Hidup satu atap dengan mertua, bagaikan tinggal dalam jeruji besi.Semua diawasi dan selalu saja ikut campur dalam urusanku dan suamiku.
"Hallah-hallah punya menantu kok ya, begini amat!, bangun siang, udah kaya bos aja" omel mertuaku setiap paginya. Aku bekerja di perusahaan swasta tak jarang mengharuskan aku lembur kerja, dan setiap hari mertuaku mengharuskanku bangun pagi, untuk membuat sarapan dan beberes rumah sebelum aku berangkat kerja lagi.Rasa cape dan lelah jiwa ragaku aku benar-benar tidak sanggup harus hidup seatap dengan mertuaku.Belum lagi sikabnya yang mengangapku seperti kuman.Bayangkan saja untuk makan sehari-hari saja aku tidak boleh memakai piring, sendok juga gelas dari plastik.
"Mas, apa nggak sebaiknya kita cari assiten rumah tangga saja, rasanya aku nggak sanggup kalau setiap hari harus menyelesaikan pekerjaan rumah, nyuci nyapu ngepel semua pekerjaan rumah di bebankan padaku, belum lagi aku harus kerja" ucapku pada Mas Hendra suamiku.
Belum sempat suamiku memberi jawaban atas keluhanku mertuaku rupanya mendengarkan keluhanku pada suamiku.
"Nyari pembantu?, gayamu emang kamu pikir pembantu itu nggak mahal apa?, kamu itu sadar diri. Kamu cuma dari keluarga miskin, beruntung anakku yang PNS mau menikahimu, diluaran sana banyak yang ingin jadi istrinya Hendra kamu jadi perempuan nggak tau diri banget"
"Tapi saya lelah bu, saya juga punya keterbatasan tenaga. Pagi saya harus mengurus rumah sendirian setelah itu baru kerja, pulang kerja rumah kaya kapal pecah, harusnya saya bisa istirahat setelah seharian bekerja tapi saya nggak pernah bisa istirahat" ucapku membela diri
"Kebanyakan alasan kamu, emang dasarnya kamu aja yang pemalas" cecarnya
"Sudah cukup!, Sita bisa nggak sih kamu hargai Ibuku" ucap Mas Hendra membela Ibunya.
"Aku cape mas!" ucapku meninggalkan suami dan mertuaku begitu saja, Selama ini aku banting tulang untuk membantu ekonomi keluarga ini tapi tak pernah sekalipun mereka menghargai keberadaanku, Ibunya selalu merendahkanku dan selalu bilang kalau aku pemalas.
Mas Hendra berusaha mengejarku sampai di kamar, dia terus membujukku agar tidak ngambek, sebenarnya Mas Hendra sangat sayang padaku, namun hal itu berbanding terbalik dengan sikab mertuaku. Semua yang aku lakukan pasti salah dimata mereka.
"Sayang, Maafin Ibu ya!, beliau sudah tua aku harap kamu memakluminya"
"Sampai kapan Mas?, apa yang aku lakukan selalu saja salah di mata Ibu"
"Namanya juga orang tua, tolong dimaklumi ya!. Aku sayang kalian berdua, aku tak ingin kalian ribut terus tolong bersabarlah sedikit demi aku" ucapnya memelas, aku jadi tidak tega melihatnya.
Semenjak saat itu aku bangun lebih awal dan mengerjakan semua urusan rumah sebelum mertuaku bangun aku sudah berangkat, semua aku lakukan agar aku tidak lagi mendengar cacian darinya.
Cape, lelah semua kujalani demi Mas Hendra.
Setiap bulan gaji Mas Hendra sepenuhnya dikuasai oleh Ibu mertuaku. Aku tidak mempermasalahkanya. Tiap bulan juga aku selalu nombok untuk memenuhi keinginan aneh-aneh dari mertuaku, gaji mas Hendra sebagai seorang PNS hanya separuh dari gajiku yang bekerja di perusahaan swasta, mertuaku tidak pernah tau akan hal itu.Setiap kali aku membeli skincare untuk diriku sendiri memakai uangku sendiri dia selalu memakiku.
"Dasar perempuan ganjen!, beli bedak aja mahal-mahal buat apa? Mau goda suami orang?"
"Astagfirullah bu, istigfar" ucapku
"Kamu yang harusnya istipar!, kerjaanya cuma dandan dan ngabisin uang suami aja!"
