NovelToon NovelToon

Penantian Seorang Gadis

Prolog

Di Sma pertamika sedang merayakan hari kelulusan kelas 12.

Lelaki tampan yang menjadi incaran para kaum hawa di sana, hanya menampakan senyumannya pada gadis bercadar yang merupakan sahabatnya dari kecil.

"Xaviel kamu akan lanjut di mana? Kita akan sama-sama lagi kan?" tanya Fisha yang di ajak duduk oleh lelaki yang bernama Xaviel.

Lelaki itu tampak diam dan tidak membalas ucapan sang sahabat. Dia mengeluarkan setangkai bunga mawar dan memberikannya pada gadis di depannya.

"Kamu harus tahu, kalau Xaviel dan Fisha akan selalu bersama sampai kapan pun," ucap lelaki itu memasangkan mahkota yang terbuat dari bunga yang dia buat kusus gadis bernama Fisha.

"Gimana cantik gak? Ini aku buat sendiri loh," ucap Xaviel.

"Mana aku bisa lihat El, kan kamu masangnya di atas kepala aku," ketus gadis itu.

Xaviel terkekeh, dia mengeluarkan ponselnya dan memotret sahabatnya.

Gadis itu pun mengambil gaya karena tau Xaviel akan memotretnya.

"Nah coba lihat," ucap Xaviel memberikan benda pipih itu pada Fisha.

"Cantik, aku gak percaya kalau kamu yang buat," kelit gadis itu.

"Kamu meragukan kemampuan babang El?" tanya Xaviel.

Fisha mengangguk membuat lelaki itu berdecak sebal, baru Fisha yang meragukan kemampuannya dan tidak pernah mengatakanya kalau dia sangat tampan.

"Udah yok El, aku udah mau pulang," ucap gadis itu mengambalikan ponsel milik Xaviel.

Xaviel berdiri dia membantu Fisha berdiri menggunakan kain agar tidak bersentuhan. Dan itu yang mereka lakukan selama ini, tidak pernah bersentuha kulit sama sekali. Xaviel juga kalau mengajak gadis itu berjalan akan membawa mobil.

"Lah udah mau balik aja, cemen banget," sindir seorang gadis yang menyindir Xaviel yang lewat di kerumunan para murid yang party merayakan hari kelulusan.

Xaviel tidak sama sekali merespon ucapan gadis yang selalu membuatnya kesal itu, entah takdir apa sehingga dia selalu bertemu dengan gadis tersebut.

"Bentar malam main ke rumah ya? Ajak orang tua kamu juga. Di suruh daddy," ucap Xaviel.

"Ngapain?" tanya Fisha.

"Makan malam, kata daddy kita sudah lama gak makan malam bersama," jawab Xaviel.

Fisha mengangguk. "Nanti akan ku tanya papah aku dulu ya."

Xaviel mengangguk. Dia pun menjalankan mobilnya membelai jalan kota jakarta yang begitu panas.

"Kamu belum memberi tahu aku, kamu lanjut kuliahnya di mana?" tanya Fisha.

"Nanti kuberi tahu saat di rumah nanti ya," jawab Xaviel.

Fisha hanya manggut-manggut. Padahal lelaki itu tinggal bilang susah banget.

Fisha melambaikan tangannya saat lelaki itu sudah menurunkannya di depan gerbang.

"Hati-hati ya," peringat Fisha dan langsung di angguki lelaki itu.

Gadis itu senyum memegang beberapa tangkai bunga yang di berikan Xaviel untuknya, dia berjalan memasuki rumah.

"Asslamualaikum," ucap Fisha melangkah masuk ke dalam.

"Walaikumsalam," ucap wanita paruh baya.

Fisha menyium tangan uminya.

"Kamu ganti pakaian lalu turun makan ya," ucap sang umi dan di angguki Fisha.

Anak gadis itu menaiki kamarnya, dia berhenti di saat melewati kamar sang adik.

"Ataar," panggil Fisha memasuki kamar adiknya. "Astaghfirullah, Ataar," pekik gadis itu menyalahkan lampu kamar.

Terlihat adiknya belum melepaskan pakaian sekolah serta sepatunya masih terlabut di kaki.

"Bangun gak!" teriak Fisha.

