NovelToon NovelToon

Meet In Trap

MIT - PROLOG

Biasakan Like bab-nya😉...

Masukin list Fav juga ya🥰

Komentar positifnya biar Author

makin semangat Up, apalagi dapet hadiah🥰

So... I Hope Enjoy The Story

................

Karin Zylene Morgan turun dari mobil mewah keluaran salah satu produsen mobil mewah terbaik dunia, Bugatti la Voiture Noire berwarna hitam yang berhenti tepat di depan loby gedung MK Group.

Mengenakan setelan hitam dengan atasan crop dan rok selutut dengan belahan samping dipadukan dengan tas dan sepatu yang senada membuat Karin berhasil menarik perhatian para karyawan MK Group.

Gadis muda berumur kisaran 25 tahun itu di kenal sebagai satu-satunya pewaris MK Group yang akan meneruskan kejayaan Ayahnya, Tuan Morgan.

Ketukan dari heelsnya terdengar memasuki loby dengan di kawal dua petugas keamanan sampai ke depan lift.

Memasuki loby, Karin sukses mendapat pandangan takjub dari para karyawan, bahkan terang-terangan mereka memuji kecantikan dirinya yang disamakan dengan beberapa artis papan atas, tentu. Sebab telinganya masih berfungsi.

Wanita itu hanya menyunggingkan senyum angkuhnya saat melewati para karyawan MK Group yang nantinya akan menjadi miliknya.

Ting!

Pintu lift pun terbuka, Karin sudah berada dilantai 23.

Ia menyusuri lorong yang tampilannya persis The Palazzo sekelas Las Vegas.

Karin lantas langsung mengetuk pintu pertanda izin.

"Selamat siang, yang terhormat bapak Morgan" Sapa Karin pertama kali.

Morgan yang terkejut sebab pintu tiba-tiba terbuka menampilkan sosok yang ia kenali, langsung berdiri dari kursi kebesarannya.

Morgan tersenyum menatap kearah putrinya, lalu mengajaknya untuk duduk di sofa.

"Bagaimana? Kamu sudah memutuskan mau berada di divisi apa?"

"Ayolah Ayah, aku baru saja kembali kenapa harus cepat-cepat" Ujar Karin melepaskan kacamata hitam yang melekat di wajahnya.

"Kamu harus memulai dari bawah Karin, pendidikan saja tidak cukup untuk membuat ketua komisaris dan dewan direksi memilihmu"Jawab Tuan Morgan menatap hangat Karin.

"Iya, iya .. Berikan Karin waktu sebentar untuk beristirahat Ayah"

"Baiklah, tiga hari dari hari ini. Setelah itu kamu harus masuk seperti karyawan biasa, kamu paham."

"Yes, Im Understand Daddy" Jawab Karin bangkit dari duduknya sambil melihat jam tangan.

"Karin wants to hangout with my best friend, see you Daddy" Karin memeluk Ayahnya, tak lupa memberikan kecupan hangat untuk pria yang menjadi satu-satunya keluarga untuknya.

Baru saja ia akan melangkah pintu kaca itu terbuka menampilkan sosok wanita yang hampir menginjak kepala empat, tentunya Karin langsung mengangkat kepalanya dan memasang wajah datar saat melewati wanita itu.

"Karin, kamu tidak mau ikut makan siang?" Tegurnya.

Karin melirik dari balik bahunya lalu menyeringai dan segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Ayahnya.

......................

Sudah lima tahun semenjak kematian Ibunya, Karin sama sekali tidak pernah menganggap wanita itu sebagai ibunya.

Kebencian yang mendalam masih bergumul di dalam dadanya.

Karin baru saja kembali dari Amerika setelah menyelesaikan gelar Masternya dan kembali untuk memenuhi permintaan Ayahnya agar belajar lebih dalam tentang perusahaan.

Drttt...

"Dimana?"

"Sebentar, lima belas menit lagi aku sampai" Jawabnya pada seseorang dari seberang sana.

