NovelToon NovelToon

KEMBALI KE MASA SEKOLAH KU

Clarissa

" Jangan .... tolong ... jangan bunuh putriku !" teriak seorang gadis dari atas ranjang.

Wajahnya nampak gelisah . Meskipun dengan mata terpejam, air matanya tidak berhenti mengalir.

Wanita paruh baya yang sebenarnya ingin membangunkannya jadi panik sendiri. Dengan lembut dia mencoba menggoyang tubuh gadis itu agar terbangun dari tidurnya.

" Nona ... bangun..." panggil wanita itu dengan lembut .

" Tidak ...!" pekik gadis itu .

" Nona..."

" Tolong ... jangan... jangan !"

" Nona !" teriak wanita paruh baya itu yang sudah hilang kesabaran. Ternyata hasilnya tidak sia-sia.

" Hu hu hu ."

Gadis itu bangun dengan keringat yang membanjiri tubuhnya . Nampak sekali raut ketakutan dari wajahnya .

" Nona tidak papa ?" tanya wanita paruh baya itu dengan khawatir.

Gadis itu diam saja . Dia malah melihat kondisi sekitarnya. Bukankah ini kamar rumahnya. Kenapa dia bisa ada disini?

" Bi Siti..." panggil gadis itu dengan lirih .

" Iya nona," jawab bi Siti dengan lembut.

Bi Siti merupakan pembantu yang bekerja di rumah orang tuanya. Sudah lama Clarissa tidak bertemu dengannya.

" Kok saya bisa ada di sini, Bi?"

" Ha ?"

Bi Siti tentu saja bingung mau menjawab apa. Bukankah ini memang kamarnya. Kalau tidak di kamar ini memangnya mau tidur dimana lagi.

Clarissa pun bingung. Dalam ingatan terakhirnya ia sedang di culik . Dia di tempatkan di ruangan kosong yang kotor dan berdebu.

Sebelum hilang kesadaran ia mengingat sepupunya menendang perutnya yang sedang hamil. Ia pun secara refleks mengelus perutnya.

deg !

Clarissa memandang perutnya yang datar. Air mata yang tadi sudah berhenti kini mengalir lagi.

" Dimana putriku bi ?"

Pertanyaan dari Clarissa membuat bi Siti melongo. Putri dari mana coba. Menikah saja belum.

" Maksud nona?"

" Dimana putriku, Bi?"

Clarissa tidak memperdulikan raut wajah pembantunya. Dia hanya mengingat tentang putri yang masih belum ia lihat wajahnya.

" Putri apa maksudmu ?" tanya seseorang yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya.

Seorang pria paruh baya masuk dengan wajah mengeras. Nampak sekali jika beliau sangat marah.

Dia merupakan Daniel mananta papa dari Clarissa. Disampingnya ada sang istri yang menatap Clarissa dengan tajam.

Kedatangan mereka tentu saja membuat Clarissa dan ni Siti terkejut. Apalagi Clarissa, dia memandang kedua orang tuanya dengan penuh kerinduan.

" Mama ... papa ..." gumam Clarissa dengan lirih .

" Putri apa maksudmu?" tanya sang papa dengan suara yang menggelegar.

" Putriku _"

" Maaf tuan besar nona mengalami mimpi buruk . Mungkin nona bermimpi sudah menikah dan mengandung ," ucap bi Siti menyela ucapan Clarissa.

Dia tidak tega melihat nona muda nya di bentak seperti itu . Meskipun kemungkinan kemarahan itu beralih padanya .

" Kamu yakin ?" tanya Daniel pada pembantunya itu .

Bi Siti terdiam .Dia pun bingung mau menjawab apa . Namun dia masih menganggukkan kepalanya.

" Sebentar ... Mama mempunyai persediaannya tes kehamilan yang masih bisa digunakan," ucap Sandra yang tak lain mama dari Clarissa.

" Ngapain mama memiliki tes kehamilan?" tanya Daniel heran.

" Jawabnya nanti saja . Sekarang yang penting kita periksa dulu nih anak ."

Tanpa menunggu banyak waktu, Sandra langsung keluar dari kamar itu . Kini yang ada di dalam kamar itu hanya tinggal Clarissa , Daniel dan Bi Siti .

