NovelToon NovelToon

(Bukan) Perampas Mahkotaku

001

..........

Malam menjelang, saat jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Guyuran air hujan masih turun membasahi bumi sejak siang tadi. Air hujan yang semula turun dengan lebat kini semakin lebat, membuat genangan genangan air terus terbentuk seolah enggan untuk surut.

Di sebuah cafe yang berada di pusat kota kecil itu. Sebuah papan bertuliskan "Close" sudah tergantung di balik pintu kaca itu. Lampu lampu di dalam bangunan itu sebagian juga sudah mati. Hampir seluruh karyawan juga sudah kembali ke rumah mereka masing masing.

Di dalam sebuah ruangan pribadi milik si pemilik cafe,

"Aaakkhhahahahaaa.......!!"

Jeritan pilu yang diikuti sebuah tangisan menyayat hati terdengar begitu menyakitkan. Air mata itu mengalir deras tak terbendung. Keringat bercucuran. Setitik darah menetes di sebuah sofa berwarna abu-abu di ruangan ber-ac itu.

Anisa meremas tepian sofa menggunakan tangannya yang rapuh. Gadis itu menangis pilu. Suaranya bahkan sudah nyaris habis. Ia menggigit bibir bawahnya, merasakan perih tak terkira manakala seonggok benda keras memaksa masuk, merangsek ke dalam sebuah liang suci yang harusnya belum boleh dijamah oleh manusia lain selain dirinya.

"Akkhhahaha...."

Tangisan itu kembali terdengar semakin menyakitkan. Semakin mengiris hati siapapun yang mendengarnya. Sebuah tangisan yang berbaur dengan suara gemericik air hujan yang seolah turun tanpa henti.

Hilang sudah mahkotanya. Terenggut sudah kegadisannya. Ternoda sudah kesuciannya. Annisa meratap pilu, meratapi nasibnya yang baru saja di rudapaksa oleh seorang pria yang tak begitu dikenalnya.

Tangan itu tergerak memukuli sebuah dada bidang milik seorang pria yang kini berada di atasnya. Seorang pria yang kini nampak tertawa di atas tangisannya. Seorang pria, kekasih dari atasannya sendiri ,yang berhasil menjamah tubuh sucinya tanpa permisi.

Laki-laki itu nampak tersenyum puas. Ia mengangkat kepalanya sembari memejamkan matanya, merasakan sebuah sensasi yang luar biasa lantaran di malam yang dingin ini ia berhasil mendapatkan seorang wanita suci untuk memuaskan nafsu terlarangnya.

Laki laki itu adalah Luke Edgar Davis, kekasih dari Jesslyn, yang merupakan pemilik cafe tempat Anisa bekerja.

Luke menggerakkan tangan kekar dengan tato naga di bagian pergelangan tangannya itu. Ia membelai rambut panjang Anisa yang nampak menutupi sebagian wajah cantik wanita itu. Digerakkannya kepala itu mendekati telinga Anisa yang kini nampak menangis tanpa suara di bawahnya.

"I'm so lucky tonight. And I'll make sure, tonight will be an unforgettable night for you, baby."

(Beruntung sekali aku malam ini. Akan ku pastikan, malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan untukmu, sayang)

Anisa makin sesenggukan. Ia sudah tak mampu menjawab ucapan pria itu. Ia hanya bisa menggerakkan tangannya memukuli dada bidang laki-laki tersebut dengan sisa-sisa tenaganya.

"Jangan menangis, sayang. Aku akan membuatmu melayang layang malam ini," bisik Luke lagi terdengar makin menyakitkan.

"Kamu belum pernah merasakan ini sebelumnya, kan?" tanyanya lagi sembari membelai lembut rambut panjang itu. Anisa tak menjawab. Ia hanya bisa menangis sambil berontak dengan sisa-sisa tenaganya yang sudah tak seberapa itu, lantaran sejak tadi ia terus mencoba untuk melepaskan diri dari cengkraman monster tampan bernama Luke itu.

