Sepi. Itulah yang terlihat di sebuah kawasan perumahan mewah. Tidak ada satu orangpun yang berjalan kaki sekedar untuk ke depan. Mobil yang lewat pun seakan tak peduli dengan kagaduhan yang terjadi di dalam mobil yang berhenti itu.
"Lepaskan!" teriak wanita yang sedang berusaha melepaskan tangannya dari genggaman laki-laki berbadan kekar. Meskipun dapat dipastikan ia akan kalah tenaga, tapi dia tidak mau menyerah begitu saja. Ia menginjak kaki laki-laki itu lalu menggigit lengannya. Laki-laki itu menjerit tanpa melakukan apapun karena sang bos memerintahnya untuk membawa wanita itu dalam keadaan utuh, tidak ada lecet sedikitpun.
Namun, seketika tubuhnya hilang keseimbangan saat pria kekar yang lain menutup mulutnya dengan kain.
"Apa yang kau lakukan?" tanya laki-laki kekar yang tadi tangannya digigit wanita itu dengan sedikit keras.
"Tidak ada pilihan lain. Wanita ini sangat liar dari pada dia terluka, lebih baik membuatnya pingsan," jawabnya sambil menutup pintu mobil.
laki-laki itu hanya mendengus. "Semoga saja bos tidak marah. Ayo, kita cepat pergi dari sini!"
Mobilpun segera melaju meninggalkan tempat itu.
*
*
Di sebuah kamar yang cukup luas, seorang wanita terbaring lemah di atas ranjang. Kamar yang rapi dan bernuansa putih, sangat memanjakan mata.
"Ehmm ...," lenguhnya.
Gelap. Sunyi. Tidak ada suara sedikitpun. Semua terasa gelap. Bukan karena tak ada lampu, tapi kedua mata wanita itu tertutup kain kecil yang melilit kepalanya. Berusaha untuk bangun lalu duduk. Menengadahkan kepalanya untuk mengintip di sela kain, meskipun tidak bisa melihat apapun.
Ia berdiri lalu berjalan. Menggerakkan sedikit tagan lebih tepatnya berusaha untuk melepaskan ikatan yang mengikat kedua tangannya.
Wanita itu berusaha untuk mengingat kejadin sebelumnya. Apa yang telah terjadi dengannya?
Ia tinggal bersama sang sahabat di apartemen, hanya saja beberapa hari ini ia merindukan rumahnya yang dulu, rumah kontrakan yang selama ini menemani harinya. Ia bergegas berlari ke arah kamar mandi yang terletak di luar kamar setelah melihat jam di atas nakas, karena begadang nonton film india membuatnya bangun kesiangan. Hari ini sahabat yang sudah ia anggap saudara sendiri akan menikah dengan laki-laki kaya. Laki-laki sakit yang selama ini sahabatnya itu rawat.
"Dia beruntung sekali dari babysitter jadi istri, orang kaya pula. wanita yang beruntung," gumam wanita yang biasa dipanggil Ratna saat memilih baju untuk menghadiri acara pernikahan sang sahabat. "Apa aku bisa seberuntung itu, ya? Ayo, semangat! Tidak boleh iri, setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing." Ratna berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri.
Setelah selesai bersiap, ia keluar rumah, belum sempat pagar pintu dibuka seseorang datang mendekatinya.
"Wah, udah cantik aja, Neng. Mau kemana? Abang anterin, ya?"
Duh, inilah resiko jadi janda kelewat cantik.
Inilah Ratna, memiliki sifat percaya diri terlalu tinggi. Sifatnya dengan sang sahabat sebelas duabelas, hingga mereka terlihat seperti saudara. Bedanya Ratna lebih percaya diri, narsis dan cuek. Keduanya juga sama-sama menyandang status janda.
"Terima kasih, saya sudah pesan taxi, Pak. Tuh, sudah ada di depan," jawab wanita yang masih berusia 23 tahun itu sembari menunjuk taxi yang ada di depan gang.
"Kalau begitu, abang temani sampai depan ya, Neng?" Bapak itu masih maksa sembari tersenyum lebar. Sudah dipanggil bapak, masih aja abang, kayak abang kredit saja.
