"Aku akan mati." Aku memejamkan mata dan tidak mampu menggerakkan anggota tubuhku.
Aku mendengarkan suara-suara hewan malam yang berkeliaran di hutan ini untuk mencari mangsa. Ada pula suara jangkrik di kejauhan yang bersembunyi di antara semak-semak. Samar-samar kudengar suara burung hantu di dahan yang ada di atasku. Semua suara hewan bercampur dengan gemercik gerimis yang perlahan jatuh membasahi tubuhku. Pasti aku akan basah dan terkubur dalam kubangan lumpur di hutan ini. Ironis sekali.
Aku yang sudah berkelana selama ribuan tahun, melihat banyak peradaban runtuh dan berpartisipasi dalam pembentukan dunia modern yang anehnya kini akan kutinggalkan tak lama lagi. Semua kenangan muncul seperti potongan-potongan film di benakku.
Akulah Sang Dewi dari keabadian. Meski aku merasa bosan berkelana dalam kesepian selama ribuan tahun, namun aku tak pernah menyangka bahwa akhir kehidupanku begitu miris dan menyedihkan seperti ini. Ini bukanlah kematian yang aku inginkan. Aku yang terkuat dari semua makhluk immortal di muka bumi ini.
Aku adalah vampir pertama wanita yang mampu bertahan selama ribuan tahun. Aku mampu membunuh musuh hanya dengan sedikit kibasan tangan. Namun kini aku tergeletak tak berdaya di atas tanah berlumpur di hutan yang diterangi sinar bulan purnama.
Seharusnya kini aku berada di pusat kota untuk menemui klien ku. Tak kusangka kini aku terbaring lemah dan tak berdaya. Betapa memalukannya akhir hidupku ini. Aku yang melihat sejarah dunia kini tergeletak nyaris mati. Apakah aku akan mati dalam kesendirian yang begitu mengenaskan seperti ini? Kenapa dunia tidak memberiku kesempatan untuk sekali saja merasakan cinta dan dicintai? Aku menghabiskan keabadianku dalam kesendirian. Namun di dalam lubuk hatiku yang terdalam aku mendambakan perasaan dicintai.
Jika aku diberi kesempatan lagi untuk hidup, aku ingin mencintai dan dicintai. Ah, namun sepertinya itu adalah harapan yang mustahil. Aku kembali merasakan rintik gerimis menjatuhi wajahku dan tubuhku. Kakiku sudah mulai terendam ke dalam lumpur. Aku merasakan ada sesuatu yang merayap di sepanjang kakiku. Aku mendengar desis ular. Bahkan kali ini pun aku tak mampu mengusir hewan apalagi melawannya. Menyedihkan sekali. Akhirnya Sang Dewi kegelapan telah kalah.
Aku menunggu kematian datang menjemput ku. Mungkin setelahnya aku akan langsung dilemparkan ke neraka karena aku makhluk terkutuk. Tapi setelah aku ingat-ingat kembali, ini bukanlah takdir yang ku pilih sendiri.
Dahulu aku tidak meminta kehidupan abadi seperti ini. Ini semua adalah kesalahan. Namun aku harus menghadapi konsekuensi dari apa yang tidak aku pilih. Sekejam inilah dunia. Aku sudah ribuan kali bahkan jutaan kali melihat kematian manusia di muka bumi ini. Namun aku tak pernah membayangkan bahwa kematianku sendiri akan menjadi hal paling menyedihkan. Aku hidup dalam kesendirian dan mati tanpa ada seseorang yang mengiringi kematianku. Tak akan ada yang mengingat tentang kisahku. Tak ada yang menangisi kepergianku. Aku adalah makhluk abadi yang akan segera lenyap dan terlupakan di dunia ini.
Aku merasakan darahku mengalir semakin deras dari bekas luka tusukan pisau perak di sisi tubuhku. Luka itu yang melumpuhkan aku. Aku akan kehabisan esensi kehidupanku. Bagi seorang vampir setua diriku, kekuatanku jauh melebihi vampir lainnya yang usianya jauh di bawahku namun respon tubuhku pada rasa sakit juga akan jauh meningkat. Artinya aku merasakan sakit yang jauh lebih parah saat terluka dibandingkan vampir yang masih muda. Bersama kekuatan datang pula kelemahan.
