...Happy Reading Guys🤗🤗...
...Tandai Typo✊✊...
...Kembali lagi bersama Author dalam Novel Dreams👏👏👏 semoga kalian suka ya guys...
...See you next chapter 💚💚...
Mark menaiki tangga dengan terburu-buru. Wajahnya tampak begitu cemas seakan-akan akan ada hal buruk yang terjadi jika dia tak segera sampai di roof top.
Perlahan Banginya mulai menjelajah ke atas,mencapai anak tangga satu persatu hingga habis. Tangannya segera mendorong kuat pintu roof top.
Begitu terbuka, pemandangan pertama yang ia lihat adalah seseorang tengah berdiri tegak di pinggir roof top.
Mark segera berlari menghampiri orang tersebut yang kita kenal sebagai kawan baiknya di kelas. Dengan langkah cepat dia segera menarik tangan orang tersebut sebelum jatuh bebas ke tanah.
"Apa yang mau lo lakuin? Jangan konyol deh!" protes Mark khawatir.
Orang itu membalasnya dengan sebuah senyum simpul. Dia fokuskan kedua matanya menatap ke bawah sana. "Gue sakit. Dan gue butuh bantuan lo biar sembuh"
Sekarang orang tersebut balas menatap Mark dengan cermat. Dia berjalan mengitari tubuh Mark sambil memegang pundak pemuda tegap itu.
"Elo mau bantu gue nggak?" tanyanya berhenti didepan Mark. Tanpa ragu lagi, Mark segera mengiyakan permintaan itu.
"Jadi gitu ya?" balas orang itu lalu bergerak ke belakang tubuh Mark secara pelan. Lalu dengan sangat hati-hati dia mendekatkan mulutnya ke telinga Mark dan membisikkan sesuatu padanya.
"Kalo mau gue sembuh... Lo harus mati Mark!" ucapnya sontak membuat mata Mark membulat dengan sempurna.
Niatnya Mark mau berbalik atau kalau bisa kabur saja dari sana. Namun semuanya hancur karna secara cepat tubuhnya didorong jatuh kebawah.
Mark tak sempat untuk menyelamatkan diri. Semuanya terjadi begitu cepat sampai-sampai ia tak sadar kalau kini ia sudah sampai di tanah.
"Akh...." rintihnya saat merasakan kalau tubuhnya pasti sudah terluka dengan parah mengingat ia sudah jatuh bebas dari lantai tiga sekolahnya.
Pandangannya mulai kabur. Dia bisa rasakan bahwa cairan merah dalam dirinya sudah menggenang banyak disekitarnya. Mark juga bisa merasa kalau banyak tulang-tulangnya patah akibat benturan hebat tersebut. Namun sayang yang bisa ia lakukan saat ini hanya menatap langit yang bertaburan bintang-bintang.
Jangankan untuk meminta tolong, merintih saja dia sudah tak bisa. Terlalu susah untuk membuka mulutnya. Lagian Mark percaya pasti tak ada orang disekitar sini. Siapa juga yang mau datang ke sekolah saat malam-malam tiba.
Buat apa juga mereka datang kesini. Kalau sudah begini, Mark nyesel banget mau datang ke sini karena panggilan seseorang. Dia menyesal karena sudah tertipu oleh sahabatnya sendiri. Sahabat yang udah ia anggap sebagai saudaranya sendiri tapi malah tega mendorongnya dari roof top.
"Bisa gak gue minta setidaknya ada satu orang saja ada disini. Gue mohon satu orang aja." Mark berkata dalam hati. Ia sungguh tergeletak di tanah. Tubuhnya mati rasa, namun dirinya masih sangat sadar. Mark bahkan mengingat bagaimana kejadian mengenaskan ini bisa terjadi.
"Bukan buat nangkap si pelaku ataupun nyelametin nyawa gue yang gue sendiri nggak yakin bakal selamat. Tapi gue mau satu orang ada disini, menemani sisa hidup gue. Gue mau ada seseorang yang lihat senyum terakhir dari gue. Gue mau lihat seseorang sebelum akhir dari hidup gue....."