"Don't crying, baby! Aku bukan orang jahat. Justru aku adalah orang yang baik, karena aku akan memberikan kenikmatan yang tiada tara untukmu malam ini."

"Bersiaplah, sayang. Kita akan bertempur sampai kau bersimpuh dan meminta ampun padaku!" ucapnya dengan seringai mengerikan.

Laki-laki itu kemudian meraih kedua lengan Anisa. Ia mencengkeram kuat tangan mungil itu di atas kepala wanita malang tersebut. Dengan kasarnya, ia menyentuh sebuah benda menonjol di atas perut Anisa sembari merem*snya dengan kuat.

Anisa semakin menjerit kesakitan. Laki-laki itu memompa bagian bawah tubuhnya naik turun seolah memberikan hantaman pada tubuh ringkih yang sudah tak berdaya itu.

Ya, namanya adalah Adiba Anisa. Seorang gadis berusia sembilan belas tahun yang baru tiga hari bekerja di sebuah Cafe yang terletak di tengah kota tak terlalu besar itu. Hari ini adalah hari ketiga Anisa bekerja di tempat tersebut. Sesuai peraturan yang berlaku di cafe itu, setiap karyawan dibagi menjadi dua shift kerja. Yakni shift siang dan shift malam. Kebetulan, hari ini Anisa kebagian masuk shift malam. Ia bekerja mulai dari pukul satu siang hingga pukul sembilan malam.

Peraturan di cafe itu tertulis, bahwa dua dari beberapa karyawan yang masuk malam diwajibkan untuk membersihkan seluruh isi kafe dan memastikan cafe dalam keadaan aman sebelum pulang ke rumah masing-masing. Dan kebetulan, hari ini adalah jadwal Anisa dan seorang rekannya yang bertugas membersihkan cafe sebelum pulang.

Awalnya semua berjalan biasa saja. selayaknya anak baru yang selalu dianggap junior di tempat kerja, Anisa diperintah oleh rekannya membersihkan semua ruangan di cafe itu seorang diri. Sedangkan si rekan justru pergi entah kemana.

Hingga sebuah tragedi pun datang menghampiri gadis malang itu. Seorang pria dewasa yang merupakan kekasih dari atasannya datang ke cafe tersebut saat Anisa masih bekerja. Ia datang dengan alasan ingin memastikan cafe aman sebelum ditinggal para karyawannya.

Anisa sang karyawan baru lantas diminta untuk masuk ke dalam ruangan pribadi milik Jesslyn, atasannya yang malam ini tak berada di tempat. Luke meminta wanita itu untuk membersihkan ruangan tersebut.

Alih alih memastikan Anisa bekerja dengan benar dan ruangan pun menjadi bersih. Luke justru memanfaatkan kondisi cafe yang sepi itu untuk melakukan aksi tak pantas pada Anisa. Ia meminta wanita itu untuk melayani na*su bej*tnya.

Anisa yang lemah pun tak memiliki daya untuk melawan. Pemberontak dan perlawanan yang ia upayakan pun berakhir sia sia.

Kini Luke nampak tertawa puas. Ia berhasil melumpuhkan wanita malang itu. Ruangan dingin itu menjadi saksi, betapa malangnya nasib Anisa yang kini terenggut kehormatannya di tangan pria, kekasih dari atasannya sendiri.

Visual 👇

Hanya sesuai imajinasi Author, jika kalian merasa kurang cocok, skip aja

..

Adiba Anisa👇

Luke/ Louis Edgar Davis 👇

Almeer Izhar Mauza 👇

Betrand Lifando Lincoln

Natasha Azaleea

Rhea Zavida

002

Pagi mulai mengambil alih dunia. Suara kokok ayam saling bersahutan. Sinar matahari yang mulai terik perlahan masuk ke dalam sebuah kamar sederhana di salah satu rumah petak di kaki gunung itu. Menembus kaca kaca jendela ruangan tempat dimana seorang wanita tua nampak sesenggukan sambil sesekali menitikkan air matanya.