Uminya yang mendengar dari bawah, hanya geleng-geleng kepala, kedua anaknya itu memang sering bertengkar setiap saat. Fisha yang tidak suka dengan kemalasan dan tidak kerapian harus mendapatkan seorang adik yang pemalas seperti Ataar adik laki-lakinya.

"Kak Fisha," pekik lelaki berusia 13 Tahun itu beranjak bangun dan menggaruk belakang kepalanya.

"Kebiasaan kamu, pulang sekolah langsung tidur tanpa makan dan buka pakaian. Kamu mau buat umi susah?"

laki-laki itu mendengus dan berusaha membuka matanya, dia berdiri dan membuka sepatunya.

"Awas setelah aku selesai ganti pakaian, dan kamu belum juga selesai. Aku aduin ke apah," ketus Fisha keluar dari kamar sang adik.

"Awes seteleh ake selesei genti pekeien, den keme belem jege selesei. Ake adein ke epah," cibir anak itu mengikuti ucapan sang kakak.

Dia mengganti seragamnya dengan pakaian rumahan lalu turun untuk makan siang.

"Umi masak apa?" tanya Ataar saat melihat uminya membawa makanan ke meja makan.

"Sup ayam," jawab Aisha.

Ataar manggut-manggut dan menunggu sang kakak dan papahnya datang.

"Apah belum datang umi?" tanya Fisha yang baru datang dan membantu uminya.

"Belum katanya lagi di jalan ke sini," jawab Aisha. "Kalau kalian udah lapar, makan aja gak usah nunggu apahmu," lanjutnya.

"Gak usah deh, kami tunggu apah datang aja," ucap Fisha duduk di samping sang adik.

"Kak kuliah ambil jurusan apa? " tanya Ataar pada kakanya.

"Pai dong," sela sang umi. Dia memang menyuruh sang putri untuk mengambil fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

"Asslamualaikum." Suara baroton terdengar indra pendengaraan mereka.

"Walakimsalam, apah." Kedua anaknya menyalimi sang papah.

Perlu di garis bawahi, bahwa Ataar sama papahnya tidak akur seperti ayah dan anak pada umumnya. Saling berbicara kalau bukan ada hal yang perlu untuk di bicarakan tak akan berbicara.

"Papah, umi. Fisha tadi di beri tau El kalau sebentar malam kita di undang ke rumahnya untuk makan malam," sahut Fisha. "Papah gak sibuk'kan?" tanya Fisha.

"Tidak, kita akan ke sana," jawab Altar.

"Ataar gak mau ikut," sela Ataar.

"Kenapa?" tanya uminya.

"Ga pengen ketemu sama Vieara adik kak El yang cerewet itu," jawab Ataar.

"Yaudah gak usah ikut," kelit Fisha membuat Ataar mendengus lalu kembali makan.

Malam hari, selain Ataar mereka semua sudah bersiap untuk pergi.

"Ataar benaran kamu tak ingin ikut?" tanya Fisha.

"Ga!" jawab anak itu berteriak dari dalam kamar.

"Yaudah tutup pintu jangan bukain pintu sembarangan orang," ucap Fisha.

"Iya bawel," ketus Ataar.

Mereka bertiga pun pergi meninggal Ataar sendiri di rumah.

"Kak Fisha," teriak seorang bocah berusia 13 tahun seusia adiknya Ataar.

"Vieara," seru Fisha tersenyum.

"Akhirnya kak Fisha main juga ke rumah," ucap Vieara adik Xaviel.

"Ayo pada masuk," ucap Xaviel tersenyum.

Mereka pun masuk ke kedalam, dan makan malam bersama.

"Xaviel lanjut kuliah di mana?" tanya umi Aisha.

"Amerika tante," jawab Xaviel membuat Fisha terkejut.

"Amerika?" tanya Fisha.

Xaviel mengangguk.

"Saya memamg menyuruhnya melanjutkan di sana, agar cepat lulus s2," sahut daddynya Xaviel.

Altar dan Aisha manggut-manggut, beda dengan Fisha yang terdiam.

Setelah usai makan malam, Xaviel minta izin untuk bicara berdua dengan Fisha yang merupakan sahabatnya.

"Kamu bilang kita gak akan pisah, kok kamu malah milih keluar negeri?"

"Maafin aku Fisha," ucap Xaviel. "Tapi kamu harus tunggu aku kembali ya? Setelah selesai s2ku aku akan kembali, dan menjadikan mu pendamping hidupku," ucap Xaviel berjongkok di depan Fisha.

