Suasana hening tercipta ketika Raina telah menyelesaikan sidang skripsinya. Dia tengah menunggu jawaban dosen apakah dirinya lulus atau tidak. Dan jawaban yang paling di tunggu seluruh mahasiswa/mahasiswi pun keluar dari mulut salah satu dosen di hadapannya.
"Selamat kalian lulus."
Dan keheningan itu pun pecah dengan sorak gembira dari semua peserta ujian. Raina Saraswati dan sahabatnya Dania Harun dapat menyelesaikan pendidikannya lebih awal dari yang lainnya. Dan bukan tanpa alasan Dania pun ikut menyelesaikan tugasnya. Semua berkat bantuan Rania yang tak ingin meninggalkan sahabatnya berjuang sendiri membuat Dania bekerja keras untuk segera lulus juga.
"Selamat beb,, akhirnya kita lulus juga." Ucap Raina.
"Semua berkat bantuan Lu beb." Dania.
"Apa rencana lu setelah ini?" Raina.
"Wisuda tentunya." Dania.
"Haish... Kenapa gw nanya sih. Lu lanjut kuliah?" Raina.
"Ngga. Gw terjun ke perusahaan Ayah sudah mendesak gw. Ayah yakin gw bisa seperti gw bisa segera menyelesaikan sekolah gw." Dania.
"Sip. Tunjukkanlah jika lu mampu dan bisa memberikan yang terbaik sama bokap lu." Raina.
"Siap Komandan. Dan lu. Gw harap lu bisa kerja sama di perusahaan Ayah." Dania.
"Yeeaayy... Akhirnya ijazah gw berguna di terima di perusahaan keren." Raina.
"Haish... Sudahlah. Ayo, kita ke makam orang tua lu seperti yang sudah kita rencanakan. Kita persembahkan kelulusan kita pada mereka." Dania.
"Thank Dan. Lu selalu ada buat gw." Raina.
"Kita bersaudara dan lu ga perlu berterima kasih sama gw." Dania.
Ya, Dania adalah putri dari pasangan Harun Rasyid dan Mayang Putri yang tak lain sahabat dari orang tua Raina yakni Marwan dan Sandra yang merupakan keturunan Turki. Karena itu Raina memiliki garis wajah Turki. Raina memiliki seorang Kakak perempuan yang jarak usianya hanya terpaut satu tahun.
Karina Saraswati, perempuan manis itu telah memutuskan menikah setelah menyelesaikan kuliahnya. Karina menikah dengan teman kuliahnya. Sayangnya suaminya harus meregang nyawa ketika Karina tengah hamil 3 bulan. Randy, pria alim dari keluarga pesantren meninggal karena kecelakaan saat memantau proyek dari perusahaan dimana dia bekerja.
Kini Raina dan Karina hidup berdua menantikan buah hati Karina dan Randy lahir. Raina harus berjuang menemani sang Kakak yang terpuruk semenjak kepergian suaminya. Raina mengerti dan dia pun mungkin akan lebih terpuruk dari sang Kakak jika harus kehilangan suami sebaik Randy. Bahkan keluarga Randy hingga kini tak lepas memberikan dukungan pada Karina.
"Om, Tante... Kita lulus dengan nilai terbaik tahun ini. Terima kasih Om, Tante karena putri kalian yang baik ini Dania pun bisa lulus bersama dengannya." Adu Dania di pasara orang tua Raina.
Sementara Raina hanya diam menundukkan kepalanya dengan uraian air mata yang membasahi wajahnya. Seperti itulah Raina setiap kali mendatangi makam kedua orang tuanya. Raina di tinggal kedua orang tuanya ketika dirinya masih duduk di bangku kuliah dan sang Kakak baru saja masuk universitas.
Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat sepulang dari Turki mengunjungi keluarga Mama Sandra. Beruntung jenazah mereka dapat dengan mudah di kenali dan di temukan. Mereka saling berpelukan mengambang di lautan lepas setelah pesawat yang mereka tumpangi jatuh di lautan lepas.
Kehilangan orang tuanya membuat Karina dekat dengan Randy hingga mereka sepakat untuk menikah. Karina memiliki semangat kembali menyelesaikan kuliahnya dengan biaya peninggalan kedua orang tuanya begitupun dengan Raina. Karina dan Raina memang sangat dekat mereka selalu saling menguatkan.
