Silakan masukan ke daftar favorit ya...
UNTUK 18 + HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN...
NAMA, LATAR BUDAYA KOTA/NEGARA TEMPAT SEMUA HANYALAH FIKTIF KARANGAN PENULIS JADI JANGAN DIBAWA KE RL KITA....
...------------🍁-------------...
Azura Yamada gadis cantik berusia 18 tahun yang baru saja lulus sekolah menengah atas. Sebagai wanita yang dianugerahi kesempurnaan hidup layaknya seorang putri kerjaan, Azura tumbuh menjadi gadis yang begelimang harta dan kasih sayang. Sayangnya kehidupannya berubah 180 derajat, saat ia mengetahui kalau kenyataannya ia bukanlah putri kandung keluarga Yamada.
Azura lantas berpikir untuk pergi dari keluarga Yamada, namun ucapan Zeren membuatnya membuang niat itu, anak tertua keluarga Yamada yang begitu menyayangi Azura. Zeren berkata, "Meskipun kau bukan adik kandungku, aku akan tetap menyayangimu Azura."
Kehidupan terus berlanjut, Saat memperingati hari ulang tahun Zeren yang ke-27 ia memutuskan akan bertunangan dengan Jena, pacarnya sejak masih di bangku sekolah menengah. Melihat itu, hati Azura sedih.
"Kenapa aku harus sedih melihat kakakku bertunangan? Aku ini adiknya bahkan hanya adik tirinya, kenapa?" Azura pun menyadari jika selama ini ia memang melihat Zeren bukanlah sebagai kakak laki-laki, melainkan sebagai pria yang ia cintai.
Kisah kasih dan lika liku percintaan antara dua hati yang saling mencintai namun terlambat saling menyadari.
Bagaimana kelanjutan kisah yang penuh drama ini? Ikuti Terus ya....
Azura Yamada gadis cantik berusia 18 tahun, ia baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjalani perawatan intensif akibat kecelakaan di acara malam penyambutan mahasiswa baru.
Malam itu Azura merasa haus, karena persediaan air putih dikamarnya sudah habis ia pun harus mengisinya. Biasanya Azura meminta pelayan untuk mengisinya, tapi karena sudah malam ia berpikir pasti pelayannya sudah banyak yang tertidur, jadi ia pun memutuskan untuk mengambilnya sendiri di dapur.
Ia pun menuruni tangga marmer yang ada di kediamannya yang besar dan mewah. Keluarga Yamada memang dikenal sebagai keluarga paling berpengaruh di negara Z, terutama di kota Bugeville jadi tidak heran jika hunian yang ditinggali Azura sangatlah mewah.
Setelah selesai mengambil air putih di dapur, Azura lalu bermaksud kembali ke kamar. Namun saat hendak menuju ke kamarnya, Azura tidak sengaja melihat kedua orang tuanya yakni Arthur dan Vivian yang berada diruang tamu. Karena penasaran ia bermaksud mengendap-endap menghampiri ayah dan ibunya, tapi melihat kedua orang tuanya tampak serius membicarakan sesuatu ia pun urung melakukannya, dan akhirnya memilih mengintip saja sambil menguping.
Huh, kenapa aku harus mengendap-endap begini dengan orang tuaku sendiri? Aneh sekali aku ini!
Sementara itu obrolan Arthur dan Vivian terdengar semakin serius, hingga akhirnya Azura mendengar Vivian berbicara dengan nada penuh emosi.
"Suamiku, aku tidak mau kalau sampai Azura tahu kalau—" tak menyelesaikan ucapannya Vivian justru menangis sedih. Arthur lalu memeluknya.
"Sayang tenang saja, aku pastikan kalau Azura tidak akan tahu kenyataan kalau dia bukan anak kandung kita."
Apa?!
Azura yang bersembunyi langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan saking syoknya mendengar apa yang dikatakan ayahnya barusan.
Ja- jadi aku sebenarnya bukan anak kandung Ayah dan Ibu? I- ini tidak mungkin!
Tubuh Azura seketika merasa lemas seperti tak sanggup berdiri. Tanpa sadar air matanya pun menetes. Takut suara isak tangisnya terdengar, Azura pun langsung melangkah pergi kembali ke kamarnya dengan perasaan penuh emosi yang bercampur menjadi satu.