Daniel menatap Clarissa seperti elang yang siap menerkam mangsanya . Membuat Clarissa gugup dan menundukkan pandangannya.

" Awas aja kalau kamu benar-benar hamil !" peringat Daniel dengan tajam .

" Bukankah papa juga sudah tahu kalau Cla hamil . Papa kan ikut merayakan acara tujuh bulanan. Kenapa papa bisa lupa?" tanya Clarissa heran.

Deg !

Kini Daniel membenarkan ucapan Bi Siti. Pasti Clarissa memang bermimpi sudah menikah dan mengandung.

Saat Daniel hendak mengeluarkan suara, Sandra datang kedalam kamar dengan tergesa-gesa. Dia langsung menyuruh Clarissa untuk langsung memeriksanya.

" Ayo sekarang kamu cek," ucap sandra sambil memberikan satu tes kehamilan pada Clarissa.

Clarissa memandang kedua orang tuanya dengan bingung. Jika saat ini perutnya sudah kembali rata, bukankah bayinya sudah keluar.

" Kenapa diam saja? Ayo sekarang kamu cek!"ucap sandra memberi perintah.

Daniel ingin menghentikannya. Namun jika dipikir lagi lebih baik Clarissa memeriksanya agar semuanya menjadi jelas.

" Tapi _"

" No protes ... No debat... se - ka - rang!"

Clarissa pun mengambil tes kehamilan dari tangan sang mama dan membawanya ke kamar mandi . Karena dia sudah pernah melakukannya, jadi tidak perlu lagi membaca cara penggunaannya.

Setelah selesai, Clarissa langsung keluar dan memberikan tes itu pada sang mama . Betapa bersyukurnya sang mama saat melihat hasil tes itu .

Sekarang dia yakin dengan ucapan BI Siti, kalau sang putri pasti mengalami mimpi sudah berumah tangga .

" Bagaimana ma ?" tanya Daniel dengan tegang .

" Rileks pa ... Anak ini memang belum bangun dari mimpinya," ucap Sandra dengan penuh kelegaan.

" Syukurlah..."

Daniel benar-benar lega. Apa yang di khawatirkan tidak terjadi.

Hanya tinggal Clarissa yang masih bingung dengan keadaan ini. Dia mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

" Kok malah bengong. Buruan mandi! Jangan sampai kamu terlambat lagi ke sekolah . Ingat...sebentar lagi kelulusan."

" Sekolah ?"

Otak Clarissa seketika linglung. Apa mungkin dirinya mengalami pengulangan waktu?

" Malah bengong. Cepetan Clarissa !" bentak Daniel saat melihat Clarissa hanya bengong.

" Sudah pa ... jangan marah-marah terus . Ingat darah tinggi papa ."

Sandra mengelus pundak suaminya dengan lembut. Berharap emosinya segera mereda.

" Jangan salahkan papa. Salahkan saja nih anak. Apa dia tidak bisa jika tidak membuat keributan sehari saja?" protes Daniel yang tidak terima disalahkan. Dengan cemberut dia keluar dari kamar Clarissa.

Brak!

Sandra hanya geleng-geleng kepala menghadapi sang suami yang senang sekali berdebat dengan putrinya. Padahal dulu diantara ketiga anaknya, Daniel paling dekat dengan Clarissa.

" Mandilah... sudah waktunya kamu sekolah . Jangan membuat papamu kembali marah ," ucap Sandra dengan lembut.

Meskipun bingung Clarissa menurut. Dia berjalan ke kamar mandi dengan linglung. Namun begitu ia memasuki kamarnya....

deg !

Tubuhnya mematung melihat wajahnya di cermin yang ada di dekat wastafel.

" Wajah ini ...," gumam Clarissa sambil terus melihat pantulan wajah yang terlihat dari cermin .

Clarissa memegang wajahnya. Wajah itu nampak putih mulus berbeda jauh dengan terakhir kali ia bercermin.

Kehamilannya membuat tubuhnya melar . Wajahnya juga kusam dengan jerawat yang tumbuh menghiasi wajahnya. Berbeda jauh dengan wajah yang saat ini ia lihat .

