Pukul sembilan malam, saat pelanggannya tiba di hotel melati. Padahal mereka berjanji akan bertemu jam delapan, dan Fitri sudah menunggu sejak setengah jam sebelumnya. Fitri hampir saja terlelap sambil menonton siaran TV kabel. Tapi untunglah dirinya segera tersadar saat mendengar suara engsel pintu dibuka.
"Selamat malam, Om..."
Sapanya dengan sunggingan senyum manis dibibirnya.
"Malam manis..."
Wajah lelaki itu terlihat garang, dengan jambang lebat, dan senyuman mes um merendahkan yang sudah biasa diterimanya. Namun Fitri harus tetap bersikap profesional, dengan memasang senyuman manis dan kata-kata merayu. Hatinya sudah dingin dan beku. Semua yang dilakukannya adalah seperti robot yang telah diprogram untuk bertindak dan bicara hal-hal serupa pada para pelanggannya yang datang setiap malam.
"Sepertinya kamu sudah siap sekali malam ini? Bisa langsung kita mulai?"
"Udah dong Om, malah udah lama nungguin dari tadi.."
"Oh, maaf tadi saya ada keperluan sedikit jadi terlambat datang, nanti saya kasih kamu tip lebih..."
"Wah, saya nggak minta ya Om..."
"Iya, bukan kamu yang minta, saya yang mau kasih, sebentar ya, saya mau ke toilet dulu..."
"Ya Om, saya tunggu..."
Dan sambil menunggu, Fitri menaikkan gaunnya hingga ke paha bagian atas, lalu menurunkan sebelah tali gaunnya. Penampilan seperti itu biasanya langsung menarik gairah para pria. Dengan sebagian bagian sensitifnya yang sengaja ditonjolkan, tapi tidak sepenuhnya terbuka. Seolah sengaja memancing rasa penasaran. Membuat orang yang menatapnya berfantasi liar.
Sementara itu, melihat tingkah Fitri, pria hidung belang itu menyeringai licik.
Dasar gadis penggoda! Lihatlah nanti ******, akan kubuat kau menangis minta ampun malam ini!
"Melihat tingkahmu itu, pastilah jam terbangmu sudah tinggi ya?"
Tentu saja itu bukanlah pujian, melainkan kalimat hinaan.
"Tentu saja Tuan, dan mendengar pernyataanmu itu, pastilah kau juga pemain berpengalaman!"
Balas Fitri tak kalah sinis.
"Tentu saja Nona manis, nanti akan kutunjukkan kemampuan terbaikku. Tapi nampaknya kau masih terlalu muda, berapa usiamu sebenarnya?"
"Berapapun usiaku, itu bukan urusanmu Tuan..."
"Ya..ya aku tahu, itu memang bukan urusanku. Ah, kau seperti seusia putriku. Semoga saja dia dijauhkan dari prilaku kotor sepertimu..."
"Ah, ternyata Anda terlalu naif. Memberi contoh yang buruk tapi berharap putri Anda menjadi baik..."
"Aku suka keberanianmu berbicara dan berargumen denganku. Dan sepertinya percakapan kita akan semakin seru, bagaimana kalau kita lanjutkan di ranjang, sepertinya ini akan jadi malam yang panjang untukmu..."
"Baiklah, mari tuan. Sudah tugasku untuk menyenangkanmu malam ini..."
Dan tanpa menunggu lama, pria itu langsung menerkam bagaikan binatang buas.
Fitri langsung tersentak, saat pada serangan pertama pria itu langsung menggigit bibirnya hingga berdarah.
"Aww"
Fitri mengaduh kesakitan, lalu mengusap bibirnya yang berdarah.
"Kamu membuatku terluka!"
Bentak Fitri pada pria itu.
"Haha, bersiap-siaplah, aku penganut aliran keras! Tapi tenanglah, aku juga akan memuaskanmu dan membuatmu basah!"
Pria itu mengusap darah di bibir Fitri dengan lidahnya, lalu mencecapnya seolah sedang mencicipi makanan.
"Ayo kita mulai..."
Dan di mulailah permainan panas malam itu. Lelaki itu mengambil kendali penuh atas permainan. Terus menyerang, bahkan tak memberikan kesempatan bagi Fitri untuk mengambil nafas. Seolah ingin membuktikan bahwa dirinyalah yang berkuasa malam itu. Dan Fitri pun hanya bisa pasrah.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Namun tetap pria itu tak merasa terganggu dan tetap melanjutkan permainan.
Dan kemudian terdengar suara keras dari arah pintu. Ternyata pintu telah di didobrak paksa dan seorang wanita menghampiri mereka sambil mengarahkan kamera ponsel.
"Wah...wah suamiku sedang apa ini?"
"Wah...wah suamiku sedang apa ini?"
