Keributan terjadi di dalam rumah seorang warga di pinggiran Kota Amabilis, tepatnya di Pedesaan Utile. Tampak seorang gadis diseret keluar dari rumah oleh seorang pria paruh baya dengan kasar.
Meski gadis itu terus memohon agar dilepaskan, akan tetapi pria tersebut seolah tak peduli dan terus menyeretnya hingga ke luar pagar.
“Paman, aku mohon jangan lakukan ini padaku. Aku takut, Paman,” ucap gadis tersebut ketakutan.
Dia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pamannya, tapi tenaganya tak sebanding hingga tubuhnya terseret-seret di tanah.
“Diam kau! Keberadaan mu disini sudah tak ada gunanya lagi. Lebih baik kau pergi dan memberi ku banyak uang,” ucap sang paman.
Pria paruh baya tersebut sama sekali tak peduli dengan nasib sang keponakan, yang terus memohon agar tak diperlakukan seperti itu.
“Silakan bawa dia, Tuan. Aku tak membutuhkannya lagi di sini,” ucap sang paman.
Terlihat seorang pria lain yang mengenakan pakaian berbahan satin dengan kancing atas yang terbuka dia, serta mengenakan kalung emas yang cukup tebal dan melingkar di leher.
Dia berjongkok dan menatap Naila tajam, hingga membuat gadis itu ketakutan dengan tatapan pria tersebut.
Tangannya terulur dan mencengkeram kedua pipi Naila, sambil memalingkan ke kanan dan kiri.
“Lumayan juga,” ucap pria tersebut.
Dia lalu menghempaskan wajah Naila hingga membuat gadis itu terhuyung ke belakang.
Pria tersebut kemudian memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alih gadis malang itu dari pamannya.
“Ini uangmu. Sebaiknya kali ini kau tak usah datang ke tempat judi lagi, atau kau akan habis,” ucap pria berpakaian satin.
“Terimakasih, Tuan,” sahut si paman.
Dia melihat setumpuk uang tunai ditangan dengan mata berbinar. Bahkan istri dan putranya yang sejak tadi bersembunyi, tiba-tiba keluar dan ikut melihatnya.
“Wah... Uangnya banyak sekali. Suamiku, aku boleh memintanya kan untuk membeli perhiasan,” ucap sang istri.
“Ayah, aku juga. Aku ingin membeli ponsel keluaran terbaru seperti teman-teman yang lain,” ucap sang putra.
“Kalian diamlah. Pikiran kalian hanya uang saja,” bentak sang paman.
Mereka sama sekali tak peduli dengan nasib Naila yang entah akan seperti apa setelah dijual oleh keluarganya sendiri. Yang ada dipikirkan mereka hanyalah uang.
Sementara telinga dan hati mereka seolah tak berfungsi, saat ratapan gadis itu terus memohon agar dilepaskan.
Gadis malang itu menjadi jaminan pamannya, demi mendapatkan uang untuk melunasi hutang judinya yang sudah menggunung.
Dialah Naila Lee, Gadis berusia sembilan belas tahun, seorang yatim piatu yang terpaksa hidup menumpang di rumah paman dan bibinya.
Setelah orang tuanya meninggal, dia terpaksa tinggal dengan keluarga pamannya yang kejam.
Selama dia tinggal dengan kedua orang tersebut, tak pernah sehari pun dia bisa hidup dengan tenang layaknya anak seumuran.
Paman dan bibinya selalu saja mengungkit jasa mereka yang mau menampung Naila, dan meminta gadis itu membalas budi.
Naila malang selalu berusaha keras untuk mencari uang agar dia bisa bertahan hidup, sekaligus membalas jasa paman bibinya yang telah mau menampungnya, meskipun dengan begitu banyak pamrih.
Hingga di usianya yang ke sembilan belas tahun, Naila bahkan tak pernah merasakan pendidikan formal seperti anak-anak lain.
Beruntung dia bukan gadis malas. Dia juga seorang pekerja keras serta rendah hati. Banyak warga sekitar yang senang dengan sikap Naila yang begitu baik dan juga ramah.
Tak jarang dia mendapatkan pekerjaan dari warga sekitar yang memiliki kebun buah dan bunga yang cukup luas, mengingat betapa rajinnya gadis tersebut.
