"Apparently (ternyata)" kalimat itu menggantung, "the scout is beside you (sang pengintai ada disampingmu)."
Ruangan itu seketikan senyap.
Padahal ruangan inap rumah sakit itu terdapat empat pria dan seorang perempuan, tetapi ruangan yang semula ramai berubah senyap dalam hitungan detik setelah mendengar kaliamat datar dari perempuan itu yang menatap tajam pada semua orang secara bergantian sebelum terpaku pada seorang perempuan diantara keempat orang didepannya.
"Emma why you ..."
"Al!" Kali ini suaranya terdengar menggeram menahan amarah, tatapan tajam Emma beralih pada Alaric. "Kakakku yang malang, yang selalu buta karena cinta dan kembali melakukan hal bodoh yang sama. Untungnya tidak jatuh cinta pada wanita yang sama, apa aku boleh menertawakan kebodohanmu?."
Rahang Alaric mengetat menatap Emma yang berjalan perlahan mendekat dengan tatapan penuh peringatan.
Seakan tak perduli dengan tatapan Kakaknya, Emma melangkah semakin masuk kedalam ruang inap Alaric dan berdiri disamping ranjangnya dengan tatapan amarah pada yang terpancar sangat jelas dari mata birunya.
Suasana kali ini sedang kacau, dan Alaric tidak mau Emma semakin mengacaukan suasana malam ini.
Terlebih perempuan itu yang berdiri disisi lain ranjangnya terlihat tenag, Ameera-Amorenya memang terlihat tenang dan tidak terlihat menunjukkan emosi apapun, tetapi ketenangannya mampu membuat pikiran Alaric tidak tenang.
Seperti biasa, ketenangan Ameera disaat kegentingan selalu membuat Alaric resah dan menerka-nerka apa yang perempuain itu pikirkan dan ingin lakukan.
"Seriusly Al" lagi-lagi tidak memperdulikan tatapan peringatan Alaric, Emma kembali membuka suara. "Apa kamu tidak belajar dari masa lalu?, sudah kuperingatkan agar selalu ingat asal usul keluarga kita, jangan pernah menepatkan siapapun disisimu sa ..."
Alaric terlihat hilang akal menyentak tangan Emma agar berhenti berbicara lebih banyak lagi, matanya memerah menatap Emma tajam.
Semua yang berada diruangan itu merasakan aura menyeramkan yang menguar dari diri Alaric saat ini, terlebih Emma yang berdiri tepat didepannya dan bertatapan langsung dengan mata Alaric.
Tatapan itu lebih mengintimidasi dan menyeramkan dari sebelumnya.
"Ini urusanku" desis Alaric penuh penekanan, "jangan ikut campur dan pergi dari sini."
Tidak ada pergerakan sedikitpun dari Emma, meski Alaric secara jelas mengusirnya.
Emma masih berdiri ditempatnya dan balik membalas tatapan Alaric tidak kalah mengintimidasi juga.
Meski Alaric dapat mengetahui tangan Emma gemetar mengepal hingga buku tangannya memutih, menahan diri untuk tidak gentar membalas tatapannya dan mencoba terlihat berani.
"Jika menyangkut Romanov maka juga menyangkut tentangku Al!"
Suara Emma bahkan samar-samar terdengar ada getar.
Alaric paham apa yang sedang Emma rasakan kali ini, tetapi dia tidak bisa membiarkan Emma berbicara lebih banyak lagi dan melakukan hal yang membuat semakin kacau semuanya.
"Aku bisa mengatasinya, dan jangan coba-coba melakukan apa yang ada didalam otakmu pada Ameera!"
Secara terang-terangan Alaric memperingati Emma, bahkan menyebut nama Ameera penuh penekanan.
Satu detik ...
Dua detik ....
Hingga akhirnya tawa sinis Emma mengalun sambil memiringkan kepalanya menatap Ameera, perempuan yang sedang Alaric sebut barusan.
Sebelah alis Alaric terangkat melihat ekpresi Emma yang tiba-tiba berubah datar, membuatnya penasaran menoleh kesamping.
Ameera masih berdiri ditempatnya, tidak jauh dari kasur yang Alaric tempati.
Perempuan itu tersenyum lebar pada Emma, mengambil ponsel Alaric dinakas tepat disamping kasur Alaric dan mulai mengutak atik ponsel Alaric tampa permisi.
Terlihat tenang dan biasa bagi orang yang melihatnya, tetapi tidak bagi Alaric.