Bagaimana pemburu vampir itu mengetahui keberadaan ku di kota ini? Padahal selama ini aku menyembunyikan identitasku dengan begitu sempurna bahkan aku berbaur dengan sangat baik dengan manusia. Aku tidak pernah menyerang manusia secara langsung. Aku meminum darah dari bank darah. Aku memiliki klien yang setia menyiapkan asupan darah yang aku beli dari bank darah. Bagiku hidup manusia sama berharganya dengan jiwa mereka.
Sejak era perang telah berhenti, aku pun berhenti mengisap darah manusia secara langsung. Dahulu aku mengisap darah prajurit korban perang yang sudah sekarat dan mendambakan kematian untuk mengakhiri rasa sakit. Aku melakukan itu untuk mengakhiri penderitaan mereka. Mereka akan menyambut kematian dengan senyuman. Namun dunia telah berubah. Semenjak saat itu aku bertahan dari pasokan bank darah. Walaupun rasanya tidak memuaskan seperti ketika mengisap langsung dari urat nadi yang berada di leher manusia, namun itu sudah cukup bagiku. Aku tidak ingin menjadi monster. Bahkan aku akan melawan vampir yang mencelakai manusia. Namun kini perjalananku akan berakhir di sini. Sendiri. Terlupakan. Kini aku merasakan kesadaranku mulai berkurang. Aku membiarkan diriku dipeluk oleh hembusan angin malam yang bergerak perlahan. Ya, aku akan mati.
...
Rasa sakit menjalar di sepanjang bekas luka di samping tubuhku. Aku mengernyit menahan rasa terbakar yang menyengat. Sesakit inikah kematian. Kenapa kematianku berlangsung begitu lama dan menyakitkan. Kenapa sakit ini tidak segera berakhir. Aku mencoba membuka mata. Berat. Aku kembali mencoba perlahan membuka kelopak mataku. Pandanganku begitu samar. Aku mencoba menggerakkan jari tanganku. Ah aku bisa bergerak.
Aku melihat cahaya terang dari atasku. Perlahan kubuka mataku dengan lebar. Aku mengernyit karena silau. Apakah aku sudah berpindah alam? Mungkin aku sudah mati. Tapi kenapa aku masih merasakan sakit? Ah, apakah rasa sakit ini masih tetap terbawa bahkan ke dalam alam baka? Aku menepis pikiran buruk itu. Seharusnya dengan datangnya kematian, maka berakhir pula rasa sakit yang seolah membakar tubuhku. Tapi kenapa aku masih merasakan sakit? Aku memfokuskan pikiran dan melawan cahaya silau yang menerangi tempat itu.
Aku berada di sebuah ruangan terang berwana putih. Sepertinya ini adalah sebuah kamar. Apakah di alam baka ada kamar dengan penerangan sangat terang? Aku merasakan kasur empuk di bawah badanku. Akhirnya aku terbebas dari tanah basah yang aku benci.
Aku menoleh ke samping dan mataku terbelalak kaget ketika kulihat seorang pria berdiri di sisi tempat tidurku. Pria itu berwajah sangat tampan. Badannya tinggi dan tegap. Dadanya bidang. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan aku melihat otot tangannya yang begitu kuat. Kenapa di alam baka ada makhluk setampan ini. Ia menatap tepat ke arahku.
"Siapa kau?" Suaraku terdengar serak di telingaku.
"Aku Roland, aku menyelamatkanmu di hutan itu." Suaranya agak berat. Serasi dengan tubuhnya yang kekar.
Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Aku mecoba bangkit dari tempat tidurku namun usahaku sia-sia ketika aku mengerang kesakitan. Ia segera meraih bahuku dan kembali menyuruhku berbaring.
"Istirahatlah. Kau terluka sangat parah dan kehilangan banyak darah. Untuk aku datang sebelum terlambat. Aku membawamu ke rumahku. " Jelasnya sambil membenarkan selimut di atas tubuhku yang sedikit tersingkap akibat gerakanku barusan.