"Maaf bu, Saya beli skincare itu pakai uang saya sendiri, saya tidak pernah meminta uang dari Mas Hendra untuk beli skincare" ucapku membela diri.
"Hallah, sok kecantikan kamu!, kamu itu dulu cuma anak seoarang penjual nasi rames sekarang mentang-mentang jadi istri seoarang PNS belagak beli bedak mahal-mahal.Harusnya kamu beli di warung sebelah banyak toh juga sama. Sama-sama bedak, di warung sebelah juga ada lipen sama henbodi, kalau mau pakai yang untuk alis juga ada cuma lima ribu malah,kemarin Ibu sempat tanya, Ini cuma beli bedak aja jutaan" ocehnya panjang lebar mengomentari skincareku.
"Terserah Ibu mau ngomong apa, ini tuntutan pekerjaanku sebagai seorang Marketing"
"Hallah, kerja siang malam juga nggak ada hasilnya aja bangga banget kamu, Marketing itu apa? Kenapa harus cantik? Jangan-jangan kerjaan kamu nggak bener! Kenapa juga kerja harus nuntut kamu cantik, orang kerja itu yang digunakan tanganya bukan tubuh dan wajahnya, aneh sekali kamu ini" kembali ia mencelaku.
Kutinggalkan dia begitu saja, dari pada otakku makin ngeblur mendengar ocehanya.
"Hei....mau kemana kamu? Nggak sopan sekali kamu, orang tua lagi bicara tapi kamu tinggal begitu saja, apa kamu nggak diajari sopan santun sama Emak Kamu yang janda itu, jadi janda kaya Ibumu tau rasa kamu"
Aku menoleh seketika, egoku tersentil saat Mamaku dibawa-bawa
"Cukup Bu, jangan pernah bawa-bawa Mama saya." ucapku geram
"Mama...Mama, orang Miskin saja panggil Emaknya Mama, dia itu pantasnya dipanggil Emak bukan Mama" kembali ia memprotes pangilanku pada Mama.
Aku sudah tidak tahan lagi.Segera kulangkahkan kakiku keluar rumah ini kerumah Mama, rasanya hatiku lelah setiap hari kenyang makan sumpah serapah dan caci maki dari mertuaku, Mas Hendri minggu bukanya dirumah malah mancing sama teman-temanya.Aku dirumah jadi santapan empuk mertuaku. Hingga Malam hari aku tak pulang kerumah mertuaku aku menunggu dijemput Mas Hendri, aku takut pulang kalau tidak ada Mas Hendri kewarasan jiwaku bisa terganggi dengan segala sumpah serapah mertuaku.
Semantara itu Mas Hendri pulang kerumah ketika sudah sore, ia tak mendapatiku dirumah Ibunya.
"Sita kemana Bu, kok nggak ada?"
"Istrimu itu sukanya kelayapan kalau kamu nggak ada dirumah"
"Kemana dia?"
"Mana Ibu tau?, Ibu cuma nasehatin dia aja jangan beli bedak mahal-mahal, kasian kamu cape-cape kerja cuma buat beli bedak, eh malah ngeloyor pergi dasar perempuan tidak tau diri"
"Kenapa Ibu harus berkata seperti itu?, toh selama ini Ibu selalu aku cukupi, tolong jangan usik Sita" ucap Mas Hendra. Ia tidak berani memberi tau, kalau aku membeli skincare pakai uangku sendiri bahkan kebutuhan rumah ini aku yang tanggung.
"Biar bisa hemat dia, jangan hanya bisa ngabisin uang suami aja, nggak bersyukur banget punya suami mapan dan kerja PNS"
"Haduh Ibu!" ucap Mas Hendri sambil mengelengkan kepalanya lalu ia segara Mandi dan ganti baju kemudian hendak menyusulku
"Mau kemana kamu?" tanya Mertuaku pada Mas Hendri.
"Mau, susul Sita"
"Memangnya kamu tau dia dimana?"
"Palingan dia dirumah Mama"
"Nggak usah dijemput!, entar manja dikit-dikit kabur dasar perempuan nggak tau diri banget"
Mas Hendri tak menghiraukan ucapan Ibunya ia langsung memancal pedas gas sepada motornya menuju rumah Mama untuk menjemputku.
Tbc
Hai..hai..ini karya author yang kesekian ya. Ayo ramekan!