Tanpa Mark sadari, air mata nya mengalir sederas darah segar yang juga mengalir entah dari bagian tubuh nya yang mana. Yang pasti darah itu sudah membasahi apapun di sekitar Mark.
Namun tiba-tiba...
"Bang Mark.........!" panggil seseorang dari kejauhan. Mark terkejut lalu tersenyum senang saat menyadari kalau doanya terkabul.
"Bang Mark ..." panggil orang itu sekali lagi. Dia segera menaruh kepala Mark dalam pangkuannya. Wajahnya nampak begitu cemas.
"Kenapa bisa gini, Bang? Siapa yang lakuin ini ke Abang? Siapa yang buat Abang begini?" tanyanya sambil mengusap wajah Mark yang terciprat darah.
Mark hanya tersenyum manis menatap pemuda dihadapannya itu. Dia cukup senang saat tahu ada seseorang yang datang menemani sisa hidupnya.
"Apa dia masih ada disini, Bang Mark? Bang tolong jawab!!!" seru pemuda itu. Namun Mark malah membalasnya dengan gelengan kepala.
Pemuda itu kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling sekolah yang mulai mencekam.
"Makasih-ya, udah-da-teng..." ucap Mark tersengal-sengal sebelum akhirnya menutup kedua matanya rapat.
"Nggak,Lo nggak boleh nutup mata! Cepet bangun lagi! Bang Mark, bangun!! Bang Mark!!!!" teriakan itu menggelegar ke seluruh sekolah disaat pemuda itu menyadari kalau Mark sudah tak bernyawa.
Tak lama kemudian, hujan mulai turun dan membuat suasana di sana tambah pedih saja. Pemuda itu menangis sejadi-jadinya memeluk tubuh Mark yang perlahan mulai dingin.
"Ada yang bilang kalau malam memang ditakdirkan gelap selamanya. Malam selalu identik dengan yang namanya kesepian. Tapi bagiku, malam adalah sebuah anugerah yang semesta beri padaku yang merasa kesepian. Malam begitu menggambarkan diriku yang begitu merindukan cahaya matahari. Mungkin sebagian dari kalian penasaran kenapa aku lakukan hal keji itu. Tak ada alasan berarti. Aku lakukan karena aku mau. Aku mau sembuh. Aku mau hidup normal seperti yang lainnya. Apa salah meminta hak ku?" -...-
"Ah elah tuh anak kemana sih? Kaburnya lama benget deh!" keluh Jaemin tengah berdiri didepan rumahnya dengan sebuah payung digenggaman nya.
Kalau ada yang penasaran apa yang sedang pemuda bermarga Lee itu lakukan dalam keadaan hujan, maka jawabannya adalah Jeno. Jaemin sedang nunggu kedatangan Jeno.
"Kalo papa mama pulang bisa gawat nih. Bilangnya cuma sebentar tapi udah dua jam gak balik-balik. Pergi kemana sih dia?" heran Jaemin sambil celingukan ke gerbang.
Rumah Jaemin sama Jeno itu terbilang lumayan besar. Ada gerbangnya tapi nggak gede-gede amat lah. Bisa dibilang sedang.
Jaemin mencoba menelpon Jeno. Namun tak jauh dari sana terdengar nada dering dari hp kembarannya itu. Hal ini membuat Jaemin heran. Kok ponsel Jeno deket dari sini? Apa jangan-jangan Jeno nggak pergi terlalu jauh?
Tak lama kemudian datanglah oknum yang membuat hati Jaemin resah. Langsung saja Jaemin menodong Jeno dengan ribuan pertanyaan.
Namun sayangnya tak dijawab sama sekali. Si oknum yang bernama Lee Jeno itu malah nyelonong pergi melewati Jaemin begitu saja. Tanpa ucapan maaf, tanpa kata, tanpa berhenti dulu, bahkan tanpa melirik Jaemin sekalipun.
Rasanya sakit cuy. Udah capek-capek nunggu, Eh giliran datang malah dicuekin. Bayangin aja kalau diposisi Jaemin sekarang, udah pasti sakit hati.