"Rumah?" Tanyaku dengan alis bertaut.
"Ya, ini rumahku. Tenanglah, aku tidak akan melukaimu. Aku hanya berniat menolong mu." Jelasnya seolah meyakinkan diriku bahwa dia tidak berbahaya.
"Jadi aku belum mati?" Tanyaku melotot ke arahnya.
"Kau masih berada di dunia ini." Jawabnya sambil tersenyum miring.
"Apa?" Aku tak percaya.
Aku belum mati. Ya, aku masih hidup.
Aku melihat pria itu berbalik pergi meninggalkan aku sendirian di kamar ini. Dia menutup pintu dengan rapat. Aku berusaha bangkit dar tempat tidur meskipun membutuhkan tenaga ekstra dan harus berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku mengernyitkan dahi dan memegangi bagian samping tubuhku yang terluka. Aku duduk dengan terengah. Brengsek. Untuk duduk saja aku harus berusaha sekuat ini. pasti pisau yang digunakan untuk menusuk tubuhku semalam adalah pisau yang terbuat dari perak dan diolesi racun yang terbuat dari serbuk pohon oak.
Bagi kami kalangan vampir, perak adalah hal yang akan menyakiti esensi kami, ditambah lagi dengan serbuk pohon oak yang mampu meracuni darah para vampir. Kombinasi dari keduanya akan efektif untuk melumpuhkan vampir bahkan vampir setua diriku. Untunglah pisau perak itu meleset dari jantungku. Seandainya pemburu itu mengenai jantungku, pastilah saat ini aku tidak akan terbaring di kasur empuk ini. Ah, rasanya aneh ketika hari ini aku mensyukuri bahwa diriku masih ada di dunia ini.
Aku menyingkap selimut yang menutupi tubuhku. Aku baru menyadari bahwa kini aku mengenakan kemeja berwarna putih kebesaran. Mungkin ini adalah kemeja milik pria tadi. Artinya pria itu yang mengganti pakaianku. Sialan. Aku pastilah tergolek mengenaskan hingga pingsan semalam. Membayangkan pria itu melepas pakaianku yang penuh lumpur dan memakaikan kemejanya pada tubuhku membuat diriku menggigil. Aku menyibak bagian samping kemeja putih itu untuk memeriksa lukaku. Kini luka itu telah menutup sempurna dan meninggalkan luka berwarna pink berukuran koin. Namun pinggiran luka itu masih berbentuk tidak beraturan. Sial. Luka yang diakibatkan oleh pisau perak yang dilapisi serbuk pohon oak akan meninggalkan bekas yang tidak bisa dihilangkan. Aku menghembuskan nafas jengkel.
Kesempurnaan tubuhku telah dirusak oleh bekas luka ini. Pikiran ini membuatku jengkel. Selama ini aku dikenal sebagai sosok yang paling sempurna. Jutaan pria sejak ribuan tahun lalu baik manusia maupun makhluk immortal rela bertekuk lutut hanya untuk mendapatkan ciuman dari ku. Aku menimbulkan kecemburuan di antara makhluk abadi lainnya di seluruh muka bumi ini. Aku memang pantas dipanggil Sang Dewi karena aku memang begitu sempurna. Bahkan Sang Penguasa Kegelapan pun pernah jatuh berlutut di hadapanku untuk memohon cinta ku. Tapi entah, selama ini aku tidak pernah jatuh cinta pada makhluk apapun di dunia ini. Aku menghabiskan keabadianku untuk berkelana mengelilingi dunia ini selama ribuan tahun. Aku menghabiskan keabadianku dalam kesepian.