Saat membuka pakaiannya nampak sebuah liontin putih berbentuk bulan sabit menghiasi lehernya. Ia ingat , liontin itu diberi oleh seorang wanita beserta dengan kalungnya.

" Kalung ini ... mungkinkah aku benar-benar kembali di masa sekolah?" gumam Clarissa dengan pandangan kosong.

Tok tok tok

" Non ... buruan... semua sudah pada berangkat. Nanti nona terlambat!" teriak bi Siti dari luar.

Suara bi Siti menyadarkan Clarissa. Dia segera membuka pakaiannya. Kemudian membersihkan tubuhnya dengan agak cepat.

" Non..."

" Iya Bi... sebentar. Tolong siapkan seragam buat hari ini," pinta Clarissa dari dalam kamar mandi.

Mendengar ucapan Clarissa, bi Siti mengambil seragam Clarissa yang ada di dalam lemari. Setelah itu meletakkannya di atas ranjang.

" Seragamnya sudah bibi letakkan di atas ranjang. Bibi kembali ke dapur ya? "

" Oke!"

Setelah mendapat persetujuan dari clarissa , bi Siti keluar dari kamar itu.

Tak lama kemudian Clarissa pun selesai. Dia langsung keluar dari kamar mandi dan mengambil seragam yang ada di atas ranjang.

Clarissa memakai seragam yang menurutnya sangat ketat. Dia sampai geleng-geleng kepala melihat tampilannya di cermin..

" Ha ... sepertinya gua memang kembali ke masa sekolah," gumamnya.

" Kenapa dulu gua suka banget baju kayak lontong gini . Sepertinya nanti gua harus beli seragam lagi deh."

Dahulu Clarissa memang suka berpakaian mini dan seksi . Berharap keseksian tubuhnya menarik perhatian lelaki pujaannya.

" Semangat Cla.... ini kesempatan kedua untukmu. Jangan sampai kamu bertindak bodoh lagi ."

Setelah mengucapkan hal itu , Clarissa langsung mengambil tasnya . Kemudian keluar dari kamar dengan langkah lebar .

Suasana rumah cukup sunyi . Semua orang sudah pergi ke tempat masing-masing. Tinggal beberapa pembantu rumah tangga.

" Tidak sarapan dulu non ?" tanya bi Siti yang melihat nona mudanya hendak berangkat.

" Tidak keburu bi . Kalau boleh saya minta bekal saja buat sarapan di sekolah."

" Kalau itu sudah saya siapkan non . Saya kira non Cla tidak mau membawanya ."

" Terima kasih ya bi ... saya berangkat dulu."

Setelah berpamitan pada bi Siti , Clarissa langsung berjalan keluar rumah . Tidak ada satu sopir pun disana terpaksa Clarissa harus menggunakan motor . Jika naik angkot pasti akan tiba lebih lama lagi .

Hukuman

Setibanya di sekolah, gerbang sudah tertutup. Clarissa turun dari motor dan pergi ke pos penjagaan. Dia meminta satpam untuk membuka gerbangnya.

" Bukain gerbangnya dong pak ," pinta Cla dengan melas .

" Aduh ... makanya jangan suka telat neng . Kenapa sih hari-hari telat melulu . Bapak aja sampai bosan loh lihat neng dihukum," ucap sang satpam sambil geleng-geleng kepala.

" He he he peace pak ... besok-besok nggak lagi deh," bujuk Clarissa.

" Neng ma obral janji mulu nggak pernah di tepati . Tetapi tunggu ... kok sepertinya ada yang berubah ya ? ini bener neng Clarissa kan ?" tanya sang satpam sambil meneliti Clarissa dari atas kebawah .

" Lah dari tadi bapak kira saya siapa, Pak ?" tanya Clarissa bingung.

Dia memang sudah sangat akrab dengan pak satpam. Karena dia sudah menjadi langganan siswa terlambat.

" Ya neng Clarissa sih , tapi kok bapak lihat ada yang beda gitu . Apa ya neng ?" tanya pak satpam itu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

" Mana saya tahu . Kan bapak yang nilai ."

" Oh ... sekarang bapak tahu . Neng Clarissa saat ini kelihatan lebih seger dari hari-hari biasa ."

" Memangnya biasanya nggak seger ya pak ?"