Jangan lupa Like, Comment dan favorite ya men temen
Sita yang sudah berada dirumah Mamanya tak menceritakan masalah yang dialaminya. Ia tak ingin Mamanya sedih, namun sebagai seorang yang melahirkanya tentu saja Mamanya Sita tau gelagat anaknya, namun ia tak mau ikut campur masalah rumah tangga anaknya.Ia juga tidak menanyakan ada masalah apa dengan anaknya.
"Sita, Sepertinya suamimu sudah datang untuk menjemputmu" ucap Mamanya Sita ketika mendengar suara motor parkir dihalaman rumahnya yang tak seberapa.Sebenarnya ia malas kembali lagi kerumah mertuanya yang ada hanya bikin darah tinggi. Karena tidak mau membebani pikiran Mamanya terpaksa Sita ikut pulang kembali ke kandang macan, kembali ke realita.
"Assalamualaikum Ma," Pamit Hendri lalu ia mencium takjim tangan mertuanya saat Hendak pulang membawa Sita. Hendri memang sangat menghormati Mamanya Sita.
Sepanjang perjalanan Sita hanya diam. Rasanya ingin protes, tapi nantinya suaminya juga tidak mau mendengarkanya.
"Rumah kok kayanya rame banget, siapa yang datang?" tanya Sita
"Paling Kak Rini dan anak-anaknya, mereka kangen sama Ibu kali dan kemungkinan menginap di sini" kata Hendra.
Dengan Malas Sita masuk kedalam rumah, ia masih ingat betul pada waktu ia keluar rumah, suasana rumah masih bersih dan tertata rapi berbanding terbalik dengan situasi saat ini padahal hanya beberapa jam ia singgah dirumah Mamanya rumah bak Kapal pecah.Bantal sofa berceceran dimana-mana, bekas air minum tumpah membajiri lantai, bekas snack bertebaran dimana-mana.Terdengar dari ruang tengah suara sedang tertawa sambil menonton TV. Sita terus melangkah keruang tengah suasana tak jauh beda plastik snack, roti dan kacang bertebaran dimana-mana dan bisa-bisanya mereka tertawa dan selonjoran santai melihat semua kekacauan ini.
"Astagfirullahhaladzim, ini rumah apa kapal pecah?"
"Sita, biasa aja kale! Ini rumah-rumah Ibuku sendiri mau ngapain juga bebas, dan kamu sebagai menantu yang numpang udah kewajiban kamu dong bersihin ini semua" ucap Rini Kakak Ipar Sita
"Mbak, memang benar ini rumah Ibu, tapi tolong dong ngertiin dikit, itukan ada tempat sampah, apa susahnya sih buanh sampah di tempat sampah? Aku juga cape mbak, tolong ngertiin dikit" ucap Sita
"Banyakan ngomong kamu!, dasar menantu nggak berguna, habis keluyuran pulang-pulang langsung ngoceh" maki Ibunya Hendra
"Maaf ya bu, saya bukan babu disini. Dan untuk kebutuhan sehari-hari" belum sempat Sita meneruskan ucapanya sudah dipotong oleh Hendra.
"Kak, tolong dong kerja samanya! Apa susahnya buang sampah" ucap Hendra.
Sita sudah nggak peduli lagi ia langsung masuk dapur, tengorakanya terasa kering. Begitu sampai di dapur alangkah terkejutnya dia piring, gelas numpuk diatas wastafel.
"Ya Tuhan!, ini apalagi?"
Sita berjalan ke dalam kamarnya dengan perasaan jengkel.
"Sita!, mau kemana kamu?, itu cucian piring segunung sebelum tidur beresin dulu!" perintah Ibunya
"Maaf bu, bukanya Ibu sendiri yang bilang tidak suka barang berantakan, kenapa setelah makan piringnya nggak dicuci?"
"Ohh...kamu berani nyuruh Ibu nyuci piring?" ucap Rini sambil melotot
"Hendra!, lihat kelakuan istri kamu! Bisa-bisanya dia nyuruh Ibu nyuci piring, dasar menantu nggak tau diri udah numpang, makan gratisan, cuma suruh bersih-bersih aja malas" ucap Rini
"Cukup ya Rin!, yang makan siapa? Kenapa harus saya yang bersihin?, dan soal numpang, iya saya memang numpang karena ikut suami dan untuk biaya hidup sehari-hari saya nggak pernah gratisan disini"
"Cukup!, diam kalian semua, apa nggak cape setiap hati ribut, dan kamu Rini. Disini nggak ada pembantu tolong sehabis makan bersihin" ucap Hendra.