Jam menunjukan pukul 18.30 PM pertanda Karin harus buru-buru sebelumn Jessy mengamuk padanya.

Kali ini Karin sudah mengganti pakaiannya dengan style yang sesuai dengan tujuan hangout mereka.

Menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, Karin berhenti di depan sebuah Restoran dimana Jessy dan Safira sudah menunggunya di dalam.

......................

Saat Adam muncul di antara para pengunjung kelab Sky Paradise Hotel yang hiruk pikuk, kemeriahan dekat panggung panjang dengan tiang-tiang penyangga kian semarak. Lima penari striptis muncul dari ujung meja bar yang penuh. Mereka tersenyum manja pada para laki-laki yang memenuhi pinggiran panggung, siap menikmati tarian mereka.

Adam melambaikan tangan pada Jayden yang duduk di sudut ruangan bersama satu teman mereka yang lain, Juan. Kepulan asap putih dari gulungan tembakau menguar dari bibir tebal Jayden, lalu dia menawarkan bir pada Adam.

"Mana Liam, dia belum datang?" kata Adam. "Pesta ini dibuat untuk calon direktur itu dan sekarang dia tidak datang?"

"Mungkin tidak berani datang," jawab Juan.

"Aku sudah mengeluarkan banyak uang." Jayden menenggak birnya lagi. "Awas saja kalau dia tidak datang.

"Hai! Kalian sudah lama?"

Suara berat yang dalam menginterupsi Jayden, dia mendongak, mendengus kasar pada pria yang baru saja mengambil tempat di depan sofanya.

"Kau terlambat terlalu lama, Liam," ucapnya.

Liam hanya tergelak, sambil meminum bir yang diangsurkan Adam padanya.

"Kalian bikin pesta perayaan untuk rencana pengangkatan ku. Sebagai atasan yang baik, aku harus menghargai usaha kalian, bukan?" ujar Liam.

"Pakai air mata buaya nggak? Pura-pura nangis, gitu. Pasti keren," timpal Jayden

"Memang buaya punya air mata?" tanya Juan, keningnya yang putih berkerut halus.

"Nggak tahu. Coba aja tanya sama buayanya." Adam yang menjawab, lalu semua perhatian tertuju pada Liam.

"Sialan," umpat Liam tak tertahan.

"Memang benar kan?" kata Adam pada Liam. "Kalau bukan, kau tidak akan berada di sini sekarang."

"Ya, seharusnya memang aku tidak perlu datang."

"Oh, ayolah, jangan berlebihan." Suara Jayden nyaris pecah menjadi falsetto.

Sementara Adam diam saja, memandangi Jayden yang kembali merokok dari balik gelas birnya.

"Apa hubungannya? Kalian ngomong apa sih?" Biji mata Juan yang secerah permen cokelat tampak Juan, dia memandangi Jayden dan Adam bergantian.

"Pembicaraan orang dewasa, kau tidak perlu memahaminya, Juan." Jayden mengusap bahu Juan yang bidang, lalu mereka berempat saling pandang. Mereka tergelak bersamaan, saat Juan mengangguk dengan tampang cemberut.

"Sebelum pesta dimulai, kita pemanasan dulu." Jayden berdiri, melirik teman-temannya yang bergeming. "Dari pada kita terlihat seperti sekumpulan homo yang tidak laku, lebih baik kita sewa penari untuk bergabung. Ini usulan Adam, bukan aku," jelasnya tanpa diminta.

Musik yang lebih lambat mulai dimainkan, tubuh kurus para penari striptis yang gemerlap di bawah temaram lampu kelab berputar mulus di tiang penyangga. Kaki-kaki kurus nan jenjang para penari melilit di antara tiang sementara tubuh molek mereka bergerak sens*al, para lelaki menyaksikan hanya mampu menahan gejolak horm*ne test*sterone yang kian memprovokasi.

