"Little does she knows, he thinks about her too,"
***
Namaku Victoria Heart Lionel Maxwell. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Ibuku, Lady Diana, adalah perempuan paling hebat yang pernah kutemui. Beliau pintar menjahit dan baru-baru ini sibuk membuka toko pakaiannya sendiri. Dan aku? Aku menjadi model untuk bagian pakaian anak-anak.
Kalau Ayahku, dia pria tampan yang senang bercanda. Walaupun kebanyakan candaan nya tidak selucu candaan Kakek, tapi dia lah yang mengajariku berbagai banyak hal yang membuat Ibu khawatir.
Contohnya, berkuda. Usia baru enam tahun saat aku menaiki kuda pony ku sendiri. Semua itu tidak akan terjadi jika Ayah tidak diam-diam membawaku setiap hari Minggu, tuk pergi berkuda.
Sementara kedua adik laki-laki ku, Alexandre Antoine Elie Maxwell, yang berusia delapan tahun serta adik terakhir ku yang bernama Gabrielle Louis Marcellin Maxwell atau biasa kupanggil Louis baru menginjak usia 6 tahun.
Keluarga kami semakin ramai saat kedatangan saudara Ibu yang baru menikah lagi dan pindah ke sebelah mansion kami.
"Selamat pagi, bibi Emily. Apakah Roland Olliver Mountesque ada?"
Bibi Emily tertawa ketika mendengar aku menyebut nama panjang anak tertua nya itu. "Tentu saja ada. Dia sedang menunggumu di rumah pohon,"
Dan disinilah kisahku dimulai. Sejak kepindahan Bibi Emily dan suaminya Paman Sandre kemari, aku dan kedua adikku selalu bermain dengan anak tertua mereka, Ollie.
Walaupun umur kami terpaut lima tahun, tapi, dia adalah pria yang telah kami anggap sebagai kakak tertua kami. Maka dari itu, setiap hari, sejak tiga tahun belakangan ini, aku dan adik-adikku tidak pernah absen untuk bermain bersamanya
"Baiklah, ini ada kue dari Ibu. Aku pamit dulu. Selamat pagi, Bibi Emily!" Ucapku lalu berlari menuju hutan yang terletak di sisi mansion Bibi
Saat aku tiba di basecamp kami, aku melihat kedua adikku sedang becanda gurau bersama nya.
"Ollie! Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau kemari? Aku mencarimu dimana-mana," omelku lalu duduk di sebelahnya dan mengambil pedang yang ia buat dari ranting pohon
Ollie menatapku lalu duduk disebelahku, "aku dan kedua adikmu sedang mempersiapkan senjata kita sebelum pergi membajak kapal bajak laut! Seorang wanita tidak boleh bekerja kasar karena itu tugas para lelaki, benar tidak?"
"Benar sekali!" Sahut kedua adikku, Alex dan Louis.
Mendengar itu aku langsung semangat, itu berarti, kali ini kami akan bermain membajak kapal.
Aku segera mengangkat tinggi-tinggi pedang rantingku, lalu Ollie langsung mengenakan penutup matanya, sedangkan Alex langsung bersiap seakan-akan dedaunan yang ia susun itu adalah kapal.
"Louis! Ambil sikap siaga! Aku melihat bajak laut sedang mendekat!" Titahku layaknya seorang patriot
Louis segera beranjak dari duduknya dan langsung berlari ke belakangku. Ia mengangkat tameng yang dibuat dari kayu itu tinggi-tinggi guna menutup kepala kami
Selanjutnya, aku dan Louis mengendap-endap mendekati para bajak laut yang sedang lengah itu. Lalu, aku dan Louis serentak menyerang mereka
"Serang!!" Titahku berlari menuju kapal Ollie
"Oh tidak! Ada para prajurit Britania Raya disini!" Ollie segera menahan serangan pedangku dengan tamengnya lalu salto kebelakang
"Kemari kau bajak laut! Sudah waktunya kau masuk ke penjara!" Aku mengambil tali dari balik gaun musim panasku lalu berlari mengejarnya.