Segera Ratna menutup pagar pintu lalu lekas berjalan meninggalkan bapak itu.
"Neng, tunggu!" Ratna tidak menoleh sedikitpun, ia berjalan dengan terburu langsung masuk ke dalam taxi. Sedangkan bapak itu berhenti ketika melihat wanita yang tak lain adalah ibu dari anak-anaknya berjalan dari arah berlawanan.
"Dasar mata keranjang! Kenapa gak lanjut? Takut dipecat jadi suami, ya?" cibir ibu-ibu yang berada tepat di sebelah rumah Ratna. Dari tadi ibu itu hanya memperhatikan saja.
Bapak itu hanya melihat sekilas ke arah ibu-ibu yang menurutnya julid itu. Lalu pergi dari tempat itu sebelum wanita yang berstatus istrinya menyadari keberadaan dirinya di depan rumah janda kembang.
Berberapa menit kemudian taxi yang ditumpangi Ratna berhenti di depan rumah yang berpagar besar dan tinggi. Setelah membayar ongkos taxi ia keluar dari dalam taxi. Kedua netranya menatap kagum ke arah bangunan yang begitu besar dan mewah itu.
"Apa benar ini rumahnya?" Merasa tidak yakin, ia mengambil kertas kecil yang tadi sempat ia masukkan ke dalam tas. "Iya, benar. Wah, ketiban durian runtuh, ni, si Putri!" Ratna memasukkan kembali kertas kecil itu lalu hendak melangkah mendekati pintu pagar.
Rumah itu terlihat sepi, sebelumnya sang sahabat sudah bilang kalau pernikahannya hanya sederhana dan dihadiri keluarga inti saja.
Tiba-tiba dua pria berpakaian hitam menghampirinya dan bertanya mau kemana. Entah dari mana datangnya dua pria itu. Ia berpikir dua laki-laki itu penjaga rumah.
"Mari, Nona. Ikut saya," ucap salah satu dari mereka setelah tahu tujuan wanita itu.
Ratna melangkah di antara dua pria itu, satu di depan dan satunya lagi di belakang. Salah satu pria itu mengarahkan Ratna ke arah yang berbeda, bukannya masuk ke dalam rumah tapi menuju ke arah mobil. Ratna menurut, dia tidak merasa curiga sedikitpun.
"Kita mau ke mana?" tanya Ratna sembari berjalan.
"Ke acara pernikahan, Nona."
"Dengan mobil?" tanya Ratna berhenti sembari menatap ke arah laki-laki itu.
"Ya, Nona. Jarak pintu utama dan pagar depan lumayan jauh. Kita harus menggunakan mobil. "
"Oh, begitu. Tapi kenapa mobilnya di luar rumah, ya?" tanya Ratna mulai curiga. Laki-laki itu hanya diam, lalu membuka pintu mobil.
Ratna dipersilahkan untuk masuk. Namun, ketika satu kakinya hendak masuk, ia merasa ragu setelah sekilas melirik pria di sampingnya tersenyum licik.
Di dalam mobil lain tak jauh dari tempat itu, seorang laki-laki tersenyum menyeringai. "Bagus. Akhirnya aku menemukanmu!" ucapnya dengan rahang mengeras.
*
*
Ratna tersenyum kecil setelah menyadari keadaannya. Diculik.
Benarkah aku diculik? Tapi untuk apa?Apa yang mereka inginkan dariku? Tebusan? Apa aku terlihat kaya hanya karena berdiri di depan rumah orang kaya?
Ratna tersenyum aneh. Senyum yang mengisyaratkan kesedihan. Apapun yang terjadi ia harus tetap tersenyum karena ia tidak punya tempat untuk bersandar. Sebelumnya ia punya sahabat yang selalu menemaninya, sekarang ia akan kesepian seperti sebelum ia mengenal sang sahabat.
Kehidupan yang sulit sudah biasa untuknya. Tidak pernah mengenal orang tuanya sendiri, tinggal di panti asuhan, berjuang untuk mendapatkan beasiswa meskipun akhirnya harus ia relakan. Menikah, hal yang seharusnya menjadi akhir kesendiriannya harus kandas di tengah jalan pula. Suaminya selingkuh dan hidup bahagia bersama istri baru dan seorang putri yang sangat catik.
