NovelToon NovelToon

Cinta Hadir Setelah Pernikahan

menyetujui

Pagi hari yang cerah, menunjukkan cuaca tengah bersahabat hari ini. Tetapi berbeda dengan hati Bella yang seakan mendung saat mendengar perkataan sang paman.

Pagi ini mereka tengah menikmati sarapan buatan Bella, di meja makan. Hal yang tak terduga tiba tiba terjadi di keheningan suasana pagi itu.

"Bella, kamu akan paman jodohkan dengan seseorang," ucap paman tiba-tiba.

"Hah? Tapi kenapa Bella, paman? Bella masih ingin fokus kuliah," ujar Bella yang terkejut mendengar ucapan sang paman.

"Terus siapa? Aku? Aku tidak mau ya pak, aku masih ingin mengejar impian ku," sahut Alea, anak kandung dari paman Isa.

"Bella, kamu tidak boleh menolak perjodohan ini. Kamu itu sudah numpang hidup di sini, seharusnya kamu tau diri untuk membalas Budi pada kami yang sudah dengan suka rela menampung mu di sini!" ketus bibi Indri, yang memang tidak pernah menyukai kehadiran Bella di rumah mereka.

"Bu, jangan bicara seperti itu. Ini sudah kewajiban bapak untuk membesarkan Bella, karena bapak sudah berjanji pada kak Bram."

Bram adalah kakak kandung paman Isa, yang tidak lain adalah ayah kandung Bella. Saat Bella berumur 5 tahun, ayah dan ibunya mengalami kecelakaan tunggal sepulang dari acara reuni perusahaan. Dan sebelum kepergian orang tua Bella, ayah Bella sempat menitipkan Bella pada paman Isa, dan paman Isa pun berjanji akan membesarkan Bella.

Sejak saat itu, Bella di besarkan oleh paman Isa seperti anak kandungnya sendiri. Namun berbeda dengan bibi Indri, yang tak pernah menyukai keberadaan Bella sejak awal hingga saat ini.

Dan kini perusahaan paman sedang di ambang kehancuran, karena terlilit hutang yang lumayan besar pada Perusahaan yang bekerja sam dengan perusahaannya. Karena paman tidak sanggup membayar hutang itu, paman berencana menikahkan putrinya Alea dengan pemilik perusahaan tersebut.

Namun Alea menolak dengan tegas permintaan ayahnya itu, karena dia tau bahwa CEO itu terkenal kejam dan juga ada yang menyebutnya gay. Kenapa? Karena tidak pernah sekalipun terlibat kencan dengan wanita manapun.

"Bella, boleh paman bicara berdua dengan mu?" tanya paman.

Bella menatap lekat pria paruh baya yang sudah membesarkannya itu, ada rasa iba dalam dirinya ketika menatap mata paman.

"iya paman," jawab Bella seraya mengangguk.

Paman berjalan menuju ke ruang tengah lebih dulu, dan di ikuti Bella di belakangnya.

Kini mereka sudah duduk saling berhadapan di ruang tengah, ada rasa yang sulit di artikan dalam hati Bella. Pikirannya berkecamuk melalang buana.

"Bella, paman terpaksa mengatakan ini pada mu. Paman minta tolong, kamu terima perjodohan ini ya," ujar paman membuka suara.

"Tolong bantu paman untuk keluar dari masalah ini. Awalnya Alea yang akan paman jodohkan, tapi Fani menolak dengan keras, Paman tidak punya pilihan lain. Paman mohon pada mu, tolong bantu paman untuk kali ini saja," sambung paman memberi pengertian.

Bella mematung mendengar ucapan sang paman, dia terlalu shock memikirkan hal yang sangat jauh dari angan-angannya.

"Bella, kamu dengar paman kan?" panggil paman Isa.

"Tapi kenapa harus Bella, paman? Bella masih terlalu muda, Bella juga belum ingin menikah paman. Kenapa paman jahat pada Bella?" Gadis remaja itu mulai terisak.