Aku memandang adikku yang berhasil melumpuhkan Alex si bajak laut, "aku berhasil menangkapnya, Sir Lady!" Lapor Louis padaku
Alex yang berpura-pura mati di tanah mengintip sejenak aku dan adikku sebelum berpura-pura mati.
Aku mengangguk, lalu menepuk kepala adikku penuh bangga, "kerja bagus Sir Louis. Tapi, sayangnya kapten bajak laut itu menghilang," ucapku karena tidak melihat Ollie di manapun
Louis memasang wajah sedih yang malah amat lucu di wajah yang mewarisi wajah Ayahku itu, "sayang sekali Sir Lady. Seharusnya kita menangkapnya hari ini,"
Aku mengangguk mengiyakan, "bagaimana kalau aku pergi mencari nya sekarang? Sepertinya kapten itu tidak bersembunyi terlalu jauh,"
Sejenak mood adikku berubah, wajahnya kembali cerah, adik kecil ku tampaknya senang dengan usulanku.
"Jangan lama-lama, ini waktunya makan siang, aku sudah lapar," sahut Alex yang yah memang lebih mementingkan makan daripada kelangsungan hidup bajak laut ini
"Tunggu saja. Kaptenmu itu akan kutangkap hari ini! Tidak ada lagi cerita legenda bajak laut! Ha ha ha," kataku lalu berlari masuk ke hutan
Aku mencari di belakang pohon-pohon di hutan hingga rasanya badanku mandi keringat.
"Hey bajak laut! Kau dimana?"
Panggilku.
Aku sudah capek lalu memutuskan untuk duduk di salah satu pohon pinus disana. Aku kembali mengepang rambutku namun, baru saja aku hendak berdiri, aku merasakan tangan seseorang menutup mataku.
Aku tersenyum. Ini pasti Ollie. Lalu dengan cepat aku berdiri dan mengibaskan pedang rantingku kearahnya
"Hey! Itu curang!" Katanya karena aku berhasil mengenai tubuh tingginya
Aku segera mengeluarkan tali ku lalu hendak mengikat tangannya namun, baru aku hendak melakukannya, Ollie menarik tanganku duluan. Sayangnya, karena ia tiba-tiba menarikku, aku pun kehilangan keseimbangan.
"Ollie!!" Pekikku karena setelahnya aku merasakan tubuhku terjatuh ke rumput dan Ollie berada diatas tubuhku
Akibatnya, aku bisa melihat wajah Ollie dengan amat dekat. Bahkan aku bisa merasakan napas Ollie yang mengenai wajahku.
Sejenak aku bingung kenapa Ollie masih saja tidak mau beranjak dan menatap wajahku dengan tatapan yang aku tidak mengerti.
"Ollie! Berat!!" Protesku
Setelah mendengar itu, Ollie seperti ada yang mengetuk pikirannya dan segera beranjak berdiri.
Waktu melihatnya aku langsung mengarahkan tanganku agar ia menarikku bangun. "Tolong aku,"
Tapi Ollie wajahnya memerah. Ia membuang muka saat tangannya menarikku.
Aku menatapnya heran lalu berjalan bersama dengannya. "Apa kau sakit Ollie?"
Ollie masih saja tak mau memandangku. Dari samping, aku bisa melihat bahwa telinganya memerah.
Melihat itu aku pun tak mau menggubrisnya dan memilih mengikat tangan Ollie.
***
TBC
12 February 2019
"In every girl life; there's a boy she'll never forget and a summer where it all began,"
***
Hari-hari berlanjut, musim panas sudah hampir berakhir, dan itu artinya perpisahan.
"Apa kau benar-benar harus pergi ke sekolah private itu?" Tanyaku untuk kesekian kalinya sambil fokus menggiring bola melewati Ollie
Sore ini, seperti hari-hari sebelumnya, kami bermain bersama di base camp kami. Kali ini kami bermain bola kaki.