Dari hasil kerja keras Naila pula, putra pamannya bisa meneruskan pendidikan hingga ke bangku perguruan tinggi, meski kemampuannya benar-benar memprihatinkan.
Namun semua pengorbanan Naila seolah tak dihargai sama sekali, hingga mereka tega membuangnya begitu saja, dan bahkan menjadikannya wanita hina di tempat penuh dosa.
Kini dia bahkan dijual kepada seorang germo untuk dijadikan wanita penghibur di sebuah tempat hiburan malam di kota tersebut.
Visual Naila Lee
...🌸🌸🌸🌸🌸
...
Di tempat lain, terlihat sebuah kepanikan saat seorang nenek renta berusia sekitar enam puluh lima tahun, tiba-tiba jatuh pingsan karena mendapatkan serangan jantung, setelah menghadiri rapat dewan direksi di perusahaannya.
Nenek tua tersebut segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Seorang pria terlihat di dorong menggunakan kursi roda dan menyusul wanita tua tersebut.
“Paman benar-benar sudah kelewatan. Tindakannya sudah terlalu jauh kali ini,” ucap si pria kurus roda.
Tatapan matanya tampak kosong menatap ke depan, seolah tak ada cahaya di sana. Dia meminta sang supir untuk mempercepat laju kendaraannya agar bisa segera sampai di rumah sakit.
Sementara itu, dia meraih sebuah earphones wireless dari dalam saku jas, dan memasangnya di telinga. Pria tersebut menekan benda kecil itu hingga perangkat tersebut terkoneksi dengan ponsel pintarnya.
“Collin, datanglah ke rumah sakit sekarang juga,” seru pria tersebut.
Sambungan pun terputus, dan pria itu kembali terdiam dengan tatapan kosongnya.
Pria tersebut adalah Daniel Luo, dua puluh lima tahun, seorang pengusaha muda nan tampan serta pewaris bisnis keluarga Luo.
Dia anak tunggal dari putra kedua Linzy Luo, yang dipercaya mengurus bisnis tersebut.
Sementara putra pertama Linzy, Abraham Luo, hanya memperoleh sebuah perusahaan kecil di perkebunan tembakau milik keluarganya.
Keputusan itu diambil Linzy dan suami, mengingat sifat putra sulungnya yang selalu berfoya-foya sejak masih muda, dan membuat mereka tak percaya akan kepemimpinan Abraham, sehingga menunjuk putra kedua mereka untuk mengambil alih.
Namun, nasib nahas menghampiri putra kedua tersebut. Sebuah kecelakaan terjadi saat perjalanan bisnis menggunakan jet pribadi milik keluarga, hingga menewaskan kedua orang tua Daniel.
Daniel muda pun terpaksa harus memikul tanggung jawab besar untuk meneruskan kepemimpinan sang ayah, karena neneknya tak mau jika perusahaan jatuh ke tangan Abraham yang temperamen dan arogan.
Akhirnya, dibawah asuhan sang nenek, Daniel pun tumbuh menjadi sosok pemimpin yang tegas, disiplin, dan bertanggung jawab. Meski dia tumbuh tanpa kehadiran kedua orang tua, akan tetapi keberadaan nenek serta sepupunya, membuat Daniel tumbuh menjadi sosok yang hangat dan penuh kepedulian.
Hingga kejadian buruk menimpanya. Beberapa waktu lalu, terjadi sebuah kecelakaan tinggal yang menimpanya. Daniel dikabarkan mengalami kelumpuhan dan kebutaan pasca kecelakaan tersebut yang dialaminya di jalur trans kota.
Sejak saat itu, Daniel kini berubah menjadi sosok yang dingin dan tertutup, serta temperamen.
Akibat kecelakaan tersebut, kini Daniel terlihat sedang menghadapi masalah dalam bisnis keluarga. Posisinya sebagai CEO terancam diturunkan akibat kondisinya saat ini.
Sang paman, Abraham Luo, mencoba mengusik keponakannya yang cacat, dengan mengadakan rapat dewan direksi, yang mengangkat isu bahwa sang CEO tak bisa meneruskan garis keturunan keluarga, karena tak ada wanita yang akan mau menerima kondisinya.