"Maaf Bella, paman tidak punya pilihan lain. Hanya kamu satu-satunya harapan untuk menolong paman dari masalah ini," ujar paman mengiba.

"Apakah tidak ada cara lain, paman? Kenapa harus jalan yang seperti ini? Bella sama dengan Alea yang mempunyai cita-cita untuk di gapai paman."

"Bella Paman mohon, sekali ini saja. Ya?" pinta paman Isa.

Belum sempat Bella menjawab, tiba-tiba bibi Indri datang.

"Tinggal bilang iya aja susah sekali kamu ini, lagi pula orang yang akan menikah dengan mu itu orang kaya, kamu akan jadi nyonya di sana. Anggap saja ini sebagai tanda balas Budi mu pada kami," tuntut bibi Indri ketus.

"Bu jangan ikut campur, ini urusan bapak dan Bella. Lebih baik ibu kembali ke meja makan!" perintah paman Isa.

"Terus aja belain anak tidak tau di untung ini. Kamu senang kan, suami ku lebih membela mu? Hah!" pekik bibi indri kesal.

"Bu!" bentak paman Isa yang mulai terpancing emosi.

"Bapak tega!" Bibi Indri mulai terisak yang membuat hati paman goyah.

"Bu, bukan seper-"

Ting.. tong..

Ucapan paman Isa terpotong saat bel rumah berbunyi, yang memecah perseteruan antara mereka. Entah siapa yang sudah bertamu sepagi ini. Paman berpikir, mungkin itu adalah tuan Devan.

"Kalian masuklah ke dalam," perintah paman Isa, seraya bangkit untuk membukakan pintu.

Dan ternyata, orang suruhan tuan Devan yang datang.

"Silahkan masuk tuan," ucap paman Isa mempersilahkan tamunya masuk.

*****

"Tuan Devan sedang ada tugas ke luar negeri, jadi saya di utus oleh beliau untuk datang kemari. Jadi bagaimana keputusan anda tuan Isa?" tanya Jo, to the point.

Jo adalah orang kepercayaan sekaligus kaki tangan tuan Devan.

"Emmm, tolong katakan pada tuan Devan untuk memberi saya waktu beberapa hari lagi. Saya butuh waktu untuk meyakinkan putri saya, tuan." pinta paman Isa.

"Tuan kami tidak punya banyak waktu untuk hal yang tidak penting, keputusan itu sudah harus ada saat ini juga. Jika tidak ada keputusan, maka semua aset tuan Isa akan kami sita hari ini juga!" sahut Jo datar.

Kaki tangan tuan Devan ini, memang terkenal sama dinginnya dengan sang tuan.

Paman Isa terdiam mendengar hal itu, ia merasa gamang. Bingung harus menjawab apa.

Sedangkan Bella, ternyata gadis itu tidak masuk ke dalam kamarnya. Dia tetap berdiri di dekat pintu ruang tamu mendengarkan obrolan dua orang itu, dia menangis melihat pamannya mengalami kesulitan.

"Bella mau menikah dengan tuan Devan, paman," ujar Bella tiba-tiba yang membuyarkan lamunan paman Isa.

"Bella, apa kamu yakin nak?" tanya paman dengan serius.

'Aku pasti bisa, ini semua demi paman,' batin Bella menguatkan dirinya sendiri.

"Bella yakin paman," jawab Bella dengan mantap.

"Terima kasih Bella, terima kasih sudah bersedia membantu paman. Paman sangat bangga pada mu," ujar paman menangis haru sambil memeluk Bella.

"Katakan pada paman jika nanti tuan Devan memperlakukan mu dengan buruk ya," imbuh paman Isa.

"Baiklah jika sudah setuju, pernikahan akan di langsungkan dua hari lagi. Lebih cepat akan lebih baik, ini juga sesuai titah tuan Devan," ujar Jo.