Dan mereka berdua pun tak luput dari pantauan Harun Rasyid dan Mayang Putri. Karina harus rela menjual rumah mewah mereka dan tinggal di rumah kecil sederhana demi kehidupan mereka berdua ke depan. Raina pun setuju saja dengan keputusan sang Kakak. Dan disini lah mereka di rumah sederhana yang mereka beli dari uang hasil penjualan rumah mewah mereka.
"Kak, Adik lulus." Ucap Raina pada sang Kakak yang tengah duduk termenung di teras belakang.
Karina mengulas senyumnya dan mengusap lembut pipi adiknya. Raina menghambur kedalam pelukan sang Kakak yang terhalang oleh perutnya yang buncit. Kemudian Raina mengusap lembut perut Karina.
"Sore ini kita periksa ya kak. Rai sudah ga sabar pengen ketemu keponakan Rai." Raina.
Karina hanya mengangguk menanggapi perkataan Raina. Begitulah Karina yang hanya diam setelah kepergian suaminya. Mbok Parmi yang masih setia menemani mereka dan rela tak di bayar oleh mereka berdua. Hingga Kakak beradik itu memberikan gaji yang jauh dari gaji Mbok Parmi sebelumnya.
"Mbok, Rai akan membawa Kakak periksa sore nanti. Tolong bantu Kakak ya." Raina.
"Iya Neng." Mbok Parmi.
Raina merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur melihat langit-langit kamarnya dengan fikiran yang menerawang jauh entah kemana. Bukan perihal pekerjaan tentunya karena Dania memintanya untuk bisa bekerja di perusahaannya.
Kehamilan Karina telah usai di periksa. Kehamilan baik-baik saja dan bayi dalam kandungannya sehat tak kekurangan satu apapun. Seperti biasa setelah memeriksakan kehamilan Kakaknya Raina akan menghubungi orang tua Randy dan melaporkannya.
"Syukurlah Nak. Maaf kami belum bisa datang ke sana. Mungkin minggu depan kami ke sana." Bu Halimah Ibu dari Randy.
"Iya Bu. Terima kasih. Rai sudahi dulu telfon nya ya Bu." Raina.
"Iya Nak. Jaga diri kalian. Jangan lupa makan dan istirahat." Ibu Halimah.
"Iya Bu." Raina.
Raina memeluk sang Kakak yang duduk di sampingnya. Raina sangat suka mengelus perut Karina yang semakin membesar. Usia kandungannya sudah menginjak usia 7 bulan. 4 bulan sudah suaminya pergi.
"Kak, besok Rai ke kantor Om Harun. Rai dan Dania akan bekerja di sana." Lapor Raina.
Lagi-lagi Karina hanya tersenyum dan mengusap lembut rambut Raina yang tertidur di pangkuannya.
"Kakak jangan khawatir dengan biaya persalinan nanti ya. Rai sudah bekerja jadi uang gaji Rai nanti bisa di tambahkan dengan tabungan kita nanti." Raina.
"Kakak cepet sembuh ya. Rai sangat merindukan Kakak yang cerewet ketika Rai berbuat salah. Rai kangen masakan Kakak juga. Rai bosan makan masakan Mbok Par. Walau masakan Mbok Par tak ada duanya setelah masakan Mama dan Kakak. O ya Kak. Rai sudah belajar beberapa menu masakan baru dengan Mbok Par. Nanti kita coba ya Kak." Oceh Raina walau tak ada jawaban satu pun keluar dari mulut sang Kakak.
Mbok Parmi hanya bisa meneteskan air matanya kala melihat interaksi di antara Karina dan Raina. Mbok Parmi telah bersama mereka sejak Karina berusia 2 tahun dan Raina 1 tahun. Itulah yang membuat Mbok Parmi tak bisa meninggalkan mereka berdua. Karena Mbok Parmi pun tak lagi memiliki keluarga setelah suaminya meninggal dan mereka tak memiliki anak.
🌼🌼🌼
Brug...
"Aw,,," Ringis Raina saat dirinya terbentur punggung seseorang.
"Maaf." Ucap Pria di hadapannya.
"Hah! Ah, baiklah. Saya yang seharusnya minta maaf. Permisi saya terburu-buru." Raina.