Ditambah, baru-baru ini kekasih Daniel, Viona Chou yang adalah pebisnis wanita ambisius di bidang entertainment, terlibat skandal dengan pria lain setelah Daniel dikabarkan mengalami kecacatan, dan membuat sang paman semakin gencar menyudutkan keponakannya.
**VISUAL DANIEL LUO**
VISUAL
LINZY LUO
VISUAL ABRAHAM LUO
.
.
.
.
Baru bab satu sudah langsung bertabur visual 😍, semoga kalian terus ikutin cerita ini ya ges ya 😄
Tolong beri dukungan pada novel ini berupa like👍, komen💭, vote🧧 atau bunga 🌹, terimakasih 🙏
Di rumah sakit, Linzy Luo tengah ditangani oleh para ahli di bidangnya. Dia mengalami serangan jantung akibat ulah putra sulungnya di rapat dewan direksi.
Daniel yang ikut ke rumah sakit pun hanya bisa menunggu hingga tim medis berhasil menolong sang nenek.
Di sela waktu menunggu, Collin Liem, kepala pelayan mansion Luo, sekaligus orang kepercayaan Daniel, datang setelah sebelumnya dihubungi oleh sang tuan.
“Bagaimana kondisi Nyonya, Tuan muda?” tanya Collin.
“Masih di dalam,” sahut Daniel singkat.
“Saya sudah mendengar apa yang terjadi di rapat dewan direksi. Tuan Abraham benar-benar sudah keterlaluan kali ini,” ucap Collin.
“Tak apa. Justru ini yang ku tunggu. Tapi, sepertinya ini kurang baik untuk nenek. Collin, aku ada tugas untuk mu,” ucap Daniel.
“Katakan saja, apa pun itu, Tuan muda,” sahut Collin bersiap.
“Aku ingin kau carikan untuk ku seorang gadis. Pastikan dia tak memiliki ikatan dengan siapapun, dan satu hal lagi, pastikan juga bahwa dia masih bersih,” seru Daniel.
“Tapi kalau boleh tau, untuk apa gadis itu, Tuan muda?” tanya Collin.
“Bukankah pamanku khawatir keponakannya ini tidak bisa menikah? Mari kita berikan menantu untuknya,” jawab Daniel dengan tatapan tajam yang tetap saja terasa kosong.
Collin seolah tau akan maksud dari tuannya, dan dia pun segera pergi untuk menjalankan perintah tersebut.
Dia berjalan ke arah mobilnya dan segera masuk. Pria paruh baya itu terlihat mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang.
Dalam hitungan detik, panggilan pun terjawab.
“Halo, bos. Ada perlu apa Anda menghubungi ku?” sapa orang di seberang.
“Temukan seorang gadis untuk ku. Pastikan dia bukan ****** dan seorang yatim piatu,” seru Collin.
“Baik, Bos. Akan segera ku carikan untuk mu,” sahut orang di seberang.
“Aku beri kau waktu tiga puluh menit. Jika tidak, semua bukti kejahatan mu akan ku kirim ke pihak berwajib,” ancam Collin.
“Itu hal mudah, Bos. Kau tenang saja. Bukankah aku tak pernah mengecewakan mu? Asal, imbalannya sesuai seperti biasa,” sahut orang di seberang.
“Jangan banyak omong. Buktikan saja ucapanmu,” seru Collin.
“Baik, Bos. Tunggu saja setengah jam lagi. Kau akan dapat kabar bagus dari ku,” sahut orang di seberang.
Collin lalu memutuskan sambungan, dan pergi dari rumah sakit menuju ke sebuah tempat.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Sementara itu di salah satu rumah bordir di kota Amabilis, sebuah mobil van hitam terlihat berhenti di depannya.
Nampak beberapa pria keluar dari sana, dan menyeret seorang gadis yang terus mencoba memohon agar dilepaskan.
“Tuan, tolong lepaskan aku. Aku tidak mau di sini,” pinta Naila memohon.
“Cepat masuk! Kau itu sudah dijual oleh pamanmu. Kalau mau protes, protes saja pada pamanmu itu. Lagipula, uang lebih menarik bagi paman mu,” sahut salah seorang pria besar yang menyeret gadis tersebut.