"Aku tidak pernah mengatakan apapun tentang keluarga Romanov" ucap Ameera dengan tatapan mata dan jemari yang masih fokus memencet layar ponsel Alaric ditangannya, "jadi tenang aja."
Alaric ingin menyanggah kalimat yang dilontarkan Ameera barusan dan meminta perempuan itu diam jangan terpancing dengan Emma, tetapi dia memilih diam menunggu perempuan itu menyelesaikan kalimatnya kala Ameera mengangkat wajahnya dan menatap Alaric lembut.
Pegangan tangan Alaric dipergelangan tangan Emma mengendur dan perlahan terlepas.
Dalam situasi yang menyudutkannya, perempuan itu masih tersenyum dan terlihat amat sangat tenag, berbanding terbalik dengan Alaric yang gusar sejak tadi.
"Aku hanya melaporkan apa yang dia lakukan, bukan untuk memata-matai keluarga kalian" lanjut Ameera masih menatap Alaric sebelum menoleh kesamping pada pria yang sejak tadi berdiri disisi lain Ameera, Regan. "Regan akan mengecek ponselmu sudah bersih atau tidak" kali ini Ameera berbicara pada Alaric namun tidak menatapnya, "minta tolong cek udah bersih atau tidak Ar" pintanya sambil menjulurkan posel Alaric pada Regan.
Kata 'bersih' yang Ameera maksud dapat Alaric pahami, tetapi tidak dengan Emma yang mengerutkan kening tidak mengerti.
Regan menghela nafas mengambil ponsel dari tangan Ameera dan melemparnya pada pria yang berdiri tidak jauh darinya. "Javir yang akan meriksa" terdengar datar tampa emosi, "ayo pergi."
Tangan Alaric mengepal hingga memutih melihat Regan menggandeng tangan Ameera keluar dari ruangan itu.
Dia tidak bisa mencegah sahabatnya membawa Ameera keluar begitu saja, meski keinginan mencegah Regan membawa Ameer pergi begitu besar, namun sekuat tenaga dia menahan diri.
Emma masih berdiri disamping Alaric, kedua sahabatnya Aslan dan Javir juga berada diruangan itu meski sejak tadi nereka berdua hanya diam tidak mengatakan apapun.
Jika Alaric memaksakan diri turun dari kasur rumah sakit, kedua sahabatnya pasti akan langsung mencegahnya.
"Ponsel loe bersih" Javir berdiri dan meletakkan ponsel Alaric ditempat semula, diatas nakas.
"Dia yang meretes dia yang membersihkan" gumam Aslan yang sejak tadi hanya diam menjadi pengamat bersama Javir, "bahkan dia tidak mengelak atau berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi."
Ya ....
Ameera tidak membantah atau berusaha menjelaskan apapun pada Alaric, sejak hari itu sampai detik ini.
Bahkan saat Alaric mengamuk, membentak tak terkendali malam itu, perempuan itu hanya diam menatapnya dengan tenang lalu hanya mengatakan satu kalimat yang membuat Alaric tidak bisa menyalahkan segalanya pada Ameera.
"You are the one who forces me to always be beside you, and you are the one who made this situation (kamulah yang memaksaku untuk selalu berada di sisimu, dan kamulah yang membuat situasi ini)."
Dia yang menginginkan wanita itu selalu disampingnya.
Sehingga tampa dia sadari semua orang juga memaksa wanita itu untuk berada disampingnya dan berakhir dengan situasi kacau seperti sekarang.
Bahkan berakhir dengan perasaan Alaric yang semakin dalam pada wanita itu.
"Seandainya loe gak maksa ikut ke Madura sebelas bulan lalu, semua gak akan seperti ini" kalimat Aslan membuat Alaric memejamkan matanya, "dan loe dengan gilanya menginginkan dia bukan sekedar pacar online yang selalu bisa loe hubungi tiap waktu, jadi jangan ..."
"Dia udah tahu itu jangan diteruskan As" potong Javir, "ayo pergi ... biar Emma yang menjaganya."
Benar semua salahnya, semua bermula dari dirinya.
Alaric terkekeh kecil sambil menutup matanya dengan lengan tangan yang tidak di infus, menertawakan dirinya sendiri.
Sebelas bula yang lalu ....
Ya ....
Semua bermula sejak sebelas bulan yang lalu.
Setelah Alaric bertemu secara face to face dengan Pacar onlinenya yang menghilang tiba-tiba selama lima tahun, keinginan itu seakan menguasai dirinya.