Azura mengunci kamarnya dan langsung duduk terkulai lemas meringkuk dibalik pintu. Air matanya jatuh tak kuasa menahan luapan emosi yang ia rasakan saat ini.
"Tidak mungkin, ini pasti bohong. Mana mungkin aku bukan anak kandung mereka? Ini tidak mungkin... Hu...!"
Selama 18 tahun lebih hidupnya, kenyataan hari ini adalah hal yang paling menyakitkan yang pernah Azura dengar.
Jika aku bukan anak ayah dan ibu, lalu siapa orang tuaku?
Pagi harinya, bibi Amy kepala pelayan wanita di kediaman Yamada terlihat mengetuk-ngetuk kamar Azura memintanya ke ruang makan untuk sarapan bersama. Karena Arthur dan Vivian rencananya besok akan terbang ke Paris untuk melakukan pertemuan penting dengan petinggi kota Paris, jadi mereka ingin menghabiskan waktu dengan putri mereka sebelum pergi.
TOK TOK!
"Nona Azura, tolong buka pintunya Nona. Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu nona untuk sarapan bersama dibawah. Nona...?"
Karena pintu kamarnya tidak kunjung dibuka meski sudah diketuk berkali-kali, bibi Amy mulai merasa khawatir.
Biasanya nona Azura tidak sesulit ini dibangunkan, kenapa kali ini sulit sekali, apa nona sedang sakit?
"Nona Azura apa anda baik-baik saja? Nona...?"
Takut terjadi apa-apa, bibi Amy akhirnya mengadu kepada Arthur dan Vivian soal Azura yang tidak kunjung menjawab meski kamarnya sudah diketuk berkali-kali. Khawatir dengan putri mereka, akhirnya Arthur dan Vivian pun mendatagi sendiri kamar Azura dan mencoba membangunkannya.
TOK TOK!
"Putriku, kau didalam nak? Ini ayah sayang, bisakah kau keluar?"
Tok! Tok!
"Azura sayang, ini ibu nak... Cepat buka pintunya, biarkan ibu masuk, sayang...! Azura sayang...."
Sudah berkali-kali dipanggil sayangnya tetap tidak ada respon apapun dari Azura.
"Suamiku bagaimana ini, aku takut terjadi sesuatu pada Azura..." Vivian mulai khawatir dengan putrinya.
"Istriku kau tenanglah dulu."
Arthur lalu memutusakan untuk membuka sendiri pintu kamar Azura, sayangnya kamar itu dikunci dari dalam. Ia lalu menggedor pintu dengan sangat keras, namun lagi-lagi tak ada jawaban. Karena tidak ada cara lain, Arthur lalu berpikir kalau ia harus membuka paksa pintunya dari luar.
"Bibi Amy, segera ambilkan kunci cadangan kamar Azura!"
"Baik tuan."
Saat Amy baru mau melangakah mengambil kunci cadangan, tiba-tiba saja seorang pria tampan, bertubuh tegap atletis mengenakan jas semi formal muncul di hadapannya.
Dengan wajah serius, pria berambut gelap dengan sorot mata tajam itu pun bertanya, "Ada apa ini? Kenapa kalian semua di depan kamar Azu?"
"Zeren kau sudah kembali?" Tanya Vivian pada putranya yang baru datang itu dengan wajah penuh khawatir.
"Ya aku baru saja kembali, ada apa ini? Kenapa ibu terlihat panik?"
Arthur lalu menjelaskan penyebab mereka semua berada didepan kamar Azura. Melihat ibunya panik, Zeren pun akhirnya mencoba untuk mengetuk sendiri kamar Azura untuk memastikan.
"Azu, cepat buka pintunya! Ini aku, aku sudah pulang... Azura!"
Karena sudah mencoba dan tetap tidak dijawab, alhasil Zeren yang kesabarannya terbatas, lansung mendobrak pintu kamar adiknya tersebut dengan tubuh atletisnya yang setinggi 185 cm itu.
Dan pintu pun terbuka, kedua orang tua Azura serta Zeren langsung memasuki kamar tersebut. Disana mereka melihat Azura yang tengah terbaring lemah tak berdaya diatas ranjang dengan wajah pucat.