Ya, itu nenek Ranti, seorang wanita tua yang merupakan nenek dari Adiba Anisa.

Wanita itu terlihat menangis sembari menggerakkan tangannya, membersihkan tubuh sang cucu yang nampak terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang dengan beberapa luka bekas tamparan di sekujur tubuhnya.

Semalaman Anisa tak pulang. Membuat nenek Ranti pun begitu cemas dibuatnya. Dan pagi tadi, tepat saat kumandang adzan subuh diperdengarkan, disaat wanita tua itu hendak pergi menuju masjid untuk menjalankan ibadah sholat subuh nya, sang nenek renta dikejutkan dengan keberadaan Anisa yang nampak tergeletak tak sadarkan diri tepat di depan pintu rumah mereka. Kondisinya memprihatinkan. Bajunya koyak tak berbentuk. Wajahnya acak acakan dengan bercak darah yang nampak mulai mengering di ujung bibirnya. Pipinya merah bekas tamparan. Sedangkan di sekujur leher dan dada terdapat noda merah keunguan selayaknya bekas sesapan mulut manusia.

Nenek Ranti pun terkejut. Sedangkan Ratna, ibu tiri Anisa nampak murka. Sejak tadi wanita paruh baya itu tak henti hentinya uring uringan. Memaki maki Anisa yang bahkan belum sadar dari pingsannya.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Nenek Ranti masih setia duduk di samping ranjang sambil menatap pilu ke arah cucu tersayangnya. Hingga...

Kelopak mata lentik nampak bergerak perlahan. Anisa menggerakkan kepalanya samar samar. Nenek Ranti yang sejak tadi menunggu Anisa sadar itu pun lantas menggerakkan kedua tangannya. Menyentuh punggung tangan serta mengusap pucuk kepala Anisa dengan lembut.

"Nis..." ucap nenek Ranti lembut. Anisa perlahan membuka matanya. Ia menatap sayu ke arah sang nenek yang nampak mengembun. Anisa tak berucap sepatah katapun. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Seolah tengah mengingat ingat, sedang dimana ia sekarang.

"Nis..." ucap Ranti. Anisa tak menjawab. Ia diam. Menatap kosong ke arah sang nenek. Lalu...

Seettt...

Anisa bangkit dari tidurnya. Ia terlihat seperti orang bingung. Wanita itu bergerak meringsut meraih lengan sang nenek seolah meminta perlindungan sambil memeluk selimutnya yang tak terlalu tebal itu.

"Nenek!" ucap Anisa menangis. Nenek Ranti yang bingung pun mendekap tubuh sang cucu seolah ingin memberikan ketenangan untuk gadis muda itu.

"Nenek..!! Nenek, tolong. Neekk..!!" ucap Anisa sambil terus meringsut. Seolah ingin menyembunyikan tubuhnya dalam dekapan wanita rentak itu.

"Iya, Nak. Ini Nenek. Kamu kenapa?" tanya nenek Ranti tak mengerti. Anisa menangis ketakutan. Bayang-bayang mengerikan terenggut nya mahkota berharga yang ia jaga yang terjadi semalam di ruangan pribadi milik Jesslyn itu kembali terputar di otaknya. Ia menangis sejadi-jadinya mengingat kejadian tragis yang menimpanya itu. Anisa meremas baju sang nenek. Ia meraung raung seolah meminta perlindungan dari wanita tua itu.

Batin gadis belia itu terkoyak. Ia dirudapaksa oleh kekasih bos nya sendiri semalam hingga berkali-kali sampai tak sadarkan diri. Bahkan Luke dengan teganya melempar tubuh Anisa yang sudah ia jamah tanpa izin itu ke depan rumah si gadis saat pagi mulai menjelang, ketika ia sudah puas menggempur tubuh suci itu habis-habisan.