Naila terus dipaksa masuk, melewati setiap ruangan yang ada di dalam sana. Matanya mengedar, berharap menemukan celah melarikan diri. Namun sayang, hingga sampai di depan ruangan berpintu gelap, dia terus dikelilingi orang-orang dengan tubuh besar.
Tok... Tok... Tok...
Salah satu pria besar itu mengetuk pintu tersebut.
“Masuklah!” seru seseorang dari dalam yang terdengar seperti seorang perempuan.
Pria besar itu pun membukanya dan kembali menyeret Naila ke dalam.
“Bos, Corner meminta kami membawa dia kemari,” ucap pria besar itu.
Naila melihat seorang wanita cantik tengah duduk di sebuah kursi besar, tepat di belakang meja. Wanita itu nampak begitu glamor dengan balutan dress panjang berwarna merah menyala, serta bagian dada yang turun hingga bagian diafragma.
Kedua sikunya bertumpu di meja dengan kesepuluh jemari yang saling bertaut di depa dagu.
“Apa dia dari gadis Utile itu? Si penebus hutang?” tanya wanita cantik tersebut.
“Benar, Bos,” sahut pria besar tadi.
“Ehm... Kelihatannya dia bisa menghasilkan banyak uang,” ucap si wanita cantik tersebut.
Dia lalu bangun dan berjalan menghampiri Naila. Saat itu, jelas terlihat bahwa dress yang dipakainya panjang menjuntai hingga mata kaki, namun belahannya cukup tinggi hingga ke paha bagian atas, memamerkan kaki jenjangnya yang mulus.
Tangannya terulur meraih pipi Naila, membuat gadis itu memundurkan kepalanya, Namun tak mengubah apa pun karena wanita tersebut dengan mudah mencengkeram pipinya.
“Ehm... Barang yang cukup bagus. Hanya perlu dipoles sedikit, maka dia sudah pasti bisa menghasilkan uang. Kucing liar seperti ini banyak disukai, tapi juga mudah ditaklukkan,” ucap wanita itu.
Dia kemudian menghempaskan wajah Naila hingga membuat rambut gadis itu berkeriap menutupi sebagian wajahnya.
Dia lalu menginstruksikan kepada pria besarnya untuk membawa Naila ke tempat para gadis malam, agar dimandikan dan diberi pakaian yang lebih bagus dari yang dipakainya saat ini.
Tak berselang lama, wanita yang tak lain adalah seorang germo itu, mendapatkan panggilan yang masuk dari ponselnya.
“Halo, Jacob. Lama kau tak menghubungi ku. Ku kira kau sudah mati,” ucap sang germo.
Dia terlihat menyimak ucapan pria bernama Jacob di seberang sambungan. Senyumnya tiba-tiba mengembang, sambil menggigit bibir bawahnya.
“Berapa yang akan mereka bayar untuk itu? Kau tau bukan, aku selalu memiliki barang yang bagus, dan tak pernah mengecewakan,” ucap si wanita.
Dia kembali menyimak, dan kali ini matanya membola dengan mulut yang tak kalah lebar terbuka.
“Kau menghubungiku di saat yang tepat. Aku baru saja mendapatkan barang baru. Ku pastikan dia masih tersegel rapi. Datanglah kemari dan lihat sendiri,” seru sang germo.
Sambungan pun berakhir, dengan sebuah seringai yang muncul di wajah wanita tersebut.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Sebuah bunyi pesan notifikasi terdengar dari ponsel Collin, yang memberitahukan sebuah alamat kepada pria paruh baya tersebut.
“Putar balik. Kita akan pergi ke Amabilis,” seru Collin.
Supir pun mengangguk dan segera memutar arah menuju ke kota kecil di tepi barat.
Butuh waktu sekitar kurang lebih satu jam setengah dari kota Russelia yang terletak di perbukitan utara, sebuah daerah maju dan paling banyak dijadikan tempat investasi oleh kaum berkuasa.
Kota itu juga merupakan poros roda ekonomi negeri, di mana di sana terdapat sebuah keluarga yang memegang hampir seluruh bisnis yang ada di negara tersebut.