" Sebelumnya maaf loh neng, tapi berhubung neng Clarissa sudah berubah maka Bapak nggak akan sungkan lagi ."

" Memangnya kenapa sih pak ?"

" Biasanya wajah neng udah kayak pelangi . Cantik sih cantik tapi gimana ya ... nggak cocok sama umur. Sekali lagi maaf kalau ucapan bapak membuat neng Clarissa tersinggung. "

" Jadi _"

" Ini yang disebut murid rajin . Sudah telat malah ngobrol sama satpam . Bapak juga ... bukannya siswanya disuruh masuk malah diajak ngobrol ," sindir seseorang yang baru masuk kedalam pos penjagaan.

" He he he maaf pak . Begini loh pak , menurut pak Herman neng Cla bagaimana?"

" Bagaimana apanya?"

" Lihat dulu dong pak !"

Pak Herman menuruti ucapan sang satpam . Dia menatap Clarissa dari atas kebawah.

" Nampak lebih segar sepertinya pak . Mungkin tadi dia lupa melukis wajahnya. Betul tidak, Cla ?"

" Bapak tahu saja . Tapi Cla cantik tidak pak ?"

" Cantikan istri bapak dirumah lah ," jawab pak Herman santai . Baginya tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istrinya dirumah.

" ..."

" Sudah... sudah kok malah ngobrol. Sekarang kamu masuk dan letakkan motormu di parkiran, setelah itu temui bapak di lapangan."

" Siap pak !"

Satpam membuka pintu gerbang. Clarissa langsung masuk kedalam . Motornya ia tuntun hingga ke parkiran.

Melihat hal itu sang satpam langsung melongo . Begitu pun dengan pak Herman. Tumben banget Clarissa bersikap sopan ?

" Kok nggak dinaikin aja neng ... masih jauh loh parkirannya."

" Sekalian pemanasan pak . Sebentar lagi pasti di hukum sama pak Herman. Betul nggak pak ?"

" Syukur deh kalau sadar diri ," sindir pak Herman.

Mendengar sindiran sang guru Clarissa hanya meringis. Dengan cepat dia menuntun motornya sampai ke parkiran.

Setelah meletakkan motor , Clarissa pergi ke lapangan . Badannya penuh dengan keringat. Meskipun begitu tidak mengurangi kecantikannya. Bahkan beberapa siswa yang tak sengaja berpapasan dengannya sampai terpesona.

Pak Herman sudah berdiri di tengah lapangan. Di tangannya ada sebuah bola basket . Entah apa yang akan dilakukan olehnya.

" Saya sudah siap Pak ," ucap Clarissa begitu berdiri di depan pak Jerman.

" Karena saya sudah bosen memberikan hukuman bersih-bersih, sekarang saya mau kamu memasukkan bola basket ini kedalam ring. Jika kamu bisa memasukkan bola ini sebanyak dua puluh lima kali kamu boleh istirahat dan masuk kedalam kelas ."

" Bapak bercanda kan ?"

" Apa menurutmu saya tipe orang yang suka bercanda ?"

Clarissa menggelengkan kepalanya. Menurutnya guru didepannya sangat serius saat memberikan hukuman.

" Kalau begitu ... mari kita mulai !"

Clarissa hendak mengambil bola yang ada ditangan pak Herman . Namun pak Herman tidak memberikannya malah mendribble bola itu .

" Loh ... katanya saya suruh memasukkan kedalam ring, kok malah bapak mainin," protes Clarissa.

" Rebut dong bolanya !"

" What !"

" Ayo... jangan bengong melulu !"

Clarissa pun berusaha untuk merebut bola ditangan pak Herman . Baginya itu merupakan hal sulit . Sebab dia tidak pandai bermain basket begitupun dengan olahraga lainnya.

Waktu semakin berputar. Clarissa sama sekali belum bisa merebut bola itu dari tangan sang guru .

Hingga liontin yang ia gunakan mengeluarkan cahaya . Tidak ada yang menyadarinya, sebab keduanya fokus dalam pertandingan.

Entah dapat kekuatan dari mana , Clarissa tiba-tiba mendapatkan tambahan tenaga . Dia juga bisa membaca gerakan pak Herman .