Wanita itu kembali melangkah perlahan untuk mencari tahu dimana ia berada. Yang pasti itu bukan sebuah gudang, dari aroma ruangan itu saja bisa dipastikan ia berada di dalam kamar pria. Tiba-tiba Ratna terjatuh karena kakinya tersandung.
"Bodoh!" umpat Ratna pada orang yang menculiknya. "Apa mereka tidak tahu jika aku hanya wanita miskin?" lanjutnya pelan dengan suara bergetar. Bibir itu tetap tersenyum dalam ketakutan yang luar biasa. Apapun motif penculikan itu, tetap saja dia diculik.
Bagaimana jika mereka langsung membunuhku, setelah tahu aku ini wanita miskin?
Tubuhnya sedikit mundur ke belakang, dengan posisi masih duduk di lantai ketika terdengar suara langkah kaki seseorang mendekat. Sungguh wanita itu merasakan takut yang luar biasa. Senyum di bibirnya menghilang seketika. Dapat ia rasakan seseorang duduk di hadapannya lalu memegang kain penutup yang ada di kepalanya. Perlahan kain itu terlepas, kedua mata indah itu kini dapat melihat siapa yang berada di hadapannnya.
Sedetik kemudian senyum yang sebelumnya hilang kini terbit kembali.
My Love
Ia terkejut bukan main melihat cinta pertamanya di sekolah dulu tiba-tiba muncul di hadapannya. Namun, senyum itu hilang kembali setelah melihat laki-laki itu menyeringai. Pikiran buruk dengan cepat mendarat di kepalanya.
"Kau ... kau menculikku?" tanyanya dengan suara tercekat.
Laki-laki itu tersenyum sinis sebelum menganggukkan kepalanya. Raditya, itulah namanya. Laki-laki yang hingga saat ini masih tersimpan rapi di hatinya, mendadak membuatnya tak percaya. Apa yang harus ia lakukan? Apa tujuan laki-laki itu? Berbagai pertanyaan muncul di kepala wanita itu.
"Kau terkejut?" tanya laki-laki itu dengan senyum devilnya.
"Apa ... tujuanmu?" tanya Ratna, ia yakin laki-laki tersebut bukan salah menculik, pasti ada maksdu lain selain untuk tebusan. "Aku tidak punya banyak uang."
Raditya tertawa lalu menatap Ratna dengan penuh kebencian.
Deg
Tatapan itu.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini berhubungan dengan malam itu? Bukankah seharusnya aku yang marah? Aku membantunya meskipun harus merelakan tubuhku.
"Kau memang pandai berpura-pura. Ambisimu untuk mendapatkan hatiku masih kau lakukan hingga saat ini, kau sangat menjijikkan!"
Ratna menggelengkan kepalanya pelan, tuduhan yang diucapkan laki-laki itu tidaklah benar.
"Kau masih menyangkal?" Raditya menjepit dagu wanita itu dengan kedua jarinya membuat wanita itu merintih kesakitan. Tangan laki-laki itu begitu kuat.
"Aku tidak mengerti ...," sahutnya pelan. Ia sangat tahu bagaimana sepak terjang Raditya, dia tidak akan mudah melepaskan siapapun yang mengganggunya.
Waktu sekolah dulu, tanpa ampun dia memukuli laki-laki yang sengaja menabrak mobilnya hingga laki-laki itu harus menginap di rumah sakit. Ratna sempat takut pada Raditya, tetapi cinta yang begitu besar mengalahkan rasa takut itu.
"Malam itu. Kau masih ingat saat kau menjadi wanita murahan. Menggunakan tubuh menjijikkan ini untuk menjebakku!" tuduh Raditya dengan menahan amarah.
"Bukan aku. Aku tidak melakukannya." Ratna mengelak karena memang dia tidak melalukannya, waktu itu ia hanya tulus membantu laki-laki itu.
Raditya menghempas wajah Ratna. Ia benci wanita pembohong. Ia tak menyangka wanita yang dulu memujanya bisa melakukan hal seperti itu. Ya, Raditya tahu wanita itu menyukainya karena secara terang-terangan wanita itu mengejar dirinya.