Langsung menarik tangan istrinya ke kamar.
"Ya begitu kalau punya istri cantik, nggak bisa ngapa-ngapain selain dandan" ucap Rini sok tau
Sementara itu di dalam kamar Sita menangis, ia benar-benar nggak tahan dengan kelakuan mertua dan Kakak iparnya.
"Mas, aku dah nggak kuat tinggal sama Ibu, selalu saja dihina. Dibilang numpanglah, nggak modal lah, padahal mas tau sendiri seluruh kebutuhan rumah ini aku yang tanggung, apa susahnya mas jujur sama mereka.Aku nggak ingin jumawa cuma aku capek direndahin terus"
"Sekarang kamu maunya apa?" tanya Hendri
"Kita pindah dari rumah ini atau mas jujur tentang keuangan kita, tentang gaji Mas, sehingga mereka nggak nuduh aku yang ngabisin uang kamu, aku cape mas!, ok Fine aku nggak masalh bertaun-taun nangung biaya hidup rumah ini tapi aku juga manusia biasa yang punya batas kesabaran, yang selalu saja dihina dibilang benalu, faktanya aku yang nangung biaya hidup kalian sementara gaji kamu seratus persen kamu kasih ke Ibu hanya untuk keperluan Ibu sendiri"
"Kamu yang sabar dong, bagaimanapun juga dia Ibuku"
"Sampai kapan mas?, sedangkan kamu tau aku dihina, dicerca setiap saat kamu hanya diam saja, aku punya perasaan mas, kalau mas nggak mau nggak masalah aku bisa pulang ke rumah Ibu selamanya kalau terus-terusan di sini jiwaku bisa sakit"
"Jangan gitu dong sayang, ok aku pilih opsi pertama yaitu kita pindah rumah, tapi masalahnya aku juga nggak punya uang untuk beli rumah"
"Soal itu, kita bisa beli KPR biar kita nyicil"
"Tapi sayang aku nggak bisa bantu"
"Sudah ku tebak mas" Jawab Sita lemah
"Biar aku yang cicil, asal aku bisa pindah dari rumah ini".
"Ok, kalau begitu kapan kita mau cari?"
"Besuk, aku nggak mau lama-lama" ucap Sita
"Heeehhh" Hendra menghela nafas kasar, saat ini ia berada pada posisi sulit antara Ibu dan istrinya.Ia tidak bisa jujur soal penghasilan karena takut Ibunya kecewa, karena Ibunya selalu koar-koar ketetangga kalau gaji dia sebagai seorang PNS sangat banyak semua yang dibeli hasil kerja dia, padahal kenyataanya semua yang mereka beli di beli pakai uang Sita.
"Besuk aku tidak lembur, aku kan pulang cepat kita langsung ketemuan di rumah yang mau kita beli, maksutnya kita kredit" ucap Sita.Hendra hanya mengangguk menanggapi ucapan istrinya.
Sesuai dengan kesepakatan Hendra dan Sita, mereka akhirnya sepakat mencari rumah yang akan mereka tinggali, sampai malam mereka baru pulang. Sampai dirumah Sita langsung mendapat tatapan sinis dari mertuanya.
"Bagus ya, jam segini baru pulang.Udah kenyang kalian makan-makan diluar, kaya banyak duit aja pakai acara makan-makan"
"Bu, kami tidak makan-makan tadi kami ada sedikit kepentingan" ucap Hendra hati-hati
"Kepentingan apa?, diajak istri foya-foya ngabisin uang kamu?" tuduh Ibunya Hendra.
"Bu, bisa nggak tanya baik-baik kami baru aja pulang.Biarkan kami istirahat dulu" jawab Sita
"Diem kamu!, aku nggak ngomong sama kamu benalu tidak tau diri, bisanya cuma ngabisin uang lakinya aja, makan-makan nggak ingat orang tua. Ibu doain kalian sakit perut"
"Astagfirullah, istigfar Bu!" ucap Sita karena Hendra hanya diam saja
Tbc
Jangan lupa like comment dan favorite ya
Jangan lupa like, comment dan favorite ya men temen
Kesal marah campur jadi satu, inilah yang membuat Sita tidak betah dirumah mertuanya.Hendra yang dikira akan membelanya, setidaknya jujur tentang keadaan sebenarnya, tapi nyatanya laki-laki ini hanya diam demi menjaga perasaan Ibunya.