Pernah aku sesekali tidur dengan pria hanya untuk memuaskan hasratku saja. Namun aku tidak pernah menemukan cinta sepanjang sejarah eksistensiku. Semua pria yang pernah merasakan sentuhanku akan memohon untuk diberikan kenikmatan lagi bahkan mereka rela menawarkan nyawanya padaku hanya demi kepuasan hasratnya. Pria akan merasakan mabuk kepayang ketika mereka bersamaku. Namun aku tidak pernah mau untuk melukai mereka. Aku tidak pernah mau merenggut nyawa mereka. Bagiku jiwa mereka begitu berharga. Jiwa yang di tubuhnya masih memiliki detak jantung yang berdetak semakin kencang seiring gairah yang semakin memuncak. Aku selalu kagum dengan detakan jantung manusia. Ironis sekali.
Selama ini aku tidak memiliki detak jantung. Itulah sebabnya aku merasakan keindahan dalam detak jantung manusia. Ingatanku kembali berfokus pada bekas lukaku. Aku mengerutkan kedua alisku. Bagaimana jika pria itu melihat lukaku? Tidak ada manusia yang akan bertahan dari luka seperti tusukan yang menimpaku semalam. Tak ada manusia yang tubuhnya menyembuhkan diri secepat tubuhku. Bagaimana jika pria itu menyadari bahwa aku tidak seperti manusia lainnya?
Selama ini eksistensi kami kaum vampir tertutup dengan sempurna dari pandangan manusia. Kami sebisa mungkin merahasiakan keberadaan kami pada makhluk yang bernama manusia. Bahkan di kalangan vampir, ada Penguasa Kegelapan yang selalu mengawasi kami para Vampir agar kami tidak bersinggungan dengan manusia. Penguasa Kegelapan melarang para vampir untuk memangsa manusia secara terang-terangan demi keberlangsungan eksistensi kami. Kami meminum darah dari bank darah atau dari hewan, tapi aku lebih menyukai darah manusia dari bank darah.
Beberapa abad yang lalu terjadi pembantaian vampir yang dilakukan oleh manusia. Mereka menangkap semua vampir yang berkeliaran di sebuah desa dengan bantuan para Pemburu vampir. Bahkan meskipun vampir itu tidak pernah menyerang manusia, mereka tetap ditangkap dan semuanya dibakar hidup-hidup. Ingatan itu membuatku merinding. Dulu aku pernah nyaris tertangkap. Namun ada seorang vampir pria yang umurnya tak berbeda jauh dariku datang menyelamatkanku. Seandainya hari itu aku tertangkap.
Aku menelan ludah dan menepis ingatan itu dari pikiranku. Saat ini aku kembali fokus pada kamar tempatku kini berada. Apa yang ku katakan nanti ketika pria yang menyelamatkan aku kembali ke kamar ini dan menanyakan hal-hal yang aku takutan? Ah, tenang saja. Aku akan memanipulasi ingatannya. Kami, makhluk immortal memiliki kemampuan kompulsi untuk menghapus dan memanipulasi ingatan manusia. Aku tinggal menatap matanya, dan voila! dia akan melupakan bahwa dia pernah bertemu denganku.
Selama ini kemampuan itu menjadi kemampuan paling berguna untuk menyembunyikan keberadaan kami dari manusia. Aku mendesah lega. Aku turun dari tempat tidur dan mencoba berjalan. Tidak terlalu sakit seperti tadi. Aku berjalan mengelilingi kamar itu. Semua dinding di ruangan ini berwarna putih. Tidak banyak barang yang ada di kamar ini. Jendela kamar ini tertutup gorden berwarna violet. Pria ini menyukai warna yang sama denganku. Aku melangkah ke arah pintu yang mengarah ke kamar mandi di sana.
Aku memasuki kamar mandi untuk mencuci muka. Meskipun wajahku selalu cantik dan memukau, namun aku adalah vampir yang rajin membersihkan muka. Hanya saja aku tidak pernah memerlukan lipstik untuk memoles bibirku karena bibirku memang berwarna merah cocok dengan namaku, Scarlett. Aku menoleh ke samping, di sana terdapat cermin kecil yang terpasang di dinding kamar mandi. Aku melangkah ke depan cermin. Aku tidak melihat pantulan di cermin itu karena vampir tidak memiliki bayangan di dalam cermin. Aku mengangkat sebelah alis dan melihat alat cukur di sana. Pasti pria itu rajin bercukur. Setelah selesai mencuci wajah, aku melangkah keluar dari kamar mandi dan aku terkejut ketika pria itu berdiri menatapku dari samping tempat tidur.