Mereka buru-buru mengambil papan harga yang disediakan untuk para penari, sesaat setelah pria jas hitam dengan dasi kupu-kupu kuning emas naik ke atas panggung. Rambutnya yang tipis diberi gel dan sisir ke arah belakang, batu berlian seukuran tahi lalat yang ditanam di gigi kiri, terlihat mengilap tiap kali dia memamerkan senyum lebar. Pria itu mengumumkan, kalau sebentar lagi lelang akan dimulai.

"Jayden bilang, kau baru memenangkan tender baru. Berapa nominal kontrak yang kau dapat kali ini?" bisik Adam di telinga Liam

Sementara di antara mereka, terlihat seorang pria dengan pakaian casual sedang memperhatikan sesuatu lalu beralih pada ponselnya untuk memastikan.

......................

Perhatian : Semua foto cuma ilustrasi untuk mempermudah gambaran kalian saat membaca, jadi enjoy the story🤍

Karin Zylene Morgan

Morgan

?

Liam Oliver Ramirez

Jayden Nathan William

Adam Luis

Juan Johansen

Jessy Laurent

Safira Natalia

.

.

.

.

.

...🌻🌻🌻🌻...

MIT - TRAP

Dua pelayan bertubuh kurus datang membawa nampan berisi gelas-gelas tinggi vanilla cranberry mimosa cocktail dan sparkling champagne untuk mereka, sementara para hidung belang kian memadati kelab.

Jayden mengajak Juan merapat ke pinggiran panggung, lalu dia menunjuk penari di ujung sebelah kanan, cantik dan mungil, cocok dengan seleranya. Sementara Juan sibuk mengira-ngira, berapa kali para penari itu jatuh saat latihan di tiang penyangga.

"Tidak terlalu banyak, milyaran kurasa," jawab Liam, santai, sembari menyambar segelas champagne.

"Dasar Bre*ngsek!" umpat Adam sambil terkekeh. Kali ini Liam tidak menjawab, hanya menyeringai lalu menenggak champagne dari gelas ketiganya.

"Kenapa keberuntungan masih saja berpihak pada orang bre*ngsek sepertimu?" kata Adam sambil menikmati minuman, mengangsurkan segelas cocktail pada Liam. Dia memandangi Liam yang menghabiskan minuman dalam dua kali tenggak.

"Masih percaya kalau hidup itu keberuntungan?"

Hingar bingar di antara mereka hampir menenggelamkan jawaban Liam, dia menepuk pundak Juan seraya berbisik. "Hidup itu perjuangan, usaha maksimal tidak akan pernah mengkhianati hasil," tambahnya setelah menghabiskan gelas alkohol kelimanya.

Sial, umpat Adam.

Liam bergabung bersama Jayden dan Juan. Adam memperhatikan Liam tengah melepas Gianfranco Ferre suit yang dikenakannya, lalu mengangkat papan harga untuk penari bertubuh paling semampai. Adam masih sulit percaya, betapa beruntungnya hidup sahabat sekaligus salah satu Chief Executive Officer paling sukses abad ini.

Pria 28 tahun, tampan dengan rahang tegas, biji mata sepekat telaga yang mampu mengintimidasi sampai ke titik terendah. Air muka tenang dan dingin. Darah Britania yang mengalir di garis keturunannya, membuat ketampanan Liam terlukis nyaris sempurna. Sialnya lagi, pria 182 senti itu adalah lulusan arsitek terbaik dari Academy of Art University, San Fransisco, California.

Liam bukan tipe pemimpin ramah yang bisa meramu basa basi. Kinerjanya mumpuni dan sulit dipatahkan, ide rancangannya membawa Rez Holdings berdiri kokoh sebagai salah satu pengembang property terbesar di negaranya. Liam bahkan bisa meyakinkan jajaran direksi untuk memilihnya sebagai CEO di usianya yang kini baru menginjak angka 28.