Part 1 ~ Penantiang Seorang Gadis~

Hari terus berlalu, bulan dan tahun. Kini kepergian Xaviel sudah menempuh lima tahun lebih dan itu benar-benar membuat Fisha kesepian tanpa sosok sahabatnya Xaviel.

Fisha menjalani hari-harinya tanpa Xaviel, berkuliah sendiri tanpa bersama Xaviel yang dulunya kemana-mana selalu bersama.

Lima tahun Fisha masih senantiasa menunggu kepulangan lelaki itu, mengingat akan janji yang di ucapkan sebelum pergi. Gadis itu hanya berharap lelaki itu benar menepati janjinya untuk menjadikannya penamping hidup.

"Kak Fisha," teriak Ataar yang masuk ke dalam kamar kakanya tanpa memberi salam.

"Astaga Ataar, bisa gak sih kalau kamu masuk itu beri salam dulu?" tanya Fisha kaget dengan teriakan sang adik.

Laki-laki itu duduk di samping sang kakak yang sedang sibuk mengerjakan tugas.

"Kak, kakak udah hampir lulus s2 kan?" tanya Ataar.

Fisha hanya berdehem tanpa menoleh ke arah sang adik.

"Berarti kak Xaviel bakal pulang dong?".

Fisha memberhentikan mengerjakan tugasnya dan menoleh ke arah sang adik.

"Iya kakak tau," jawab gadis itu. "Buka jaket mu coba, kakak tau kamu habis di pukul sama papah," lanjut Fisha menyuruh adiknya itu membuka jaket kulitnya.

Ataar menggeleng. "Gak, apah gak pukul Ataar, kakak sembarangan aja," dusta Ataar.

"Ataar, gak usah berbohong sama kakak ya!" tegas Fisha menarik tangan adiknya dan membuka jaket yang di pakai.

Fisha menahan nafas sesaat melihat beberapa bekas cambokan di bahu serta tangan sang adik.

Gadis itu berdiri untuk mengambil kotak p3k.

"Buka pakaian mu," pinta Fisha membuat adiknya itu menurut. "Kan udah kakak bilang, kamu gak usah balapan," ucap Fisha menatap adiknya yang menahan rasa sakit.

"Balapan gak balapan, bukannya apah setiap pulang selalu pukul gue, kak?"

Fisha menghela nafas dan tidak membahas itu lagi, dia fokus mengobati luka adiknya.

"Udah kamu pergilah tidur, jangan kemana-kamana," perintah Fisha. "Kali ini jangan pergi di saat orang rumah sudah pada tidur, kakak pernah lihat kamu pergi tengah malam."

"Kapan? Sok tuduh aja," ketus Ataar memakai pakaiannya kembali.

Ataar tidur di pangkuan sang kakak. "Kak," panggil Ataar.

"Apa?"

"Kok apah gak sayang aku kaya kakak?" tanya Ataar membuat Fisha terdiam.

"Stt, papah sayang kamu. Sayang kita berdua, mana ada seorang ayah tidak menyayangi anaknya?"

"Ada! buktinya apah, dia gak sayang gue, dia hanya menyayangi kakak. Kalau dia sayang sama gue, dia tidak akan memukul gue setiap hari," ucap Ataar.

Fisha tidak membalas ucapan sang adik, dia hanya fokus membelai rambut adiknya itu.

"Pergilah ke kamar mu, tidur, kakak masih ada tugas kuliah," ucap Fisha menyuruh adiknya bangun dari pangkuannya.

Ataar memakai jaketnya kembali dan pergi dari kamar sang kakak.

Fisha membuka laptopnya, membuka sosmed. Berita tentang Xaviel akan keluar kalau benar-benar lelaki itu akan pulang. Terlebih dia'kan anak dari pengusaha tersukses, Fisha akan mendapatkan tanda-tanda kepulangan sahabatnya dari internet.

"Aku kangen kamu El, apa kamu tau setelah kamu pergi. Alya terus mengusiliku di kampus," keluh Fisha.

Gadis itu menghela nafas dan menutup laptopnya kembali. "Kalau dia kembali." Gadis itu tersenyum dan langsung menggeleng saat sadar dia telah memikirkan lelaki yang bukan muhrimnya. "Ya Allah maaf," ucap Fisha istigpar dalam hati.