Ditambah lagi dengan ucapan yang keluar dari mulut Jeno yang sukses buat Jaemin tambah sakit hati.
"Bisa nggak jangan ganggu gue malam ini!? Risih gue!!!"
Begitu mendengar ucapan itu mulut Jaemin langsung manyun dengan kesal. "YAK!! GUE UDAH NUNGGU LAMA DAN INI BALASANNYA?? MENDING PERGI AJA DEH JANGAN BALIK LAGI! DASAR NGGAK TAU DIRI" maki Jaemin sambil menatap punggung Jeno yang perlahan mulai memasuki rumah.
"Tau gitu gue nggak nunggu dia, mending tidur di kamar. Arghh....!" rengek Jaemin sambil meremas rambutnya saking kesalnya.
Pemuda itu lalu berjalan menuju rumahnya dan mencoba untuk menenangkan pikirannya. "Eits,tunggu dulu deh!" tiba-tiba langkahnya terhenti.
"Kok tadi gue lihat ada darah sih di baju Jeno. Emang dia habis ngapain?" heran Jaemin baru menyadari hal aneh itu.
Dan pada akhirnya, pemuda itu hanya berdiri diam saja tanpa melangkah lebih lanjut. Pikirannya tengah berputar mencoba menjawab semua kemungkinan yang ada.
Tapi yang namanya juga Lee Jaemin. Mau mudah atau sulit tetep nggak bisa. Ujung-unjungnya pasti nanya sama Jeno.
"Aahh!!! Gue nanya ajalah nanti!" putus Jaemin cepat. Tuh kan bener. Pada akhirnya Jaemin bakal pilih jalan pintasnya, yaitu nanya langsung sama orangnya.
Katanya sih karena nggak mau buang-buang waktu buat mikir atau nggak mau mikir mungkin.
Entahlah.
BRAK!!!
Tiba-tiba terdengar suara kencang dari arah gerbang yang sukses buat Jaemin tersentak. Pemuda itu segera melayangkan tatapannya ke arah gerbang dengan kepo.
Dari tempatnya berdiri Jaemin bisa lihat kalau ada bayangan seseorang tengah berdiri didepan gerbang rumahnya. Emang nggak terlalu jelas, tapi bisa Jaemin pastiin kalau itu seorang laki-laki.
Yang buat Jaemin heran adalah kenapa orang itu hanya berdiri diam aja? Jaemin yakin dari tempat orang itu dia pasti bisa lihat kehadiran dirinya disini. Apalagi dirinya memegang payung dengan warna yang sedikit mencolok. Pasti akan terlihat jelas dan mustahil keberadaan nya tidak terlihat.
"ADA KEPERLUAN APA YA PAK!!??" teriak Jaemin sambil berjalan mendekat. Jaemin takut suaranya tak terdengar dalam keadaan hujan yang lumayan deras ini, jadi dia teriak saja.
"Mau cari siapa, pak?" tanya Jaemin begitu sampai ditempat. Dia membuka gerbangnya sedikit.
Orang itu hanya menundukkan kepalanya. Tak menatap Jaemin sekalipun. Hal ini membuat Jaemin jadi enggan untuk memulai kembali percakapan ini. Dia merasa ada yang aneh dari orang itu.
Siapa juga yang nggak sepemikiran kayak Jaemin. Nih bayangin aja ada diposisi dia sekarang. Malam-malam dalam keadaan hujan ada orang asing berdiri di depan gerbang tanpa pakai payung ataupun jas hujan. Iya kalian nggak salah baca. Orang itu emang nggak pakai payung atau jas hujan. Berarti dia kehujanan.
Jaemin dibuat tambah heran saat melihat telapak tangan orang tersebut yang penuh dengan darah dengan sebuah sobekan kecil pada pergelangan tangannya.
"Maaf kalau boleh saya tau, ada urusan apa ya datang kesini?" tanyanya pelan. "Tangan anda kenapa ya? Kok banyak darahnya?" tanya Jaemin mencoba se-sopan mungkin.
"Bukan salah gue! Itu bukan salah gue!!" balas orang itu heboh.