Dengan gesit Clarissa meraih bola ditangan pak Herman . Kemudian ia mendribble bola itu dan memasukkannya kedalam ring . Padahal jaraknya dengan ranjang basket masih jauh .

shoot!

Tak pernah ia duga jika bola itu masuk tepat sasaran . Pak Herman serta beberapa siswa yang turut melihat atraksi itu melongo .

" Ayo pak ... jangan bengong aja !" sindir Clarissa sambil mendrible bola.

" Jangan senang dulu anak muda . Sekarang mari kita lihat , apakah kamu bisa tersenyum setelah ini," ucap pak Herman dengan semangat.

" Siapa takut ?"

Pertandingan makin seru . Berkali-kali Clarissa merebut bola dari tangan pak Herman . Hingga dalam kurang dari tiga puluh menit , Clarissa mampu memasukkan bola kedalam ring hingga dua puluh lima kali .

" Bagaimana pak ... apa sekarang saya sudah boleh masuk kelas ?"

" Ha ... tunggu !"

" Ada apa lagi sih pak . Katanya tadi kalau saya berhasil memasukkan bola dalam ring dua puluh lima kali hukuman selesai ."

" Memangnya kamu tidak ingin tahu , kenapa saya memberikan hukuman ini padamu ?"

" Setahu saya nih ya pak ... hukuman apapun harus diterima murid yang melakukan pelanggaran, asal tidak melanggar hukum . Jadi terserah pak herman mau kasih hukuman apa pada saya ."

Plok plok plok

" Eh ... pak Budi . Apa kabar nih pak ?"

" Bagus juga kata-kata mu tadi . Sekarang tolong jelasin pada saya _"

" Jelasin apa ya pak ... perasaan saya jadi nggak enak gini ."

" Kalau ada orang ngomong tuh jangan suka motong !"

" Kirain tadi bapak sudah selesai ngomongnya. Kalau gitu ya silahkan dilanjutkan lagi pak ."

" Sebenarnya yang menyuruh pak Herman memberikan hukuman tadi itu saya . Kamu tahu alasannya apa ?"

" Ya nggak tahu lah pak . Bapak aja belum bilang sama saya ."

" Karena sejak kelas sepuluh hingga kelas dua belas nilai olahraga kamu selalu merah ."

" Tapi saya kok bisa naik kelas ya pak ?"

" Apa mau ke kelas sepuluh lagi ?"

" Ya nggak lah pak ... nanti apa kata dunia jika tahu Clarissa turun kelas ."

" Ya makanya kamu tuh harus rajin belajar . Sudah nilai akademiknya pas-pasan, nilai non akademiknya dibawah standar. Untung nih yaa bapak masih punya perikesiswaan kalau tidak entah apa jadinya dirimu sekarang ."

" Widih ... Pak Budi keren bisa membuat kosa kata baru . Emang ada ya pak perikesiswaan gitu ?"

Pak Herman geleng-geleng kepala mendengar perdebatan kedua orang itu . Padahal mereka masih di tengah lapangan. Apa nggak takut jadi bahan tontonan?

Sepertinya pak Herman sendiri tidak sadar, bahwa tindakannya tadi membuat para siswa bergosip ria .

Setelah mendapatkan wejangan panjang kali lebar, akhirnya Clarissa bisa masuk kedalam kelas nya.

Jam Kos

Tok tok tok

Clarissa mengetuk pintu ruang kelasnya. Bu guru yang sedang mengawasi para murid menoleh kearahnya.

" Masuk!"

" Terimakasih bu. Maaf sudah terlambat," ucap Clarissa dengan sopan.

" Bagaimana hukumannya?" tanya bu guru sambil menatapnya dengan tajam.

" Sudah selesai Bu," jawab Clarissa dengan jujur .

" Kenapa tadi bisa telat ?"

" Clarissa kan emang ratunya telat, Bu. "

Belum juga Clarissa menjawab, salah satu dari temannya mengeluarkan suara. Mendengar hal itu tidak membuat Clarissa marah.

" Senang disebut sebagai ratu telat ?" tanya sang guru yang dijawab dengan gelengan kepala olehnya.