"Ehh, kau sudah kembali rupanya." Ujarku menyembunyikan rasa terkejut ku.
Pria itu tidak menjawab, ia menatapku tajam. Aku melihat ke bawah. Sial. Aku tidak memakai bawahan apapun. Untunglah kemeja itu kebesaran dan menutupi bagian atas pahaku. Mungkin pipiku merona karena malu, namun seketika aku sadar bahwa vampir tidak memiliki rona wajah yang sama dengan manusia. Biasanya setiap hari aku menggunakan perona pipi untuk menunjukkan rona alami pipiku agar aku terlihat seperti manusia. Namun kai ini aku telah kehilangan tasku dan perona wajahku ada di dalamnya. Pastilah saat ini kulitku terlihat sangat pucat. Aku menelan ludah ketika tatapan pria itu turun mengarah ke bagian bawah tubuhku. Aku segera melangkah ke tempat tidur dan naik ke atasnya. Aku menutupi diriku dengan selimut.
"Bagaimana mungkin kau sudah bisa berjalan setelah mengalami luka yang begitu parah?" Tanyanya dengan wajah tak percaya.
"Aku memiliki metabolisme yang sempurna." Jawabku sambil memalingkan wajah.
"Tidak mungkin." Ujar pria itu.
"Dengar," Ujarku, "Sebaiknya kau tidak mencari tahu terlalu jauh tentang diriku." Tambahku mengingatkan.
Ia mendekat padaku dan berusaha memeriksa lukaku. Namun aku mengelak dan menangkap tangannya. Aku tidak mau dia melihat bahwa lukaku kini hanya tinggal bekasnya saja. Ia menghadapkan wajahnya di depanku dengan alis bertaut. Sial. Kenapa dia terlihat begitu tampan. Aku mengedipkan mata untuk menyadarkan diriku bahwa dia adalah manusia yang sebentar lagi harus segera ku tinggalkan. Aku tidak boleh terlalu lama berada di sini. Dunia kami berbeda. Hidupnya tidak akan aman jika dia berada di dekatku.
"Jangan lihat." Ujarku.
"Aku hanya ingin mengecek lukanya." Jawabnya.
"Tidak perlu." Ujarku ketus.
"Seharusnya kau bersikap sopan pada orang yang telah menolong mu." Ujarnya sambil bangkit berdiri.
"Dengar, menjauh lah dariku." Ujarku kasar.
"Hah, dasar tidak tahu berterima kasih." Ujarnya dengan wajah yang menunjukkan kejengkelan.
Terserahlah kau mau menyebutku apa. Tapi akan lebih baik jika aku meninggalkan tempat ini secepatnya.
"Kemari lah!" Pintaku.
Dia mendekatkan wajahnya padaku. Aku menatap matanya dan dia menatap mataku. Ah, waktu yang tepat untuk menghapus ingatannya.
"Dengar baik-baik. Sebentar lagi kau akan keluar dari kamar ini dan kau akan melupakan bahwa kau pernah bertemu denganku." Ujarku fokus pada matanya.
Aku mendorongnya menjauh dariku dan aku melihat matanya kembali berkedip. Selesai. Aku sudah memanipulasi dan menghapus ingatannya tentangku. Aku melihatnya berbalik dan berjalan keluar dari kamar. Ini kesempatan yang bagus bagiku untuk segera pergi. Aku membuka lemarinya dan mengambil satu celana jeans kedodoran. Tak apalah untuk sementara aku mengenakan kemeja dan celana kedodoran. Nanti setelah keluar dari rumah ini aku akan mencari toko pakaian. Aku meninggalkan rumah itu.
Aku berjalan di trotoar. Mungkin sudah sepuluh menit sejak aku meninggalkan rumah itu. Tapi sepertinya aku masih tidak berjarak begitu jauh dengan rumah pria yang tadi ku tinggalkan. Luka ini membuatku berjalan lebih lambat dari biasanya. Bukannya terbiasa berjalan pelan, tapi aku lebih memilih untuk berbaur dengan manusia untuk saat ini.