"Apa aku harus jadi bad boy dulu, baru bisa sukses di pekerjaan dan mencari pacar?" Adam merapat ke sisi Liam yang menoleh sekilas, lalu kembali sibuk mengganti nominal papan harga untuk incaran mereka malam ini.

"Kau dokter paling hebat yang dimiliki negara ini, apa itu belum cukup?" kata Liam, tapi Adam tidak mendengarnya karena Jayden berteriak tepat di telinga.

"Selamat Tuan, kau memenangkan Peach." Suara lantang dari pria berjas di atas panggung dengan mikrofon merah di tangan kanan, menghentikan niat Adam mengusap kuping dan memaki Jayden.

Seruan sedih dibuat-buat memenuhi seluruh ruangan, mereka semua seketika mengarahkan pandang pada Liam. Liam tersenyum lebar yang tampak sedikit konyol, tapi tidak mengurangi ketampanannya saat penari itu turun panggung dan merapat kepadanya.

"Kami sudah menyiapkan hadiah untukmu, ada di kamar 4012." Adam melirik Juan dan Jayden yang kini asik main batu gunting kertas bersama Peach. "Masih baru, sewanya mahal. Dasar Bocah," tambahnya, kesal.

Liam mengangguk lalu menenggak champagne dari gelas dia lupa sudah minum berapa gelas, sembari menekan pelipis. Sebagian dirinya tengah menahan perasaan aneh yang lamat-lamat menjalari pikiran dan menekan otak, membuat tubuhnya bereaksi panas dan berkeringat.

"Sudah pengen, belum?" Adam mulai cegukan, kepalanya miring ke kanan lalu ke kiri.

"Apanya?"

Teriakkan Peach yang kalah dan dapat jitakan kecil di kening dari Juan, membuat Liam berpaling dan mengabaikan pertanyaan Adam. Dia memperhatikan Juan sebentar, lalu menyambar jasnya yang tergeletak di sofa sebelum menyampirkannya di bahu Peach. Gadis itu terkejut dan sempat protes, tapi tertunda saat seorang pria berjas menghampiri meja mereka.

Pria berjas tersenyum ramah, sembari membungkuk hormat. "Pesanan anda sudah siap, Tuan Jayden. Kamar 4012."

"Sesuai pesanan?" tanya Jayden.

"Tentu. Barang baru dan anda harus membayar lunas lebih dulu."

Jayden mengeluarkan black card dari saku jas hitamnya yang tersampir di lengan, membuat mata pria berjas membesar dan tersenyum lebar bikin Juan mau muntah kembali terulas.

"Ditunggu sebentar," katanya, lalu hilang di ujung meja bar.

"Aku menambahkan obat pera*gsang di gelasmu, tapi sepertinya dosisnya kurang. Seharusnya aku memberimu dosis lebih dari yang seharusnya, kau kan maniak." Adam melanjutkan. Sembari menahan mati-matian cegukan yang semakin sering.

"Dasar Kep*rat!" Liam menyeringai, dia juga sudah mulai cegukan dan semakin pening. Mereka berdua cekikikan, lalu Liam menepuk bahu Adam dua kali.

"Kau pikir aku impoten?"

"Cuma mau ngetes produk baru. Gratis sih, tapi sayang kalau dibuang."

Pria berjas datang lagi, dia memberikan kartu akses dan black card pada Jayden. "Semoga malam anda menyenangkan, Tuan Jayden," tambahnya tanpa diminta.

Kemeriahan di atas panggung kembali tergelar, ketika Jayden memberikan kartu akses kamar pada Liam. Juan melambaikan tangan berlebihan, saat Liam hilang di antara keramaian pengunjung kelab yang kian penuh. Lelang kedua sudah dimulai.

Dengan pandangan yang kian berkabut Liam menempelkan kartu di layar monitor untuk membuka pintu kamar, tapi sebelum sempat melakukannya pintu sudah terbuka. Ternyata tidak terkunci. Bingung, tapi Liam tidak memedulikannya.

