikit malu untuk menceritakan nasib buruk percintaannya.

Sholeha berniat kembali duduk bersama ibu bapaknya, tetapi terdengar seperti sedang ada tamu, Sholeha pun mengubah tujuannya menyusul mereka di ruang tamu. Jadilah ia terduduk di meja makan sembari mengupas jeruk yang ia ambil dari kantong plastik.

" Sholeha Nduk, kamu disini?" ucap ibuk kembali dari ruang tamu.

" Siapa Bu? " tanyanya mengabaikan pertanyaan sang ibu.

" Oh itu, Nak Sholeh habis antar barang pesanan Bapak"

" Bapak beli apa lagi Buk?"

Tak terdengar lagi ibu menjawab, dia hanya mengambil kan minum untuk tamunya itu.

Duduk cukup lama menunggu orang tuanya, Sholeha sampai menghabiskan dua buah jeruk disana. Entahlah dia hanya ingin menunggu tamu ayahnya itu pulang dan segera berbincang dengan mereka.

Di saat ia hendak membuang kulit jeruknya, tampak ibu dan bapak, bergabung dengannya. "Sudah pulang Pak tamunya, kok ndak lama?"ceplosnya penasaran.

Bukan dari bapak malahan ibu yang menyahuti. "Kalau lama-lama nanti dikira hendak melamar kamu " selorohnya bernada renyah, tanda hanya sebuah candaan.

" Ah Ibu, emang dia mau sama aku?" tanyanya sembari tersenyum.

" Kalau kamu, mau sama dia?" ucap Sulaiman tiba-tiba.

Sholeha sampai bingung menjawab bapaknya yang terlihat sangat serius.

" Maksud Bapak apa?" tanya Sholeha memastikan.

" Daripada kamu sama Arman, Nak Sholeh jauh lebih siap" celetuk ibu.

" Ibu, ndak boleh loh gitu "

"Bapak serius ini loh Nduk?" ucapnya lagi.

Sholeha terdiam, bagaimana konsepnya ini? dia sudah dijodohkan saja dengan orang lain padahal baru putus cinta, sebegitu cepatnya mereka mendapat target calon menantu.

Sungguh Sholeha baru menyadari jika selama ini ia berpacaran dengan Arman tidak terkesan sama sekali bagi kedua orang tuanya, sangat terlihat jelas, sebab mereka tidak menunjukan prihatin sama sekali atas kegagalan hubungan ini.

Ah sedih sekali ....

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!