"Percayalah! Sungguh, aku hanya ingin menolongmu waktu itu, ada yang ingin menjebakmu, tapi aku tidak tahu siapa. Aku tidak mengenalnya. Saat aku tahu laki-laki yang akan dijebak itu dirimu, aku langsung membantumu. Aku membawamu ke kamar hotel yang lain. Lalu ki --"
Plak.
Ucapannya terhenti ketika tangan besar laki-laki itu mendarat di pipi mulusnya. Perih. Dapat dipastikan sudut bibirnya sobek, darah keluar dai sudut bibir mungil tersebut. Kedua netranya berkaca-kaca menahan sakit. Wajahnya masih tertunduk ke samping. Rasanya tidak percaya ia mendapatkan tamparan pertamanya dari cinta pertama.
Raditya menarik dagunya agar wajah wanita itu menghadapnya kembali.
"Lalu kita melakukan hubungan terlarang karena aku yang memaksamu, begitukah kelanjutannya?" Raditya bertepuk tangan sembari tersenyum sinis. "Ceritamu sangat bagus, kau pantas menjadi artis. Aku masih bisa merasakan jika kau sudah tidak perawan. Kau menjual tubuhmu ini hanya untuk uang?" Raditya menunjuk tubuh wanita itu dengan tenaga kuat hingga tubuh wanita mundur. "Siapa yang menyuruhmu? Tidak mungkin kau bekerja sendiri." Raditya bertanya dengan amarah yang meluap-luap.
Untuk apa aku menjawab, jika kau tak akan pernah percaya padaku.
Ratna hanya diam menatap pria itu dengan tatapan yang ia sendiri tak mengerti.
"Malam itu seharusnya aku bersama istriku. Dia pulang sendiri dan kecelakaan itupun terjadi. Di saat dia meregang nyawa aku tidak berada di sampingnya, bahkan aku tahu setelah matahari terbit." Raditya meluapkan kesedihannya, suaranya sedikit bergetar. Almarhum sang istri masih bertahta di hatinya.
"Kau tahu apa yang aku lakukan? Aku menghabiskan malam bersama wanita tak layak sepertimu. Kalau saja kau tidak menjebakku, semua itu tidak akan pernah terjadi, setidaknya kami akan pergi bersama," lanjut Raditya sembari mengguncang tubuh wnaita itu keras.
Sakit. Tentu saja, tapi apa yang bisa wanita itu lakukan untuk membela diri, dia tidak punya bukti apapun. Meski begitu ia tidak pernah menyesal pernah menolong laki-laki itu.
Wanita itu terseyum sebelum berkata," lalu apa yang akan kau lakukan? Membunuhku? Agar aku bisa bertemu istrimu? Kau ingin aku menemaninya di sana agar istrimu tidak kesepian."
Plak
Dua kali tangan itu menampar pipi mulusnya.
Sekali tamparan aku masih memaafkanmu. Tamparan kedua, aku pastikan kau akan menyesal seumur hidupmu.
"Membunuhmu?" Raditya menyeringai. " Itu terlalu mudah." Raditya menyentuh sudut bibir wanita itu yang mengeluarkan darah. "Anak buahku ..." Menjeda ucapannya tanpa melepas tatapannya pada wajah wanita itu. "Akan sangat senang mendapat pelayanan darimu. Tenang saja aku akan membayarmu seperti laki-laki lain yang menyewa jasamu."
"Aku bukan pelacur. Jika aku tidak perawan itu karena aku janda. Aku tidak pernah tidur selain dengan suamiku dan malam itu denganmu."
"Ya, aku percaya padamu." Lalu Raditya tertawa setelah mengucapkannya. Ratna hanya menatap laki-laki itu dengan tatapan marah.
Beberapa menit kemudian, kedua anak buahnya masuk ke dalam kamar itu.
"Nikmatilah, wanita ini milik kalian!"
Ratna ternganga, ia tidak bisa berkata-kata, ia tidak percaya pria yang masih mengisi hatinya itu begitu kejam. Ratna menatap kedua laki-laki yang mendekat ke arahnya. Tidak. Ia tidak sudi tubuhnya disentuh pria yang bukan suaminya.