" Maaf Bu. "

" Lain kali usahakan untuk tidak terlambat lagi. Ingat... sebentar lagi kelulusan. Jangan sampai gara-gara keterlambatan, kamu tidak bisa lulus," ucap sang guru memberi nasehat.

" Baik bu, akan saya usahakan untuk tidak terlambat lagi."

" Duduk lah! Kerjakan soal yang sudah saya tulis di papan tulis, " ucap sang guru memberi perintah.

" Baik Bu, terimakasih. "

Setelah itu Clarissa berjalan ke arah bangkunya. Bangku Clarissa berada di barisan tengah urutan ketiga.

Clarissa satu bangku dengan Muhammad Ibrahim. Biasa dipanggil Baim.

Tidak ada acara saling sapa maupun say hello. Sebab Baim merupakan salah satu siswa yang tidak menyukainya.

Clarissa meletakkan tasnya di atas bangku dan mengambil buku sesuai mata pelajaran. Setelah itu lanjut menulis soal yang sudah ada di papan tulis .

Baru juga membaca soal , rasanya Clarissa sudah malas untuk mengerjakannya. Jika itu masih Clarissa yang dulu pasti dia akan menjawab asal-asalan.

Clarissa berusaha keras untuk mengerjakan soal itu . Tanpa seorang pun tahu kalung miliknya bersinar. Jangankan orang lain , Clarissa sendiri tidak mengetahuinya.

Dia sangat kaget saat merasakan bahwa soal itu muda ia kerjakan . Padahal saat awal membaca tadi dia sudah kesulitan. Namun dari pada memikirkannya, lebih baik menyelesaikan soal itu .

Waktu berjalan semakin cepat. Tidak terasa sudah tiga puluh menit Clarissa mengerjakan soal tersebut.

" Waktu kurang dari lima belas menit ," ucap sang guru .

Tidak ada yang menyahut . Semua sibuk dengan tugas masing-masing. Pandangan guru jatuh pada Clarissa.

Guru itu sangat kaget saat melihat ekspresi wajahnya. Tidak terlihat wajah frustasi malah wajah Clarissa nampak santai .

" Selesai ! Semua dikumpulkan ke depan !" titah sang guru saat waktu yang ia beri sudah habis .

" Kurang sedikit Bu ," teriak salah satu siswa .

" Tidak ada tambahan waktu . Cepat kumpulkan ke depan !" titah sang guru tanpa mau di ganggu gugat .

Satu persatu membawa tugasnya maju kedepan . Begitupun dengan Clarissa. Setelah itu ia kembali ke bangkunya.

" Semua sudah selesai ?"

" Sudah Bu ."

" Baik, setelah ini mata pelajaran apa ?"

" Agama Bu ..."

" Kalau begitu tunggu Pak Ridwan dengan tenang . Jangan ada yang keluyuran. Mengerti !"

" Siap di mengerti ."

" Baik ... pelajaran saya selesai untuk hari ini . Kita berjumpa lagi pada kesempatan yang akan datang . Assalamualaikum..."

" Wa alaikum salam warahmatulloh."

Guru itu meninggalkan kelas . Suasana yang hening tiba-tiba ramai seperti pasar .

Tok tok tok

" Perhatian!" ucap ketua kelas sambil berdiri di depan . Dia juga yang mengetuk papan tulis agar dirinya diperhatikan.

" Yes pak ketu ," ujar salah satu siswa.

" Hari ini pak Ridwan ijin tidak masuk . Kita disuruh melanjutkan soal yang ada dibuku . Semua harus mengerjakan dan dikumpulkan saat jam mata pelajaran berakhir ."

" Yes ... jam kos !" pekik beberapa siswa dengan girang .

" Jangan girang dulu . Boleh main asal jangan rame dan kerjakan semua soal dengan baik ."

" Baik pak ketu!"

Setelah menyampaikan hal itu , ketua kelas kembali ke bangkunya. Clarissa mengambil buku yang ada di dalam tas . Kemudian ia meletakkannya di atas meja.

Saat sibuk mengerjakan tiba-tiba ada yang menghampirinya. Dia merupakan teman Clarissa satu-satunya. Namanya Aileen.

" Kenapa gua telpon nggak Lo angkat sih ?" tanya sang sahabat kesal .

" Berisik!" sentak Baim dengan keras.