Jaemin tersentak kaget karena teriakan tiba-tiba dari laki-laki itu. "Hah,maksudnya?"
"Bukan salah gue! bukan-bukan..."
Orang itu mulai bertingkah aneh. Dia menutupi kedua telinganya dengan telapak tangannya secara erat sambil menggumamkan kalimat 'bukan' secara terus menerus.
Jaemin jadi panik sendiri. Bukan karena tingkah orang tersebut tapi karena dia merasa mengenali suara orang dihadapannya ini. Dia seperti mengenal pemilik suara itu.
Akhirnya Jaemin memberanikan diri untuk mengangkat wajah orang itu untuk memastikan apakah dugaannya benar atau salah.
Dan alangkah terkejutnya ia saat melihat wajah orang itu ternyata sesuai dengan dugaannya. Ternyata orang dihadapannya ini adalah teman di sekolah barunya.
"Bukan salah gue, bukan salah gue....!!"rintih orang itu sambil terus menutupi kedua telinganya.
"Apa yang terjadi? Napa lo bisa kayak gini sih?" tanya Jaemin merasa bingung.
Orang itu menatap mata Jaemin sambil menggelengkan kepalanya secara cepat. "Bukan salah gue. Semuanya bukan salah gue, bukan salah gue!!"
"Ngomong yang jelas! gue nggak tau maksud lo!!" ucap Jaemin merasa kebingungan. Namun orang itu terus saja bergumam tak jelas yang sukses membuat Jaemin tambah pusing.
"Sebenarnya apa yang terjadi sih? Kenapa lo bisa berdarah kayak gini? lo habis darimana?" tanya Jaemin merasa cemas. Tapi sayang semua pertanyaan yang ia ajukan tak digubris sama sekali olehnya. Orang itu justru berpaling menjauhi Jaemin. Dengan cepat Jaemin segera mengejarnya.
Namun baru beberapa langkah saja dia dibuat kaget saat melihat temannya pingsan. Segera ia membuang payungnya dan berlari menghampiri orang yang kita yakini sebagai teman Jaemin.
"Anjir!!!" maki Jaemin saat mencoba membangunkan temannya itu. "Woy jangan pingsan disini dong!! Bangun, ayo bangun!!"
Jaemin mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencoba mencari bantuan bila ada. Tapi sial,ctak ada orang yang ia temui. Ditambah lagi satpam yang biasanya jaga didepan sedang pergi mengunjungi anaknya yang sakit.
"Ahh....kenapa lo pingsan sih, Njun. Renjun bangun dong!! Plis jangan nyusahin gue!!" Jaemin mencoba untuk menyadarkan Renjun di tengah derasnya hujan.
Seberapa kesal dan bentakan yang Jaemin keluarkan nyatanya tak buat Renjun bangun dari pingsannya. Pemuda itu tak membuka matanya barang sedetikpun.
Sepertinya tak ada pilihan lain selain menggendongnya. Sepertinya Jaemin harus melakukan pilihan itu daripada ia harus lama-lama kehujanan, bisa-bisa ia sakit.
"Gue bakal minta imbalan kalo lo udah bangun nanti!! Habisnya nyusahin sih" rutuk nya sambil mengangkat tubuh pemuda bermarga Huang itu.
"Ah kok lo berat banget sih!! Makan apa aja??" makinya sambil terus berjalan. Jaemin memang suka mengomel.
Selama perjalanan, Jaemin terus aja ngomel-ngomel. Entah itu tentang berat badan Renjun, jalan ke rumahnya yang mendadak lebih jauh, dan masih banyak lagi. Semua jadi bahan omelannya bahkan semut yang lagi jalan aja diomelin karena dianggap menghalangi jalannya.
Satu hal yang tak ia lakukan, yaitu mengomeli Jeno yang tengah menatapnya dengan serius. Ya, sayangnya Jaemin tak lihat kalau sedari tadi Jeno tengah menatapnya dari jendela kamarnya secara tajam.
Masih pagi saja seorang Lee Jaemin di buat pusing oleh kelakuan tak bermoral dari seseorang. Rasanya Jaemin mau ngilang dari dunia kalau bisa. Tapi sayangnya ia bukan Harry Potter yang bisa ngilang begitu saja.