"Mari nona, saya akan mengantarkan anda ke kediaman tuan Devan," sambung Jo.

"Kenapa aku harus ikut ke sana? Bukankah masih dua hari lagi? Kami pasti akan datang sendiri ke sana," tanya Bella.

"Ini perintah langsung dari tuan Devan, nona. Jangankan anda, saya saja tidak bisa membantah," jawab Jo.

Bella terdiam sejenak, dia pikir dirinya masih punya waktu dua hari untuk bersama sang paman. Tapi ternyata, dia sudah harus pergi hari itu juga.

"Maaf nona, saya tidak punya banyak waktu. Lebih baik, anda segera berkemas dan kita akan pergi," titah Jo.

Bella Menatap manik mata paman seolah meminta jawaban, paman pun mengangguk sebagai jawaban.

Akhirnya Bella pun bangkit untuk segera mengemasi barang yang akan dia bawa. Bella hanya membawa beberapa potong baju saja, dia juga membawa foto masa kecilnya bersama orang tuanya dulu.

"Hati-hati ya Bell, paman akan selalu berada di pihak mu. Katakan pada paman, jika nanti tuan Devan memperlakukan mu dengan buruk," ujar paman sebelum melepas kepergian Bella.

Bella hanya mengangguk sekilas, dia tidak sanggup jika harus mengeluarkan suara lagi.

Setelah memasuki mobil, Bella menatap rumah yang sudah menjadi saksi bisu dia di besarkan. Dia melihat hanya ada paman yang mengiringi kepergiannya, tidak ada bibi ataupun Alea. sepertinya mereka berdua sangat senang, akan kepergian Bella dari rumah itu.

ketakutan

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, akhirnya Bella pun sampai di rumah calon suaminya. Dari mulai memasuki pelataran rumah, manik matanya tak henti-hentinya mengagumi rumah megah bergaya eropa itu.

Ini adalah rumah seperti di negeri dongeng yang pernah dia baca, begitu megah dan indah.

'Mimpi apa aku semalam sampai bisa berada di rumah sebesar ini.'

Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa ada rumah sebesar ini di kehidupan nyata.

"Nona kita sudah sampai," ujar Jo yang membuyarkan kekaguman Bella.

"A-ah, iya."

Jo segera keluar dari mobil, mengambil koper milik Bella di bagasi.

"Nona anda masuklah ke dalam, saya akan kembali ke kantor. Di depan pintu utama, sudah ada pak Sam yang menunggu anda," ujar Jo menunjukkan jalan pada Bella.

"Baiklah."

Bella segera berjalan sesuai arah yang di tunjukkan, dan benar saja sudah ada lelaki paruh baya yang berdiri di depan pintu.

'Ah mungkin itu dia pak sam,' batin Bella.

"Selamat datang di kediaman tuan Devan, nona. Saya pak Sam, kepala pelayan di sini."

Pak Sam mengenalkan diri seraya sedikit membungkukkan badannya.

"S-saya Bella, pak," sahut Bella canggung.

"Mari saya antar ke kamar anda, nona," ajak pak Sam.

"Baik pak."

Pak Sam berjalan lebih dulu, dan Bella hanya mengekor saja. Sepanjang kaki melangkah, tatapan mata Bella tak henti menatap kagum bangunan megah itu. Tidak ada kata lain yang pantas untuk nilai sebuah rumah megah ini kecuali luar biasa.

"Ini kamar anda nona, silahkan masuk," ujar pak Sam saat sudah sampai di depan pintu kamar yang akan menjadi kamar Bella.

"Baik pak, terima kasih."

"Kalau begitu saya permisi dulu nona, jika anda membutuhkan sesuatu anda bisa memanggil saya atau pelayan lain," kata pak Sam.

Bella hanya mengangguk sebagai jawaban.

Selepas kepergian pak Sam, Bella pun mulai memasuki kamar itu. Dan lagi lagi, manik matanya memandang penuh kekaguman kamarnya itu. Luas dan mewah, lebih luas dari pada ruang tamu di rumah pamannya.