Sebagai ibu, Vivian yang panik pun langsung mengecek suhu tubuh Azura yang terasa sangat panas. Ia langsung meminta sang suami untuk menghubungi dokter Shen Li agar segera datang ke rumah.
Saat dokter Shen datang, ia langsung memeriksa kondisi Azura secara mendetail. Setelah diperiksa dengan seksama, dokter memberitahu jika Azura mengalami stress dan kurang asupan hingga mengalami dehidrasi ringan, untungnya segera ditangani jadi tidak terlalu parah.
"Usahakan agar nona Azura tidak banyak pikiran, karena bagaimana pun dia juga belum lama sembuh dari kecelakaan. Pemicu tubuhnya melemah karena ia terlalu stres"
"Baik dokter, aku akan pastikan Azura tidak stres," ungkap Vivian yang kini sudah mulai sedikit merasa lega melihat Azura sudah ditangani oleh dokter Shen Li.
Setelah beberapa jam, akhirnya Azura mulai sadarkan diri. Ia lalu membuka matanya secara perlahan, dan saat Azura membuka matanya dirinya langsung dibuat terpana karena melihat sosok Zeren yang kini duduk diranjangnya, menatap Azura dengan tatapannya yang lembut.
"Kau sudah sadar?"
"Ka- kakak?" Azura langsung bangun dari tidurnya.
"Tidak perlu memaksakan diri bangun, tidur saja lagi."
"Kakak, apa kau sudah sejak tadi disini?"
Zeren tersenyum lalu mengusap kepala sang adik.
"Ya, aku terus ada disini menunggu adikku siuman. Dan kau tahu, kau itu ternyata suka ngorok ya?"
"Uh- masa? Tidak mungkin... Jangan suka mengarang deh kakak!" Ujar Azura dengan nada merajuk.
Meski begitu, Zeren merasa senang melihat adiknya kini sudah siuman dan kembali baik-baik saja. Zeren pun tiba-tiba menarik Azura dan memeluknya sambil berkata, "Aku senang kau sudah kembali ceria. Aku tidak mau melihatmu kembali sakit Azura..."
Dipeluk oleh Zeren, Azura merasa begitu senang karena memiliki kakak sebaik dia, sayangnya perasaan itu seketika terusik saat ia ingat kalau dirinya bukanlah anak kandung di keluarga ini, dan itu artinya Zeren bukanlah kakaknya. Perasaan sedih takut ditinggalkan oleh keluarganya mulai menghantui perasaan Azura, dan ia pun seketika menangis.
Melihat Azura menangis, Zeren pun panik dan bertanya kenapa ia menangis?
"Kak, kalau seandainya suatu hari nanti aku pergi, apa kakak akan sedih?"
Zeren terdiam dan tak mengatakan apa-apa.
"Jawab kak...!"
Tak lama Zeren malah tertawa geli, ia lalu mencubit kedua pipi Azura yang putih merona sambil meledeknya.
"Astaga... memang kau mau pergi kemana sih...? Kau itu kan anak manja mana bisa pergi sendirian? Dasar gadis bodoh...!"
"Jadi- aku akan selalu jadi adiknya kak Zeren kan?"
"Tentu saja, memang siapa lagi di dunia ini yang mau menerima dirimu jadi adik selain aku?"
Sebenarnya dia kenapa, kenapa tiba-tiba pertanyaannya aneh begitu?
Tidak suka melihat Azura tampak sedih dan tidak semangat seperti saat ini, Zeren pun mencairkan suasana dengan mengacak-acak rambut Azura sambil memberinya semangat.
"Sudahlah jangan berpikiran aneh-aneh. Lebih baik kau cepat sehat lagi, karena ayah dan ibu tidak akan jadi pergi ke luar negeri jika kau masih sakit."
"Jadi ayah dan ibu mengkhawatirkanku?"
"Tentu saja kami semua disini mengkhawatirkanmu bodoh, kau kan tuan putri yang sangat berharga. Terutama buatku..."
"Kau akan selalu menyayangiku kan kak?"
"Tentu saja."
Mata Azura berkaca-kaca. Ia lalu memeluk Zeren dan berterima kasih.
