"Selamat ulang tahun Laysa."
Suara tepuk tangan terdengar menggema di penjuru ruangan yang megah dengan dekorasi yang mewah, wanita cantik dengan balutan gaun berwarna pink berdiri di depan kue ulang tahun.
Semua mata tertuju padanya tanpa terkecuali karena ia hari ini menjadi bintang utamanya.
"Terimakasih Mama, Papa. Aku sangat senang dengan pesta ulang tahun yang telah kalian persiapkan untuk ku."
Laysa tersenyum menunjukkan sisi manis dan cantiknya di depan banyak orang, kedua orang tuanya tersenyum dan memeluknya dengan lembut.
"Sekarang kau boleh potong kue mu," Diana langsung meminta pelayan untuk memberikan pisau pemotong kue.
Laysa dengan perlahan dan senyuman bahagia mulai memotong kue besar di depannya, potongan pertama ia berikan kepada Diana yang dan potongan kedua di berikan kepada Robert.
"Dan potongan ketiga untuk Kakak."
Semua orang langsung tertuju pada sosok wanita dengan balutan gaun hitam, senyuman yang kaku dan tatapan mata yang tidak berani menatap orang-orang di depannya.
"Terimakasih Laysa." Rachel tersenyum kaku, ia hanya bisa menundukkan kepalanya.
Tatapan sinis dari orang-orang yang hadir di acara ulang tahun Laysa membuat Rachel diam dengan perasaan tidak nyaman.
"Dia kakaknya tapi malah datang dengan menggunakan gaun hitam ke acara ulang tahun adiknya."
"Memangnya dia akan pergi ke pemakaman sampai menggunakan gaun serba hitam, kasihan sekali Laysa yang memiliki Kakak seperti dia."
"Dia bahkan tidak bisa di bandingkan dengan Laysa yang cantik."
Rachel tersenyum kaku saat mendengar semua kritikan dari orang-orang yang hadir di acara Laysa.
Diana yang melihat Rachel hanya bisa menghela nafas dengan tatapan malas, ia seakan tidak peduli dengan Rachel yang berada di sampingnya.
"Selamat ulang tahun, Laysa." Seorang pria dengan setelan rapi membawa sebuah bunga mawar dan juga kotak hadiah berwarna merah muda.
"Kak Erik, kau datang?!" Laysa berjalan dengan senyuman bahagia, Erik langsung memberikan hadiah untuk Laysa.
"Ini hadiah untukmu," ucap Erik.
"Terimakasih Kak, aku sangat senang."
Rachel terdiam dengan tatapan mata yang sulit di artikan saat melihat pemandangan dua sejoli yang nampak sangat serasi, bahkan suara tepuk tangan saat melihat kemesraan keduanya membuat Erik dan Laysa hanya bisa tersenyum malu.
Diana berbalik dengan tangan yang memegang tangan Rachel, ia membawa wanita itu keluar dari aula tempat dimana Laysa menggelar pesta ulang tahun.
"Rachel, apa yang sebenarnya kau pikirkan?! Kau menggunakan pakaian serba hitam ke acara ulang tahun adik mu sendiri?"
"Ma, tapi Laysa yang memberikan gaun ini kepada ku." Jelas Rachel.
"Cukup yah, bukannya sadar akan kesalahan mu. Kau malah memfitnah Laysa," Maki Diana yang kesal.
"Ma, aku tidak berbohong." Jawab Rachel dengan nada tegas.
"Cukup, sekarang kau pulang saja dan jangan mengacau di pesta ulang tahun adik mu."
Rachel terdiam, "Ma, bagaimana dengan besok? Besok ulang tahun ku."
Diana terdiam dengan tatapan dingin dan tajam, "Kau sudah besar, untuk apa merayakan ulang tahun. Lagi pula uang ku sudah habis, dan jangan bersikap manja seperti anak kecil yang ingin ulang tahunnya di rayakan."
Diana langsung pergi begitu saja meninggalkan Rachel sendirian di luar gedung, seorang supir langsung menghampiri Rachel dan mengajaknya untuk pulang karena ini adalah perintah dari Diana.
Di dalam mobil Rachel hanya bisa memejamkan matanya dan sesekali terbuka dengan mata yang melihat ke arah luar.
"Dia hanya anak pungut tapi dia di sayang lebih dari ku yang anak kandungnya."
Sesampainya di rumah Rachel langsung masuk ke dalam kamar, kamar yang cukup besar dengan dekorasi yang lumayan rapi tapi tidak bisa di bandingkan dengan kamar Laysa yang lebih besar dengan dekorasi yang sangat mewah dan di isi oleh barang-barang mahal.
Rachel membaringkan tubuhnya di atas ranjang, ia hanya bisa menghela nafas dan tidak bisa berpikir jernih.
