...Aku sebagai hamba-Mu kembali mengucap syukur, karena Engkau sudah melancarkan hamba-Mu ini dalam menggapai cita-cita. Dan dalam setiap langkah hamba ingin menyertakan nama-Mu termasuk, hal dalam jodoh. Jodoh yang sudah Engkau tuliskan dalam Lauhul Mahfudz....
...~Ervin Evano~...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ervin Evano, merupakan seorang pelajar Indonseia yang tengah menempuh pendidikan di salah satu Universitas Perguruan Tertinggi di Medan, yaitu Universitas Sumatra Utara atau yang biasa disebut dengan USU.
“Alhamdulillah, rasa syukur hamba kepada-Mu Ya Allah, karena Engkau menjadikan aku sebagai manusia yang memiliki kemampuan diluar batas. Dengan IQ yang cukup, membuatku menjadi pelajar yang mampu diterima di salah satu Universitas Perguruan Tertinggi. Semoga saja apa yang menjadi cita-citaku dan kedua orang tuaku Engkau kabulkankabulkan. Dan semoga saja Engkau akan tetap menuntunku menjadi seorang Muslim yang mengangungkan-Mu di atas segalanya.” Ervin beemonolog dalam hati kecilnya sembari menatap langit-langit yang luas.
Hari itu adalah hari pertama Ervin masuk Universitas yang ia cita-citakan selama ia menjadi anak remaja yang masih di ambang perjuangan. Dan pagi itu, suatu kebanggaan yang hebat baginya karena, ia telah menginjakkan kaki untuk yang pertama kali di Fakultas Kedokteran. Di mana itu adalah cita-cita yang selalu diimpikannya, dan menjadi seorang Dokter jenius itu adalah permintaan Almarhum kedua orang tuanya.
“Aw!” rintih Aurora_wanita bermanik kecoklatan dengan rambut pirang yang membuatnya semakin cantik jelita.
Baru pertama kalinya Aurora menginjakkan kakinya di Universitas Sumatera Utara. Dan Aurora bisa dinyatakan sebagai mahasiswa baru yang akan mulai mengejar cita-cita nya sebagai dokter ahli bedah jantung.
Dan baru kali pertama datang Aurora sudah tertimpa masalah, tetapi bagi Aurora itu adalah bukan sekedar masalah biasa_Aurira menyebutnya dengan ‘kesialan’.
“Ma'af! Aku tidak sengaja menabrakmu. Sini, aku bantu kamu untuk berdiri!” ujar seorang perempuan yang sudah menabraknya tanpa sengaja.
”Tidak perlu! Aku bisa berdiri sendiri. Dan kamu, jangan sok ramah kepadaku, karena aku tidak mengenal siapa kamu. Lagipula, cara berpakaianmu pun begitu aneh. Patut untuk dicurigai,” tampik Aurora dengan menepis tangan Ayisha yang sudah terulur hendak menolongnya.
Setelah mengatakan hal itu dengan kasar, Aurora pun pergi begitu saja. Sedangkan Ayisha, ia masih beridiri mematung di bawah pohon rindang_depan Fakultas Kedokteran yang akan menjadi tempatnya menimba ilmu.
“Tidak apalah jika, kamu membenciku dan pakaianku ini. Padahal kita baru kali pertama bertemu, tapi sikapmu... Akh sudahlah!” ungkap Ayisha dalam hati.
Ayisya pun melangkahkan kakinya kembali untuk masuk ke dalam ruang belajarnya yang baru. Gedung yang dibangun cukup luas, besar dan bernuansa putih. Ayisha akan menimba ilmu bersama dengan mahasiswa yang baru, termasuk Ervin dan juga Aurora.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ervin terus saja melangkah, menelusuri setiap koridor kampus. Hingga langkah itupun berhenti tepat di depan ruangan yang bertuliskan Fakultas Kedokteran dengan begitu besar yang menempel di pintu berwarna coklat itu.
“Ternyata banyak juga peminatnya ya! Tapi Ervin, kamu harus semangat dan menjadi kebanggaan Amang(bapak) dan Inong (Ibu), termasuk juga beberapa Dosen di Universitas ini,” ujar Ervin lirih sekedar menyemangati dirinya sendiri.
Semua mahasiswa dan mahasiswi baru telah berkumpul di dalam satu ruangan yang sama. Dan mereka semua mengambil duduk dengan posisi teenyaman mereka saat menanti kehadiran Dosen yang hendak mengajar mereka, sebagai pelajar yang terpilih.
Selang beberapa menit kemudian Dosen pun datang. Bahkan Dosen yang cukup terkenal masuk bersama dengan Profesor Nathaniel Geraldo. Seseorang yang sangat disegani oleh semua orang atas keramahannya selama mengajar di Universitas Sumatera Utara. Dan Profesor Nathaniel ini adalah salah satu Dokter yang bekerja di Rumah Sakit besar di Medan, dengan profesinya sebagai dokter ahli bedah jantung tepatnya.