Sesampainya dikamar Sita baru ingat bahwa siang tadi paketnya datang.Paket skincare online yang selalu ia beli di melalui aplikasi online, disitu ia melihat bahwa penerimanya adalah Ibu mertuanya bergegas ia keluar untuk mengambil skincare itu karena punyanya sudah habis sama sekali.
"Bu, tadi terima paket Sita?" tanya Sita
"Iya, kenapa?"
"Sekarang paketnya dimana?"
"Sudah aku kasih ke Rini, emangnya kenapa?"
"Itu punyaku Bu, bukan punya Rini"
"Hallah kamu ini pelit banget jadi orang, sama saudara sendiri aja peritungan banget"
"Ibu kenapa, main kasih-kasih aja paket Sita. Itu paket punyaku ya bu bukan punya Ibu kenapa Ibu main kasih aja"
"Dasar pelit, lagian beli bedak juga pakai uang Hendra, nggak ada salahnya aku kasih ke Rini, toh Rini adeknya.Hendra pasti setuju-setuju aja. Nggak kaya kamu, pelitnya nggak ketulungan"
"Bu, paket itu punya Sita sendiri, Sita beli pakai uang Sita sendiri" ucap Sita jengkel
Hendra keluar dari kamar mandi melihat keributan di dapur.
"Ada apa lagi ini?," tanya Hendra
"Itu istri kamu, perhitungan banget sama saudara sendiri. Masalah bedak aja diributin, Ok nanti Ibu belikan di warung sebelah" ucap Ibunya Hendra enteng
"Yang, kamu yang sabar ya?. Nanti beli lagi aja" ucap Hendra.seolah mau membelikan skincare aja.Hendra menarik tangan istrinya diajak menjauh dari Ibunya mau tak mau Sita mengikuti suaminya.
"Mas, tolong segara bicara pada Ibu kalau kita mau pindah, nanti kalau aku yang bicara Mas tau sendiri,bagaimana nanti reaksi Ibu?"
"Iya, Mas akan bicara sama Ibu. Pelan-pelan ya sabar. Mungkin ini butuh proses Ibu tentu saja pasti menolak tapi Mas akan usahakan demi kebaikan kita bersama"
Beberapa hari setepahnya setelah mencari waktu yang tepat, disaat suasana hatin Ibunya Hendra sedang membaik, karena Hendra baru saja gajian. Hendra mengajak Ibunya berbicara.
"Ibu, Hendra mau bicara"
"Bicaralah!, ada apa?" tanyanya
"Aku dan Sita mau pindah rumah"
"Apa?, enggak-enggak bisa gitu dong, kamu nggak boleh pindah biar aja istrimu pindah sendiri"
"Nggak bisa gitu dong bu, Bagaimanapun juga Hendra dan Sita suami istri jadi harus terus bersama"
"Oh...jadi sekarang kamu lebih mentingin perempuan itu?, perempuan yang baru saja hadir dalam hidupmu dibandingkan Ibumu yang sejak dulu, merawat dan membesarkanmu hingga sekarang kau bisa jadi orang sukses seperti ini?"
"Bukan begitu bu, Ini demi kebaikan Ibu dan Sita. Hendra cape melihat Ibu dan Sita nggak akur"
"Dasar istrimu aja yang nggak tau diri, bisa-bisanya dia mau ngejahuin anak sama Ibunya, Pantas saja sampai sekarang kalian belum dikasih momongan, kelakuan istrimu aja kaya gini"
"Ibu, tolong ngertiin posisiku?"
"Kamu kasih pengertian ke istri kamu, jangan mau enaknya aja. Ibu tau dia ngajak kamu pindah agar bisa kuasai uang kamu semua, dasar perempuan benalu!"
"Astahfirullah Ibu, jangan berkata seperti itu"
"Lihat dirimu, bahkan kau lebih membela perempuan iru dibanding Ibu"
Ibunya Hendra kekeh tidak mengijinkan Hendra pindah, ia takut semua gaji Hendra akan dinikmati sendiri oleh Sita. setelah beberapa hari Hendra berbicara lagi dengan Ibunya, akhirnya dengan berat hati Ibunya mengijinkan Hendra untuk pindah.
Sita sangat bahagia setidaknya mulai hari ini dia tidak perlu menebalkan kupingnya mendengar hinaan demi hinaan yang dilontarkan mertuanya.
"Kamu senang sekarang?"