Rasa iri dan kesal mulai menyelimuti hatinya, ia bahkan tidak habis pikir Ibunya sama sekali tidak mempercayai kata-katanya.
Rachel yang mulai mengantuk pun memilih untuk tidur tanpa mengganti pakaiannya.
Di pagi hari yang cerah, Rachel sudah terbangun dengan suasana hati yang kesal. Ia melihat kemesraan kedua orang tuanya dengan Laysa.
"Jam segini kau baru bangun?" tanya Diana dengan nada dingin.
Rachel hanya diam dan memilih mengabaikan perkataan ibunya, "Dasar anak tidak punya sopan santun, aku berbicara dengan mu dan kau malah mengabaikan ku." Maki Diana kesal.
"Mama, jangan marahi Kakak mungkin Kakak sedang lelah." Laysa dengan nada lembut berusaha untuk menjadi pembela Rachel.
"Rachel, apa yang kau lakukan di pesta ulang tahun Laysa sungguh sangat keterlaluan. Kau malah menggunakan pakaian hitam ke pesta ulang tahun adik mu sendiri," Robert tiba-tiba angkat bicara terkait pakaian yang di gunakan oleh Rachel.
"Kenapa kalian malah menyalahkan ku, Laysa lah yang meminta ku untuk menggunakan pakaian itu. Dia yang memberikan gaun hitam itu kepada ku dan meminta ku untuk memakainya," Rachel melihat ke arah Laysa yang menatapnya dengan tatapan mata berkaca-kaca.
"Kak aku tidak pernah meminta mu menggunakan gaun hitam, jika kau marah kepada ku, aku tidak pernah mempermasalahkannya tapi kenapa kau juga harus memfitnah ku." Laysa mengatakan hal itu dengan mata yang berkaca-kaca.
Diana langsung mengelus kepala putrinya dan berusaha untuk menenangkannya, "Rachel, kenapa kau terus mengganggu Laysa." Ucap Diana dengan marah.
"Kenapa sih kalian terus membela Laysa, dia itu hanya anak pungut! Bahkan kalian lebih menyayanginya dari pada aku yang merupakan anak kandung kalian sendiri."
Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Rachel, ia menatap Robert yang menatapnya dengan tatapan marah.
"Jaga ucapan mu itu, Rachel! Kau seperti orang yang tidak di sekolah kan, ucapan mu itu sangat keterlaluan."
Rachel terdiam dan tersenyum mengejek, ia langsung berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan mereka bertiga.
Di ruang makan, Rachel memilih untuk diam dan tidak bersuara sama sekali. Ia sesekali melihat bagaimana kedua orangtuanya memberikan perhatian lebih untuk Laysa.
"Papa, bagaimana dengan mobil sport yang ku minta untuk hadiah ulang tahun ku?" tanya Laysa dengan mata penuh harap.
"Mobilnya akan datang nanti siang dan semuanya sudah sesuai dengan apa yang kau inginkan." Jawab Robert dengan senyuman hangat.
"Terimakasih Papa, aku sayang Papa." Jawab Laysa yang bangkit dan memeluk ayahnya.
Rachel hanya diam dan tidak mau bicara, hatinya terasa panas saat mendengar hadiah yang di terima oleh Laysa di hari ulang tahunnya.
Bahkan kedua orangtuanya pun tidak mengucapkan selamat ulah tahun kepadanya yang merupakan putri kandung mereka.
"Kakak, apa Kakak ingin mencoba mobil sport milik ku?" tanya Laysa dengan senyuman hangat.
Rachel tersenyum dan menolaknya dengan lembut. "Tidak, aku tidak ingin membuat mobil sport baru mu menjadi kotor." Jawab Rachel dengan senyuman terpaksa.
"Benar yang di katakan Rachel, mobilnya akan kotor atau lecet." Diana menyetujui perkataan Rachel yang membuat wanita itu terdiam dengan senyuman pahit.
Rachel mulai bangkit dan kembali ke kamarnya untuk segera bersiap ke kampus, ia pergi menggunakan angkutan umum dan sangat berbeda jauh dengan Laysa.
Rachel berjalan pelan dengan menggunakan baju kemeja putih yang tidak dikancingkan dengan tank top berwarna hitam dan celana jeans hitam.
Matanya melihat ke arah Laysa yang tengah tertawa bahagia saat melihat mobil sport barunya.
Tanpa berpamitan Rachel langsung pergi begitu saja meninggalkan kedua orangtuanya, ia berjalan keluar dari perumahan dan langsung naik angkutan umum.
Di tengah perjalanan Rachel melihat jalanan yang macet parah, ia juga melihat cuaca yang mulai mendung.