“Selamat pagi semuanya! Semoga dalam pertemuan ini kita bisa belajar bersama-sama dan mampu mengenal tujuan masing-masing.”
“Semoga kalian semua tidak salah pilih dalam memilih jurusan ya! Dan sebelum kita mulai pembelajaran hari ini saya selaku Dosen pendamping akan memperkenalkan kepada kalian mahasiswa yang menjadi pilihan seluruh Dosen.”
“Dan patut kita banggakan atas kejeniusan yang dimiliki oleh lelaki muda, Ervin Evano. Untuk Ervin, silahkan maju dan memperkenalkan diri dihadapan Profesor Nathaniel dan mahasiswa lainnya!” titah Pak Adhitama yang mempersilahkan Ervin untuk maju ke depan ruangan.
Ervin tertunduk, ia merasa malu ketika namanya telah disebut sebagai lelaki yang jenius. Sedangkan apa yang dimilikinya hanya atas ijin Allah Subhanahu wata'ala semata. Dan Ervin merasa tidak percaya diri untuk maju ke depan tetapi, pak Adhitama terus memintanya untuk maju. Hingga akhirnya Ervin pun maju setelah mengucapkan basmalah yang diiringi langkah gontai.
Setelah maju ke depan, Ervin memperkenalkan dirinya dengan nada yang ramah. Tanpa ada nada yang begitu menonjolkan dirinya sebagaimana pak Adhitama yang begitu membanggakan dirinya dihadapan yang lain.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari demi hari telah dilalui dengan penuh semangat oleh Ervin. Dan suatu hari, ketika harinya sudah sukses, dengan waktunya kosong ia berkunjung kembali di Universitas tempatnya dulu menimba ilmu Lalu, ia memutuskan untuk duduk di bawah sebuh pohon yang rindang_yang ada di kampusnya itu untuk sekedar melepaskan rasa lelah. Dan tiba-tiba saja ia dihampiri oleh Profesor Nathaniel.
“Good afternoon, Ervin!” sapa Profesor Nathaniel dengan ramah.
”Iya Profesor, selamat siang juga! Eh, silahkan duduk!” balas Ervin kemudian.
Seketika Ervin menghentikan aktivitasnya yang tengah membaca sebuah buku, yang ia pinjam dari perpustakaan beberapa menit lalu. Lalu, ia berdiri dan mempersilahkan Profesor Nathaniel untuk duduk bersamanya penuh keraguan di dalam hati. Pasalnya Ervin merasa tidak yakin jika, orang hebat seperti Profesor Nathaniel mau duduk bersampingan dengannya bahkan, mengobrol dengannya.
Namun, semua pemikirannya itu ternyata salah. Karena, Profesor Nathaniel pada kenyataannya mengambil duduk dihadapannya dan mengatakan kepada Ervin yang begitu merasa bangga dengan kejeniusan yang dimiliki oleh Eevin. Bahkan, Profesor Natal menawarkan hal yang mengejutkan bagi Ervin.
“Ervin, saya akui kamu adalah mahasiswa yang sangat terpelajar atas nilai-nilai yang kamu raih. Dan itu membuat saya merasa bangga mempunyai anak didik sepertimu,” ungkap Profesor Nathaniel.
“Akh, Profesor janganlah berkata seperti itu! Saya hanyalah mahasiswa yang masih perlu belajar dan belajar lagi. Tapi, jika penilaian Profesor Nathaniel tentang saya seperti itu, saya mengucapkan sangat berterimakasih kepada Anda.” Farghan tersenyum sembari menganggukkan kepalanya dengan sopan.
“Itu realita, Ervin. Dan oh iya, sebenarnya saya tidak pantas menawarkan hal seperti ini kepada kamu, Ervin. Tapi, hati saya merasa yakin bahwa kamu mampu menjadi sosok lelaki sejati dalam hidup Aurora. Ervin, maukah kamu menikah dengan Aurora?
Deg!
Seketika Ervin membelalakkan kedua matanya, karena ia merasa tidak percaya jika orang besar seperti Profesor Nathaniel akan mengatakan hal seperti itu kepadanya, bahkan Profesor Nathaniel meminta dengan penuh keyakinan yang ada pada dirinya. Bukankah itu nampak jelas dari tatapan lelaki paru baya yang berada di hadapan Ervin.
“Akh, s...tapi, bagaimana bisa Profesor meminta hal itu kepada saya? Sedangkan saya adalah warga dari kalangan bawah yang tidak memiliki apa-apa selain rumah kontrakan dan juga gerobak saya. Apalagi saya hanya anak yatim-piatu,” jawab Farghan seraya menunduk.
Profesor Nathaniel pun menjelaskan sebagaimana ia menginginkan Eevin menjadi menantunya. Namun, seketika Ervin menolak permintaan Profesor Eevin, karena ia menganggap bahwa perjodohan itu akan menimbulkan sebuah dosa, jika ia tetap melakukannya.