Cegukan sesekali terdengar dari kerongkongannya yang panas, Liam melepas kemeja Valentino yang dia kenakan, membuangnya ke lantai, lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Liam mengerang, gejolak h*srat yang memintanya untuk segera menyatukan diri dengan seorang gadis semakin menguasai.

"Bre*ngsek!" makinya. Entah berapa dosis yang ditambahkan Adam, yang pasti Liam sudah berada di puncak ga*irah, pening dan kesal.

Pintu kamar terbuka, seorang gadis kurus dengan pakaian yang menurut Liam terlalu berbeda untuk ukuran gadis pengh*bur, muncul dengan raut wajah sama tidak sadar dengan dirinya. Namun tak bisa Liam pungkiri kalau paras gadis seperti Peach tidak main-main.

Tak bisa Liam pungkiri kalau paras gadis itu yang tampak masih terkejut karena ini pekerjaan barunya, sangat cantik, tanpa dandanan berlebih yang biasanya melekat pada seorang Pekerja **** Komersial.

"Kemarilah." Liam menggerakkan tangan, kepalanya miring ke kanan, mengerjab berkali-kali. Otaknya kian berdenyut menahan h*srat yang hampir membunuhnya, dia berusaha menajamkan penglihatan yang kian buram. Gadis itu perlahan mendekat

Sementara di sisi lain, seorang wanita nampak di boyong masuk ke kamar 4021 yang berada di seberang.

"Pekerjaan dimulai, siapkan uangnya." Ketiknya di papan keyboard mengirimkan pesan pada seseorang.

Dia terkesiap saat tangan dingin Liam berhasil menarik lengannya sebelum dia mencapai ranjang, lalu mendorongnya dan kini mereka berdiri berhadapan di muka pintu.

"Begini. Aku sedang tidak ingin basi-basi, kita selesaikan ini dengan cepat dan setelah itu kau boleh pergi. Kalau bayarannya kurang, kita bisa bicarakan nanti, sekarang aarrghh, aku bisa mati." Liam kian kesal, obat per*ngsang dan langkah lambat wanita itu membuatnya seperti disiksa di ruang pesakitan.

......................

.

.

.

.

.

...🌻🌻🌻🌻...

MIT - MEET

Tanpa aba-aba Liam sudah membungkamnya dengan ciuman cepat. Gadis itu tertahan perlahan ia mulai membalasnya, membuat Liam menyeringai.

Liam mendorong tubuhnya hingga membentur pintu, menahan pergelangan untuk menahan gerakan.

Liam semakin menghimpit tubuh gadis itu dengan agresif, lalu menjejalkan sebelah tangannya ke balik pakaian gadis itu. Liam sadar dan kembali tersenyum saat dia direspon dengan baik oleh wanita yang ada di hadapannya.

Sayangnya obat per*ngsang lebih mendominasi.

Liam menyeret cepat lalu membantingnya ke ranjang. Liam merangkak menaiki ranjang. Sekali lagi Liam sadar ini salah, dia tahu kalau dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan kesenangan semacam ini lagi, tapi biarkan kali ini saja, pikirnya. Permainan mereka kian bergelora.

Liam menarik kakinya sampai dia telentang di ranjang, tanpa perasaan Liam mulai mengger*yangi tubuh gadis itu, dia tidak peduli.

Liam melepas sisa pakaian yang menutupi tubuhnya, dia memandangi gadis di bawahnya dalam perasaan campur aduk. Liam mencoba berhenti tapi tidak mampu melakukannya, tertegun saat terdengar des*han kecil dari bibir gadis itu.

"Oh, Baby" gumam Liam, serak.

Horm*ne testoster*n sudah membakar ubun-ubunnya, mengusai penuh kesadarannya. Tanpa pernah bisa lagi ditahan, Liam melepaskan seluruh hasr*tnya pada gadis yang berada di bawahnya dengan permainan seimbang sesuai perintah yang di berikan sepanjang malam itu.