Bagi kami kaum vampir, seiring dengan bertambahnya usia maka kecepatan kami meningkat. Kami bisa pergi jauh melintasi kota hanya dengan berlari dan terbang. Namun kekuatan supernatural itu hanya kami lakukan saat malam hari saja. Di siang hari kami menyerupai manusia pada umumnya. Kami mengendarai mobil dan mengikuti tren fashion dan teknologi masa kini.
Bagi manusia, kami terlihat mempesona karena itu adalah ciri alamiah vampir dimana semua vampir berwajah tampan dan cantik. Itu memang hukum alam agar mangsa kami merasa terpesona dengan keelokan wajah dan fisik kami. Tapi di kalangan para vampir, akulah yang paling cantik.
Malam itu aku berjalan mencari toko pakaian untuk mencari pakaian yang cocok denganku. Beberapa orang yang berjalan di sekitar trotoar melirikku. Mungkin penampilanku terlihat begitu aneh karena aku mengenakan kemeja dan celana kedodoran. Tapi itu semua akan termaafkan oleh paras cantikku dah tubuhku yang begitu sempurna. Ah, aku kembali teringat bekas luka di samping tubuhku, aku tak lagi sempurna tanpa cela. Pikiran itu menggangguku.
Aku akan mencari Pemburu itu setelah aku benar-benar pulih. Ia akan mendapat ganjaran setimpal karena telah mencelakai ku. Ia harus tahu bahwa ia menyerang vampir terkuat di sini. Ia akan menyesali perbuatannya. Untuk saat ini aku harus fokus memulihkan diriku dulu. Mungkin akan butuh waktu dua hari untuk kembali membuat tubuhku merasa segar.
Aku melihat sebuah toko pakaian yang terlihat sepi pengunjung. Saat itu sudah malam ketika aku pergi meninggalkan rumah itu. Artinya aku pingsan selama hampir 24 jam. Sial. Aku segera memasuki toko itu dan melihat hanya ada beberapa orang yang sedang memilih pakaian. Baguslah. Akan jauh lebih mudah bagiku untuk menggunakan kekuatan kompulsi ku di tempat yang sepi seperti ini.
Aku melirik ke arah kasir. Di sana tampak seorang wanita muda yang terlihat culun sedang melayani seorang pembeli yang mau membayar. Biasanya manusia dengan penampilan seperti itu memiliki kekuatan mental yang lemah hingga tidak perlu menghabiskan energi yang terlalu banyak bagiku untuk untuk bisa memanipulasi ingatannya dan menghapus ingatannya tentangku.
Aku kembali melangkah dengan anggun memilih beberapa gaun yang sesuai dengan seleraku. Setelah aku merasa puas dengan memilih beberapa pakaian, aku melihat sekeliling untuk mencari kesempatan. Ketika toko mulai semakin sepi pelanggan, aku berjalan mendekati kasir dengan menggendong setumpuk pakaian. Kali ini aku terpaksa 'mencuri' karena kartu kreditku yang tanpa batas ada di rumahku dan kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun. Biasanya aku membeli barang apapun dengan uang yang aku miliki. Aku memiliki kekayaan dan uang yang berlimpah karena aku sudah hidup begitu lama. Tapi kali ini aku terpaksa bertindak seperti 'pencuri' karena kondisi darurat. Aku mendekati wanita kasir itu.
"Selamat malam." Sapanya dengan wajah ramah yang berlebihan.
Aku menatap tajam matanya dan melakukan aksi kompulsi ku,
Beberapa menit kemudian aku keluar dari toko itu mengenakan gaun berwarna violet sambil membawa beberapa bungkus pakaian. Aku melangkah dengan anggun di sepanjang trotoar. Beberapa laki-laki yang melihatku tak berkedip karena pesonaku. Aku mengerling pada mereka dan melanjutkan berjalan. Aku mengarah ke tempat sepi. Berjalan selama ini membuat aku bosan. Aku perlu terbang untuk segera mencapai rumah. Namun aku harus mencari tempat sepi terlebih dahulu. Di belokan jalan terakhir aku melihat ke sekeliling.