"Banget, setidaknya aku bisa bernafas lega. Kerjaanku sedang banyak-banyaknya yang mengharuskan aku lembur, aku nggak sangup kalau sampai dirumah masih harus mencuci baju seluruh anggota keluarga, belum lagi cucian mengunung, sampah dimana-mana itu semua membuatku stres mas"
"Aku senang kalau kamu bahagia" ucap Hendra
"Minggu ini kita keluar yuk, jalan-jalan" pinta Sita. Jalan-jalan adalah hal yang tidak pernah Sita lakukan selama tinggal dirumah mertuanya, kini ia bertekat untuk menikmati hari-harinya.
"Ayo!" ucap Hendra.
Hendra sangat mencintai Sita, namun ia juga sangat menyayangi Ibunya, kadang ia merasa di sebuah persimpangan antara Ibu dan Istrinya tapi ia lebih berat ke Ibunya. Setelah pindah rumahpun segala keperluan yang menanggung Nindy. Gajinya tetap diserahkan pada Ibunya.
Hari ini Sita benar-benar menikmati waktunya bersama suaminya.Seminggu sudah Sita meninggalkan rumah mertuanya.Hari ini suasana sangat cerah secerah hati Sita, sepulang dari kerja ia dikejutkan dengan kedatangan mertuanya.
"Ibu Apa kabar?" sapa Sita
"Seperti yang kamu lihat, Ibu masih hidup, kamu pikir Ibu akan mati begitu setelah kamu pergi dari rumah Ibu" sinis Ibu mertua Sita.
"Astagfirullah, sabar-sabar" batin Sita.
"Masuk bu," ucap Sita mempersilahkan mertuanya untuk masuk rumah. Ibunya Hendra langsung masuk nyelong bagai tuan rumah melihat-lihat rumah Nindy yang perabotnya masih baru semua.
"Gaya banget kamu pakai mesin cuci segala, memangnya tangan kamu sudah nggak bisa berfungsi?"
"Dengan mesin cuci, Sita bisa menghemat waktu bu" ucap Sita dengan lembut, walau sebenarnya hatinya geram dengan sikab mertuanya yang selalu ikut campur urusanya.
"Kerjaanya cuma ngabisin duit aja!, kamu kan punya tangan, nyuci pakai tangan napa?, kaya boss aja nyuci pakai mesin cuci" cerca Ibunya Hendra.
Sita menghela nafas, menghirup udara sebanyak-banyaknya agar tidak emosi mendengar ceramah mertuanya.
"Ini lagi, pakai blender segala. Sudah nggak kuat nguleg bumbu" cercanya
"Ini mendingan blender Ibu bawa pulang aja, Ibu sudah tua harusnya Ibu yang pakai bukan kamu" ucapnya
"Owalah...cuma mau minta blender aja ceramah panjang kali lebar" batin Sita
"Suamimu mana?,"
"Masih kerja bu" ucap Sita
"Suami masih kerja, kamu sudah pulang enak-enakan!, Ibu mau minta jatah Ibu bulan ini belum ditranfer"
"Kalau gitu nunggu Mas Hendra saja dulu"
"Kelamaan, sini aku minta uang sama kamu!"
Sita mengeluarkan uang berwarna merah tiga lembar pada Ibu mertuanya agar segera pergi.Sudah bosan ia mendengar ceramahnya yang tak ada ujungnya.
"Apa ini?, kenapa cuma segini, kamu mau nilep?" tuduhnya
"Bu,itu uang Sita sendiri.Mas Hendranya belum pulang" ucap Sita mencoba bersabar walau dalam hatinya dongkol tidak karuan.
"Hallah, palingan juga duit dari Hendra. Jangan sok kaya kamu, pegawai rendahan saja sombong,lihat anakku yang PNS saja biasa aja"
"Maaf bu, asal Ibu tau saya tidak pernah meminta uang dari mas Hendra. Semua kebutuhan saya penuhi sendiri"
"Jangan membual kamu, Mana uangnya? jangan kamu kuasai sendiri
uang Hendra!"
"Terserah Ibu mau bilang apa?, saya sudah tidak ada uang lagi" ucap Sita kesal.
"Dasar menantu tidak tau diuntung!"
Sita sudah kenyang cacian dari mertuanya, ia langsung meninggalkan mertuanya demi menjaga kewarasanya.
Tbc
Jangan lupa like, comment dan favorite ya men temen
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!