......................

"Karin!!" Teriakan Morgan menggema di seluruh rumah mencari keberadaan putrinya sambil memegang sesuatu di tangan kanannya.

"Dimana anak itu!"

"Tenang, Karin pasti masih tidur. Kita dengarkan penjelasannya nanti, biarkan dia istirahat dulu" Ucap Riana Ibu tiri Karin.

"Tidak bisa, Kau pikir ini bisa di bicarakan nanti!" Jawab Morgan menelpon seseorang dari kontaknya.

Riana nampak menyabarkan suaminya sambil mengelus lembut lengan Tuan Morgan.

"Anak itu." Gumamnya.

......................

Karin mengerjabkan matanya, menelisik mencari keberadaan Safira dan Jessy.

Gadis itu merasakan sesuatu melingkari perutnya dan saat ia menoleh kesamping, Memaku. Itulah yang Karin lakukan setelah semua efek minuman keras yang bersarang di tubuhnya habis, dia memandangi sosok pria yang memeluknya dalam satu selimut yang sama, dengan perasaan campur aduk dan gemetar.

"Sadar Karin!" Ia menampar dirinya sendiri dan mencoba mengingat apa yang sudah ia lakukan kemarin malam.

Karin masih syok, dan bergerak gelisah bola matanya bergerak dengan cepat, keringat membanjir. Perlahan Karin melepaskan tangan pria itu darinya dan mengenakan kembali pakaiannya yang tercecer di lantai secepat mungkin. Tubuhnya masih lelah akibat kejamnya Liam dengan efek obat pera*gsang yang di konsumsinya. Karin tidak menemukan kata, apa lagi kalimat pantas untuk diucapkan, sebagai penjelasan atas perbuatan yang sudah dia lakukan.

Karin memandangi pria yang masih tertidur pulas di ranjang sambil menggigit jarinya bersandar di lemari, pikirannya kacau. Jika ia buka suara mungkin saja pria itu akan memerasnya karena telah tidur dengannya, terlebih sepertinya kemarin malam Karin menerima semuanya dalam pengaruh alkohol.

Dengan cepat ia meraih ponselnya dan pergi dari kamar itu sesegera mungkin tanpa mengetahui sebuah foto tak pantas sudah di kirimkan kerumahnya.

Tak berselang lama masuk seorang pria yang sedang menghisap sepotong rokok, lalu duduk di sofa single yang berada di pojok dekat jendela kaca.

"Bagaimana?" Tanya Jayden mengepulkan asap putih dari mulutnya.

Liam tersenyum sumringah, "Sayang sekali dia cuma pengh*bur .. Jika dari keluarga baik-baik, aku akan menikahinya, terlalu disayangkan jika tub*hnya dinikmati banyak pria hidung belang" Jawab Liam sambil bersandar di punggung ranjang dan menatap sesuatu yang menurutnya aneh.

"Ada apa?" Tanya Jayden selaku sponsor untuk kesenangan tadi malam.

"Benar-benar pemain baru rupanya" Celetuknya pelan saat menyadari ada darah segar di seprai putih.

"Sialan, seharusnya aku saja yang duluan" Rutuk Jayden iri pada Liam.

Saat mereka asik bicara, seorang wanita masuk kedalam kamar. Liam dan Jayden sudah tak asing, itu Peach yang terlihat membawa nampan berisi makanan ditangannya.

"Kau pegawai hotel?" Tanya Jayden terkejut.

"Part time" Jawab Peach tersenyum manis sambil meletakkan makanan Liam di atas meja.

"Kau baik-baik saja jika harus bekerja lagi? Apa kemarin malam Liam tidak menghajarmu habis-babisan?" Lagi-lagi Jayden bertanya, tapi Peach terlihat mengernyitkan dahi, bingung.