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh, kini Collin telah tiba di depan sebuah tempat hiburan malam yang masih tutup. Semburat jingga di ufuk barat, menandakan bahwa sebentar lagi tempat tersebut akan mulai ramai.
Dia segera keluar dari mobil dan berjalan masuk. Pria paruh baya tersebut langsung di sambut oleh si pemilik tempat, yang tak lain adalah si wanita germo nan seksi bergaun merah terang.
“Selamat datang. Silakan masuk, Tuan Liem,” sapanya sopan.
“Langsung saja. Aku tak punya banyak waktu untuk berada di tempat ini. Seperti yang sudah kau tau dari Jacob, jika kau memang punya apa yang kuinginkan, cepat tunjukkan padaku,” seru Collin.
Wanita itu terlihat menyeringai di depan Collin. Dia pun berjalan di depan, menunjukkan ruangannya.
Dia membuka pintu lebar-lebar saat sampai di sana.
“Masuklah. Kami sedang mempersiapkannya,” ucap si wanita cantik.
Collin pun masuk dan duduk di sofa yang ada. Tak berselang lama, dua orang pria bertubuh besar membawa seorang gadis yang terlihat baru saja selesai dibersihkan.
Collin melihat sosok gadis yang seperti sedang ketakutan.
“Tuan Liem. Ini dia barang yang aku katakan pada Jacob. Hanya saja, karena dia baru dan belum tersentuh, maka harganya... Eh... sedikit lebih mahal,” ucap si germo.
“Apa benar dia masih bersih? Aku tak bisa percaya begitu saja hanya dengan ucapan,” sahut Collin.
“Seperti yang sudah saya duga,” shaut si wanita.
Dia lalu memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk keluar, dan tak lama muncul seolah pria berkacamata ke ruangan tersebut.
“Dia adalah seorang dokter yang sudah saya persiapkan. Dia akan memeriksa gadis itu untuk mu, Tuan,” ungkap si germo.
“Lakukanlah,” seru Collin.
Dokter itu pun lalu mulai memeriksa Naila, di ruangan yang masih berada di dalam area tersebut. Naila yang ketakutan tak bisa melawan sedikit pun saat seorang pria melihat orang intimnya.
Gadis itu menangis merasa bahwa harga dirinya benar-benar sudah diinjak-injak. Setelah selesai, dokter pun keluar, diikuti Naila yang semakin terdiam dengan linangan air mata yang tak bisa terbendung.
“Dia masih bersih,” ucap sang dokter.
“Bagaiamana, Tuan Liem? Aku tidak bohong bukan?” timpal si wanita.
“Baiklah. Berapa harga yang kau tawarkan?” tanya Collin.
“Seratus juta,” jawab wanita itu tanpa ragu.
Naila membelalak mendengar harga yang fantastis yang akan diterima oleh sang germo dengan kembali menjualnya ke orang lain.
Dia benar-benar merasa hancur. Se mengerikan itukah dunia berkerja, hingga manusia pun bisa diperjual belikan dengan mudah.
Collin nampak mengetik sesuatu di layar ponsel, dan menyerahkan kepada si germo.
“Tulis ke rekening mana aku harus transfer uang ini,” seru Collin.
Sang germo segera meraih benda pipih tersebut, dan berapa senangnya dia saat melihat nominal sebanyak itu.
Beberapa detik kemudian, uang pun berhasil masuk ke dalam rekening si wanita.
“Ku rasa, transaksi kita sudah selesai. Aku akan membawanya. Pastikan tak ada orang yang mencarinya, atau kau harus membayar berkali-kali lipat dari apa yang kau terima hari ini,” ancam Collin.
“Seperti yang Anda inginkan, Tuan,” sahut wanita itu.
Collin pun keluar, diikuti dua orang pria besar yang menyeret Naila keluar menuju mobil Collin.
Sesampainya di mobil, Naila duduk di samping pria paruh baya tersebut dengan tenang tanpa melawan sedikit pun.
Tiba-tiba, Collin menelepon seseorang.
“Singkirkan dokter itu sekarang juga,” serunya.
Panggilan pun langsung diputuskan, membuat Naila seketika menoleh.
Apa yang dia maksud dokter tadi? batin Naila.