Raina pun segera berlari dan menetralkan dadanya yang berdegup dengan kencang saat melihat paras laki-laki yang dia tabrakan tadi. Begitupun dengan pria barusan yang entah bagaimana bisa dadanya berdegub sangat cepat ketika melihat wajah manis dan imut milik Raina.
"Ini berkas yang anda minta Bu." Ucap Raina formal ketika berhadapan dengan Dania yang menjabat sebagai atasannya.
Ya, Raina bekerja sebagai di perusahaan Dania sebagai manajer produksi. Karena Raina menolak sebagai sekretaris Dania. Karena Raina merasa tak pantas. Namun, Dania tak ingin juga Raina bekerja sebagai bawahan membuat Dania dan Ayahnya menempatkan Raina di bagian produksi dan menjabat sebagai manajer.
"Terima kasih." Dania.
Raina kembali ke ruangannya setelah menyerahkan laporan yang Dania ingin terima langsung dari Raina karena Dania melihat keanehan dari laporan sebelumnya. Dania pun memerintah Rania secara langsung.
"Hufh... Akhirnya usai sudah jam kerja hari ini." Gumam Raina.
Seperti biasa Dania telah menunggu di besmen. Raina pun berjalan cepat menuju mobil Dania.
"Lu ga harus seperti ini setiap hari Dan. Gw bisa pergi dan pulang sendiri." Raina.
"Udah ga usah protes lu tinggal duduk aja ribet banget. Ayo pak jalan." Titah Dania pada supir pribadinya.
"Bagaimana Kak Karin?" Dania.
"Masih seperti biasa. Besok gw minta ijin pulang lebih dulu. Soalnya gw mau anter Kak Karin." Raina.
"Baiklah." Dania.
Tak lama tiba di depan halaman rumah sederhana milik Raina. Namun, tiba-tiba Raina mengernyitkan keningnya melihat Dania yang juga ikut turun bersamanya.
"Loh, ada apa?" Raina.
"Ada yang perlu gw diskusikan sama lu. Dan ga bisa di kantor." Dania.
"Hm.. Oke deh. Masuk lembur ga nih?" Raina.
Plak...
"Itung-itungan banget lu sama sodara." Dania.
Setelah membersihkan diri masing-masing karena Dania memiliki beberapa pakaian yang di simpannya di rumah Raina. Mereka pun makan malam bersama dengan Karina juga tentunya. Dania sudah terbiasa dengan keadaan Dania karena dia pun ada saat kejadian naas itu menimpa Karina.
"Ada apa?" Tanya Raina yang kini duduk di sofa depan televisi bersama Raina dan Karina juga tentunya.
"Lu, baca ini deh." Dania menyerahkan dua laporan bagian produksi.
Raina membacanya sebentar dan keningnya berkerut ketika melihat ada yang berbeda dari laporannya.
"Apa kau yakin laporan ini dari bagian ku?" Raina.
"Hm..." Dania.
"Itu yang ingin gw diskusikan." Dania.
Dan mereka pun berdiskusi hingga larut. Hanya mereka berdua tentunya tidak dengan Karina karena Karina sudah tidur lebih dulu. Dania dan Raina pun sepakat jika besok dirinya akan mengantarkan Kakaknya kontrol di pagi hari dan akan datang ke kantor siang harinya.
"Bagaimana keadaan Kakak saya dan Bayinya dok." Tanya Raina ketika pemeriksaan telah usai.
"Ibu dan Bayinya sehat. Sekarang usia nya menginjak 8 bulan. Semoga semua lancar hingga hari persalinan tiba. Ini resep vitamin yang harus kalian ambil di apotek." Dokter Kandungan.
"Terima kasih Dok." Ucap Raina sementara Karina hanya tersenyum.
Mereka pun berjalan menuju apotek bersama. Raina meminta sang Kakak untuk duduk di kursi tunggu sementara dirinya mengambil vitamin untuknya.
Duk...
"Aw... Aduh, maaf Mas saya tidak sengaja." Ucap Raina tak enak.
Dan,,,
"Loh, bukannya anda yang saya tabrak kemarin di perusahaan X?" Raina.
"Ah, benar." Jawab Pria tersebut yang seperti sedang terburu-buru.