Dia ingin Ameera selalu disampingnya.
Alaric tidak memungkiri jika dia yang memulai semuanya.
Dia yang menginginkan perempuan itu.
"Isn't there someone who can really be beside me? (tidakkah ada seseorang yang benar-benar bisa berada di sampingku?)."
^-^
Hello readers ....
Maaf baru bisa Up novel ke 5 si Babang Alaric 🙏😇
Karena banyak kerjaan jadi ditunda terus mau updatenya 🤭
Mohon do'anya semoga bisa konsisten update Beside You tiap hari 🥰
Love you
Unik Muaaa 😘
Sebelas Bulan Lalu
.
.
.
"OK CUT!"
Teriakan dari sang sutradara menghentikan seluruh adegan perkelahian beberapa aktor didepannya, disambuh teriakan pujian dan tepuk tangan riuh dari kru yang lain yang betada diarea syuting tersebut.
Padahal beberapa detik lalu suasana tempat syuting itu terlihat mencengkam dan sunyi, fokus semua orang hanya terfokus pada satu titik yang terlihat memiliki aura menonjol dari pada aktor yang lain, sang pemeran utama dalam film laga tersebut, Alaric Lorenzo.
"Kerja bagus semua" seru sutradara, "dan terkhusus Alaric Lorenzo aktor kita, karena acting loe bagus hari ini, gue kasih hari libur dua hari untuk istirahat" lanjut sang sutradara lagi, "pasti badan loe capek dan butuh istirahat, jadi istirahat aja."
Tampa mengatakan terima kasih, Alaric hanya mengangkat tangannya sebagai ganti ucapan terima kasihnya. Satu hari ini dia terus saja melakukan adegan bela diri, sehingga seluruh tubuhnya serasa remuk semua meski terkadang melakukan sparing dengan bodyguardnya atau dengan Aslan sang pecinta bela diri tetap saja Alaric ngos-ngosan.
Tetapi sepertinya hanya dirinya yang merasa lega, karena beberapa kru banyak yang mengeluh kecewa, membuat Alaric mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.
"Para cewek-cewek itu kecewa gak bisa lihat otot loe lagi bang" Yogi, asisten pribadinya sudah berdiri disampingnya dengan menjulurkan air dan handuk kecil padanya.
Alaric tertawa mendengarnya, melambaikan tangan pada semua orang sebelum melangkah pergi bersama Yogi dari lokasi syuting.
"Gue gak punya ..."
"Punya bang" padahal Alaric belum menyelesaikan pertanyaannya, Yogi sudah memotong kalimat Alaric karena mengerti kemana arah kalimat itu nantinya. "Sejak loe memutuskan jadi aktor lima tahun lalu, emangnya loe punya jadwal kosong?. Kalau mau santai-santai kenapa gak jadi model aja kayak dulu?, hitung-hitung gue juga gak ikut tersiksa sama jadwal loe."
Langkah Alaric terhenti dan menatap Yogi dengan tatapan tajam, "meski loe kerepotan, tapi gaji loe juga gede."
"Iya sih bang" Yogi menyengir, "tapi emangnya loe gak capek?, uang loe masih kurang banyak?. Keluarga loe kaya, masih punya bisnis hotel sama temen loe, karir didunia modeling gak bisa dibilang biasa aja, tapi malah masih maruk dengan jadi aktor."
Plak ...
Tangan Alaric menjitak kepala Yogi dengan kesal dan kembali melangkahkan kakinya lagi.
Yogi sudah bersamanya kurang lebih enam tahun setelah tujuh tahun lalu dia memutuskan untuk tinggal di Indonesia meninggalkan negara kelahirannya, jadi sudah hal biasa dia mendengarkan keluhan bahkan menghadapi sikap ngeleneh Yogi padanya, setidaknya pekerjaan anak itu selalu beres dan sikapnya masih tidak melebihi batas yang Alaric tekankan pada awal-awal Yogi bekerja dengannya.
"Bukan maruk, gue hanya cari kesibukan aja" bantah Alaric santai.
"Kesibukan loe jangan dicari bang" lagi-lagi Yogi mengeluh, "kenapa loe fokus sama bisnis loe dan teman-teman loe aja?, apa susahnya sih kerja sambil duduk lalu nerima uang?. Nama Alaric Lorenzo Romanov udah gede bang, apa lagi yang loe cari?, uang enak ngalir dari berbagai sumber, hidup dibawa santai aja bang ..."