Suara seorang perempuan tiba-tiba mengejutkan Fitri dan lelaki hidung belang yang sedang bersamanya. Wajah lelaki yang semula jumawa di kuasai gairah, seketika berubah pucat pasi sekaligus panik saat mendapati istrinya tiba-tiba berada di depan mata.
"Untuk apa kamu kemari?"
Tanyanya sambil sibuk memunguti pakaiannya yang tercecer.
Istrinya tersenyum menyeringai dengan pandangan sinis menusuk.
"Lalu menurutmu? Apa kamu pikir aku akan diam saja mengetahui kelakuan busukmu ini?"
Sementara itu di sampingnya, Fitri sibuk menarik selimut untuk menutupi tubuh dan wajahnya, sambil mencari-cari keberadaan pakaiannya yang tercecer entah dimana.
Namun kemudian, sebuah tangan menarik selimut yang dikenakannya dan tangan seorang wanita mencengkram dagunya.
"Hey ******, perlihatkan wajahmu ke arah kamera..."
Sesaat Fitri tak bisa menghindar, tapi kemudian Fitri menepis tangan wanita itu hingga ponsel yang diacungkannya terjatuh ke lantai.
"Sialan! Dasar ****** murahan!"
Wanita itu memaki dengan putus asa. Lalu memungut kembali ponselnya yang terjatuh di lantai.
Setelah mendapatkan kembali ponselnya, wanita itu kembali menyalakan kamera dan mengarahkannya bergantian ke arah suaminya dan Fitri yang sedang sama-sama sibuk mengenakan kembali pakaiannya.
Setelah si pria selesai, dia langsung merampas ponsel yang digunakan istrinya untuk merekam.
"Apa yang kamu lakukan? Dasar bodoh!"
Lelaki itu tampak tidak terima dengan apa yang dilakukan istrinya.
"Ayo pulang! Apa yang kamu lakukan disini?"
"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan disini bersama ****** murahan itu? Dasar laki-laki brengs*k!"
Fitri sudah selesai mengenakan pakaiannya dan berdiri mematung sambil menyaksikan pertengkaran suami istri itu. Dan kemudian sesuatu melayang dan mengenai kepalanya.
"Itu bayaranmu, terimakasih untuk malam ini sayang..."
Ternyata itu adalah segepok uang yang dilemparkan oleh si pria hidung belang.
Adegan masih berlanjut dengan sang isteri yang menjewer telinga suaminya sambil menyeretnya pergi dari sana.
Samar-samar Fitri masih bisa mendengar sang istri terus mengomeli suaminya.
"Dasar suami tak tahu diri, berani-beraninya kamu berbuat begitu di depan mataku!"
"Ah salahmu sendiri selalu menolakku dan menantang suruh mencari wanita di luar saja!"
Begitulah sepenggal percakapan yang Fitri dengar. Tapi Fitri tak mau ambil pusing. Hal semacam itu tentu bukanlah yang pertama kali di dengarnya. Fitri memilih untuk berkemas, menyimpan uang haramnya dan segera bergegas meninggalkan tkp.
Sesampainya di kamar kontrakannya, Fitri langsung mandi dan setelahnya Fitri langsung tertidur pulas.
Keesokan harinya, Fitri terbangun dan melakukan aktivitasnya seperti biasa. Namun saat Fitri mulai membuka ponselnya di siang hari, Fitri baru sadar bahwa sebuah kehebohan tengah terjadi di dunia maya. Rekaman videonya semalam tersebar di sosial media dan menjadi viral. Tentu saja kolom komentar juga dipenuhi dengan hujatan yang mengarah padanya.
Entah bagaimana di zaman sekarang banyak sekali orang-orang yang rela menukar waktunya yang berharga dengan mengetik ujaran kebencian pada orang tak di kenal untuk perkara yang mereka tak tahu persis kebenarannya. Tapi apapun itu, Fitri tak mau ambil pusing dengan segala pemberitaan miring tentang dirinya. Baginya di pandang miring, di hujat dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari dan dirinya sudah kebal. Dan lagi pula dirinya tak lagi punya keluarga, jadi tak ada lagi nama baik yang perlu dijaga. Apapun pandangan orang tak akan mempengaruhi diri dan hidupnya.
Fitri kembali melanjutkan hidupnya seperti sebelumnya. Melakukan pekerjaannya demi sekedar untuk bertahan dan menyambung hidup meskipun itu adalah pekerjaan yang haram.
Sesekali saat berjalan di keramaian, Fitri masih bisa mendengar orang-orang berbisik-bisik sambil memperhatikannya.
"Eh, itu bukannya cewek pelakor yang lagi viral di sosmed itu ya?"
"Ah, masak sih, mana-mana coba gue lihat?"
"katanya dia kan emang pec*n, jangan salahin ceweknya lah, dasar suaminya aja yang kegatelan!"
"Iya juga yah, sialnya aja ke gap sama istri sah, mana pake direkam pula, nggak kebayang gimana malunya keluarganya punya anak begitu!"