***************

Keesokan paginya, Fisha akan membantu uminya menyiapkan sarapan.

"Gak usah sayang, nanti pakaian kamu kotor," ucap Umi Ais melarang putrinya.

"Gak papa umi."

"Kamu bangunin adek kamu dan apah kamu aja."

Fisha mengangguk dan pergi dari sana untuk membangunkan adik dan papahnya.

Fisha masuk ke dalam kamar sang adik dan baru pertama kali saat memasuki kamar adiknya, kali ini dia tersenyum melihat sang adik sudah selesai bersiap.

"Tumben," sahut Fisha membuat Ataar berbalik badan.

"Ngapain?" tanya Ataar.

"Turun umi menunggu," ucap Fisha lalu keluar dari kamar.

Ataar pun memasukan semua buku-bukunya ke dalam tas ranselnya lalu mengikuti Fisha.

Ataar terdiam di anak tangga melihat papahnya menyium dan tersenyum kepada Fisha, dia hanya menghela nafas lalu melanjutkan jalannya dan duduk di samping kakanya.

Ataar tidak menyapa siapa pun, dia langsung duduk dan makan.

"Kakak mau ikut sama aku?" tanya Ataar yang sedang mengeluarkan motornya.

Fisha menggeleng. "Sama papah aja," jawabnya membuat anak itu manggut-manggut aja dan langsung melajukan motornya pergi.

"Papah, Fisha mau ngomong sama apah," ucap Fisha saat sudah berada di atas mobil.

"Iya?"

"Fisha gak suka kalau apah bedain aku dan Ataar. Fisha gak mau nanti Ataar merasa iri kepada Fisha dan menjadi membenciku, aku mohon sama apah jangan pukul adik Fisha lagi. Dia juga seorang anak apalagi dia seorang laki-laki biarin dia mengenal dunia, Fisha yakin dia tidak akan melewati batasan kenakalannya," jelas Fisha.

Altar terdiam, tidak menjawab ucapan sang anak.

Fisha menyalimi tangan sang papah saat dia sudah sampai di kalangan kampus.

"Belajar yang benar," peringat Altar membuat anaknya itu mengangguk.

Fisha pun memasuki kampus. Sudah beberapa tahun berkuliah, belum sama sekali mendapatkan teman. Palingan dia menjadi bahan bullyan.

"Si ninja datang," ucap para siswi yang mendekati Fisha.

Fisha hanya menunduk dan berjalan cepat sambil memeluk buku pelajarannya.

"Aw, sorry," sahut seorang gadis saat sengaja menumpahkan segelas jus kekerudung Fisha.

Fisha mengejapkan matanya. "Alya, seharinya gak ganggu aku bisa?" tanya Fisha.

Alya menggeleng. "Apa? Sekarang lo cuma sendiri, sahabat atau pahlawan lo udah gak ada," ucap Alya pergi dari sana.

"Astaghfirullah," gumam gadis itu dan berjalan memasuki ruang dosen untuk mengumpulkan tugasnya.

Setelah memberikan tugasnya kepada dosen, dia sangat apes. Dosennya selalu menegurnya karena pakainnya yang kotor, padahal ini bukan yang dia perbuat melainkan Alya dan teman-temannya.

Fisha melihat ponselnya, dia masih memiliki waktu untuk membersihkan pakaiannya di toilet.

"Ayo dong Fisha, ginikan kalau dulu kamu terus bergantung pada Xaviel, sekarang dia gak ada. Jadi kamu jangan menye-menye kaya gini,"keluhnya membersihkan kerudungnya yang terkena jus.

Dia pun keluar dari toilet. Namun baru selangkah dia tersentak saat dia terkena air dari atas. Dia mendongak ke atas dan mendengus kesal.

"Kenapa sih orang-orang pada jahat sama aku? Padahal aku juga manusia. Emang gadis yang menutup auratnya begitu terhina?"

Dia membuka tasnya, untungnya tiap hari dia membawa pakaian cadangan, karena memang setiap hari dia akan mendapatkan usilan oleh para teman kampusnya.

Setelah menganti pakaian, dia memasuki kelas untungnya dia lebih dulu masuk dari pada dosen jadi tidak mendapatkan teguran lagi dan lagi.