"Maaf, sepertinya kali ini anda yang tengah terburu-buru?" Tanya Raina.
"Anda benar. Permisi." Pamit Pria itu gugup.
Raina hanya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya menuju loket obat. Selesai mengambil obat Raina segera menghampiri Kakaknya dan mengajaknya pulang.
"Selamat siang semuanya." Sapa Raina di ruangannya.
"Siang."
Raina segera menempati kursinya dan menghidupkan laptopnya. Raina pun fokus melihat video yang di kirimkan Dania dan tersenyum tipis melihatnya. Kemudian Raina pun mengetik sesuatu layar ponselnya. Setelah mendapatkan jawaban Raina segera mematikan laptopnya kembali dan keluar dari ruangannya begitu saja.
"Ceh, lagaknya kaya pemilik perusahaan saja."
"Sstt... Jangan bicara sembarangan."
"Kau lihat saja seberapa lama dia bertahan di sini."
Begitulah bisik-bisik di ruangan Raina. Mereka tidak tau jika di ruangan mereka sekarang terpasang cctv yang di pasang tanpa sepengetahuan mereka malam tadi oleh orang Dania.
Raina duduk seorang diri di sebuah kafe dan tak lama Dania datang menemuinya. Raina tampak senyum sumringah ketika melihat Dania datang. Dania pun duduk dengan menghela nafas.
"Lu menang." Dania.
"Gw udah duga sejak awal masuk Dan. Gw selalu memantau pergerakannya sejak awal datang." Raina.
"Sial! Apa sih maunya?" Dania.
"Apalagi kalo bukan jabatan. Biarkan saja. Gw akan kirimkan laporan ganda jika perlu." Raina.
"Baiklah. Kita ikuti saja alurnya." Dania.
Setelah selesai dengan urusan mereka. Mereka berdua pun kembali ke kantor bekerja menyelesaikan sisa jam kerja mereka. Raina dengan santai bekerja di depan laptopnya tanpa menghiraukan siapapun. Bisik-bisik yang di dengarnya tak di perdulikannya.
"Lu ga mau balik?" Dania.
"Ish... Rajin banget sih bos ampe dateng ke ruangan gw." Raina.
"Jam berapa ini non?" Dania.
"Ish... Gw harus menyelesaikan kerjaan gw setelah pagi tadi tersita oleh Bos." Raina.
"Hahahaa... Tinggalkan udah ayo balik." Ajak Dania.
"Dasar Bos pemaksa. Bisa gila lama kerja di sini." Raina.
Mereka pun pulang bersama seperti biasa. Dania akan mengantarkan Raina terlebih dahulu sebelum dirinya pulang. Begitulah Dania tak pernah perduli apapun yang orang bilang tentang persahabatan nya dengan Raina. Karena baginya Raina adalah saudara untuknya.
Walaupun ada Rafael adiknya namun entah titisan siapa yang membuat Rafael sedikit angkuh. Rafael begitu tak menyukai Karina dan Raina yang bagai dianak emaskan oleh kedua orang tuanya. Rafael kerap bersitegang dengan Dania karena ketidak cocokkannya dengan Raina.
"Sampai jumpa senin Bu Bos." Pamit Raina saat dirinya telah sampai di rumahnya.
"Ya. Jangan lupakan tugas lu yang belum selesai." Goda Dania.
"Lupakanlah.." Raina.
Keduanya pun tergelak. Dania segera pamit dan meminta supirnya untuk segera meninggalkan rumah Raina. Sampai di rumah Dania terkejut ketika melihat banyaknya mobil di halaman rumahnya. Mobil yang terlihat asing baginya.
"Ada siapa Pak?" Tanya Dania pada supirnya.
"Saya tidak tau non. Seharian tadi saya bersama Anda di kantor." Jawab supir Raina.
"Hah! Kau benar Pak. Apa ada acara yang aku lupa." Gumam Dania.
Dania pun turun dan masuk kedalam tanpa ada rasa curiga apapun. Langkahnya terhenti ketika Mama Mayang memanggilnya.
"Kemarilah Nak. Kenalkan Rama calon suami mu."
Deg...