"Tentu saja. Bagaimanapun pendidikan bagi seorang bangsawan adalah yang utama," jawabnya, sambil mencekal kakiku
Aku segera mengantisipasi gerakan nya dengan menendang bola yang kubawa agar melambung ke atas, "berapa lama kau akan pergi?"
Aku berhasil melewati Ollie dan menggiring bolaku dan berhasil mencetak satu gol menembus pertahanan Alex
"Yes! Kita menang! Satu—kosong!" Pekik Louis kegirangan, pria kecil itu berlari mengelilingi lapangan bola sambil berteriak
Melihat itu kami bertiga memutuskan untuk menyudahi permainan kami dan duduk di kain piknik yang telah aku sediakan untuk makan siang kami
Ollie duduk sambil menegak air minum yang telah kusiapkan, sementara Alex telah membuka bajunya dan tiduran saat Ollie menjawab pertanyaanku
"Aku tidak tau berapa lama sekolahku akan berakhir,"
"Apa kau tidak akan pulang kembali?" Alex yang sedari tadi tidur segera bangun, ia terkejut, begitu juga aku
"Apa kau tidak bisa mempelajari ilmu pemerintahan monarki di rumah saja? Maksudku, kami akan merindukanmu," tambahku
Ollie menatap kami bertiga bergantian lalu kemudian aku melihat seulas senyum tipis membingkai wajahnya. "Akan aku usahakan, musim panas yang akan datang, aku akan kembali,"
Aku tersenyum dan mengangkat jari kelingking ku, "pinky swear?"
Ollie tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "pinky swear,"
Alex dan aku tersenyum penuh semangat, "Louis! Kemari lah! Jangan berlari terus! Ada berita penting!"
Mendengar suara Alex memanggilnya, adik kecilku itu segera duduk di sisi kami dan mengambil sandwich dengan tangan nya, "ada apa? Kenapa kalian menatapku seperti itu?"
Aku memandang adik kecilku yang telah bermandikan keringat lalu mengelap keringatnya dengan sapu tanganku sambil berkata, "Ollie tidak akan bermain bersama kita mulai besok,"
"Ke-kenapa Ollie? Apa Louis nakal?"
Ollie yang tampaknya kasihan segera merangkul adik kecilku itu, "Ollie hanya pergi sebentar. Ollie akan pulang musim panas nanti,"
Louis yang memang sangat menyayangi Ollie tampak sangat sedih karena sekarang ia mulai menangis, "Ollie jangan pergi. Louis tidak akan nakal lagi, Louis akan tidur siang,"
Lalu Louis menangis kencang. Melihatnya aku merasa iba dan segera memeluk adikku itu. "Louis anak yang baik, sudah, sudah,"
***
Keesokan harinya Louis masih menangis saat kami bersama-sama mengantar kepergian Ollie.
"Tumbuhlah menjadi gadis yang santun selayaknya seorang putri. Jangan bermain bola bersama pria lain, jangan lagi melewatkan kelas tata laku kebangsawanan. Jangan melupakanku, putri kecilku," katanya memberikan wejangan sebelum memelukku dan memberiku mahkota dari bunga-bunga yang paling aku suka itu
Aku tersenyum menerima mahkota bunga yang ia pakaikan ke atas kepalaku lalu ia lanjut berbicara pada Alex dan Louis, "jaga kakakmu ya! Aku mengandalkan kalian,"
Alex dan Louis segera berdiri tegap dan memberi hormat, "aye aye kapten!"
Kemudian Ollie mengucapkan selamat tinggal dengan Bibi Emily, Ibu, dan Ayahku, lalu menyusul Paman Sandre yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam kereta
Aku melambaikan tanganku sampai kereta kudanya menghilang dari pandangan. Saat aku membalikkan badanku, Alex dan Louis sudah menghilang dan berlari menuju kamar mereka.