Anisa menangis sejadi jadinya tanpa mau berbicara mengenai apa yang terjadi. Tangisan itu menggema bahkan terdengar hingga keluar rumah. Nenek Ranti dengan berbagai pemikiran dan tanda tanya dalam benaknya itu terus memeluk tubuh sang cucu, seolah ingin menenangkan gadis malang itu. Hingga...

Braakk..!

Pintu dibanting dengan kasarnya. Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar itu sambil membawa sebuah sapu ditangannya.

"Dasar anak pela cur!! Sini kamu!" bentak Ratna murka sembari mencoba menarik tangan Anisa agar ikut dengannya.

Anisa memekik. Ia makin menyembunyikan tubuhnya dalam pelukan sang nenek.

"Ratna, jangan!!" cegah nenek Ranti sambil terus mendekap erat sang cucu seolah ingin melindunginya dari serangan ibu tirinya.

"Lepasin dia, Bu! Jangan dibela terus! Anak ini memang harus dikasih pelajaran. Dasar anak tak tahu di untung! Harusnya kamu itu bersyukur, saya mau merawat kamu di sini! Bukannya terima kasih malah bikin malu..! Apa yang kamu lakukan di luar sana? Mau jadi perempuan murahan kamu?! Mau ngikutin jejak ibu kamu yang suka godain suami orang?! Iya?!!" tanya Ratna murka. Satu tangannya bahkan tergerak menjambak rambut panjang Anisa dan berusaha menyeret gadis itu agar terlepas dari pelukan nenek Ranti. Anisa memekik. Begitu pula sang nenek yang histeris melihat perlakuan kasar dari Ratna pada Anisa. Gadis belia itu terpelanting jatuh ke lantai. Nenek Ranti menangis meraung raung. Ratna mengangkat sapunya hendak memberikan pukulan pada wanita malang itu namun sang nenek berusaha melindunginya.

"Jangan dibelain terus, Bu! Lepasin dia!" bentak Ratna murka pada sang ibu yang kini memeluk Anisa seolah tak mengizinkan sang cucu untuk disakiti.

"Istighfar kamu, Rat...! Jangan begini! Dengarkan dulu penjelasan Nisa!" ucap nenek Ranti.

"Apanya yang dijelaskan?! Dia itu anak wanita murahan, sudah pasti dia mengikuti jejak ibunya. Nggak tahu di untung kamu! Keluar kamu dari rumah saya!" pekik Ratna sembari berusaha menarik tangan Nisa dan hendak menyeretnya keluar dari rumah itu. Nenek Ranti sekuat tenaga menahannya. Mendekap sang cucu dan berusaha menjauhkannya dari Ratna.

"CUKUP!! Cukup..! Nggak ada yang boleh mengusir Anisa! Dia cucuku!! Cukup kamu sakit hati dengan ulah suamimu tapi jangan libatkan Anisa! Dia nggak bersalah!!" bela nenek Ranti.

"Kenapa ibu selalu bela dia? Aku ini anak ibu! Aku yang tersakiti, aku yang jadi korban! Harusnya anak ini tidak ada di dunia ini!!" bentak Ratna membabi buta. Kaki itu bahkan terayun hendak memberikan tendangan pada tubuh gadis malang itu, namun nenek Ranti menghalanginya. Anisa menangis sejadi jadinya. Ia ketakutan dalam dekapan sang nenek.

"Iya, kamu memang korban. Tapi Anisa bukan pelakunya! Kesalahan terjadi pada suamimu dan selingkuhannya, bukan pada Anisa! Istighfar kamu, Nak. Anak ini tidak pernah meminta dilahirkan dari sebuah hubungan perselingkuhan!!" ucap nenek Ranti meraung-raung sambil terus mendekap erat sang cucu. Ratna menatap bengis Anisa. Ia benci gadis itu. Wanita itu kemudian menggerakkan tangannya. Menunjuk penuh kebencian ke arah Anisa yang ketakutan.