🌼🌼🌼
Dania hanya tersenyum bersalaman dengan semua tanpa ada penolakan sama sekali dari mulutnya. Setelah itu Dania berpamitan masuk untuk membersihkan diri. Dania langsung masuk ke dalam kamar mandi dan memendam seluruh tubuhnya ke dalam bathtub karena lelah seharian kerja di tambah kejutan dengan kedatangan Rama calon suami yang pernah orang tuanya ceritakan dulu.
"Kak, di panggil Mama sama Ayah." Teriak Rafael dari luar pintu kamar mandi.
Dania hanya menarik nafas kemudian bersiap menemui yang kata Mama dan Ayahnya calon suami. Dania tampil seadanya menemui keluarga calon suaminya itu. Justru penampilan yang seadanya itu membuat orang tua Rama semakin menyukainya.
"Masya Allah calon mantu cantik banget. Semoga acaranya lancar ya Nak." Mama Rama.
Baik Rama dan Dania tak mampu menolak permintaan kedua orang tuanya. Dania yang merupakan putri satu-satunya tak mungkin meminta Rafael menggantikannya. Begitu juga dengan Rama yang merupakan anak tunggal.
"Aamiin Tante." Dania.
"Loh, kok Tante. Mama saja seperti Rama." Mama Rama.
"Iya Ma." Jawab Dania canggung.
Ayah Harun meminta Dania menemani Rama sekalian untuk mereka pendekatan. Dania pun mengajak Rama duduk di bangku dekat kolam sambil menikmati Teh hangat dan beberapa camilan yang di bawakan Bibi.
"Gw tau kita ga bisa menolak perjodohan ini. Tapi aku harap tak ada yang saling menyakiti di antara kita. Kita jalani saja semuanya perlahan walau hari pernikahan kita sudah mereka tentukan." Rama.
"Hm.. Maafkan sikap ku. Aku hanya kaget jika Mama dan Ayah secepat ini mempertemukan kita." Dania.
"Begitupun dengan aku. Ayah meminta aku segera menggantikannya di perusahaan aku fikir karena S2 ku yang telah usai nyatanya untuk ini." Rama.
"Hm..." Jawab Dania singkat.
"Kamu memiliki kekasih?" Rama.
"Tidak. Aku tidak sempat memikirkannya." Dania.
"Syukurlah." Rama.
"Mungkin kamu?" Dania.
"Sayangnya tidak. Semenjak Ayah memintaku meneruskan S2 aku memilih untuk tak berhubungan dengan wanita mana pun karena Ayah berpesan jika aku sudah memiliki jodoh dan Ayah tidak ingin aku mengecewakan jodohku itu." Jawab Rama jujur.
Percakapan mereka pun terus berlangsung hingga malam semakin larut. Jika orang tua Rama tak memanggil Rama mungkin percakapan mereka akan berakhir hingga pagi. Rama dan Dania pun saling bertukar nomer.
Hari senin adalah hari yang paling menyebalkan bagi sebagian orang terutama bagi pekerja seperti Raina dan Dania. Raina harus merelakan hari liburnya untuk kembali bekerja. Siang ini ada rapat intern yang biasa mereka lakukan tiap minggu.
"Bu, ini berkas rapat hari ini." Yuli sekretaris Raina.
"Terima kasih Mba Yuli." Ucap Raina memberikan senyumnya.
"Sama-sama Bu." Yuli.
Setelah Yuli pergi Raina mengganti file yang Yuli berikan dengan file yang sudah Raina persiapkan. Raina pun segera menuju ruang rapat setelah makan siang. Raina melangkah dengan santai dan duduk dengan tenang di ruang rapat. Di belakangnya duduk Yuli yang siap dengan tontonan yang akan di lihatnya.
Awalnya Yuli berfikir jika posisi direktur keuangan akan di alihkan padanya setelah direktur sebelumnya mengajukan pensiun karena usianya yang sudah tak muda lagi nyatanya Raina yang baru saja lulus dengan mudah memasuki perusahaan dan menjabat sebagai direktur produksi itu yang membuat dia iri pada Raina.
Namun, betapa mengejutkan Raina melaporkan kinerja kerjanya tanpa membuka berkas yang di serahkan olehnya tadi bahkan Raina hanya menyalakan proyektor yang menampilkan video produksi yang sedang berjalan. Yuli tak mampu berkata apapun dia hanya diam menyimak. Sesekali Raina melirik ke arahnya.