“Ma'afkan saya sebelumnya, Profesor Nathaniel. Tapi, saya tidak bisa melakukan ataupun mengiyakan permintaan Anda. Karena itu akan menjadi suatu hubungan yang terlarang,” tukas Ervin menjelaskan.
Profesor Nathaniel mencoba mengerti apa yang dimaksud oleh Ervin. Lalu, percakapan singkat itu pun telah usai. Sampai-sampai siang yang berganti sore tidak disadari oleh Ervin. Dan dengan rasa terburu-buru ia pun meninggalkan tempat yang beberapa jam lalu membuatnya merasa nyaman, ragu dan juga canggung.
“Astaghfirullah hal azim, ternyata sudah sore. Sepertinya aku harus segera kembali ke kontrakan.”
Ervin berdiri dari tempat duduknya sembari membereskan beberapa buku yang masih berserekan di atas meja, tempat ia menikmati panasnya terik matahari di bawah pohon yang rindang. Dan ketika ia hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba seorang gadis cantik berambut pirang mematung dihadapannya.
“Hai, Ervin!” sapa Aurora.
“Assalamu'alaikum, Aurora. Ma'af, saya harus pergi sekarang.” Farghan seolah acuh dengan kehadiran Aurora, bahkan ia mengambil kembali langkah kaki yang sempat terhenti sembari menundukkan pandangannya.
“Kenapa kamu harus buru-buru pergi, Ervin? Dan asal kamu tahu, aku sudah mendengar percakapanmu dengan Papaku. Tapi sayang, kamu menolaknya dan aku tidak mengetahui apa alasannya. Atau, karena kita berbeda anutan, Ervin?” tanya Aurora penasaran.
“Mungkin kamu tahu alasannya, Aurora. Jadi, saya rasa tidak harus menjelaskannya kembali sama kamu. Permisi!”
“Tapi aku mencintaimu, Ervin. Salahkah jika hatiku merasakan cinta itu dan menginginkanmu?”
Deg.
Rasanya jantung Ervin seketika berhenti berdegup. Perasaan yang sulit diartikan telah merasuki hatinya begitu saja. Dan rasanya ia tidak ingin menjawab pertanyaan Aurora, tetapi Ervin juga tidak mau memberikan harapan atau apapun itu kepada Aurora.
Dengan segala keberanian yang ada dalam. dirinya, Ervin berbalik lalu ia pun berkata dengan tegas.
“Untukku agamaku, untukmu agamamu!”
Bukankah itu sudah jelas jika, hukum tabu tak bisa diubah? Tembok besar nan kokoh adalah penghalang terbesar hubungan keduanya, meskipun hati Ervin sebenarnya sakit mengatakan hal itu tetapi, ia sebagai hamba Allah tak ingin meninggalkan Tuhan yang menciptakan dirinya dengan sempurna. Meskipun Ervin tahu, tak akan pernah ada manusia yang sempurna di dunia ini kecuali, Tuhan-Nya.
Perilah jodoh, Ervin hanya bisa pasrah sebagaimana Tuhan mengatur dalam hidupnya.
‘Ervin, tidak adakah sepercik harapan untuk bersamamu?’ batin Aurora dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Seketika itu Aurora merasa hancur, hatinya telah patah berkeping-keping. Dan ia hanya bisa menatap punggung Ervin yang sudah jauh dari pandangannya.
#Cintasegitiga
#Hukumtabu
#ErvinEvano
#CoupleDoctor
...Bukankah manusia tidak dituntut untuk selalu berpenampilan super? Lebih baik menjadi manusia yang memiliki kepribadian sesederhana mungkin, karena pada dasarnya semua perbuatan yang dilakukan di dunia fana ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak termasuk, mengenai pakaian yang kita beli dengan cuma-cuma....
~Ervin Evano~
...----------------...
Jauh sebelum hari itu tiba, di mana Ervin akan menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari hasil beasiswa yang didapatkannya. Ke-geniusan yang dimiliki Ervin mampu membuatnya masuk ke salah satu Universitas di Sumatera Utara. Dan sebelum pergi ke kota tak lupa Ervin bersimpuh memohon doa pada dua gundukan makam yang ada di hadapannya saat ini.
“Bapak... Ibu... Alhamdulillah saat ini Ervin sudah masuk di Universitas Sumatra Utara yang terkenal itu. Ini semua juga berkat doa Bapak dan Ibu, tanpa kalian Ervin hanyalah anak yatim piatu yang tidak akan pernah beruntung. Bahkan bisa saja Ervin akan menjadi anak gelandangan pada umumnya setelah ditinggalkan atau dibuang oleh orang tuanya.”