"Bukankah kemarin malam kau sudah tidur? Pintunya terkunci, jadi aku tidak jadi melayani mu tapi masuk ke kamar Juan karena dia menarikku, aku pikir sama saja" Jawabnya, yang tentunya sukses membuat Jayden dan Liam saling menatap kaget lalu beralih pada Peach.

"Kau yakin? Coba di ingat-ingat lagi? Mana mungkin Juan .." Ucap Jayden tak percaya.

"Hmm, aku dengannya tadi malam kalau mau tanya saja padanya" Jawab Peach yang jadinya ikut bingung, ada apa dengan dua pria di depannya ini.

"Astaga, aku harus melayani tamu lain. Semoga hari kalian menyenangkan, aku pergi dulu" Sambungnya dan langsung berlari kecil keluar kamar.

"Tunggu dulu, jadi yang tadi malam .. "Bukan Peach, lalu siapa?" Menjadi pertanyaan di otak keduanya.

"Apa mungkin kau cuma mimpi dan tertidur tadi malam?" ejek Jayden yang masih bisa tertawa di situasi saat ini.

"Kau pikir aku apa! Aku yakin, aku ingat betul rasanya dan aku bahkan," ucapan Liam terhenti dan beralih menatap Jayden.

"Bahkan apa? Jangan bilang kau meninggalkan jejak? Tidak kan, kau tidak mungkin melakukan itu"

"Tapi sepertinya iya, obat Adam benar-benar gila, aku bahkan menggila tadi malam" Seketika juga Jayden melemparkan bantal sofa kearah Liam, "Sialan, kau tahu apa konsekuensinya jika melakukan itu!" Marahnya.

Jayden bangkit dari duduknya dan menelpon tim keamanan hotel untuk mencari informasi wanita yang satu kamar dengan Liam.

......................

Plak!

"Apa-apaan ini Karin?! Kau mau membuat muka Ayah malu!" Bentak Morgan sambil melempar beberapa foto pada putrinya itu, ia tak habis pikir bagaimana bisa putrinya melakukan hal itu dengan mudah.

"Mau di taruh di mana muka Ayah kalau sampai berita ini terdengar media!" Teriak Morgan sekali lagi memarahi Karin.

Ia memegang tengkuk lehernya, tekanan darahnya naik, mata dan wajahnya memerah urat tangannya menonjol keluar satu tangan mengepal kuat.

"Ma-maafkan Karin Yah, Karin benar-benar tidak sadar" Ucap Karin bersimpuh di kaki Ayahnya.

"Please. Maafkan Karin Yah, Karin tidak akan mengulangi kesalahan lagi" Pintanya sambil menyatukan tangannya memohon pada Ayahnya.

"Tenang, ada baiknya di bicarakan baik-baik. Karin juga pasti masih syok" Ujar Riana mengelus lembut pundak Morgan yang duduk di sofa.

Karin sanggup menerima konsekuensi apapun yang di berikan Ayahnya, selama ia tidak di asingkan lagi dari rumah.

"Sekarang mau di apakan lagi? Nasi sudah menjadi bubur" Gumam Morgan.

"Menurutku sebaiknya kita mencari pria yang membuat Karin di posisi sekarang dan membuatnya bertanggung jawab" Saran Riana pada suaminya.

Oh, tentu saja Karin langsung membelalakkan matanya mendengar ucapan ibu tirinya itu.

Ia mendongak menatap tajam Riana yang berdiri disamping sofa Ayahnya.

"Sialan, dia mau menyingkirkan ku dengan perlahan!" Gumamnya dalam hati.

"Baiklah, Ayah akan mengampuni kamu dan mencari pria yang harus bertanggung jawab atas dirimu" Ucap Morgan final tanpa bisa di sela karena pria itu sudah beranjak pergi dari ruang tamu meninggalkan Karin yang masih bersimpuh sendirian.

Saat ia akan bangkit, langkah kaki terlihat mendekatinya.

......................

.

.

.

.

.

...🌻🌻🌻🌻...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!