“Saya tidak mau seseorang melihat, bahkan menyentuh apa yang menjadi milik tuanku,” ucap Collin seolah dia tau apa yang dipikirkan oleh gadis di sampingnya.
Naila semakin bertanya-tanya, sebenarnya untuk apa Collin membelinya, dan kemana mereka akan pergi.
Visual Collin Liem
.
.
.
.
Collin nya ahjussi keren ye gengs 🤭😂
Tolong beri dukungan pada novel ini berupa like👍, komen💭, vote🧧 atau bunga 🌹, terimakasih 🙏
Naila malang merasa ketakutan saat dirinya dibawa pergi lagi oleh Collin ke tempat asing. Dia terus menunduk dengan meremas pinggiran baju lusuhnya.
Dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, dia telah mengalami banyak sekali kejadian tak terduga.
Di usir dan dijual pamannya, hampir menjadi wanita penghibur, dipaksa menunjukkan bagian intimnya di depan pria asing, dan dijual kembali kepada orang asing yang sama sekali tak ia kenal.
Selama perjalanan satu setengah jam bersama Collin, Naila sama sekali tak berkata sepatah katapun. Dia seolah hanya menunggu nasib apa lagi yang akan menimpanya kali ini.
Tak terasa, mobil telah tiba di mansion keluarga Luo. Collin pun meminta Naila untuk turun dan mengikutinya.
Gadis polos itu hanya bisa menurut tanpa mampu melawan. Saat dia melangkahkan kakinya untuk pertama kali keluar dari mobil, pandangannya langsung terpana dengan megahnya bangunan yang ada di depan.
Apa ini istana? Batinnya.
Dia berbalik dan mendapati betapa luasnya halaman rumah tersebut. Dia pun mengedarkan pandangan ke sekitar, dan gadis itu semakin takjub dengan apa yang dilihatnya saat ini.
“Sedang apa kau di sana? Cepat masuk,” seru Collin yang sudah berdiri di ambang pintu.
Naila pun menyudahi kekagumannya dan kembali waspada. Dia masuk ke dalam mansion dan diminta untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu.
“Tanda tangani ini, dan kau akan selamat,” seru Collin tiba-tiba, membuat Naila mengerutkan keningnya.
Dia melihat setumpuk dokumen, dengan banyak butir di dalamnya.
“A... Apa ini, Tuan?” tanya Naila yang pertama kali bersuara, meski dia sedang gemetar.
“Apa kau buta huruf?” tanya Collin.
Naila menggeleng pelan karena takut dengan suara Collin yang begitu keras.
“Kalau begitu kau bisa baca sendiri,” lanjut Collin.
Dengan gemetar, Naila pun meraih dokumen tersebut. Gadis itu semakin terkejut saat membaca kalimat bercetak tebal di bagian paling atas halaman pertama.
“Per... Perjanjian pernikahan?” tanya Naila ragu.
Dia menoleh ke arah Collin seolah menuntut penjelasan.
Saat itulah, Daniel muncul di depan Naila. Penampilannya yang rapi dan menawan, berbanding terbalik dengan kondisinya.
Naila tertegun melihat pria tampan yang duduk di atas kursi roda, dengan tatapan yang sangat kosong. Dia bahkan bisa langsung menebak bahwa pria tersebut buta.
“Itu adalah perjanjian pernikahan antara Anda... Dan Tuan Muda Luo,” ucap Collin.
Pria paruh baya itu berdiri dan membungkuk memberi hormat kepada Daniel yang baru saja tiba dan bergabung di tengah-tengah mereka.
Naila benar-benar terkejut akan hal itu. Dia kembali mengalami hal aneh di mana dia diminta menikah dengan pria asing cacat yang dia sendiri tak tau alasannya.
“I... Ini tidak mungkin. Bagaimana kami bisa menikah, sementara kami baru saja bertemu dan belum saling mengenal. I... Ini gila. Ini benar-benar gila,” ucap Naila yang tak tau nasib apa yang menimpanya kali ini.
Namun keterkejutan Naila tidak sampai di situ.
“Anda bisa menolaknya, tapi dengan begitu Anda harus dipenjara atas tuduhan penipuan uang sebesar seratus juta, sesuai apa yang sudah saya keluarkan untuk membeli Anda, Nona,” ancam Collin.