Apa yang dikatakan Yogi memang benar adanya.
Namanya Alaric Lorenzo Romanov, di dunia entertaiment dia terkenal dengan dua nama depannya tampa nama marga keluarganya memang cukup dikenal banyak orang dan tidak asing ditelinga orang lain.
Bahkan dinegara Alaric dulu, namanya dikalangan modeling juga dapat diperhitungkan. Tetapi setelah pindak ke Indonesia dan kembali memulai karir modelingnya disini, ada beberapa orang yang terus saja menawarinya untuk menjadi aktor sehingga Alaric penasaran lalu mencoba masuk keduania seni peran dan berakhir seperti sekarang.
Jangan ditanya bagaimana jadwalnya, karena jadwalnya semakin padat saja, terlebih saat bisnis dengan ketiga temannya berkembang pesat, sehingga pada hari tertentu Alaric tidak bisa diganggu dan hanya fokus pada pekerjaan bisnisnya dan ketiga temannya saja.
"Ngapain Bang Aslan dan Javir kesini?"
Pertanyaan Yogi menghentikan niat Alaric yang hendak masuk kedalam mobilnya, dia menoleh kesamping dan melihat kedua temannya itu keluar dari mobil dan berjalan kearahnya.
Dari wajah mereka terlihat jika sepertinya ada hal penting yang harus segera dibicarakan, terlebih sahabatnya itu tidak pernah mendatangi Alaric secara langsung kelokasi syuting seperti saat ini.
"Regan udah ketemu tapi leptop gue mati" kalimat pertama yang Javir ucapkan setelah menghentikan langkahnya tidak jauh dari tempat Alaric berdiri.
Regan, teman mereka bertiga yang dua tahun terakhir menghilang dan beberapa hari lalu kembali menghilang lagi, namun kali ini anak itu membawa kabur seorang wanita yang dia awasi saat diminta sebagai bodyguard karena Regan masih belum ingin bekerja sebagai dokter atau direktur perusahaan keluarganya.
Sedangkan leptop Javir mati pasti karena Javir nekat melacak lokasi Regan yang juga sebelas dua belas dengannya, yang diam-diam adalah seorang hacker.
Alaric tertawa kecil, "terus gimana?, loe udah bilang sama Bunda Ara lokasi anak nakalnya itu dimana?."
"Bunda minta kita kumpul sekarang, mangkanya kita jemput loe langsung kesini" ucap Aslan kakak angkat Regan, sebelum pria itu menghela nafas dan bersandar pada mobil Alaric.
Seketika sirna sudah bayagan Alaric tidur seharian dirumahnya, jika sudah menyangkut tentang Regan dan nama keluar besarnya - Ganendra, maka Alaric hanya bisa pasrah saja seperti wajah Aslan dan Javir saat ini, dari pada bisnis mereka berempat musnah dengan sentilan dari sang kepala keluarga Abraham Ganendra dan Istrinya Zahra Renata orang tua Adam Regan Zeroun Ganendra sang pewaris utama perusahaan Ganendra Group.
Meski nama keluarga Alaric juga tidak bisa dipandang sebelah mata, tetapi jika di negara Indonesia nama keluarga Romanov masih berada di bawah Ganendra dalam dunia bisnis.
^-^
[Diisukan pacaran dengan Qiandra Qonita, Alaric Lorenzo malah kepergok nonton bareng perempuan misterius]
Perempuan itu tersenyum menatap layar televisi didepannya.
Alaric Lorenzo Romanov
Tujuh tahun ini pria itu dikenal sebagai Alaric Lorenzo setelah meniti karirnya di Indonesia sebagai model international dan aktor, padahal dinegaranya dulu dia adalah model yang namanya cukup diperhitungkan, entah kenapa pria itu memilih tinggal di Indonesia dan memulai karirnya disini.
"Alaric selalu malu-maluin"
Perempuan itu menoleh kesamping lalu tertawa kecil setelah tahu siapa yang berbicara secara frontal dan tidak takut jika fans Alaric mendengar apa yang dia ucapkan barusan.
Padahal mereka berada ditempat umum, banyak orang yang lalu lalang melewati mereka yang berdiri menatap kearah televisi yang tidak jauh dari tempat mereka berdua berdiri.
"Pesona seorang Alaric Lorenzo Romanov kan too hard to resist (terlalu sulit untuk ditolak)" ucap perempuan itu kembali menatap kearah tv yang masih memberitakan isu tentang Alaric.