"Maaf, maafkan aku. Tolong, lepaskan aku. Aku akan melakuakn apapun, tapi aku mohon jangan lakukan ini." Air mata yang ia tahan sekuat tenaga akhirnya tumpah juga.
Raditya berbalik menghadap wanita itu, lalu menyuruh kedua anak buahnya untuk keluar. Raditya mendekat lalu duduk dihadapan wanita itu.
"Kau ingin aku yang menyentuhmu?" tanyanya sinis. Kedua netranya menelisik tubuh wanita itu. Tanpa berkata Raditya merobek baju wanita itu, memperlihatkan warna merah yang membungkus buah melon.
Ratna menutup kedua matanya menerima perlakuan kasar dari laki-laki yang pernah hadir di masa lalunya itu. Dari pada disentuh orang suruhan pria dihadapannya lebih baik pria itu yang menyentuhnya. Tapi tetap saja, ia merasa ketakutan saat tangan pria itu menyentuh wajah, turun ke leher dan berhenti di sana. Ia tidak berani menatap pria yang ia yakini sedang menatapnya intens.
"Kau yakin, ingin kusentuh?" Hembusan napas pria itu menerpa wajahnya. "Berapa pria yang sudah menyentuh tubuh ini, pelacur?"
Deg
Seketika Ratna membuka kedua matanya. Sakit tak berdarah, itulah yang Ratna rasakan. Air mata turun begitu saja tanpa permisi.
"Aku bukan pelacur!" jawabnya dengan menekan setiap kata. "Aku bukan wanita murahan! Aku tidak pernah tidur dengan banyak lelaki! Aku hanya tidur dengan suamiku dan kau ... yang hanyalah sebuah kesalahan!" Ratna memberanikan diri untuk melawan laki-laki itu. Siapa dia yang berani menghinanya seperti itu? Dia hanya laki-laki yang pernah singgah dihatinya. Laki-laki yang tidak pernah memberinya makan, lalu untuk apa ia takut.
Raditya kembali mencengkram dagu wanita itu dengan kuat. Ratna menatap kedua mata pria itu dengan sisa keberaniaannya yang menipis.
"Kau akan menyesal!" Pria itu langsung tertawa, mencemooh wanita di hadapannya.
"Menyesal? Pada wanita yang sudah menyebabkan istriku meninggal? Secara tidak langsung, kau adalah pembunuh!"
Ratna menggelengkan kepalanya. Semua yang dikatakan pria itu tidaklah benar.
"Istriku meregang nyawa saat aku bersamamu dalam dosa, tubuhmu ini menghancurkan segalanya. Seharusnya aku mencarimu sejak dulu." Raditya mendorong tubuh Ratna hingga membentur pinggirran meja.
Aw...
Percuma. Apapun yang ia katakan tidak akan merubah pandangan pria kasar dihadapannya. Ratna tersenyum sinis disela menahan sakit yang berasal dari punggungnya.
"Dosa? Bukankah kau juga menikmatinya?" Menjedda ucapannya. "Bahkan kau sampai melakukannya dua kali dan seingatku ... kau juga tidak lupa untuk membuangnya di luar atau jangan-jangan kau tahu jika wanita yang kau sentuh bukanlah istrimu, benar begitu?" Muncul seringai pada wajah imutnya. Terlanjur dicap pelacur, biarlah tenggelam sekalian.
Pria yang pernah menjadi kakak kelasnya itu terhenyak mendengar ucapan wanita di depannya. Menikmati? Tidak! Pria itu menyangkal pikirannya sendiri.
Malam itu Raditya dalam pengaruh obat, meskipun begitu ia tahu siapa yang berada dalam kungkungannya. Ia pun baru ingat jika dirinyalah yang memaksa wanita itu.
Wanita itu tertawa pelan. "Dilihat dari wajahmu ... sepertinya kau baru teringat dengan jelas bagaimana malam penuh nikmat itu terjadi."
"Tutup mulutmu!" Benar. Dirinyalah yang memaksa wanita itu. Namun, dengan mudah wanita itu menuruti keinginannya.