Aku berjalan ke balik gedung tinggi yang telah tutup. Aku memeriksa sekeliling dengan tatapan mataku yang mampu melihat di dalam kegelapan dan aku mendengarkan suara-suara yang bisa ditangkap oleh telingaku dari jarak yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Kami adalah makhluk yang dapat melihat dalam kegelapan dan memiliki kemampuan pendengaran yang luar biasa yang tidak mampu ditangkap oleh telinga manusia.
Setelah aku yakin bahwa aku benar-benar aman dan memastikan bahwa tidak ada manusia dalam jarak 300 meter dariku, aku mulai berubah wujud menjadi kabut asap dan meluncur ke arah rumahku.
Aku sampai di rumahku. Betapa menyenangkannya sampai d rumah sendiri setelah 24 jam terkapar tak berdaya di tempat lain. Tidak semua vampir memiliki kemampuan seperti yang ku miliki. Hanya segelintir vampir yang berusia ribuan tahun yang mampu berubah wujud menjadi kabut asap. Namun transformasi itu seolah menguras energiku. Mungkin ini efek racun dari serbuk pohon oak. Efeknya akan bertahan selama kurang lebih dua hari di dalam sistem tubuhku. Pemburu itu akan membayar apa yang telah ia lakukan padaku. Aku mengepalkan tanganku dengan penuh dendam. Berani-beraninya Pemburu itu menyerang ku. Ia tidak tahu bahwa yang di serangnya adalah Dewi Kegelapan. Ia akan segera membayar perbuatannya.
Aku menuju kamarku dan meletakkan beberapa pakaian yang tadi ku dapat dari toko itu ke dalam lemariku. Meskipun aku adalah makhluk terkutuk, namun aku menyukai kemewahan yang ada di dalam dunia manusia. Aku memilih rumah besar dan mewah untuk ku tinggali di sini. Aku juga memiliki berbagai peralatan canggih dan beberapa mobil mewah dengan edisi terbatas di garasiku. Aku memiliki seorang pelayan wanita yang telah bersumpah setia padaku. Ia adalah seorang werewolf yang telah terikat sumpah dan tidak boleh melanggar sumpah. Sumpah kuno yang mengikat makhluk immortal tidak bisa dilanggar meskipun mereka harus mengorbankan nyawa. Ia mendengar ku kembali ke rumah.
"Akhirnya kau kembali." Dia berlari menghampiriku dan berhenti dalam jarak satu meter di depanku untuk melihat kondisiku dari atas kepala sampai kaki.
"Aku baik-baik saja." Ujarku menenangkannya. Bagiku dia bukan hanya seorang pelayan, melainkan seperti saudara yang selalu ada untukku. Dia menjaga ku seperti seorang kakak yang menjaga adiknya.
"Aku hampir gila karena mengkhawatirkan mu. Bahkan ponselmu tidak bisa dihubungi." Dia terlihat begitu panik. "Apa yang terjadi?" Tanyanya penasaran.
"Aku mengalami kecelakaan kecil." Ujarku singkat sambil melenggang ke arah kulkas mengambil sekantong darah dingin. Aku menyeruput darah itu dan memejamkan mata menikmati kenikmatan cairan yang berasal dari manusia. Aku tidak menjawabnya. Aku tidak ingin membuatnya khawatir. Aku menghabiskan darah itu dan membuang kantong plastiknya k dalam sampah.
"Jangan ceroboh." Ujarnya. "Lain kali aku akan menemanimu keluar agar hal seperti ini tidak terjadi lagi." Ujarnya.
Aku memutar bola mata mendengarnya.
"Aku mau mandi." Ujarku agar dia meninggalkanku dan berhenti menatapku dengan mata penuh kekhawatiran seperti seorang ibu yang menjaga anaknya.
Ia berbalik dan pergi meninggalkanku. Selama ini, hanya dia yang menerimaku dengan seutuhnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!