Bagaimana dia tidak merasa kesal, pagi-pagi bukannya sarapan eh Jeno malah ngegas. Bikin darah Jaemin mendidih saja.
"Pagi-pagi jangan bikin ulah bisa? Plis gue mau sarapan dengan tenang!" pinta Jaemin lalu menaruh sereal ke mulutnya.
Pandangannya lalu beralih ke arah kembarannya itu. Sumpah Jaemin sudah gedeg banget. Ditambah lagi soal semalam.
Perlu dicatat mengenai semalam Jeno pergi kemana Jaemin belum tahu. Jadi sebenarnya dia ingin menanyakan nya, tapi belum juga di tanya eh si Jeno malah ngamuk. Nyebelin banget kan???
Jaemin memandang Jeno dengan wajah malas. "Bisa duduk nggak? Mau sarapan kan?"
"Dih pede amat loh!" ejek Jeno dengan mulut nyinyir-nya. Ingin rasanya Jaemin cubit mulut itu agar tidak bisa ngomong seterusnya. Habisnya bikin kesel saja.
Jaemin meletakkan sendoknya dan berganti menatap Jeno dengan tajam seakan siap untuk memangsa korbannya itu. Sedangkan Jeno balas menatap Jaemin dengan pandangan meremehkan.
Sepertinya perang bakal segera pecah. Untung saja kedua orang tua mereka tidak ada di rumah jadi mereka bisa bebas melancarkan aksinya tanpa beban lagi.
Jaemin sudah menyiapkan peralatan perangnya berupa sendok dan garpu sementara Jeno sudah siap dengan pensil di saku bajunya.
Dalam hitungan beberapa detik ke depan suasana disini pasti sudah berubah seperti kapal pecah. Itu pasti.
"Lo salah besar udah bangunin beruang yang lagi tidur" ujar Jaemin.
"Beruang pala lo!!! Pede amat!!!" Ejek Jeno... lagi
"Eh jaga mulut lo ya!!! Gue kakak elo tahu, hormat dong!!" ucap Jaemin berdiri dari duduknya.
"Dihh, nggak sudi banget gue ngormatin orang kayak elo. Yang ada harga diri gue bakal jatuh" tolak Jeno sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Eh elo kok-..."
"BISA DIEM NGGAK SIH!!!"bentak seseorang yang sedari tadi duduk dengan tenang. Sontak Jaemin langsung duduk lagi karna takut.
"Gue lagi sarapan jangan berisik!" lanjutnya dengan ketus dan langsung dapat tatapan tak suka dari Jeno. Sedangkan Jaemin lanjut memakan sarapannya.
"Maaf ya nak Renjun kalo keganggu" kata bibi dari arah dapur sambil membawa bekal makanan. "Mereka emang sering bertengkar apalagi kalo nyonya sama tuan lagi pergi. Jadi maklumi aja ya. Silakan dimakan lagi sarapannya!!"
Bibi lalu menaruh bekal makanan itu ke dalam tas Jeno tanpa seizin pemiliknya. Sang pemilik tas alias Jeno jelas tak suka akan hal itu. Dia berniat mengeluarkan bekal tersebut tapi langsung dicegat oleh bibi.
"Eh.. jangan diambil!!! Kalo nggak mau sarapan, bawa ini, bisa makan dijalan. Udah jangan nolak!!"perintah bibi.
"Nggak mau!"
"Jeno dengerin bibi dong!! Jangan keras kepala!" ucap Jaemin ikutan nimbrung. Dia nggak suka aja ada yang bantah ucapan bibi karena bagi Jaemin bibi itu seperti orang tuanya sendiri terlebih lagi saat kedua orangtuanya pergi maka bibi lah yang menggantikan posisi keduanya. Jadi dia nggak suka kalau Jeno nolak ucapan bibi.
"Dibawa aja apa susahnya sih?"
"Nggak suka kali ada gue disini" celetuk Renjun yang sibuk memakan serealnya.
"Tuh nyadar" sambar Jeno cepat namun langsung dapat pukulan dari bibi. "Aww...sakit tau!!"