Fisha menatap Alya dengan tatapan intens, sedangkan gadis itu menatap ke arah lain.

Part 2 ~Penantian Seorang Gadis~

Fisha menghela nafas saat siswi lain mengambil tempat yang seharusnya dia pakai, akhirnya dia duduk di kursi paling belakang.

Saat selesai kelas. Fisha menahan Alya di pintu kelas, dia menarik tangan gadis itu sampai halaman belakang kampus.

"Lepasin, apa-apaan sih," ketus Alya.

"Kamu kan yang sering kerjain aku?" tanya Fisha. "Aku salah apasih sama kamu, Alya?"

"Lo nanya?" tanya Alya balik. "Gue benci sama lo karena dekat sama Xaviel, apa lo gak tau? Xaviel itu jodoh gue, dulu pas waktu kami masih kecil kami di jodohkan. Mommy Xaviel dan bunda gue udah sepakat saat dewasa kami akan bersama," jelas Alya.

"Jodoh di tangan Allah, bukan di tangan manusia. Seberusaha apapun seseorang menjodohkan seseorang kalau bukan Allah yang ngatur itu tidak akan mungkin," balas Fisha.

Alya berdecak sebal. "Serah," ucap Alya pergi dari sana.

Fisha pun ikut meninggalkan tempat itu untuk pulang. Hari sudah sore, menunggu di alte bus sangat sepi, apalagi hujan datang membuat gadis yang sudah berumur 23 Tahun merasa takut.

Dia terus menghela nafas. "Jangan takut, takutlah sama Allah," gumamnya menenangkan dirinya sendiri.

Fisha duduk di kursi, lalu membuka ponselnya, kalau bus gak datang dia akan memesan taksi. Dia terkejut saat membuka sosmednya dan menemukan rumor tentang sahabatnya.

Fisha mengerut bingung. Di artikel tersebut tertulis, bahwa Xaviel sedang menjalani hubungan dengan seseorang wanita cantik. Namun orang itu belum di ketahui yang jelas orang itu berasal dari indonesia bukan dari Amerika, dan Xaviel Abyan Maheswara sedang berhubungan jarak jauh dengan kekasihnya itu.

"Inikan Rumor, orang-orang kok pada bikin hoax kaya gini. Gak takut apa? Perdiksi perdiksi," ketusnya.

Beberapa saat kemudian bus datang, dia pun menaikinya.

Walaupun dia mencoba untuk berpikir positif. Namun tentang rumor itu terus berlayang-layang di pikirannya, ingin rasanya dia menghubungi Xaviel menanyakan langsung dengan sahabatnya itu. Bukan gimana-gimana, tapi dia tau Xaviel bukanlah lelaki yang mengikari janji, dia sudah lama menunggu lelaki itu kembali untuk menepati janjinya.

"Apakah janji itu serius ya? Atau hanya sekedar penenang? Apa cuma aku yang menganggapnya serius sedangkan dia gak?" tanyanya ke diri sendiri. "Kalau rumor itu terbukti benar, siapa kekasih Xaviel?"

Pikiran gadis itu sudah melayang kemana-mana, menebak-nebak suatu yang belum pasti.

Dia tersadar saat bus berhenti, dia pun turun dari bus dan berjalan ke arah rumahnya.

"Kak Fisha," panggil seseorang membuat Fisha menoleh.

"Vieara," ucap Fisha tersenyum dalam cadarnya melihat adik dari sahabatnya.

"Ngapain di jalan ini?" tanya Fisha karena memang rumah mereka tak searah.

"Mau ke rumah kak Fisha, ini buku Ataar aku pake tadi terus dia lupa ambil, dan marah gitu aja, dan pergi deh," jelas Vieara ikut berjalan bersama Fisha.

"Kamu gak takut pergi sendiri, apalagi naik bus. Supir yang sering ngantar kamu mana?"

Vieara menggeleng. "Vieara ingin menjadi anak mandiri dan sederhana, kak Fisha, seperti kak Fisha," jawab Vieara.

"Iya tapi hati-hati loh, musuh atau Rival om Revandra'kan banyak, jangan sampai mereka tau dan melukaimu," ucap Fisha.

"Cuma sekali ini kok kak, sekalian kakak aja yang beri ini ke Ataar," balas Vieara memberikan buku lelaki itu.