"Dan itu juga salah satu alasan kamu betah jadi pacar onlinenya dulu."
Perempuan itu mendengus.
Kali ini giliran sang pria yang tertawa ngakak melihat raut wajah betek perempuan itu.
^-^
"Bagaimana?" terdengar lembut, bahkan senyum manisnya terlukis lebar dibibirnya "udah tahu Ar (Adam Regan) dimana?."
Jangan pernah terkecoh dengan suara lembut dan senyum lebar Ara, karena dibalik itu semua ada ancaman yang mencekik leher ketiga pria yang duduk didepannya.
Alaric melirik pada Javir yang diam tidak mengatakan apapun, terlihat mencoba tenang didepan Ara.
Untuk urusan melacak orang diantara mereka bertiga hanya Javir yang bisa diandalkan, jadi dia pasti sedang tertekan sekarang.
"Bunda .... Regan bukan anak kecil lagi" sangat lirih Aslan mengucapkannya.
"Tapi Ar bawa kabur anak orang As (Aslan)"
"Mungkin saja Belda yang minta Regan untuk membawanya kabur Bunda"
Hening, tidak ada bantahan dari Ara sehingga Alaric mengangkat wajahnya perlahan menatap wajah wanita paruh baya didepannya yang menatap tajam pada Aslan sang anak angkatnya.
"Bunda tidak perduli siapa yang bawa kabur siapa" tegas Ara, "temukan Ar dan bawa dia pulang sebelum ...."
"Ar" potong Javir tiba-tiba bersuara sebelum Ara melontarkan ancaman, "Adam Regan Zeroun Ganendra putra Bunda Ara tercinta berada dipulau Madura" lanjutnya sembari meletakkan leptop tepat didepan Ara, "leptopku mati dan Bunda harus tanggung jawab."
Madura ...
Pulau Madura ...
Alaric tersenyum lebar mendengar nama salah satu pulau Indonesia yang tidak lagi asing ditelinganya sejak sepuluh tahun lalu dia mengenal Regan, Aslan dan Javir.
Meski dia sudah tujuh tahun menginjakkan kaki di Indoneaia, dia tidak mempunyai waktu untuk pergi kepulau itu.
"Jemput Regan sekarang juga" perintah Ara tegas.
Perasaan bahagaia seketika memenuhi hati Alaric, akhirnya dia bisa ke ....
"Kecuali Alaric Lorenzo Romanov, karena jadwalmu pasti sangat padat."
Lagi-lagi Ara menghancurkan kebahagiaannya dalam beberapa detik.
Meski dia libur syuting dua hari kedepan, tetapi dia masih memiliki beberapa jadwal photo shoot dengan beberapa brand dan podcest yang menunggu.
Tetapi kapan lagi dia bisa kepulau itu?, setidaknya sesekali dia membuat Yogi yang selalu kurang ajar itu kelimpungan dan harus menscedul ulang kegiatannya, dengan memberi gaji lebih pasti akan membungkan mulut lemes Yogi.
^-^
.
Love you
Unik Muaaa 😘
Pening ...
Perutnya mulai bergejolak
Keringat dingin sebesar biji jagung mulai muncur satu persatu dikeningnya, bahkan beberapa perlahan mulai mengalir membasahi kerah bajunya.
Goncangan mobil karena melewati jalan yang berlubang membuat perasaan takut, cemas dan panik mulai menguasainya.
Setelah berapa tahun akhirnya Alaric merasakan gejala trauma yang akan muncul, padahal sudah lama dia tidak merasakannya.
Kilasan memori muncul namun hanya beberapa detik lalu kesadarannya kembali.
Pekikan dan teriakan yang hanya Alaric dengar sendiri membuat detak jantungnya semakin berdetak kencang.
Beberapa kali dia menggeleng, mengerjabkan matanya, menatap kesegala arah mencoba tenang dan tetap sadar jika dia tidak dalam mobil mengerikan beberapa tahun lalu yang mulai menguasai otaknya.
"Al are you ok? (Al kamu baik-baik saja)" Itu suara Aslan.
"Eric help! (Eric tolong)" Dan itu suara hanya Alaric sendir yang dapat mendengar.
Sial ....
Suara Javir dan Aslan yang bergantian menanyai kondisinya saling tumpang tindih dengan suara yang muncul dikepalanya.
Tidak tahan, Alaric memukul pintu disampingnya memberi isyarat untuk menghentikan mobil yang mereka tumpangi dan berlari keluar memuntahkan apapun yang bergejolak sejak tadi di perutnya.