"Terima kasih karena sudah selalu menyayangiku..."
Entah sampai kapan kenyataan diriku terkuak, tapi sebelum semua orang tahu, biarkan aku sedikit lebih lama merasakan kasih sayang keluarga ini.
...🍁🍁🍁...
Jangan lupa Like, Vote, Comment!
Setelah dua minggu lebih tidak masuk kuliah, akhirnya Azura kembali masuk kampus. Azura sendiri adalah seorang mahasiswi tingkat pertama jurusan design and art yang baru saja mulai kuliah dua bulan lalu. Sejak pertama kali masuk kuliah Azura sudah menjadi pusat perhatian para mahasiswa lain, mengingat status dirinya yang adalah putri dari pasangan konglomerat ternama di negeri ini. Ditambah lagi paras dan perangai fisiknya yang menawan membuat para warga kampus lain terutama mahasiswa laki-laki terkagum-kagum dan terpesona olehnya. Namun hal itu juga membuat beberapa mahasiswi di kampus merasa cemburu dan iri dengan keberadaan Azura.
Di kafetaria kampusnya, Azura tampak sedang duduk menikmati minuman bersama teman baiknya Miya. Miya sendiri adalah teman dekat Azura sejak masih duduk di bangku SMP.
Saat Miya sibuk bercerita banyak hal selama Azura tidak masuk, dirinya justru mendapati Azura yang tengah melamun dan tidak meminum sama sekali smoothies mangga yang telah dia pesan. Hal itu pun membuat Miya bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dengan temannya itu?
"Azura, kau itu kenapa sih? Aku perhatikan sejak tadi pagi kau lesu sekali. Dan kudengar dari temanmu juga, kalau hari ini kau tidak menghadiri mata kuliah tuan Sanders, apa itu benar?"
Kebetulan Azura dan Miya berbeda jurusan, Azura jurusan desain, sementara Miya mengambil jurusan hukum.
Azura menghela nafas lalu menatap sang sahabat. "Aku tidak apa-apa Miya, hanya sedang tidak semangat saja mau mengikuti mata kuliah."
"Benarkah? Hem... Tapi sepertinya aku merasa ada yang kau sembunyikan. Tapi baiklah aku tidak akan memaksa jika kau belum mau cerita."
Miya sejak dulu memang paling bisa memahamiku, dan sebenarnya aku ingin cerita kepada Miya soal statusku yang ternyata bukan anak kandung ayah dan ibu, tapi ini terlalu pribadi dan aku belum siap untuk orang lain tahu.
Bahkan pergolakan batin Azura sendiri sebenarnya masih tetap mengelak kenyataan, kalau dirinya bukanlah anak kandung orang tuanya saat ini.
"Ya sudahlah, tapi aku ada kabar untukmu Azura..."
"Kabar apa itu?" Azura agak penasaran.
Miya memberitahu Azura kalau, selama dua minggu tidak masuk. Reon Heiki senior tingkat tiga di kampus mereka terus menanyakan kabar soal dirinya kepada Miya.
"Aku rasa senior kita Reon sungguh suka padamu. Aku bisa melihat bagaimana dia selalu menatapmu di hari pertama saat upacara penerimaan mahasiswa baru. Menurutmu bagaimana dia?"
"Bagaimana apanya?"
"Ya menurutmu Reon itu bagaimana?"
"Um... entahlah..." Azura tidak ada gambaran apapun tetang Reon.
"Kalau menurutku, dia cocok denganmu. Dia itu keren, cerdas, keluarganya juga kaya raya, dan dia adalah laki-laki tertampan dikampus ini, apa kau tidak ingin mempertimbangkannya buat menjadikannya pacar?"
"Entah, aku belum terpikirkan hal itu." Bagiku kini ada hal yang jauh lebih penting dipikirkan dibanding urusan percintaan.
Belum lama dibicarakan, tiba-tiba saja Reon datang menghampiri meja tempat Azura dan Miya duduk.
"Boleh aku bergabung duduk dengan kalian nona-nona?"
"Eh senior," Miya langsung bergeser agar Reon bisa duduk dekat dengan Azura.
"Hai Azura," sapa Reon.
"Ehem, hanya Azu yang disapa aku tidak?" Sindir Miya bermaksud menggoda keduanya.