"Bukan aku ... bukan aku yang menjebakmu, percayalah!" mohon Ratna. Ia berharap pria itu mau melepaskannya karena ia tidak tahu apa-apa.
Raditya menatapnya tajam. Lalu berdiri tanpa melepas tatapannya. Entahlah apa yang ia pikirkan. Ia merasa bimbang dan marah sekaligus. Haruskah ia percaya pada wanita lemah di hadapannya atau tetap pada tuduhannya.
Pria itu berbalik kemudian pergi keluar dari kamar itu.
"Begitu sulitkah untuk percaya padaku? Wanita yang pernah mengejar cintamu. Meskipun kebersamaan kita dulu hanya sementara, tapi bagiku semua itu sangat berkesan.
Raditya adalah cinta pertamanya. Ia langsung jatuh cinta ketika mereka bertemu di lapangan basket. Dapat dipastikan laki-laki itu berasal dari keluarga kaya raya. Mungkin hanya dirinya wanita miskin yang bisa masuk sekolah favorit karena beasiswa. Meskipun begitu, ia tidak pernah berkecil hati ataupun minder, dalam kamusnya berjuanglah sendiri karena kau tidak punya siapapun untuk bersandar. Jadi ketika hatinya memilih pria itu, segala cara positif ia lakukan untuk berada di dekat pria itu.
Raditya adalah ketua tim basket dan Ratna berhasil masuk ke dalam grup cheerleaders. Alhasil waktu untuk mendekati pria itu lebih mudah. Meskipun saingannya banyak dan berat ia tetap mendekati pria itu. Ratna pun secara terang-terangan menyatakan perasaannya pada Raditya, meskipun tidak dijawab setidaknya tidak ditolak.
Hubungan mereka pun semakin dekat meskipun tanpa status. Tak apalah yang penting bisa dekat. Namun, kedekatan mereka membuat orang lain memendam kebencian padanya. Ketika Raditya lulus, Ratna juga keluar dari sekolah karena fitnah. Di dalam tasnya ditemukan ****** yang sudah terpakai dan juga masih utuh. Ia dikeluarkan dari sekolah dengan tidak hormat, mengeluarkan siswa beasiswa itu sangat mudah.
Sejak itu mereka tidak pernah bertemu kembali. Setelah beberapa tahun barulah takdir mempertemukan mereka kembali dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ketika akan pulang bekerja ia mendengar suara seseorang yang akan menjebak seorang pria yang bernama Raditya.
Awalnya dia tidak ingin ikut campur, tetapi nama Raditya membuatnya penasaran. Setelah itu ia mencari tahu keberadaan pria itu dan ternyata dugaannya benar. Pria di dalam kamar itu adalah Raditya, idolanya dulu.
Tanpa berpikir panjang ia memindahkan pria itu yang terlihat tidak baik-baik saja. Untungnya dia tidak menolak, dengan bantuan teman sejawatnya ia memindahkan laki-laki itu.
Bantuan yang ia berikan tidak sampai di situ saja, ternyata pria itu dalam pengaruh obat perangsang. Jadi, saat pria itu memaksanya ia tidak menolak. Bukankah jika menolong orang jangan setengah-setengah. Anggap saja mengobati rasa rindu yang terpendam itulah pikirannya waktu itu.
Ratna tersenyum tipis melihat keadaannya saat ini. Tak lama, anak buah Raditya datang lalu melepaskan ikatan pada kedua tangannya.
*
*
Seminggu sudah berlalu. Raditya tidak pernah mengunjungi Ratna. Pria itu hanya memantau dari jauh.
Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar. Ia tidak menampik ucapan wanita itu yang tidak semuanya salah. Malam itu ia tahu jika wanita yang berada di bawahnya bukan sang istri dan ia sangat menikmati malam panas tersebut.
"Apa ada yang aku lewatkan? Benarkah wanita itu hanya ingin membantuku? Tapi kenapa begitu kebetulan. Aku harus mencari tahu kejadian waktu itu. Sebelum itu, aku tidak akan melepaskannya. Bagaimanapun istriku meninggal karena aku bersama wanita itu. Yang sayangnya aku meniduri pelacur."
"Argh... " jeritnya sembari menyugar rambutnya ke belakang. Entahlah apa yang membuatnya frustasi. Balas dendam atau keberadaan wanita itu yang mengingatkan akan masa lalu.