Hanya air dan lendir yang terasa pahit keluar, perutnya kosong sejak mereka bertiga berangkat dari Jakarta.
Karena terlalu excited ingin menemui seseorang di pulau Madura ini, Alari sampai menolak untuk makan makanan yang disediakan didalam pesawat.
"Gimana?"
Alaric menghela nafas menatap Javir datar sebelum menatap lurus kedepan dengan tatapan penuh keyakinan.
Meski mereka dipulau ini karena misi dari Ara dengan mengancam bisnis mereka, Alaric memiliki tujuan lain ingin bertemu seseorang dan kejadian barusan tidak akan membuatnya gentar.
Terdengar Aslan dan Javir mulai berdebat disampingnya, semakin membuat Alaric tambah pening saja.
"Gue jalan aja" ucapnya datar menghentikan perdebatan tidak berfaedah kedua temannya, "kalian jalan duluan. Nanti nunggu di jalan yang udah ..."
"Ya udah gue jalan juga kalau gitu" potong Aslan.
Alaric melirik Aslan yang menatapnya dengan tenang dan senyum segaris membuat Alaric menghela nafas pasrah.
Tidak ada pilihan lain, jika dia memaksakan diri masuk kedalam mobil, yang ada semua akan menjadi kacau nantinya.
Kepala Alaric menatap kedua temannya bergantian yang sedang menatap kearahnya, tampa mereka mengatakan apapun, Alaric yang cukup mengenal mereka sudah tahu apa yang sekarang ada di benak mereka berdua.
Mereka pasti khawatir.
Alaric berkacak pinggang, "gue gak mau balik!" serunya dengan tegas meyakinkan kedua temannya jika dia maaib bisa melanjutkan perjalanan.
Tidak ada yang mengatakan apapun selama beberpaa detik, hingga pada akhirnya Javir menghela nafas melirik Aslan, sehingga mereka berdua saling tatapan tampa mengatakan apapun.
"Terserah" tandas Javir akhirnya pasrah berbalik badan berjalan kearah mobil.
Perlahan Alaric dan Aslan melangkahkan kaki mereka beriringan.
Keringat yang muncul di kening Alaric kali ini bukan karena gejala traumanya yang akan muncul lagi, tetapi karena terik matahari yang begitu menyengat kulit.
"Keluar dari pesawat loe ngeluh panas, ini malah jalan kaki ratusan meter" Aslan terkekeh sambil melirik Alaric.
Ya, beberapa menit lalu Alaric mengomel saat keluar dari pesawat jet yang mereka tumpangi.
Panas ....
Membuat Javir mengomelinya karena tidak ada yang meminta Alaric ikut dan Alaric malah berulangkali mengeluh panas membuat telinga Javir panas.
Lagi pula Ara dan Javir sudah melarang Alaric untuk tidak ikut, tetapi Alaric malah sudah menunggu Aslan dan Javir didalam jet pribadi milim keluarga Ganendra.
"Mana tahu gue Madura panas" Alaric mendongak dengan mata memicing.
"Mangkanya Javir ngelarang loe ikut tadi, selain panas beberapa jalan disini tuh rusak. Kalau loe ..."
"Kapan lagi gue punya kesempatan ketemu mantan pacar online gue" potong Alaric, menghentikan kalimat panjang Aslan yang pastinya akan berakhir dengan mengungkit traumanya.
Jika beberapa menit lalu wajah Alaric pucat, kali ini cerah seketika.
Bibirnya mulai terukir senyum.
"Bukannya kalian udah putus?"
Mata Alarik melirik Aslan sinis, "gak ada kata putus, yang ada dia ngilang tampa kabar."
"Ya sama aja Al."
"Beda" bantah Alaric dengan mata melotot.
Aslan yang berjalan disampingnya hanya menghela nafas, "tujuan utama kita disini mau jemput Regan" Aslan mengingatkan apa sebenarnya tujuan utama mereka.
Kepala Alaric mengangguk, "iya gue gak lupa tujuan utama kita kesini mau jemput pewaris Ganendra, Adam Regan Zeroun Ganendra." Penuh penakanan saat menyebut nama panjang temannya itu, "jangan khawatir Ar pasti ikut kita balik."
Mereka menginjakkan kaki di pulau Madura ini dengan perasaan terpaksa karena harus menyeret Regan, yang biasa mereka panggil Ar untuk pulang dengan mereka.