"Maksudku hai juga Miya."
"Oh tidak apa-apa, aku sudah biasa kok. Wajar kalau Azura selalu jadi center, dia terlalu cantik, pria mana tidak tertarik, iyakan Azu?" Miya kembali menggoda dengan kedipan matanya ke Azura.
"Miya kau ini buat aku malu saja," gumam Azura merasa malu.
Mereka pun saling tertawa kecil. Disana akhirnya ketiganya mulai tampak lepas dan saling mengobrol. Namun sayangnya ditengan obrolan seru Miya harus pergi duluan, mengingat ada mata kuliah yang harus segera ia hadiri.
"Semangat kalian!" Miya memberikan gestur tangan menyemangati ke arah Reon dan Azura lalu pergi.
Kini hanya tinggal Azura dan Reon, disana Reon membuka obrolan dengan bertanya apakah Azura sudah sembuh betul, mengingat Reon juga menjadi saksi di tempat kejadian kecelakaan yang menimpa Azura waktu itu.
"Aku sudah baik-baik saja kok."
"Syukurlah kalau begitu."
Keduanya terlihat agak canggung setelah ditinggal Miya pergi.
""Aku...""
"Baiklah Azura kau duluan."
"Ti-tidak- tidak, kau saja duluan..."
"Baiklah, um— Azura sebenarnya jika kau tidak keberatan, aku ingin mengajakmu pergi makan malam bersama denganku, apa kau mau?"
Azura tidak menyangka jika Reon akan mengajaknya makan malam tiba-tiba begini.
"Reon aku senang mendapat tawaran baikmu. Tapi untuk waktu dekat ini sepertinya tidak bisa. Mungkin lain kali."
Wajah Reon merasa sedikit kecewa, namun ia bisa mengatasinya dengan sedikit tawa yang seolah menunjukan kalau ia tidak masalah dengan penolakan Azura tersebut. Tapi menurut Azura wajah agak kecewa pria itu masih tetap terlihat.
"Aku minta maaf ya..."
"Tidak apa-apa, aku paham. Lagipula kau kan belum lama sembuh jadi tidak masalah."
"Terima kasih sudah paham."
Azura melihat jam di ponselnya. "Oh iya Reon, sepertinya aku harus pulang duluan karena ada urusan keluarga." Hari ini ayah dan ibu Azura akan pergi ke paris untuk sebuah pertemuan dengan pimpinan utama brand besar dunia. Meski naik jet pribadi dan bisa kapan saja pergi, namun Azura ingin mengantar kedua orang tuanya itu berangkat.
"Ya tidak masalah Azura."
"Baik kalau begitu aku duluan... Sampai jumpa Reon, bye..."
"Sampai jumpa."
Disisi lain, terlihat Melisa bersama temannya Tina yang juga berada di kafetaria, ternyata sejak tadi sudah memperhatikan Azura dan Reon. Melisa adalah teman seangkatan Reon yang diketahui sudah mengincar Reon sejak tahun pertama mereka masuk kuliah. Melihat kedekatan Azura dan Reon tentu saja ia pun merasa kesal dan jengkel dibuatnya.
"Melisa, kau yakin akan diam saja melihat Reon terus dekat dengan junior kita yang satu itu?" Tanya Tina bermaksud memanas-manasi Melisa.
"Tentu saja tidak, bagaimana pun Reon itu cuma milikku bukan yang lain. Dan Azura sok cantik itu, dia pikir hanya karena dia putri keluarga Yamada dia bisa seenaknya disini? Tentu saja tidak. Bagaimana pun dia itu junior yang harus menghormati seniornya."
"Tapi dia memang sangat populer, dia itu sangat cantik, ditambah ia juga berbakat sebagai penari dan..."
Melisa melotot ke arah Tina karena sudah berani memuji wanita lain di hadapannya.
"Eh— ma-maksudku tentu saja kau lebih segala-galanya dibanding dia Melisa."
"Awas kau, sekali lagi aku dengar kau memuji gadis itu, aku akan membuatmu menyesal!"
"Iya, maaf..."
...🍁🍁🍁...
JANGAN LUPA, LIKE, COMMENT, VOTE OKE....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!