Fitri hanya memalingkan wajah dan meneruskan langkahnya tanpa memperdulikan orang-orang yang tengah asyik bergunjing di depannya. Apa hak mereka berbicara tentang dirinya? Kenal pun tidak.
Di malam hari, Fitri kembali mendapatkan pelanggan yang harus dilayaninya. Pekerjaannya yang memang kotor takkan terganggu dengan gosip murahan semacam itu.
Kali ini Fitri menilai pelanggannya bersikap lebih lembut dan tidak banyak tingkah. Fitri yang sedang merasa lelah pun memilih tidak terlalu bertingkah nakal. Sesi percintaan mereka berlangsung datar dan dalam durasi yang cukup singkat. Dan lelaki itu pun terlihat gelisah.
"Sejak kapan kamu menekuni pekerjaaan seperti ini?"
Tanya lelaki itu begitu selesai mengenakan pakaiannya.
Fitri yang juga sedang mengenakan pakaiannya sambil membelakangi pria itu menoleh ke arah si pria yang ternyata sedang menatap kosong ke depan.
"Untuk apa anda bertanya?", Fitri justru menjawab dengan sebuah pertanyaan. Sebab dirinya tak yakin bahwa laki-laki itu benar-benar peduli.
"Aku hanya penasaran saja, kamu terlihat masih muda dan cantik. Sebenarnya bagaimana gadis-gadis muda sepertimu bisa memulai pekerjaan semacam ini. Apakah kalian benar- benar putus asa atau sekedar ingin mendapatkan uang dengan cara yang mudah?"
"Hahaha..."
Fitri hanya tertawa sumbang, tak berminat menjawab pertanyaan klasik itu.
"Maaf, aku tak bermaksud menghinamu...aku punya seorang putri dan harus membesarkannya seorang diri, aku hanya takut bila tidak bisa mendidiknya dengan baik...", Ucap lelaki itu dengan pandangan menerawang.
Fitri menatap laki-laki dan bisa melihat kesungguhan dari ucapannya.
"Kami tentu memiliki alasan yang berbeda-beda untuk melakukan pekerjaan ini, mungkin salah satunya seperti yang anda sebutkan tadi dan ada pula yang karena terjebak keadaan. Tapi apapun itu aku mengakui bahwa pekerjaan kami tak bisa dibenarkan. Tapi anda tak perlu terlalu khawatir tentang putri anda. Dan hal pertama yang harus anda lakukan adalah memberikan contoh yang baik, misalnya dengan tidak datang ke tempat seperti ini..."
"Hahaha, seorang pelac*r bisa juga menasehatiku agar tidak menggunakan jasanya..."
Lelaki itu tertawa dengan satir.
Fitri membiarkan saja pria itu dengan tingkahnya, sementara dirinya lebih memilih untuk berkemas.
"Kalau sudah selesai tolong berikan bayaranku!",
"Maaf-maaf kenapa kamu sensitif sekali, jangan buru-buru, aku masih butuh teman malam ini..."
Fitri hanya diam, bergeming di tempatnya. Dia cukup sadar diri bahwa bukan dirinya lah yang berhak menentukan kapan pertemuan harus dia akhiri.
"Belum lama istriku meninggal, aku sangat mencintainya. Banyak hal berubah selepas kepergiannya dan aku merasakan bebanku begitu berat. Aku hanyalah laki-laki normal yang juga butuh pelepasan. Apa ini begitu salah?"
"Semua orang pasti melakukan kesalahan, dan kita sendirilah yang akan menanggung akibat dari kesalahan yang kita buat..."
"Ya...dan ternyata sangat melelahkan saat berusaha menjadi sosok yang sempurna di depan seseorang..."
"Maksudmu putrimu?"
Pria itu mengangguk, lalu mengecek ponselnya.
"Ayo kita pulang bersama, kita bisa meneruskan obrolan sambil keluar, apa kamu keberatan?"
"Baiklah, aku tidak punya alasan untuk keberatan..."
Akhirnya keduanya berjalan bersama keluar dari kamar hotel.
"Kalau aku terus mengajakmu mengobrol apa aku harus membayarmu lebih?"
"Tidak perlu, itu sudah termasuk service yang kuberikan pada pelanggan, sebab memang banyak diantara para pria butuh teman untuk bicara dengan lebih bebas, sebab saat dirumah mereka merasa dikekang..."
"Baguslah, terimakasih banyak...aku merasa lebih baik setelah bicara denganmu, meski obrolan kita mungkin tidak begitu menyenangkan bagimu.."
"Hahaha..."
Fitri hanya tertawa. Beragam tingkah para pelanggan telah dihadapinya.
Tiba-tiba langkah si pria berhenti mendadak.
"Ada apa?", tanya Fitri dengan heran.
"Ayah!"
Seorang gadis muda berjalan menghampiri mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!