"Kamu, dengar kamu baik baik! Mulai hari ini saya mengharamkan kamu berdekatan dengan saya, menyentuh barang barang saya dan makan makanan saya. Hiduplah kamu disini tapi jangan pernah kamu bermimpi untuk menikmati semua yang ada di rumah ini jika itu saya beli dengan uang saya. Saya jijik sama keturunan perempuan murahan seperti kamu!" ucap Ratna begitu menyakitkan. Ia lantas melempar sapu di tangannya itu ke arah Anisa. Nenek Ranti reflek mengucap istighfar. Sedangkan Ratna lantas berlalu pergi meninggalkan tempat tersebut. Anisa menangis lagi dalam dekapan sang nenek. Sungguh malang hidupnya yang harus berdampingan dengan seorang ibu tiri.

Ya, Anisa adalah anak dan cucu tiri dari Ratna dan nenek Ranti. Anisa adalah anak yang terlahir dari sebuah perselingkuhan yang terjadi antara Pak Herman, suami Ratna, dengan seorang wanita yang entah siapa yang tinggal di kota besar tempat Pak Herman merantau sembilan belas tahun yang lalu.

Ketidakmampuan Ratna dalam memberikan keturunan menjadi latar belakang terjadinya perselingkuhan antara Pak Herman dan ibu kandung Anisa. Keduanya menjalin asmara diam-diam di belakang Ratna ketika Pak Herman tengah jauh dari istrinya yang kala itu tinggal di kampung tersebut.

Singkat cerita, sang selingkuhan meninggal dunia setelah melahirkan Anisa. Hal itu membuat Pak Herman mau tak mau harus membawa Anisa pulang bersamanya, lantaran tak ada keluarga lain yang sudi merawat Anisa kala itu.

Hati wanita mana yang tak hancur? Perasaan wanita mana yang tak remuk redam, ketika mendapati suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Kemudian dengan beraninya, laki laki itu membawanya hasil dari perselingkuhannya pulang ke rumah yang harusnya menjadi istana ternyaman bagi Ratna dan Pak Herman.

Ratna tak terima. Ia benci anak hasil hubungan terlarang itu.

Kehadiran Anisa berhasil memporak-porandakan keharmonisan antara Ratna Dan Pak Herman. Kedamaian dan ketentraman dalam biduk rumah tangga keduanya pun menghilang. Cekcok dan pertengkaran seringkali terjadi diantara sepasang suami istri itu.

Namun meskipun demikian, nyatanya Ratna tak pernah menceraikan Pak Herman. Ia terus bertahan mendampingi laki-laki itu meskipun setiap hari harus menahan amarah dan kebencian melihat anak dari hasil perselingkuhan suaminya tumbuh besar.

Waktu terus berjalan. Anisa tumbuh menjadi sosok gadis cantik dengan hati yang lembut. Parasnya menawan, tutur katanya lemah lembut. Selain itu, ia juga memiliki kecerdasan yang cukup baik. Ia tumbuh menjadi siswi yang berprestasi di sekolahnya. Membuat Pak Herman dan nenek Ranti yang rupanya bisa menerima keberadaan Anisa itu pun menjadi begitu bangga pada dara cantik tersebut.

Hingga, pada suatu ketika, sang ayah menghembuskan nafas terakhirnya karena sebuah kecelakaan kerja. Kala itu Anisa berusia dua belas tahun.

Dunia Anisa hancur. Orang yang paling menyayanginya telah pergi menghadap sang Maha Kuasa. Sejak saat itu, Anisa pun hanya tinggal bersama ibu tiri dan neneknya. Berbagai perlakuan kasar dan menyakitkan seringkali Anisa terima dari Ratna. Wanita itu bahkan melarang Anisa melanjutkan kuliah setelah Anisa lulus SMA dengan alasan tak punya biaya. Padahal kala itu Anisa sudah ditawari beasiswa, namun Ratna bersikeras melarangnya. Ia seolah tak mau Anisa tumbuh menjadi orang yang berguna dan berprestasi. Ia tak mau melihat Anisa sukses. Ia tak mau melihat anak dari wanita yang sudah menjadi duri dalam pernikahan yaitu bahagia.