“Bapak dan Ibu adalah orang tua yang paling baik_yang Ervin miliki. Meskipun kalian tidak bisa menemani Ervin sampai kapanpun tapi, kalian tetap melekat di hati Ervin. Ervin ... sangat merindukan Bapak dan Ibu. Maafkan Ervin ya Pak, Bu... jika nanti Ervin akan lama tak mengunjungi makam Bapak dan Ibu. Tapi, Ervin akan selalu berusaha untuk datang saat liburan nanti.”
“Pak-Bu, sekali lagi Ervin minta do'a sama kalian, semoga Ervin bisa menggapai mimpi Ervin. Aamiin.”
Seperti itulah cara seorang Ervin, kerap menceritakan tentang kisahnya yang entah itu pilu atau masa yang begitu indah di hadapan dia gundukan tanah, tak lain adalah makam Bapak dan Ibunya. Mau bagaimana lagi? Pasalnya, Ervin sudah tidak memiliki kerabat dari Bapak maupun Ibunya. Karena, keluarga kedua orang tuanya tak mau lagi berurusan dengan kedua orang tua Ervin.
Dan akhirnya, Ervin harus tinggal sebatang kara di rumah tua yang kedepannya akan kerap tak dikunjungi oleh lelaki muda itu.
Setelah dari makam kedua orang tuanya Ervin menaiki sebuah angkot hendak menuju terminal.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Esok Paginya...
Dengan mengucap basmalah dan langkah yang pasti, lelaki muda yang menginjakkan kakinya pertama kali di salah satu perguruan tinggi_Universitas Sumatra Utara, akan menempuh pendidikan pertamanya di hari itu.
“Semoga saja di hari pertama masuk kuliah aku bisa menjalani semuanya dengan mudah. Amin Ya Allah,” ungkap Ervin yang melangitkan do'a kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Pagi itu adalah hari pertama Ervin Evano jadi seorang mahasiswa kedokteran di Universitas Sumatra Utara, Medan. Dan sebelum ia melangkahkan kaki untuk berangkat ke kampus, tidak lupa untuk ia melantunkan bismillah agar kegiatannya di hari itu dapat dilancarkan oleh Allah Sang Maha Segalanya.
“Tidak apa jika aku harus naik angkutan umum untuk sampai di sana. Tidak mungkin juga, jika aku jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh untuk sampai di sana. Dan Alhamdulillah, aku rasa uangku pun cukup untuk naik saat berangkat dan pulang nanti.” Ervin membuka dompetnya yang sudah sobek itu hendak memastikan berapa rupiah yang tertinggal di dalamnya.
Kehidupan seorang Ervin Evano sangatlah memiliki keterbatasan akan ekonomi semenjak ia harus menjalani kehidupan sehari-hari hanya sendiri. Karena disaat ia masih menjadi siswa SMU, kedua orang tuanya dikabarkan telah meninggal dunia karena kecelakaan. Dan semenjak itulah ia harus membanting tulang untuk mendapatkan rupiah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tidak lama kemudian setelah Ervin berdiri mematung di pinggir jalan, akhirnya sebuah angkutan umum melintas dihadapannya. Dan dengan segera tangannya pun melambai untuk memberikan tanda bahwa ia hendak menaiki angkutan tersebut.
“Mau kemana kau, anak muda? Pakaianmu terlihat rapi sekali,” tanya sopir angkot tersebut.
“Ah, ini Bang ... saya ingin berangkat kuliah, Bang. Abang bisa antarkan saya ke Universitas USU?” jawab Ervin sopan.
“Wah, tentulah aku bisa. Nampaknya kamu mahasiswa baru ya di sana? Karena aku jarang sekali melihat kau naik angkutanku,” tebak Pak Jamal selalu sopir angkot.
“Iya Bang, hehehe. Kebetulan hari ini adalah hari pertama saya masuk.” Ervin memperlihatkan sederet giginya yang putih seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
”Baiklah, aku akan mengantarkan kau ke sana sembari aku mencari penumpang lain. Sudah, cepatlah naik saja kau di depan, duduk disampingku.” Pak Jamal pun mempersilahkan Ervin untuk segera masuk di jok depan.
Pak Jamal adalah seorang sopir angkot yang setiap hari-harinya mengais rejeki dengan berkeliling di area kota Medan. Dan kini, Ervin lah yang menjadi penumpang pertama angkot Pak Jamal. Karena masih sepi di pagi itu, pak Jamal meminta Ervin untuk duduk di kursi depan, tepat disamping Pak Jamal. Dan dalam setiap perjalanan kota yang semakin hari dipadatkan oleh kendaraan bermesin lainnya, Ervin diajak mengobrol oleh Pak Jamal. Sampai-sampai keakraban di antara mereka pun telah terjalin.