"Victoria, mari nak," kata Ibu ku lalu merangkulku dan membawaku masuk
Sore harinya, pelayanku, Maria mengetuk pintu kamarku, menginterupsiku dari kegiatan melukis
"Iya, masuk!" Kataku sambil kembali melanjutkan lukisanku
"Nona Victoria, Tuan dan Nyonya memanggil anda untuk acara minum teh dengan calon guru anda,"
Aku meletakkan kuasku lalu bersedekap, "aku tidak mau bertemu guru cerewet itu!"
"Tapi dia sudah jauh-jauh kemari, Nona,"
Mendengar itu mau tidak mau aku harus menemui wanita berambut pirang itu.
"Baiklah, kalau begitu, saya akan membantu anda bersiap-siap,"
Saat aku hanya tinggal berjarak dua meter dari pendopo itu, aku bisa menguping pembicaraan mereka bertiga.
"Apa kau melihat cara Ollie memperlakukan putri kita?" Ayahku bertanya
"Dia amat baik menemani putri kita," Ibuku menjawab
"Aku berpikir dia terlalu berlebihan, dia memperlakukan putri kita seakan-akan Victoria adalah adiknya,"
Ibuku tampak menahan tawanya sebelum menjawab, "sudahlah, bagaimana kalau kita memasukkan putri kita ke sekolah khusus wanita yang terkenal di Paris?"
Mendengar itu aku langsung berlari menemui mereka. "Aku tidak mau pergi dari sini!" kataku menentang kemauan Ibu dan Ayah
"Victoria Heart Lionel Maxwell, jaga cara bicaramu!" tegur Ibu membuatku menunduk kesal
"Maafkan saya, Nyonya. Ini kesalahan saya karena menganggu Putri Victoria saat melukis," ungkap Maria membelaku
Aku mendengar Ayahku berdehem lalu ia berucap, "bangunlah anak ku, duduklah, ada hal penting yang akan kita bahas,"
Aku menurut lalu duduk di kursi yang telah disiapkan untukku yang tentu saja bersebelahan dengan wanita yang memiliki dandanan mencolok itu. Namun, baru saja Ibuku hendak bicara, Florest menyela kami
"Maafkan atas kelancanganku memotong pembicaraan kalian," katanya
"Ada apa, Florest?" tanyaku senang, setidaknya kami tidak akan memulai pembicaraan yang membosankan lagi
"Tamu anda sudah datang," ujarnya lalu mengundurkan diri.
Aku menatap wajah kedua orang tuaku yang saling tersenyum bahagia. Rasanya ada yang tidak beres.
Dan benar saja, intuisiku tak pernah salah. Karena tak lama setelah Florest mengundurkan diri, empat orang wanita yang mengenakan seragam bak suster di Gereja pun muncul.
"Selamat sore, Nyonya dan Tuan Maxwell," sapa mereka serempak
Aku diam-diam memutar mataku malas. Apalagi sekarang?
"Mari-mari, silahkan duduk," undang Ibuku dan para wanita itu menurut
"Victoria, mulai sekarang, setiap hari Senin, Rabu, dan Jum'at, kau akan diajarkan berdansa dengan Miss Roseline," Ibuku memperkenalkan wanita cerewet yang selalu mengomeliku kalau aku salah gerak itu
Senyum tipisku dibalas dengan wajah angkuhnya. Oh Tuhan, kenapa Ibuku memperkerjakannya?
"Kemudian untuk tutor bahasa Perancismu, Madam Samantha akan mengajarimu setiap hari, lalu Madam Abelia akan menjadi tutor tata krama mu yang baru, dia diutus langsung dari kerajaan. Sementara untuk kelas Filsafat mu, Madam Bernadia yang akan mengajarimu setiap hari. Lalu literaturmu akan di bimbing oleh Mrs. Chalisa dia juga merupakan tutor Ibu dulu,"
Ibuku memberi jeda dan tersenyum kepada nenek-nenek yang memakai kacamata tebal di hadapanku. Aku meringis membayangkan hari-hari yang kuhabiskan dengannya. Pasti membosankan!