Semua karena ancaman Zahra Renata Ibunda Regan yang akan meminta Abraham Ganendra suaminya untuk menarik semua investasi pada bisnis yang mereka berempat bangun jika tidak menjemput Regan dan membawa anak itu pulang ke Jakarta.
Meski Ara dan Javir yang mewanti-wanti Alaric agar tidak ikut dan membuat jadwalnya jadi amburadul, Alaric tetap saja ikut dengan keingin yang cukup besar 'bertemu secara face to face' dengan pacar onlinenya yang menghilang lima tahun lalu itu.
Padahal sebelum Pacar Onlinenya itu menghilang tampa membalas chat dan mengangkat panggilan telepone atau video callnya, Alaric sudah berada di negara ini tetapi tidak bisa langsung menemuinya karena sibuk memulai menitai karir entertaimentnya dinegara ibunya ini.
"AH ... PANAS..."
Alaric kembali mengeluh entah untuk kesekian kalinya membuat Aslan tertawa ngakak.
^-^
Mata Alaric mengerjab-ngerjab menatap rumah sakit didepannya.
Setelah bertemu dengan Regan. Alaric langsung meminta antar keapotik pada teman Javir, Taufiq yang tadi menjemput mereka dibandara dengan mobil sederhana versi Alaric.
Kali ini Alaric minta diantarkan menggunakan motor. Meski dia harus menahan diri dari terik matahari yang menyengat kulit, padahal dia suda menggunakan hoodi yang cukup tebal milik Regan, tetap aja terasa menyengat dan yang ada malah semakin gerah.
"Gimana?"
Sudah hampir lima menit mereka berdiri didepan Rumah Sakit Islam Kalianget, dan Alaric masih ragu untuk melangkahkan kaki masuk kerumah sakit didepannya, Alaric hanya bisa menjawab pertanyaan Taufiq dengan helaan nafas.
Diaptotik yang mereka datangi barusan tidak menjual obat yang Alaric cari.
Karena kesenangan mengingat pacar onlinenya, Alaric sampai lupa membawa obat yang biasa dia bawa kemanapun meski traumanya sudah tidak pernah lagi kambuh beberapa tahun ini.
"Disini pulau, jadi apotik disini tidak selengkap Jakarta. Kalau di kota mungkin ada, kurang lebih dua puluh menit dari sini, tapi belum tentu seratus persen ada juga." Taufiq mencoba mengajukan solusi untuk Alaric meski Alaric tahu jika pria disampingnya itu tidak tahu untuk apa obat yang dia ingin beli di apotik tadi. "Coba aja periksa kedokter di rumah sakit itu, meski obatnya tidak sama setidaknya manfaatnya sama."
Yang dikatakan Taufiq cukup masuk akal, tetapi .... Alaric tidak ingin identitasnya dan keberadaannya dipulau Madura ini ketahuan.
Semua harus serba serbi hati-hati.
Terlebih, dia tidak mau serangan panik karena traumanya muncul, jadi viral, membuat ketiga temannya kalangkabut dan nama serta profesi mereka tersebar.
Terlebih itu rumah sakit dan pastinya ada satu hal peicu traumanya, salah satu yang harus Alaric hindari selain guncangan didalam mobil, adalah darah. Dua hal itu termasuk dalam pemicu tercepat traumanya kambuh laku blank seketika.
"Gak usah" putusnya setelah banyak penimbangan, "Regan juga dokter nanti tanya dia aja."
Pada akhirnya seperti biasa, jika mepet dia akan meminta bantuan Regan sang sahabatnya yang lulusan kedokteran.
Seakan mengerti jika Alaric sudah menimbang-nimbang untuk kebaikannya, Taufiq menganggukkan kepala paham.
Alaric kembali menatap kedepan.
Rumah sakit didepannya cukup terlihat bagus dan megah meski dipulau, bahkan ada banyak mobil yang terparkir didepannya.
Cukup maju untuk kepulauan. Pikir Alaric, Pantas saja Ar dan Je (Javir) beberapa tahun betah tinggal disini, apa lagi tampa polusi, tapi tepat aja ...
Panas ....
Matahari yang tidak lagi terhalang awan kembali membuat mata Alaric mengernyit.
Kali ini ada dua hal yang tidak Alaric sukai sejak menginjak kaki di pulau Madura ini, jalan yang bergelombang dan terik matahari yang menyengat.
Seandainya dia bukan public figur, sejak keluar pesawat dia tidak akan memakai masker dan menutup kepalanya dengan tudung hoodi jaket yang dia kenakan.