Kini masalah kembali muncul. Anisa diperk*sa. Ia dinodai oleh seorang pria yang tak begitu dikenalnya. Kini Anisa tak berani untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada nenek dan ibunya. Ia takut amarah sang ibu meluap-luap. Ia takut jika Ratna murka dan mengusirnya pergi dari rumah mereka.

 

003

Hari hari berganti. Semua berjalan seperti biasanya. Anisa yang malang perlahan mulai berusaha bangkit menata kembali hidupnya yang hampir hancur. Setelah sempat mengurung diri dan tak mau bertemu orang luar, kini Anisa perlahan mulai terlihat lebih baik. Meskipun tak bisa sepenuhnya kembali seperti sedia kala, namun kini mulai terlihat ada kemajuan dalam diri Anisa. Ia sudah mulai bersedia keluar dari kamar. Tak melulu mengurung diri di dalam ruangan pribadi miliknya itu. Terlebih lagi, hampir setiap sore sepulang kerja, Tami, sahabatnya sejak masa sekolah yang juga pelayan di cafe Jesslyn itu selalu datang ke rumah Anisa untuk menjenguk wanita malang itu. Ia seolah tak mau berhenti memberikan semangat untuk Anisa, agar wanita itu mau bangkit dan menata masa depannya yang masih panjang.

Tami adalah satu satunya orang yang tahu tentang apa yang Anisa alami. Ia langsung datang menemui Anisa sehari pasca peristiwa naas itu. Setelah mendesak Anisa untuk bicara, Tami pun akhirnya berhasil mengorek informasi tentang wanita itu. Tentang Anisa yang rupanya telah menjadi korban pemerkosaan oleh kekasih dari atasannya sendiri.

Sore ini, Anisa baru selesai mandi. Wanita yang kini seolah berubah menjadi pendiam itu nampak sibuk membersihkan lantai ruang tamu dimana potongan potongan kain bekas jahitan sang nenek dan ibu tirinya nampak berceceran disana. Rumah itu terlihat sepi. Sang ibu sedang berada di kamarnya, sedangkan nenek Ranti tengah pergi keluar, entah kemana. Anisa dengan balutan atasan rajut berkerah berwarna coklat itu nampak begitu telaten membersihkan ruangan yang tak terlalu luas itu. Hingga...

"Assalamualaikum...." Suara itu berhasil membuat Anisa menoleh ke arah pintu utama rumah tersebut.

"Wa Alaikum Salam," jawab Anisa pelan dan tak begitu terdengar. Seorang wanita tua nampak masuk ke dalam rumah itu membawa satu kantong kresek hitam di tangannya.

"Eh, cucu Nenek udah udah mandi?" tanya nenek Ranti sembari mendekati Anisa. Anisa tak menjawab, ia hanya tersenyum simpul sembari meraih punggung tangan sang nenek dan menciumnya sebagai tanda bakti.

"Nenek dari mana?" tanya Anisa.

"Nenek abis dari cariin makan buat kamu. Nih, Nenek beliin kamu bakso. Kamu makan dulu, ya," ucap nenek Ranti sambil tersenyum. Ia mengangkat satu bungkus bakso dari dalam kresek hitam di tangannya itu.

"Nggak usah jajan melulu, Nek. Boros," ucap Anisa.

"Lho, ya nggak apa apa. Kan, kamu belum makan. Ini buat kamu makan." Nenek Ranti tersenyum. Ia memang sengaja membelikan bakso itu untuk Anisa. Mengingat kini Ratna melarang Anisa untuk menyentuh semua makanan dan barang barang milik Ratna. Ia tak mau melihat cucunya terus menjadi sasaran kemarahan Ratna.