"Demikian laporan dari devisi kami Bu. Apa ada yang ingin anda tanyakan?" Raina.
"Maaf Bu Raina. Sepertinya apa yang anda sampaikan tak sesuai dengan apa yang kami terima." Direktur kreatif.
"Benarkah? Saya rasa semua yang saya sampaikan sesuai dengan laporan yang saya buat." Raina.
"Silahkan Anda lihat ini." Direktur keuangan.
Kemudian Raina tersenyum dan beralih ke kursi yang semula dia duduki kemudian dia memberikan mereka semua laporan satu persatu.
"Apa maksudnya ini?" Tanya Direktur Keuangan.
"Sepertinya ada yang ingin menyabotase kepemimpinan saya. Dan saya rasa melakukan hal seperti ini bukan menjadi kenaikan baginya malah membuat citra buruknya terungkap. Jadi apa yang saya sampaikan tadi sesuai dengan laporan yang saya buat dan kegiatan lapangan." Raina.
"Terima kasih Bu Raina. Saya menyukai laporan yang anda buat." Dania.
"Ya... Saya setuju."
"Saya juga."
Dan semua menyetujui laporan yang Raina buat membuat Yuli pucat pasi melihatnya. Yuli tak berani berkata apapun. Setelah rapat usai Raina tak membahas apapun dengan Yuli. Bahkan hingga jam kerja habis. Yuli pun berpamitan pulang lebih dulu seperti biasa pada Raina dan Raina mengiyakan seperti biasanya.
"Ish... Bos menyebalkan. Siapa coba yang membocorkan semuanya pada dia." Gumam Yuli.
Sampai di lobi Yuli melihat CEO dari perusahaan A berjalan menuju resepsionis. Yuli pun membenahi dandanannya dan berjalan menuju resepsionis juga.
"Maaf bisa bertemu dengan Bu Dania?"
"Maaf apa anda sudah ada janji?"
"Belum tapi bilang saja ada titipan dari calon suaminya."
Deg...
"Jadi CEO perusahaan A calon suami Bu Dania. Ah, sial... Beruntung sekali Bu Dania. Tapi, tak masalah.. Selama jalur kuning belum melengkung semua bisa di tikung." Batin Yuli.
"Maaf Pak. Bu Dania sudah di besmen." Resepsionis.
"Baiklah saya akan menemui dia di sana."
Yuli pun mengumpat karena CEO perusahaan A tak mengindahkan keberadaannya sama sekali. Ingin menyusul ke besmen tapi mobilnya tidak di parkir di sana karena memang di sana mobil khusus direktur.
"Sial! Coba posisi ku tak di rebut oleh anak baru itu pasti sekarang mobilku berada di besmen." Umpat Yuli dalam hati.
"Maaf Bu Yuli ada yang bisa saya bantu?" Resepsionis.
"Tidak ada. Kalian pulanglah. Ini sudah waktunya kalian pulang." Yuli.
Di basemen...
"Dania..."
"Maaf siapa?" Dania.
"Perkenalkan saya Rangga adik sepupu Rama. Saya hanya ingin mengantarkan ini dari Rama." Ucap Rama memberikan paper bag pada Dania.
"Kenapa kamu repot-repot membawakannya?" Dania.
"Apa Rama tidak memberitahukan padamu jika dia sedang pergi ke luar negri?" Rangga.
"Tentu. Itu dia kenapa ga nunggu dia datang saja. " Dania.
"Tak masalah. Aku pun senggang. Klo begitu silahkan lanjutkan. Kamu pasti sudah akan pulang kan?" Rangga.
"Hmm Ya. Ini sedang menunggu.. Tuh dia orangnya yang aku tunggu." Tunjuk Dania pada Raina yang sedang berjalan ke arah mobilnya.
"Baiklah kalo begitu saya permisi." Pamit Rangga tanpa ingin berkenalan dengan Raina terlebih dahulu karena dirinya terlalu gugup begitu melihat Raina yang berjalan ke arah mereka.
"Siapa dia? Calon suami Lu? Jahat banget ga ngenalin ke gw." Raina.
"Ish... Bukan dia sepupunya." Dania.
"Owh!"
🌼🌼🌼
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!