Tetap dengan menatap kearah Rumah sakit didepannya, mata Alaric tiba-tiba membola menajamkan penglihatannya.
"Pacar Online"
Seorang perempuan dari arah timur tidak jauh dari tempatnya berdiri menyebrangi jalan dengan motor yang dia kendarai memasuki area rumah sakit.
Dibalik masker yang dia kenakan, Alaric tersenyum lebar.
Menoleh kekanan dan kekiri sebelum berlari cepat menyebrangi jalan hendak menghampiri perempuan itu.
Meski hanya sekedar melihat wajahnya di foto dan melalui video call, Alaric seratus persen yakin jika wanita itu adalah pacar onlinenya yang menghilang lima tahun lalu.
Alaric tidak mengindahkan panggilan Taufiq yang memanggilnya Hei-Hei tidak berani memanggil namanya.
^-^
Wanita itu turun dari motornya, membuka helem dan menggunakan masker sambil berjalan masuk kedalam rumah sakit.
Alaric berjalan dibelakangnya, sengaja menjaga jarak.
Meski seratus persen dia yakin wanita itu pacar onlinenya yang menghilang lima tahun lalu, Alaric harus memastikan dulu sebelum dia menyapa perempuan itu bukan?.
Mereka tidak pernah bertemu face to face, hanya kurang lebih empat tahun pacaran secara online dan melakukan vodeo call ribuan kali, tetapi lima tahun lalu wanita itu susah dihubungi, Alaric tidak lagi melihat wajah perempuan itu jadi siapa tahu ada perubahan.
"Mbak Ameera mau jenguk Ibu Gana sebelum pergantian shift ya?" seorang satpam menyapa wanita itu.
Sejenak wanita itu menghentikan langkahnya untuk sekedar menyapa balik dan basa basi.
Tidak jauh dari perempuan itu berdiri, Alaric juga menghentikan langkahnya dan tersenyum semakin lebar dibalik masker yang dia kenakan.
Ameera.
Nama itu semakin menyakinkannya jika tebakannya benar.
Terlebih suara yang terdengar sayup-sayup perempuan itu membuatnya yakin seyakin yakinnya.
Perasaan membuncah dan bahagia membuatnya tidak sabar untuk mengejutkan perempuan itu.
"Deggik mon Regan nyosol(nanti kalau Regan nyusul)" ucap perempuan itu sambil melangkah pergi.
Bahas madura
Sejak tadi Alaric tidak mengerti apa yang wanita dan satpam itu bicarakan, dia hanya fokus pada suara wanita itu.
Kenapa Alaric tahu jika mereka berdua berbicara bahasa Madura?, karena terkadang Regan dan Javir memakai bahasa Madura yang tidak dia dan Aslan mengerti.
Bahkan perempuan itu juga menyebut nama Regan, yaang pastinya itu adalah Adam Regan sahabatnua.
Kembali Alaric melangkahkan kakinya mengikuti perempuan itu yang ternyata masuk kedalam suatu ruangan, dan Alaric memilih berdiri tidak jauh dari ruangan itu.
Kepala Alaric mendongak membaca papan yang tertempel di depan pintu.
'Ruang ganti Karyawan'
Dari baju yang wanita itu kenakan, Alaric tadi sudah dapat menebak jika profesi wanita itu adalah perawat di rumah sakit ini. Terlebih ada beberapa orang yang mengenakan warna baju yang sama berjalan di belakang pria berjas putih khas seorang dokter dengan map didadanya.
Krek ...
Bunyi engsel pintu yang berkarat kembali menarik perhatian Alaric.
Kaki Alaric melangkah lebar mendekati wanita yang baru saja keluar dari ruangan itu, senyumnya yang lebar dibalik masker yang dia kenakan tidak luntur sejak tadi.
"Hai pacar onlineku" sapanya dengan suara lirih tepat didekat telinga wanita didepannya yang masih berdiri membelakangi Alaric, "long time not see Amore (lama tidak bertemu Sayang)."
Sontak wanita didepannya berbalik badan dan melangkah mundur hingga punggungnya membentur pintu ruang ganti karyawan dibelakangnya cukup keras.
Bahkan mata wanita itu menatap Alaric tajam dengan mata terbelalak bulat, membuat Alaric semakin tersenyum lebar hingga memuat matanya semakin menyipit.
"Apa kabar mi amor? (Sayangku)"
^-^
.
Love You 😘
Unik Muaaa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!