"Makanya sopan kalo ngomong. Itu tamu loh"bisik bibi. Jeno hanya manyun karena kesal sementara Jaemin tengah tertawa dengan puas.
"Males ah gue berangkat aja, daripada disini terus malah nabung dosa aja!" pamit Jeno main nyelonong pergi.
"Ya pergi, pergi aja sana! Jalan kaki sana ke sekolah!" teriak Jaemin kegirangan. Nggak ada akhlaknya dia. Kembaran sendiri lagi marah bukannya dibujuk malah diledek. Dasar Jaemin.
"Jangan bicara gitu dong, Nana! Kasihan Nono-nya nanti capek nyampe sekolah!" ucap bibi merasa khawatir.
"Orang kayak dia nggak perlu dikhawatirin, biarin aja. Udah besar juga" balas Jaemin cuek. "Kalo gitu Jaemin berangkat aja ya bi'. Takut kesiangan" pamit Jaemin.
"Yuk Njun!!" ajaknya.
"Naik apaan?" tanya Renjun belum beranjak dari duduknya.
"Bus lah! Terus apaan? Masa helikopter!" canda Jaemin dengan tawa khasnya.
Renjun hanya memasang wajah dinginnya dan itu jelas buat Jaemin jadi mati kutu. Ah kalo gini Jaemin nyesel deh udah berani bercanda sama keturunan pemilik hotel bintang lima. Ternyata level bercanda mereka beda juga ya.
Bukannya berusaha mencairkan suasana, Renjun malah nyelonong pergi sambil teleponan dengan seseorang. Jaemin pun segera berlari menyusulnya.
"Woy!!! Tungguin napa! Ini masih rumah gue loh!" teriak Jaemin sambil mencoba mengejar ketertinggalannya.
"Woy lagi ngapain sih? Kok bengong?" sapa Jisung. Pemuda itu berjalan mendekati Jaemin dengan langkah perlahan. Terlihat dari wajahnya sih sepertinya Jaemin sedang badmood. Ok Jisung gak boleh salah ngomong kalau gitu. Dia harus bersikap normal.
"Gue itu lagi kesel banget sama-"
"S-sst.....!!" potong Jisung cepat sebelum Jaemin mengeluarkan semua uneg-unegnya. "Nggak usah ngomong, gue nggak mau tau apa masalah lo. Gue aja masih banyak masalah yang belum diberesin nggak mau nambah mikirin masalah lo!"
"Cih...siapa juga yang mau nambah masalah lo. Lagian gue juga mikir-mikir kali mau ngasih tau masalah gue ke siapa. Nggak kayak lo juga, malah nambahin masalah ke gue" balas Jaemin sinis.
Jisung tersenyum getir. Dia mengerutkan dahinya dengan perasaan kesal. "Apa bedanya sama elo bang??? Gue rasa kita sama aja deh. SAMA-SAMA BAWA MASALAH! HAHA....!!!"ucap Jisung dengan teriakan di bagian akhirnya.
Setelah puas meledek Jaemin, Jisung langsung ngacir pergi dari pandangan Jaemin. Mungkin takut kena sentil sama tuh orang. Kan nggak ada yang tahu kalau Jaemin marah bakal lakuin apa ke lawan bicaranya. Kalau tiba-tiba Jaemin men-sleding kepala Jisung sampe bocor siapa yang bakal dirugiin disini?
Jelas Jisung lah. Belum lagi kalo nanti Jaemin beralasan kalau dia tak sengaja ngelakuin itu sebab Jisung yang mulai dulu. Kan Jisung juga yang bakal repot.
Udah kepalanya bocor ditambah pelakunya malah nyalahin dia. Ah....pusing
"Wah benarkah??..."
"Ah, itu nggak mungkin. Masa iya bunuh diri sih. Gue rasa nggak mungkin" komen seseorang yang sampai ditelinga Jaemin begitu menginjakkan kakinya kedalam kelas.
Bisa dikatakan keadaan kelas Jaemin sekarang tak layak kita sebut sebagai kelas. Gimana enggak? Coba bayangin aja, mana ada kelas yang bangkunya berantakan kemana-mana.