"Ikut masuk dulu, hujan ini takut terjadi apa-apakan, nanti kamu telfon supir kamu pas di rumah aja," imbuh Fisha menarik tangan Vieara.

Vieara mau tak mau harus ikut masuk, padahal dia tak ingin bertemu dengan Ataar cowok galak dan dingin yang pernah dia temui.

Vieara dan Fisha menaroh payung di luar rumah dan berjalan masuk.

"Asslamualaikum," ucap mereka bersama.

"Walaikumsslam," ucap orang yang ada di dalam rumah.

"Lihat umi, ada Vieara," ucap Fisha membuat wanita paruh baya itu tersenyum dan menerima uluran tangan Vieara yang ingin menyaliminya.

"Ataar mana umi?" tanya Fisha.

"Di kamarnya, dia juga baru pulang," jawab umi Aisha lalu berlalu kedapur untuk menyiapkan cemilan untuk Vieara.

"Ara, kamu tunggu di sini dulu ya? Aku panggilin Ataar," ucap Fisha membuat gadis berusia 18 tahun itu mengangguk.

Fisha pun menaiki anak tangga untuk menuju kamar sang adik.

"Ataar," panggil Fisha membuka kenop pintu. Dia tidak mendapati adiknya di dalam kamar. "Ataar," teriak Fisha. Tiba-tiba pintu kamar mandi kebuka terlihatlah Ataar.

"Kenapa sih kak, teriak-teriak," ketus Ataar mengiringkan rambutnya.

"Setelah berpakaian kamu turun, ada Vieara di bawah," ucap Fisha.

"Ngapain dia ke sini? Terus gunanya apa gue turun?" tanya Ataar.

"Turun aja Ataar, kasian anak orang bawain buku kamu, hujan-hujan ke sini. Turun dan ajak dia bicara jangan ketus-ketus, sekalian kalau hujan dah redah kamu antar dia pulang,"tutur Fisha keluar dari kamar Ataar.

Ataar hanya memutar bola matanya jengah. Setelah selesai memakai pakaian, dia pun turun.

Dia melihat gadis mungil duduk di sofa sambil menyeruput teh hangat yang di ambilkan sang umi.

"Ngapain lo kesini? Gue bilang kembaliin besok aja!" ketus Ataar membuat gadis itu menaikan pandangannya.

"Gak suka nyimpan barang orang terlalu lama," ucap Vieara.

"Mana!"

Vieara mengeluarkan buku Ataar dalam tasnya lalu memberikannya ke arah lelaki itu.

"Ataar, gak usah galak-galak bisa gak sih?" tanya Vieara memberikan buku itu.

Ataar hanya diam dan membuka bukunya.

Umi datang dan ikut bergabung duduk. "Gimana kabarnya Ara, baik?" tanya Umi Aisha pada gadis depannya.

Gadis itu mengangguk. "Baik umi," jawab Vieara, dia memang memanggil Aisha dengan sebutan umi karena dulu dia sering di ajak main oleh sang abang untuk kerumah Fisha.

"Mommy sama daddy kamu?"

"Baik juga," jawab Vieara.

Umi Aisha manggut-manggut dan tersenyum memandang Vieara.

"Ataar setelah hujan redah kamu antar Ara pulang ya," perintah Aisha.

"Kok Ataar? Dia bisa pulang sendiri, di suruh jemput supir rumahnya," protes Ataar.

Gadis itu mendengus kesal. "Supir aku lagi ke bendara jemput abang El," sahut Vieara.

"Apa? Xaviel udah pulang?" tanya Fisha yang baru saja datang.

Vieara mengangguk. "Dia sudah selesai dan daddy sudah menyuruhnya pulang untuk memimpin perusahaan milik daddy yang ada di sini," ucap Vieara.

Fisha tersenyum di balik cadarnya, akhirnya lelaki yang dia tunggu-tunggu akan kembali.

Ataar menatap kakaknya yang kelihatan bahagia. Dia sangat tau bagaimana kakaknya itu menunggu kepulangan Xaviel, tiap malam kakaknya itu menulis di buku hariannya tentang Xaviel.

"Tapi belum ada berita loh?"

Vieara menggeleng. "Kepulangan abang di rahasiakan, kak Fisha. Dia tidak ingin tersorot di media sosial hanya hal sepele kaya gini," jawab Vieara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!