"Kau terlihat sangat santai, kau ingin lebih sibuk lagi, mungkin kau harus kembali ke perkerjaanmu yang sesungguhnya. Sepertinya kakak akan bahagia menerima kabar, jika putranya akan segera memggantikan posisinya." Suara sang paman membuyarkan lamunannya.
"Ck, Paman terlalu menyayangiku. Apa yang membuat Paman datang ke sini?"
"Jangan pernah meracuni pikiran istriku lagi, atau.... " Hardian yang tak lain adalah paman Raditya menghentikan ucapannya sembari menatap Raditya dengan senyum devilnya.
Raditya yang pernah melihat senyum itu, merasa ngeri. Pikirannya mulai melayang ke masa lalu. Pamannya itu memukul seseorang hanya untuk melindunginya.
"Aku akan diam. Anggap saja ini balas budiku karena rencana pernikahan yang kau buat."
"Paman tahu?" tanya Raditya terkejut, pasalnya dia sudah melakukannya dengan hati-hati.
Hardian berbalik sambil merapikan jasnya.
"Berhati-hatilah! Jangan sampai ketahuan! Untuk yang satu ini aku tidak bisa membantumu. Kau tahu dengan pasti, siapa yang akan kau hadapi."
"Sebelum terlambat, selidikilah kembali kejadian waktu itu!"
Setelah mengatakan itu Hardian keluar dari ruangan Raditya. Kini Raditya yang terdiam dengan pikiran melayang ke tempat yang lain. Tetapi amarah dihatinya, menutup mata hati laki-laki tersebut. Yang dia inginkan hanya satu balas dendam. Sebelum itu terlaksana dia tidak akan bisa hidup bahagia.
Setelah itu ia menghubungi anak buahnya untuk menanyakan kabar seseorang.
*
*
Raditya masuk ke dalam apartemen. Ia ingin melihat keadaan wanita itu. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Terdengar suara yang berasal dari dapur. Ratna keluar dari dapur setelah minum air dingin, kerongkongannya terasa kering setelah melewati malam-malam dengan menangis.
Langkahnya terhenti ketika melihat sosok laki-laki yang sudah beberapa hari tidak mendatanginya. Tatapan keduanya bertemu, detik berikutnya Ratna mengalihkan tatapannya.
Puk
Raditya melempar paperbag ke arah wanita itu, reflek Ratna menangkapnya.
"Pakai itu, jika ada aku!" Perintah pria itu dengan tatapan tajam. Lalu berjalan ke arah sofa. Sementata Ratna melangkah ke kamar tanpa mengucapkan apapun, lebih baik menurut jika ia ingin baik-baik saja. Pria yang bersamanya bukan lagi pria beberapa tahun yang lalu.
Ratna membulatkan kedua matanya karena terkejut melihat isi paperbag. Lingeria berwarna hitam. Dengan tangan mengepal ia meremas lingeria itu, kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Sedetik kemudian wanita itu tertawa sinis. "Baiklah, aku akan mematuhimu."
Ratna memegang tubuhnya dengan menyilangkan kedua tangannya.
"Tubuh, tenanglah kau akan baik-baik saja. Jangan mengeluh ini bagian dari kerasnya kehidupan. Inilah kehidupan, jika kau tidak ingin merasakannya maka lebih baik mati saja. Kau tidak ingin mati 'kan? Jadi, semangatlah. Tidak ada yang akan menyayangimu melebihi dirimu sendiri. Tidak akan ada yang mempercayaimu selain dirimu sendiri. Tubuh, ada aku bersamamu." Lalu Ratna menepuk-nepuk bahunya sembari membuka kedua matanya.
Ratna membuka seluruh pakaiannya lalu berganti dengan lingeria yang diberikan Raditya. Dengan kepercayaan diri yang maksimal ia melangkah pasti keluar dari kamar lalu berjalan ke arah Raditya. Inilah Ratna, wanita yang penuh percaya diri dan cuek.
Glek
Raditya menelan salivanya kasar, jakunnya naik turun melihat pemandangan indah di depannya.
"Sial!" rutuknya dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!