“Beginilah nak Ervin, kehidupanku sehari-hari harus aku jalani dengan ikhlas hati. Meskupun aku merasa lelah, tapi jika aku mengingat kembali senyum orang-orang yang aku sayang di rumah, semangatku langsung bangkit kembali. Dan begitupun dengan kau, kau adalah anak muda yang patut dibanggakan oleh Negara atas prestasi yang kau raih selama ini. Jadi, janganlah kau mudah patah semangat! Aku do'akan kau, semoga saja kau menjadi anak muda yang hebat.” Pak Jamal mengangguk seraya melempar senyum.
“Terimakasih atas do'a Bang Jamal. Dan alhamdulillah, saya juga bersyukur dengan apa yang sudah saya dapatkan ini, Bang Jamal. Dan saya juga berdo'a semoga saja saya bisa memiliki hati besar seperti Abang Jamal ini. Ya sudah Bang Jamal, saya masuk ke dalam sana dulu! Semoga Bang Jamal mendapatkan uang setorang yang banyak untuk hari ini. Aamiin.”
Angkutan umum yang mengantarkan Ervin ke Universitas Sumatra Utara itupun sudah berhenti tepat di depan gerbang utama USU. Dan sebelum Pak Jamal menyalakan mesin angkotnya kembali, Ervin pun sejenak menebar senyuman yang ramah kepada Pak Jamal. Setelah itu, Ervin kembali mengucapkan basmilah untuk melangkahkan kakinya menuju hari yang sukses.
Ervin mulai menelusuri lorong kampus untuk mencari gedung yang sesuai dengan bidang yang ia inginkan, yaitu gedung Fakultas Kedokteran. Dengan langkah yang gontai, ia pun tetap berjalan menelusuri setiap lorong yang mungkin saja masih panjang.
“Siapa Dia? Mungkinkah Dia mahasiswa baru?”
“Mungkin saja seperti itu. Dan lihatlah, cara Dia berpakaian! Sangatlah kampungan, udik dan jadul.”
Ketika Ervin melintas dihadapan beberapa mahasiswa yang lain, Ervin mendengarkan cibiran keji mereka setelah memandang Ervin dengan cara berpenampilan. Namun, Ervin tidak mau menanggapi dan mencari keributan di hari pertamanya masuk kuliah. Sehingga ia memutuskan untuk berdiam dan menahan dengan hati yang sabar.
“Tidak apa Ervin, jika mereka mencibirmu seperti itu. Tapi, kamu harus tetap semangat, karena ada Allah yang tidak menilaimu hanya dengan cara berpenampilanmu yang sederhana. Bahkan kamu pun tahu, bahwa Allah lebih suka kepada hambanya yang tidak akan menyianyiakan pakaiannya.” Ervin mengelus dadanya sejenak lalu, ia menyemangati dirinya sendiri sembari melukiskan senyum tipis di bibirnya.
Ervin Evano, lelaki muda yang sangat tampan, memiliki manik hitam pekat dan bulu mata yang lentik. Jarang sekali seorang lelaki mendapatkan ketampanan yang seperti itu. Dan bahkan, di era sekarang kebanyakan lekaki muda menghabiskan waktu bersama teman-temannyateman-temannyadi tempat nongkrong atau yang biasa disebut basecamp. Tapi, tidak dengan Ervin yang hanya menghabiskan waktunya untuk mengais rejeki seperti Pak Jamal. Dan ketika di waktu luangnya, ia menyempatkan diri untuk membaca dan belajar. Namun, ia tidak pernah lupa dengan tanggung jawabnya sebagai seorang umat Muslim.
Tidak lama kemudian setelah ia berjalan kaki hampir lima belas menit, akhirnya ia menemukan dimana gedung Fakultas Kedoktaran yang sedari tadi ia cari-cari. Dan setelah menemukannya, Ervin pun masuk dengan mengucapkan salam terlebih dahulu. Lalu, ia mencari tempat duduk yang menurutnya mampu memberikan kenyamanan saat ia mengenyatkan pantatnya.
“Lebih baik aku duduk di sebelah sini saja. Insya Allah, aku akan merasa nyaman jika aku duduk di paling depan,” putus Ervin kemudian.
Ervin pun memilih tempat duduk terdepan di antara beberapa kursi dan bangku yang berjejeran dengan rapi. Kemudian, silih berganti mahasiswa dan mahasiswi yang lainnya pun masuk dan mengambil duduk masing-masing. Dan lagi, Ervin kembali bertemu dengan mahasiswa yang tadi sudah mencibir tentang pakaiannya. Hal yang tidak diinginkan oleh Ervin pun kembali terjadi.
“Yah, lihatlah kawan! Ternyata Dia juga ada di sini.”
“Bagaimana bisa Dia berada di Universitas Perguruan Tertinggi? Miskin iya, jelek iya, bahkan tampangnya saja terlihat bodoh.”
“Kita lihat saja, apakah Dia mampu bertahan di sini atau... akan berhenti begitu saja.”
Lagi-lagi Ervin kembali dicibir oleh bibir yang tidak bertulang. Namun, Ervin tetap bersikap tenang. Bahkan cibiran yang terlontar untuknya dianggap angin berlalu. Dan ia hanya terdiam sembari menata hati untuk tetap menanamkan rasa sabar dalam hatinya.