"Oh Ibu hampir saja lupa, pelajaran embroidery mu akan ditangani langsung oleh seniman dan pianist kondang kenalan Ibu, Madam Margaret. Serta Mr. Leopoldovno yang akan mengajarimu berhitung,"
Mendengar semua nama-nama asing yang Ibu sebutkan, aku yakin, hidupku akan benar-benar membosankan mulai saat ini. Oh Ya ampun, enak sekali menjadi Louis.
***
TBC
"I could easily forgive his pride, if he had not mortified mine,"
-Jane Austen, Pride and Prejudice
***
Kelembaban udara siang ini terasa amat kering. Ritme musim perlahan berubah yang secara tak langsung menandakan pergantian musim telah tiba. Pohon-pohon tampak segar dengan warna hijau cerah mereka diterpa sinar mentari pagi. Burunt-burung berkicau merdu memanjakan siapa saja yang mendengarnya. Gumpalan awan putih bersih di langit biru semakin memperjelas bahwa musim panas telah tiba.
Aku tersenyum sembari menikmati hembusan debu bunga matahari yang masuk ke dalam ruang belajarku yang memang berada di lantai dasar.
"Akhirnya musim telah berganti," ucap Maria yang juga menghirup aroma yang sama denganku
Kenikmatan yang diberikan Tuhan pada rumah kami benar-benar memanjakan penghuninya. Alangkah bahagianya jikalau Ollie juga dapat menikmati musim panas ini disini.
"Apa aku memiliki waktu bebas sore ini?" Tanyaku pada Maria yang memang biasanya mengatur jadwal harianku
"Sayang sekali, Nona. Anda tidak memiliki waktu luang, karena sore ini, tamu dari kerajaan akan tiba,"
Aku menegakkan punggungku yang semula bersender di dinding balkon ke posisi sikap sempurna. Dengan penuh rasa kecewa, aku pun berjalan masuk kedalam dan duduk di kursi kayu tempat aku menghabiskan waktu di ruangan ini. Sepertinya, hari libur pun anak gadis seperti ku tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
"Kalau begitu, apa kau mendengar kabar dari keluarga Mountesque?"
Maria menggeleng, saat ia ingin mengatakan sesuatu, aku segera mengangkat tanganku. "Tidak perlu, aku sudah tau,"
Mungkin minggu berikutnya Ollie akan pulang. Pikirku, menyakinkan diriku sendiri kalau sahabat ku itu akan menepati janjinya untuk kembali
***
Ketika tamu dari kerajaan yang tadi dibicarakan Maria itu tiba, aku bersiap untuk menyambut mereka di ruang tamu bersama seluruh keluarga ku.