“A... Apa? Penipuan? Tidak bisa begitu, Tuan. A... Aku...,”
“Anda hanya punya dua pilihan itu,” sela Collin.
“Tuan, tolong pikirkan lagi. Pernikahan adalah hal yang serius. Hal itu tidak bisa diputuskan dengan waktu yang begitu singkat,” sanggah Naila mencoba berani.
Dia masih nampak kebingungan. Dia berusaha protes dan meminta agar Collin maupun Daniel memikirkan hal tersebut. Baginya, pernikahan bukanlah permainan yang bisa diputuskan dalam sekejap.
Namun, Daniel terlihat tidak puas setelah mendengar jawaban itu. Dia terus menatap tajam gadis yang baru beberapa menit lalu tiba di rumahnya.
“Collin, beri dia waktu untuk memutuskan. Kurung dia di gudang belakang sampai pagi. Jangan beri dia makan maupun minum. Aku yakin dengan begitu dia bisa berpikir jernih,” seru Daniel dengan suara berat dan terasa dingin.
Naila kembali membelalak mendengarkan perkataan Daniel yang begitu tak berperasaan.
Pria itu bahkan langsung berbalik sebelum Naila berhasil menyanggah kata-katanya.
“Apa Anda sudah mendengarnya? Tuan muda sangat berbaik hati, hingga memberi Anda waktu untuk berpikir. Jadi, silakan Anda renungkan selama semalaman,” ucap Collin.
“Tapi... Ta...,” ucap Naila berusaha menjawab.
Namun, dua orang maid muncul dan memegangi kedua tangannya, membuat Naila kembali ketakutan.
“Tolong, Tuan. Aku mohon jangan seperti ini,” pinga Naila.
Namun, Collin sama sekali tak peduli dan membiarkan para maid itu membawa Naila ke belakang mansion, di mana terdapat sebuah gudang yang gelap dan berisi tumpukan jerami.
Dia dikunci dari luar, dan ditinggalkan sendirian. Tak ada tikar, selimut atau apapun yang bisa menghangatkan tubuhnya.
Naila melihat sekelilingnya hanya ada jerami yang akan membuat sekujur tubuhnya gatal. Dia menghela nafas berat, lalu tubuhnya melorot ke bawah, dan berjongkok sambil memeluk lututnya.
Dia menangis seorang diri di dalam gudang itu.
“Ayah... Ibu... Aku harus bagaimana? Kenapa hari ini terasa begitu berat. Aku sampai sesak tak bisa bernafas dengan benar. Ayah... Ibu... Kenapa kalian tak membawaku ke surga saja,” ratapnya.
Dia menangis semalaman hingga tertidur di atas tumpukan jerami.
Udara dingin benar-benar membuat Naila tak bisa tidur nyenyak. Ditambah banyaknya serangga kecil di gudang, membuat gadis itu terusik.
Dia pun terbangun di tengah malam, dan mendapati betapa sunyinya tempat itu. Sekelebat bayangan muncul di depannya, membuat Naila sempat terkejut. Namun, dia justru mendekati bayangan tersebut, dan tersenyum saat melihat apa yang ada di depannya.
Tangannya terulur, dan meraih benda tersebut.
“Tikus kecil. Apa kau juga terjebak seperti aku? Apa kau sendirian?” tanya Naila kepada tikus yang saat ini berada di genggamannya.
Dia mengusap lembut kepala hewan pengerat itu layaknya seekor peliharaan. Wajahnya terlihat lebih damai dari sebelumnya. Mungkin karena dia telah menangis, meluapkan semua kesedihan yang dialaminya hari ini.
Cukup lama dia berbicara dengan tikus kecil itu, seolah tengah mengadu pada teman lama yang bertahun-tahun tak bertemu.
Hingga tanpa terasa, suara ayam berkokok dari kandang, serta sapi dan kuda terdengar, pertanda sang surya sebentar lagi akan menampakkan dirinya.
Wajahnya yang beberapa saat lalu terlihat begitu damai, tiba-tiba kembali muram.