“Sabar Ervin, ini adalah ujian pertamamu untuk menimba ilmu setinggi langit. Dan kamu harus bertahan dalam diam mu,” ujar Ervin dalam hati.
“Bukankah manusia tidak dituntut untuk selalu berpenampilan super? Lebih baik menjadi manusia yang memiliki kepribadian sesederhana mungkin, karena pada dasarnya semua perbuatan yang dilakukan di dunia fana ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak termasuk, mengenai pakaian yang kita beli dengan cuma-cuma.”
Dua mahasiswa itu pun pergi meninggalkan Ervin sembari memberikan senyuman sinis yang menandakan rasa ketidak suka-an mereka terhadap Ervin. Dan tidak lama kemudian setelah semua mahasiswa baru masuk ke dalam ruangan, Dosen pun datang bersama seseorang yang terlihat jenius. Dan Dosen tersebut mengucapkan salam lalu, memperkenalkan dirinya dan juga orang yang sedang berada disampingnya. Bahkan, Dosen yang bernama Pak Adhitama itu menyebut nama Ervin dan memintanya untuk maju ke depan papan.
Deg.
Semua mata pun tertuju kepada Ervin, hingga membuat lekaki itu merasa tak enak hati saja.
🌹🌹🌹
...Cintailah aku sebagai mana aku mencintaimu. Kerjakan kewajiban mu saat berada di bumi. Tenangkan hati mu dengan berdzikir. Dan perluas sabarmu dengan kata ikhlas....
...****************...
Suasana di dalam gedung masih terasa hening. Pandangan mata pun masih menatap dengan tajam tanpa berkedip. Suara lantang dari seorang lelaki paru baya pun masih terdengar. Namun, seketika suasana itu pun telah berubah menjadi gaduh, banyak bibir saling berbisik untuk mencibir seorang lelaki yang namanya telah disebut dari salah satu dosen yang masih berdiri dihadapan mereka semua.
“Siapa Ervin Evano? Apakah Dia adalah lelaki yang hebat? Atau bahkan Dia adalah lelaki yang tampan?”
Bisik dari kaum hawa yang bertanya-tanya tentang siapa ‘Ervin Evano’. Begitupun dengan kaum adam yang lainnya. Mereka menggunjing dan bahkan bertanya-tanya tentang siapa Ervin. Dan kebanyakan dari mahasiswa lainnya berpikir bahwa Ervin adalah seorang lelaki yang kaya raya, tampan, jenius dan Ervin bahkan mereka semua menerawang terlalu jauh tentang Ervin. Di mnana mereka berpikir bahwa Ervin adalah seorang lelaki yang banyak dikagumi oleh kaum hawa, karena paras ea jauh yang begitu tampan.
Mereka sangat jauh dalsm menerawang seorang Ervin karena, namanya disebut oleh pak Adhitama, selaku Dosen pendamping mereka.
“Aduh ... kenapa Pak Adhitama menyebut namaku dan bahkan memintaku untuk memperkenalkan siapa aku dihadapan mereka semua? Bagaimana ini, jika mereka mencibir dan menggunjingku seperti tadi?” tanya Ervin di dalam hati.
Terasa berat kaki Ervin untuk mengambil langkah dan maju ke depan papan. Dan rasa takut, malu dan bahkan rasa ketidak-percayaan dirinya beradu jadi satu. Rasa ragu pun menyelimuti dirinya. Akan tetapi, ia harus tetap menghadapi semua itu dan tetap maju ke depan untuk memperkenalkan siapa dirinya dihadapan mahasiswa lainnya setelah Pak Adhitama memintanya untuk maju ke depan.
“Bismillah,” ujar Ervin dalam hati.
Setelah mengucapkan kata basmallah sebagai penguat untuk dirinya sendiri, ia pun berdiri dari tempat ia mengambil duduk ternyaman nya. Setelahnya, ia melangkahkan kaki secara perlahan untuk menuju ke depan. Meskipun sebenarnya ia merasa langkah itu masih begitu berat baginya. Namun, itu harus tetap ia lakukan karena, Pak Adhitama yang kembali memintanya.
“Jadi, Ervin adalah lelaki yang kita bicarakan tadi. Sungguh mustahil sekali, jika Dia adalah anak orang kaya. Dan selebihnya ... kita pun tidak akan tahu tentang Dia.”
“Kamu memang benar. Tapi, setidaknya kita dengarkan saja dulu siapa Dia. Alih-alih Dia hanya ingin menguji kita para cewek-cewek untuk tidak mendekatinya dengan cara berpenamoilan seperti itu.”