" Sorry bro ... jangan galak-galak nanti tambah cakep loh ," kata Aileen dengan genit .

Tanpa menanggapi godaan Aileen, Baim pun meninggalkan kursinya . Dia menghampiri temannya yang duduk sendiri.

Andai saja dia boleh memilih , Baim lebih suka duduk di samping Heaven . Tapi semua sudah diatur oleh wali kelasnya.

Karena kursi Baim sudah kosong, Aileen pun duduk di kursi itu. Kemudian dia menatap sahabatnya tajam .

" Kok lo nggak makasi make up yang biasanya?" tanya Aileen saat mengetahui ada yang berbeda dengan tampilan sahabatnya.

" Kenapa ?"

" Jawab aja nggak usah ngelak . Lo nggak pakai makeup yang udah gua beli , kan ?"

Clarissa mengangguk . Aileen nampak emosi mendengarnya . Namun dengan sekuat tenaga dia meredam emosinya. Dia tidak ingin Clarissa mengetahui sisi lain darinya .

" Pasti habis ya ... tenang saja , nanti gua belikan lagi . Lo tinggal mengganti saja uangnya."

" Tidak perlu," tolak Clarissa tanpa banyak fikir.

" Kenapa ? Lo masih ingin dekat dengan Steven kan . Maka lo harus turuti perintah gua . Steven suka _"

" Kalau dia suka dengan penampilan yang bermake-up tebal , kenapa hingga sekarang dia tidak mau menerima gua ?"

" Ya ... Lo harus sabar dong . Semua itu butuh proses ."

" Kenapa nggak Lo aja yang berpenampilan norak seperti itu ? bukankah Lo mudah mendapatkan make-upnya?"

" Kan gua tidak menyukai Steven jadi _"

" Sudahlah... tidak perlu Lo perjelas lagi . gua nyaman kok dengan penampilan seperti ini . Malah kelihatan lebih segar , benar tidak ?"

Aileen tidak menyangka jika Clarissa sudah tidak mempan lagi dengan bujukannya. Padahal biasanya gadis dihadapannya ini sangat mudah untuk diperdaya .

" Terserah Lo deh ... gua nggak peduli lagi !"

Brak !

Aileen meninggalkan Clarissa dengan kesal . Sedangkan Clarissa terpaku melihat tingkah sang sahabat . Sebenarnya bukan pertama kali ini Aileen marah padanya .

Namun yang menjadi pertanyaan di benaknya. Kenapa hanya karena masalah makeup dia bisa marah seperti itu .

Tidak ingin larut dalam pemikirannya tentang Aileen , Clarissa membuka buku yang ada di depannya. Dia ingin mencoba berubah dari hal yang paling mudah .

Melihat Clarissa yang sibuk dengan buku ditangannya membuat teman-temannya heran . Tidak biasanya Clarissa rajin seperti itu .

Teng Ting Teng

Bel istirahat berbunyi. Beberapa siswa langsung berhamburan ke luar kelas . Ada yang ke kantin , ada yang ke mushola, ada yang ke perpustakaan ada pula yang sekedar jalan .

Aileen mendekati Clarissa dengan muka cemberutnya. Meskipun marah namun dia tidak bisa meninggalkan Clarissa begitu saja .

Menurut Aileen, Clarissa itu ibarat ATM baginya . Clarissa merupakan satu-satunya murid yang berhasil ia bodohi .

" Kantin yuk !"

" Sorry ... gua udah bawa dari rumah tadi ," jawab Clarissa dengan jujur .

" Tumben ... emang lo nggak malu gitu bawa bekal kayak anak TK seperti itu ?"

" Ngapain harus malu . Lagian gua juga nggak minta sama mereka ."

" Lo nyindir gua ?" tuduh Aileen dengan nada yang cukup tinggi .

Membuat beberapa siswa yang masih berada di dalam kelas jadi menatap mereka berdua . Belum juga Clarissa menjawab Aileen mengeluarkan kata-kata yang membuat Clarissa jadi bahan pembicaraan

" Gua tahu gua emang bukan orang punya . Tapi nggak gini juga kali . sorry kalau selama ini gua jadi beban buat Lo ," ucap Aileen sambil mengeluarkan airmata palsu.

deg !

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!