"Udah, buruan dimakan dulu. Nanti keburu dingin nggak enak, lho" ucap nenek Ranti. Anisa hanya tersenyum lalu mengangguk. Ia dengan cepat menyelesaikan kegiatan menyapunya lalu dengan segera menuju meja makan untuk menyantap bakso yang neneknya belikan.

"Waduh, enak banget, ya! Udah nggak kerja, tapi tiap hari makannya enak enak terus. Udah kayak tuan putri aja!" sindir Ratna yang baru keluar dari kamar tidurnya dan bersiap untuk mandi itu. Anisa tak menjawab. Ia hanya menunduk diam. Ratna menatap sinis ke arah putri tirinya itu, kemudian melengos dan melangkah menuju kamar mandi sambil terus nyerocos mengeluarkan kata kata nyelekitnya untuk Anisa.

Wanita muda itu jadi kehilangan nafsu makannya. Anisa mengurungkan niatnya menuangkan satu bungkus bakso itu ke dalam mangkok. Ia memilih untuk pergi meninggalkan dapur dan membawa bakso itu ke kamar tidurnya dan menyantapnya di sana.

Anisa berjalan menuju kamarnya, melewati ruang tamu lantaran letak rumahnya memang berdampingan dengan ruang tamu. Saat Anisa baru saja hendak masuk ke dalam kamar itu, tiba tiba...

"Assalamualaikum!" Suara itu menggema, membuat Anisa menoleh ke arah sumber suara, tepat di depan pintu masuk rumah sederhana miliknya.

"Wa Alaikum Salam," jawab Anisa lembut. Dilihatnya disana, Tami nampak tersenyum sembari membawa sebuah kresek putih di tangannya.

"Masuk, Tam." Anisa mempersilahkan. Gadis berhijab hitam dengan seragam kerja berbalut jaket tebal itu lantas dengan riang masuk ke dalam rumah itu dan mendekati Anisa.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Tami.

Anisa mengangkat rendah mangkok berisi satu bungkus bakso yang belum ia buka itu.

Tami nampak mengulum senyum, "Nih, aku juga bawain brownis buat kamu."

"Ya ampun, ngapain repot repot?" ucap Anisa pada sahabatnya itu.

"Ya, nggak apa apa. Hari ini kan aku gajian. Makanya aku bawain brownis buat kamu. Yuk, dimakan!" ucap Tami membuat Anisa tersenyum.

"Ya udah, tapi kita makannya bareng bareng, ya!" jawab Anisa. Tami hanya tersenyum sambil mengangguk. Sepasang sahabat itu lantas masuk ke dalam kamar Anisa dan menutup pintunya. Bergegas menyantap semua makanan yang berada di tangan mereka bersama sama.

Tami dan Anisa duduk di sebuah karpet plastik yang tergelar di sana. Tami membuka brownis nya, sedangkan Anisa kini nampak membuka bungkus bakso itu dan menuangkannya ke dalam mangkok. Tiba tiba...

"Hmmgg...." Suara itu berhasil membuat Tami menoleh ke arah sang sahabat. Anisa terdiam. Tiba tiba ia merasa mual. Aroma bakso itu terasa begitu menyengat di hidung Anisa. Sebuah hal yang dirasa tak biasa bagi wanita cantik sembilan belas tahun itu. Anisa menoleh ke arah Tami. Sepasang sahabat itu saling pandang seolah dengan sebuah pemikiran yang sama.

"Nis, kamu kenapa?" tanya Tami pelan penuh pertanyaan. Anisa diam tak menjawab. Wajahnya terlihat panik.

"Nis," ucap Tami lagi. Anisa menatap ke arah semangkuk bakso di hadapannya.

"Hmmgg...." Lagi, Anisa membungkam mulutnya, seolah menahan sesuatu yang memaksa keluar dari dalam sana. Tami menyentuh pundak Anisa.