Mahasiswa yang pertama kali bertemu dengan Ervin, ia kembali menggunjing Ervin dan merendahkan harga diri Ervin sebelum mengenal siapa lelaki yang ada di depan mereka semua itu. Dan bagi mereka Eevin adalah lelaki yang rendah bahkan sangat rendah di mata mereka. Namun, Ervin tidak mau menanggapi apa yang mereka katakan terhadapnya.
“Oh ... jadi, Dia lelaki yang bernama Ervin. Sungguh, tidak sempurna sama sekali di mataku. Bahkan, Dia begitu rendah. Dan semua lelaki yang ada disini sama saja, atau mereka...memang satu kelas.” Di dalam hati kecilnya Aurora tertawa geli mendapati tatapan tidak suka terhadap Ervin.
Banyak sekali cibiran dan gunjingan tentang Ervin yang tiada hentinya membuat telinga Ervin merasa amat risih. Apalagi mereka membahas tentang bagaimana cara Ervin berpenampilan.
Namun, meski begitu Ervin berusaha untuk menutup telinga dan bermuka tebal, percaya diri saja agar mereka tak lagi berbuat semena-mena terhadap dirinya. Dan sekian detik kemudian akhirnya, Ervin membuka suaranya dengan lantang.
”Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh! Sebelumnya, perkenalkan nama saya adalah Ervin Evano. Dan pertama-tama, saya ucapkan rasa terimakasih saya kepada Pak Adhitama selaku Dosen yang akan mengajar kami semua sekaligus Dosen pembimbing untuk kita semua nantinya....” Ervin menggantungkan ucapannya di udara.
“Hei, kamu mau memperkanalkan diri kamu atau mau ceramah seperti orang Muslim lainnya yang berada di Masjid?” teriak Mauren menyela penjelasan Ervin.
Tidak lagi bisa tertahan untuk tidak ikut membuli siapa di depan sana. Dengan suara khas nya yang sedikit serak membuat tatapan banyak orang beralih pada sosok perempuan yang memiliki manik kebiruan itu.
“Tunggu! Bisakah kamu tidak menyela penjelasan dari Ervin yang berdiri didepan? Atau ... kamu adalah seorang wanita yang tidak tahu apa arti sopan dan santun,” ketus Haura.
“Apa maksud dari perkataanmu?” tanya Aurora yang beebalik bertanya.
“Lihatlah! Kamu pun tidak tahu di mana letak kesalahan kamu. Bukankah kamu sudah menyela perkataannya? Dan kamu pun mengoloknya. Apa semua itu kurang jelas di mata kamu jika, kamu memang tidak memiliki sopan dan santun dan semacamnya seperti... menghargai orang lain.”
Haura tidak mau kalah, ia terus berargumen dengan Aurora dan bahkan keduanya saat itu saling menatap tajam. Ilangin melihat siapa yang salah dan siapa yang benar.
“Why? So? Do you feel right saying that? Try to see and examine properly who He is. Bukankah itu memang benar?”
“Dia mengucapkan apa yang tidak seharusnya Dia katakan. Bukankah seharusnya Dia hanya memperkenalkan dirinya saja? Dan lihatlah! Dia bukanlah lelaki yang harus kita semua dengar dan kita semua tahu tentang siapa Dia, karena Dia tidaklah pantas berada didepan sana. Dan bahkan ketika berbicarapun, Dia tidak menatap ataupun memandang kita yang berada di sini, duduk mendengarkannya.“ Aurora dengan tegas sembari berdiri menatap ke arah Ervin.
Perdebatan kecil pun telah didengar semua orang di dalam gedung besar itu. Bahkan perdebatan itupun membuat mereka berseteru tentang Agama Islam dan juga sebagai Muslim.
Namun, seketika perdebatan itu terhenti ketika Profesor Nathaniel angkat bicara sembari menatap dua wanita muda yang berdiri dihadapannya. Dan seakan Profesor Nathaniel merasa malu dan marah atas perdebatan saat pertemuan pertama dengan Mahasiswa baru lainnya.
Akan tetapi, kemarahan dari Profesor Mark sejenak dapat diredam setelah Ervin angkat bicara dan membenarkan sebagaimana apa yang harus dilakukannya selama ia masih berada di depan mereka semua, termasuk di depan Profesor Ervin dan juga Pak Adhitama.
“Hentikan! Perdebatan konyol ini.” Profesor Nathaniel lekas bertindak sembari menatap tajam ke arah Aurora dan juga Haura.
Seketika Aurora dan Haura menghentikan percecokan itu dengan sejenak. Dan ketika Profesor Nathaniel hendak memberikan hukuman kepada Aurora dan juga Haura, Ervin tiba-tiba meminta kepada Profesor Nathaniel untuk tidak melakukan hukuman apapun kepada Aurora dan juga Haura.
“Kalian ini masih saja baru menjadi Mahasiswa dan Mahasisiwi di sini. Tapi saya merasa heran, seharusnya kalian semua bisa berbaur di sini, tapi kenyataannya sangat mengecewakan. Yang membuat saya merasa malu untuk mengisi di kelas ini. Sebaiknya kalian berdua saya hukum agar kalian tahu apa yang seharusnya kalian lakukan saat pertama kali kita bertemu,” ujar Profesor Nathaniel.