“Apa mungkin aku sebaiknya menerima pernikahan ini? Tapi, bukankah pernikahan itu hal yang serius? Apa bisa dipermainkan seperti ini? Apa kau tau apa tujuan tuan muda itu menikahi gadis desa seperti ku?” tanya Naila pada tikus itu.
Namun selayaknya hewan, tak mungkin tikus itu bisa menjawab semua pertanyaan dari gadis tersebut.
“Dalam waktu kurang dari sehari, aku sudah dijual dua kali. Apa jika aku menolak pernikahan ini, aku bisa lepas dari nasib buruk ku?” tanya Naila lagi.
Dia pun kembali terdiam. Gadis itu lalu melepaskan tikus yang entah sudah berapa lama berada digenggaman. Tangannya lalu memeluk lututnya erat, sambil memikirkan apa yang akan diputuskan nanti.
Dia masih terjaga, hingga akhirnya pintu terbuka, membuat cahaya matahari masuk dan menyilaukan mata Naila yang sudah terbiasa dengan gelap.
“Nona, silakan keluar. Ini saatnya Anda memberi keputusan,” seru seorang maid.
Naila pun bangun dari duduknya, dan berjalan mengikuti maid tersebut. Kali ini, Naila tampak lebih tenang dari sebelumnya.
Dia berjalan cukup jauh dari gudang belakang hingga bangunan utama di depan sana.
Dengan tubuh lelah, perut kosong dan kedinginan, semalaman Naila mencoba mencerna semua kejadian demi kejadian.
Dia masih berpikir apa yang harus dia lakukan atas tawaran si pemilik rumah. Dia tak mungkin di penjara atas tuduhan yang sama sekali tak ia lakukan.
Jika pun dia bisa lari dari sini, ke mana dia akan pergi, sementara sang paman telah mengusirnya bahkan menjualnya. Namun, dia melihat satu sisi positif, di mana ada satu fakta yang harus dia pertimbangan.
Setidaknya, Tuan itu telah menyelamatkanku dari bisnis hiburan malam, dan membawaku pergi dari tempat kotor itu, batin Naila.
Akhirnya setelah berjalan cukup jauh, Naila sampai di ruang yang semalam. Di sana sudah ada Collin dan juga Daniel, serta berkas perjanjian yang ada di atas meja.
“Bagaiamana, Nona. Apa Anda sudah memutuskan?” tanya Collin.
Naila nampak memejamkan matanya, seraya mengambil nafas dalam-dalam.
“Maaf sebelumnya, aku tak tahu apa tujuan Anda melakukan hal ini padaku. Aku juga tak mengerti apakah ini nasib baik dengan menikahi orang kaya raya, atau justru ini nasib buruk”
“Yang jelas, setidaknya ada satu hal yang saya harus berterima kasih kepada Anda berdua, karena sudah menyelamatkanku dari bisnis kotor tempat hiburan itu,” ungkap Naila panjang lebar, dan kembali mengambil nafas dalam-dalam.
Sementara Daniel masih diam, dengan tatapan kosong seperti biasa.
“Jadi, apa keputusan Anda, Nona,” tanya Collin.
Gadis itu terlihat memejamkan matanya, sambil kembali menarik nafas dalam-dalam dan menghelanya sekaligus, sebelum akhirnya membuka kembali matanya.
“Saya akan terima tawaran Anda, tapi dengan syarat,” ucap Naila.
“Apa syaratnya? Uang?” tanya Daniel dingin.
“Apa semua orang yang Anda temui memiliki sifat materialistis, Tuan? Sampai Anda berpikir hanya uang lah yang diinginkan oleh orang lain,” sahut Naila yang mulai berani mengungkapkan pendapatnya.
Collin terlihat memicingkan matanya melihat kilat berbeda di mata gadis yang kemarin terlihat hancur itu.
“Saya ingin, isi surat perjanjian itu kita buat kembali bersama-sama, atas dasar kesepakatan kita berdua,” ucap Naila dengan lantangnya.
.
.
.
.
Tanya dong, menurut kalian, lebih suka protagonis menye-menye apa yang sedikit ada perlawanan?
Tolong beri dukungan pada novel ini berupa like👍, komen💭, vote🧧 atau bunga 🌹, terimakasih 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!