"Kamu nggak apa apa?" tanya Tami.

"Hmmmmggg...." Anisa tak menjawab. Dengan cepat wanita itu bangkit, kemudian berlari keluar dari kamar tidurnya, menuju satu satunya kamar mandi yang berada di rumah itu.

Hoeekk..!

Hoeekk..!

Anisa muntah muntah hebat di dalam sana, membuat Tami nampak cemas dibuatnya. Tentu saja ia memikirkan hal yang tidak tidak. Terlebih lagi Anisa baru saja dirud*paksa oleh seorang pria beberapa minggu yang lalu. Tentu saja, berbagai pemikiran liar berkecamuk di otak Tami.

Nenek Ranti dan Ratna yang mendengar suara muntah muntah itu lantas keluar dari kamar masing masing, mendekati Tami yang kini berdiri dengan mimik wajah cemas tepat di depan pintu kamar mandi.

"Ada apa, Tam?" tanya nenek Ranti. Tami menoleh ke arah nenek dan ibu tiri Anisa itu secara bergantian. Terlihat jelas wajah judes dan sinis yang Ratna tunjukkan. Membuat Tami tak berani untuk mengatakan apapun pada kedua wanita beda usia itu.

Ceklek...

Anisa keluar dari kamar mandi rumahnya sembari mengusap air yang membasahi area sekitar mulut mungilnya.

"Ngapain kamu?" tanya Ratna ketus. Anisa diam, lalu menunduk.

"Kamu sakit, Nis?" tanya nenek Ranti khawatir. Anisa nampak tersenyum samar.

"Mungkin masuk angin, Nek" ucap Anisa sekenanya.

"Masuk angin apa hamil?!" ucap Ratna pedas.

Degghh...! Anisa reflek mendongak ke arah sang ibu tiri yang berucap bak tanpa filter itu.

"Ratna! Jaga bicara kamu!" ucap nenek Ranti pada sang putri. Anisa nampak menunduk. Wajahnya berubah tegang. Sesuatu yang dapat ditangkap dengan sangat jelas oleh Tami. Tentu saja wanita itu juga memiliki pemikiran ke arah sana. Mengingat beberapa minggu yang lalu ia baru saja menjadi korban keganasan dari kekasih atasannya sendiri.

"Awas ya, kamu! Kalau sampai kamu bikin malu saya dengan hamil di luar nikah, siap siap kamu, saya akan benar benar mengusir kamu dari rumah ini. Sudah cukup kamu menyusahkan saya selama ini. Saya nggak sudi nerima aib dari kamu! Apa lagi sampai ada anak haram kamu di rumah ini! Ngerti, kamu?!!" gertak Ratna dengan suara meninggi di akhir kalimatnya, membuat Anisa kini nampak menunduk takut lalu mengangguk samar.

"Sudah, sudah! Kamu itu ngomong apa? Nggak ada yang hamil di rumah ini. Anisa paling kurang enak badan. Beberapa hari terakhir ini kan Nisa makannya berantakan!" bela nenek Ranti.

Wanita tua itu kemudian menoleh ke arah sang cucu. "Nis, sekarang kamu masuk ke kamar, habisin makanan kamu. Terus istirahat," ucap nenek Ranti.

Anisa mengangguk. "Iya, Nek."

Wanita muda itu kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya, diikuti Tami di belakangnya. Anisa kemudian menutup pintu kamar tersebut dan menguncinya dari dalam. Wajahnya terlihat tegang. Ucapan Ratna berhasil mengusik pikirannya.

Anisa berjalan mendekati ranjang. Ia lantas mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang tak terlalu luas itu diikuti sang sahabat di belakangnya.

Anisa menoleh ke arah Tami.

"Tam," ucapnya.

Tami diam menatap nanar ke arah Anisa. "Apa yang kamu pikirin?" tanya wanita berhijab itu.

"Tam, apa mungkin aku hamil?" tanya Anisa.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!