Seketika Aurora dan juga Haura merasa terkejut dan mengarahkan pandangannya serta menatap tajam Profesor Nathaniel yang hendak memberikan mereka hukuman atas apa yang mereka lalukan pada pertemuan pertama saat perkenalan. Akan tetapi, suara lantang telah membuyarkan ketegangan sejenak di dalam sana.
”Ma'af Profesor Nathaniel, jika saya memotong perkataan Anda. Tapi, menurut saya hukuman itu tidak harus diberikan kepadan mereka. Karena menurut saya mereka tidaklah bersalah. Hanya saja mereka belum memahami bagaimana cara menghargai orang lain. Dan untuk Anda, wanita yang tidak mengenakan hijabmu. Mungkin benar apa yang Anda katakan, bahwa saya tidaklah pantas berada di depan sini. Tapi itu bukanlah kemauan saya, melainkan kemauan dari Dosen pendamping dan juga Profesor Nathaniel.
“Dan saya berada di sini tidak hendak berceramah, tapi itu saya ucapkan untuk menghargai orang yang lebih tinggi derajatnya daripada saya. Untuk masalah pandangan mata, saya memang sengaja tidak menatap ke arah kalian semua... takut dosa.”
“Tapi, itu bukan berarti saya tidak menghargai kalian. Dan itu saya lakukan demi menjaga pandangan mata saya dari kaum hawa. Karena, akan berdosa jika saya salah mengartikan pandangan itu. Dan untuk Anda, wanita yang berhijab. Saya ucapkan terimakasih karena sudah membela saya. Meskipun itu bukan Anda tujukan untuk membela saya, tapi itu berarti buat saya. Dan ma'af, jika saya sudah membuat kegaduhan dalam pertemuan pertama kita, mungkin tidak seharusnya saya berdiri di sini,” ucap Ervin dengan tulus.
Lantas, Ervin pun memberikan jawaban dalam setiap perkataan Aurora yang sudah dilontarkannya, yang seolah menyudutkan seorang Ervin. Dan menurut Aurora Ervin adalah lelaki paling rendah dibagian harta, tahta dan kasta.
Namun, setiap perkataan kasar Aurora tidak membuat Ervin marah ataupun membencinya. Bahkan Ervin membenarkan apa yang menurutnya benar. Dan Ervin pun kembali mengambil duduknya setelah melontarkan jawaban yang menurutnya benar.
Dan jawaban Ervin saat berada di depan tanpa Ervin sadari telah menggetarkan jiwa Haura. Bahkan ketika Ervin mengucapkan rasa terimakasih kepadanya, ia membalas dengan senyuman yang mengembang. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan Aurora yang tidak merasakan apapun atas jawaban Ervin, bahkan malu pun tidak. Justru jawaban Ervin seolah sudah membuat Aurora semakin membenci Ervin.
‘Yaelah, sok suci banget jadi lelaki. Palingan sama saja seperti yang di luaran sana... munafik.’ Monolog Aurora dalam hatinya.
Entahlah, mengapa perempuan berdarah portugis itu begitu membenci Ervin, seolah nama lelaki berdarah asli Indonesia itu adalah musuh baginya.
Awas saja kamu ‘Aurora’, jangan sampai jatuh cinta.
“Hei bro, kenapa lo bisa sehebat itu? Gue... salut sama lo dan gue... ingin berteman sama lo.” Seorang lelaki yang tak jauh dari Ervin duduk menyapanya dan memgulyrkan tangan padanya.
Ervin tersenyum tipis, ia merasa lega jika masih ada yang ingin berteman dengannya. Dan seperti itulah Allah begitu mudah membolak-balikan hati hamba-Nya.
“Saya Ervin. Dan masalah yang saya sampaikan menurut saya itu benar. Dosa... saya tidak ingin menanggung dosa, meskipun entah nanti mereka akan menganggap saya sok suci. Tapi, saya tidak akan takut hal itu karena, saya masih punya Allah Subhanahu wa ta'ala yang akan melindungi saya. Saya seorang... muslim.” Ervin membalas uluran tangan lelaki itu.
“Dan saya memiliki kalimat yang terus saya ingat. Cintailah aku sebagai mana aku mencintaimu. Kerjakan kewajiban mu saat berada di bumi. Tenangkan hati mu dengan berdzikir. Dan perluas sabarmu dengan kata ikhlas.”
“Terimakasih! Sudah mendengarkan saya, Adam.” Adam tersenyum sembari mengangguk.
Dan itulah kisah yang akan terus memutar di dalam pikiran Ervin kala pertama ia jumpa dengan Aurora dan Haura. Dua perempuan yang membuat hidupnya tidak baik-baik saja sampai saat ini.
🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!