Suara kereta kuda yang mulai memasuki mansion kami membuat keriuhan di rumah ini hening seketika. Para pelayan yang berlari kesana kemari segera berbaris rapi di sisi kanan dan kiri jalan masuk mansion kami
"Victoria, tegakkan punggungmu," tegur Ibu yang kemudian segera aku lakukan
Aku mencuri pandang ke arah Ibu dan dari sini, aku bisa melihat jikalau wajah Ibu yang berdiri di sampingku terlihat cemas
"Ibu? Apa kau baik-baik saja?" Tanyaku karena wajah Ibu memucat. Selama ini aku tidak pernah melihat wajah Ibu berubah seperti itu bahkan ketika Nenek menyicipi masakan Ibu yang kutau memang tidaklah seenak buatan Florest, ia tidak pernah se-gugup seperti saat ini
Ibu tidak mengindahkan ucapanku dan hanya membalas pertanyaanku dengan sebuah senyuman. Ketika aku hendak kembali menanyakan kabarnya, perhatianku teralihkan oleh suara seseorang yang berjalan kearah kami dengan wajah berseri-seri
"Oh! Inikah Putri Maxwell yang terkenal cantik jelita itu?" Ujar seorang nenek yang langsung memelukku erat
Aku menatap wajah Ibuku yang tersenyum dan menangkap sinyal nya untuk segera merespon, "salam kenal dengan anda, Yang Mulia Ratu," ujarku sekenanya
"O-oh! Panggil aku Nenek Margaret,"
Ia melepas pelukanku diikuti datangnya dua pria dengan setelan jas mahal bersama Ayahku. "Perkenalkan, putriku, Victoria,"
Paman-paman yang berwajah tegas itu tersenyum padaku sebelum menjabat tanganku. "Senang berkenalan denganmu, Victoria." kata salah seorang dari mereka sebelum lanjut berbincang dengan Ayahku
"Seperti yang diharapkan. Luar biasa," ujar Paman yang tampaknya selalu tersenyum, setelah menggemgam tanganku, ia berjalan melewati untuk mengikuti Ayah
Terakhir, seorang anak lelaki yang kuperkirakan berumur sama seperti Alex mendatangiku dengan lima orang pelayan yang berjalan terbirit-birit mengikuti langkahnya. Anak lelaki itu menatapku dengan angkuh sangat tidak sesuai wajahnya yang imut. Detik selanjutnya, ia berjalan melewatiku begitu saja seakan aku hanya patung penghias ruangan
"Pangeran Henry! Tunjukkan sopan santunmu," tegur Nenek Margaret. Tapi, jangankan menoleh, pangeran kecil itu bahkan tidak mau memandang ke arahku
Dasar sombong! Batinku memaki perilaku kebangsawanannya itu
"Mohon dimaklumi ya sayang, Pangeran Henry tampaknya sedang dalam suasana hati yang tidak baik," ujarnya lembut
Aku membuang rasa kesalku dan tersenyum pada Nenek Margaret, "tidak apa-apa, aku mengerti. Adik-adikku juga biasanya mengabaikanku kalau mereka sedang mengalami hari yang buruk," kataku.
Lalu Nenek Margaret menggandengku berjalan menuju ruang makan kami bersama Ibu di sisi kirinya
"Henry anaknya aktif sekali. Di Istana, dia biasanya senang bermain kuda, polo, dan semua jenis permainan. Namun sayangnya, beberapa hari yang lalu, anjing kesayangannya mati. Mendengar kabar itu, Henry jadi sering marah-marah,"
Aku mendengar cerita Nenek Margaret dengan sabar karena selama makan malam berlangsung aku bisa melihat bagaimana tingkah laku pangeran muda itu yang begitu kasar.
Dia tidak menyentuh makanannya dan dengan sengaja menumpahkan gelas anggur hingga tumpah ke gaun pesta Ibuku yang duduk di sampingnya.
Demi Tuhan, kalau bukan karena ada Ayah dan Ibu di depanku, aku akan memukul kepala pangeran manja itu sekarang juga.
"Pangeran Henry! Jaga sikapmu!"
Baru kali itu aku mendengar Nenek Margaret berbicara dengan amat tegas. Ia bahkan meminta maaf atas perlakuan cucuknya kepada kami
Usai dimarahi seperti itu, Henry tampaknya amat sangat kesal, ia melipat kedua tangannya dan membisu.
"Pangeran Henry, apa kau mau mencicipi pie Apel buatanku?" Tawar Ibuku beramah tamah saat piring dessert kami telah tiba.
Aku memperhatikan keduanya sembari memotong pie Apel menjadi potongan dadu. Lihat saja, kalau dia berlaku kasar pada Ibuku, dia akan tau akibatnya.
"Terima kasih. Tapi, aku sudah kenyang," jawabnya lalu kembali diam
Ibuku menghela napasnya lalu kembali mengobrol dengan keluarga kerajaan yang lain.