Cukup lama berada di dalam angkot, Rachel mulai kesal dan jenuh ia terus melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB dan sebentar lagi mata kuliah segmentasi khalayak akan segera di mulai.
Dengan menghela nafas berat, Rachel langsung turun dari angkot. Dia mulai mencari jalan pintas dengan melewati gedung-gedung kosong yang sudah terbengkalai.
Rachel menatap gedung-gedung kosong dan terbengkalai yang berada di sepanjang jalan, ia melihat google map yang menunjukkan arah jalan pintas yang paling dekat.
Hingga cuaca tiba-tiba mulai berubah, angin terus berhembus sangat kencang. Rachel mulai berjalan dengan cepat, tapi langkahnya langsung terhenti saat mendengar suara teriakan dari arah gang berada di samping gedung kosong.
Rasa penasaran mulai muncul, Rachel mengira bisa saja itu orang yang butuh bantuan. Dengan langkah perlahan wanita itu mulai berjalan ke arah gang, hingga langkahnya berhenti di sebuah gedung kosong.
Terdengar suara gaduh dari dalam, Rachel pun mulai berjalan masuk. Jantungnya terus berdetak dengan kencang, hingga langkahnya kembali terhenti saat kakinya menginjak cairan lengket yang ada di atas tangga.
"Ih, apaan nih?" Gumam Rachel, ia kembali melangkah menuju lantai atas.
Suara gaduh terus terdengar dari sebuah ruangan, dengan langkah perlahan Rachel mulai mendekat ia perlahan mengintip apa yang tengah terjadi.
Tapi matanya seketika langsung membulat sempurna saat melihat seorang pria tengah di ikat dan di depannya ada seorang pria dengan senjata api.
Rachel juga melihat beberapa orang yang berada di belakang pria itu.
"Beraninya kau mencuri persediaan senjata dan obat-obatan milik ku, apa kau mengganggap remeh kepada ku?" tanya seorang pria yang Rachel tebak ia adalah bos nya.
"Maafkan aku Bos Jeki. Tolong beri aku kesempatan!"
Pria bernama Jeki hanya tersenyum dan langsung mengarahkan pistolnya dan menembak tepat di kening pria itu.
Rachel yang menyaksikan pembunuhan tersebut, perlahan mulai berjalan mundur tapi kakinya malah menyenggol sebuah kaleng cat yang membuat orang-orang yang ada di dalam ruangan langsung melihat.
Rachel yang panik langsung berlari dengan cepat, anak buah Jeki segera keluar dan hendak mengejar.
"Hentikan, biar aku saja. Kalian urus mayat itu," Jeki langsung berjalan mengikuti orang yang berani mengintip kegiatannya.
Deg.. Deg.. Deg..
Jantung Rachel terus berdetak dengan kencang, ia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Hingga hujan tiba-tiba turun dengan deras, Rachel bisa melihat sosok pria yang mulai keluar dari gedung.
"Tidak..." Teriak Rachel dengan nada pelan, ia langsung berlari untuk bersembunyi.
Rachel melihat sebuah rumah tua yang terbuka tanpa banyak berpikir Rachel langsung masuk ke dalam, ia mulai berjalan dan mencari tempat sembunyi.
Hingga di lantai 2 Rachel melihat pria itu menatapnya di tengah derasnya air hujan, rasa takut mulai menyelimuti Rachel.
Wanita itu terus mencari tempat sembunyi, hingga Rachel melihat sebuah ranjang kasur, tanpa pikir panjang Rachel langsung bersembunyi di bawah ranjang tua yang berada di lantai 3.
Tangannya mulai meraba-raba saku celananya, ia mencari handphone untuk menelpon sahabatnya tapi Rachel tidak menemukan ponselnya dimana pun.
Deg...
Jantung Rachel mulai berdetak kencang, nafasnya seperti tercekik dan tidak berani bersuara saat sebuah sepatu basah dan berlumpur mulai masuk ke dalam kamar.
Jeki tersenyum saat melihat bekas air hujan yang mengarah ke bawah ranjang, ia mulai mengeluarkan handphone yang baru saja ia temukan.
"Nona kecil..." Panggil Jeki.
Rachel seperti tidak bisa bernafas, jantungnya terus berdetak dengan kencang saat pria itu memanggilnya.
"Kau pasti sedang mencari handphone mu, dimana kau?" tanya Jeki dengan senyuman di wajahnya.
Ia mulai membuka lemari pakaian, perlahan Jeki berjalan ke arah ranjang dan duduk di atas ranjang yang berdebu.
"Nona kecil dimana kau bersembunyi?" tanya Jeki yang mulai mengetuk-ngetuk ranjang yang tengah ia duduki.
Rachel hanya bisa memejamkan matanya, hingga sebuah tangan kekar menarik tangannya dan menyeretnya keluar dari kolong ranjang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!