Letaknya sungguh tak beraturan. Ada yang lurus ke kanan, menyamping ke kiri, serong ke timur, ada yang kebalik, ada juga yang letaknya dipojok kelas. Bahkan yang paling parahnya ada yang numpuk ke atas.
Sungguh tak layak dipanggil sebagai kelas. Kalian setuju kan??
Begitu tiba dikelasnya, pemandangan pertama yang ia lihat adalah sekelompok orang yang tengah sibuk bergerombol. Entah apa yang sedang dibahas. Tapi bisa Jaemin pastikan kalau itu pasti tentang gosip terbaru disekolah ini. Itu pasti.
Tahukan kenapa Jaemin bisa yakin dengan itu Kalau ditengah-tengah kerumunan itu ada Haechan pasti mereka semua lagi bahas tentang gosip terbaru disini. Tidak diragukan lagi.
Daripada menambah beban pikiran yang emang udah menumpuk sejak pagi tadi, Jaemin memilih untuk acuh dengan kelompok itu dan memilih untuk duduk di bangkunya saja.
Pemuda itu berjalan dengan sangat hati-hati melewati kerumunan itu tanpa suara sedikitpun. Kalau ia mengeluarkan suara bahkan sekecil detikan jarum jam, ah pasti dirinya bakal langsung diseret kesana.
Jadi untuk mengantisipasi hal tersebut, Jaemin memilih untuk memutar langkahnya lebih jauh dari biasanya. Biarlah ia jalan lebih lama dari biasanya tapi yang terpenting ia bisa menghindari mereka dengan sukses hingga pelajaran dimulai.
"Jaemin!" panggil seseorang yang membuat langkah pemuda bermarga Lee itu terhenti.
Jaemin memejamkan matanya berharap suara tadi hanya halusinasinya saja dan dia bisa segera pergi ke tempat duduknya dengan sukses.
"Eh itu Jaemin udah datang loh!!!" sapa seseorang lagi.
"Oh benerkah!" balas yang lain dengan heboh. "Wah... Lee Jaemin, HEI BRO SINI!"
Jaemin membalikkan tubuhnya guna menatap sang lawan bicaranya yang tengah berdiri dengan senyum manis di bibirnya. Mau tak mau Jaemin membalasnya dengan sebuah senyum yang sedikit dipaksakan.
"Ah, gue rasa hari ini nggak bisa gabung. Ada banyak urusan, jadi gue mau duduk aja ya!" tolak Jaemin selembut mungkin.
"Ah elah biasanya lo yang paling semangat kalo ada gosip baru" ucap orang itu dengan sedih. "Nanti aja ngurusnya. Gue punya gosip baru nih, fresh abis. Elo pasti belum denger. Hot berita nih!" tawar orang itu.
"Nggak ah, gue sibuk. Gue mau belajar aja! Silakan lanjutin pekerjaan kalian Lee Haechan" balas Jaemin lalu berlalu pergi menuju tempat duduknya dengan cepat.
Namun belum juga Jaemin merilekskan tubuhnya, dia dibuat terkejut dengan kalimat yang Haechan lontarkan kepadanya dengan nada yang lumayan keras. Bahkan satu kelas saja bisa mendengarnya.
"MARK MATI TADI MALAM KARNA JATUH DARI ROOFTOP! Elo udah denger tentang itu??"
Jaemin jelas terkejut mendengar kalimat dari Haechan barusan. Dia tak bisa berkata-kata setelahnya.
"Hah..."
Mulut Jaemin terbuka. Ia kehilangan tenaga untuk menggerakkannya. Jeno yang baru saja datang dengan napas ngos-ngosan, terdiam. Ia dapat melihat kembaran nya yang tengah mematung setelah mendengar ucapan dari Lee Haechan.
"Jaemin itu..." Saut Jeno dengan suara bergetar.
Yang terjadi selanjutnya adalah Jaemin bisa melihat rasa kecemasan dari wajah Jeno seakan mengisyaratkan kalau pemuda itu tengah menyembunyikan sesuatu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!