Ketika makan malam telah usai, keluarga kerajaan menetap lebih lama untuk minum teh sekaligus membicarakan bisnis dengan Ayahku.
Aku, Louis, dan Alex dipersilahkan untuk bermain bersama pangeran muda yang suka marah itu. Benar saja demikian, karena waktu Louis tak sengaja menginjak puzzle yang ia telah rangkai, pangeran manja itu mengamuk lalu mendorong adikku hingga jatuh terjerembab di lantai.
Louis yang malang menangis sejadi-jadinya mendapat perlakuan seperti itu dari anak yang lebih tua darinya. Melihat semua itu, aku dan Alex segera bertindak. Alex menenangkan Alex sementara aku tidak bisa tinggal diam melihat adikku di sakiti oleh pangeran manja ini.
Dengan langkah lebar aku berlari kearahnya lalu setelah itu, aku melakukan hal yang tidak pernah di lakukan seorang anak bangsawan manapun.
Aku mendorong Henry hingga jatuh dna mencekik Henry dengan kedua tanganku.
"Berani sekali kau menyentuhku wanita barbar!" Henry yang tak terima pun bergulat denganku dan mendorongku hingga ia berhasil duduk diatasku
"Lepaskan aku, dasar pangeran manja!" Erangku saat ia mencekik ku balik
"Kau yang mulai duluan!" Bentaknya padaku
Cengkramannya pada leherku tidak begitu erat membuatku bisa leluasa menendang tubuhnya. Aku hendak mencakar wajahnya saat tiba-tiba, badanku ditarik kebelakang dan sebuah tangan menahan bahuku
"Berhentilah Victoria! Kita bisa dimarahi Ibu!" Ujar Alex ketakutan
Aku tak mau menurut dan menendang-nendang udara dengan harapan dapat mengenai tubuh Henry yang berada di depanku
"Lepaskan aku, Alex! Aku ingin memberikan pelajaran untuk pangeran muda itu agar tidak memperlakukan orang seenaknya!" Kataku sebelum melepaskan pegangan Alex dan mengejar Henry yang berlari keluar dari ruang bermain kami
"Tolong aku Nenek! Ada wanita gila yang mengejarku!" Henry berteriak sembari berlari menuruni tangga dengan cepat
"Kau yang gila! Dasar pangeran manja!" Balasku, lalu mengangkat ujung gaunku dan berlari menuruni anak tangga
Langkah kakiku yang jauh lebih cepat dari sepatu kecilnya itu membuatku berhasil menarik ujung kerah pakaiannya yang membuat pangeran muda setinggi bahuku itu terjungkal ke belakang
"Dapat!" Kataku
Semangatku untuk membalas dendam menghilang saat aku melihat mata pangeran muda itu tergenang air. Wajahnya memerah, bibirnya membentuk huruf U terbaik yang jelek sekali. Detik selanjutnya, pangeran manja itu meraung keras dengan suara paraunya
"Hei! Kemana perginya pangeran angkuh yang tadi mencekik ku?" Ucapku berusaha menenangkannya atau tidak, aku akan berada dalam bahaya
Dia tidak berhenti dan menangis dengan air mata buaya nya itu. Tak sampai semenit dia mulai menangis, para pelayan berlari ke arahku, diikuti suarah tapak kaki yang kuhapal betul punya siapa
"Victoria Heart Maxwell!"
Suara Ayahku
Aku lekas berdiri dari posisiku yang berjongkok, lalu berbalik dan menghadap menemui Ayah dan seluruh keluarga kerajaan yang menatapku dengan mulut terbuka
"Aku bisa jelaskan—"
"Ikut Ayah sekarang,"
Aku menyempatkan diriku untuk melihat sekilas wajah Henry yang sudah berhenti menangis dan menyungging senyum penuh kemenangannya itu.
Awas saja kau! Batinku lalu kembali menghadap depan dan mengikuti Ayah masuk ke ruangannya
***
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!