'wah, ini sangat-sangat menakjubkan,' batinnya saat menatap seluruh isi kamar itu.

Setelah puas mengagumi kemewahan kamarnya itu, dia segera menuju ke lemari yang ada di pojok kamar. Rencananya dia akan menyusun baju-bajunya di sana, di lihatnya sudah ada beberapa potong baju di dalamnya, dan tinggal beberapa ruang kosong di dalamnya.

"Sepertinya ini baju mahal, apa kamar ini ada yang mengisi?" gumam Bella saat melihat isi lemari itu.

"Aku taruh di sini saja deh baju ku," sambungnya.

Dia pun mulai menata bajunya di sisa ruang itu.

Setelah selesai, Bella pun memutuskan untuk membersihkan dirinya. Dan saat memasuki kamar mandi, manik matanya kembali di suguhkan oleh interior sangat mewah.

"sepertinya, berendam air hangat bisa membantu merilekskan tubuh ku," gumamnya.

Bella mulai merenungi bagaimana nasibnya ke depannya, dia akan tetap hidup atau mati di tangan pria kejam itu. Dia tidak pernah menyangka, hal ini akan terjadi dalam hidupnya. Dulu, dia bermimpi akan menjadi wanita yang sukses, dan setelah itu baru dia akan menikah. Menikah dengan orang yang di cintainya, dan hidup bahagia bersama. Tapi kau bagaimana lagi, mungkin inilah takdir yang harus dia jalani di hidupnya.

'Sudahlah Bella, jalani saja takdir mu ini penderitaan mu akan segera di mulai,' batin Bella getir meratapi nasibnya.

Setelah beberapa menit berendam dan pikirannya mulai tenang, Bella memutuskan untuk menyudahi kegiatannya itu, dan segera berganti pakaian. Tidak ada yang bisa Bella lakukan di sana, dia hanya duduk termenung di ranjangnya.

Setelah bosan dengan lamunannya, Bella membuka pintu balkon kamarnya. Dan ternyata hari sudah petang, terlihat pemandangan luar yang sudah temaram dengan Lampu-lampu jalan sebagai penerangan. Hal itu sedikit mampu membuatnya tenang, lama kelamaan berada di sana dia mulai merasa mengantuk. Dia memutuskan kembali masuk ke dalam kamar dan berbaring di ranjang menuju alam mimpi.

****

Matahari sudah menunjukkan sinarnya, hari sudah menunjukkan pukul 10 pagi, namun Bella masih asik bergelung di alam mimpinya.

Terdengar suara gaduh dari arah bawah, yang membuat Bella terusik dari tidur lelapnya. Karena penasaran, Bella memutuskan untuk keluar dari kamarnya.

"Saya terpaksa, tuan. maafkan saya." Terdengar seorang wanita sedang memohon ampunan.

Bella memutuskan untuk bersembunyi di balik tembok, dia melihat seorang pria tampan bertubuh kekar sedang berdiri dengan tatapan mata yang begitu tajam. Dan di depannya, ada seorang wanita yang tengah bersujud memohon pengampunan.

"Penghianat tetaplah penghianat!" ucap pria itu dingin.

"Saya di ancam tuan, jika saya tidak melakukannya maka dia akan mencelakai keluarga saya," kata wanita itu melakukan pembelaan.

"Arrgh, ****!" Umpat pria itu.

"Saya mohon, ampuni saya tuan." Mohon wanita itu lagi.

"Bawa dia ke rumah pasung!" Mutlak pria itu dingin.

Bella yang mendengar hal itu langsung gemetar ketakutan, apa katanya tadi? Rumah pasung? Benar-benar mengerikan. Dirinya memang sudah terbiasa di perlakukan buruk oleh bibi dan sepupunya, tapi dia tidak pernah sampai mendengar kata seperti itu. Di rumah pamannya, dia memang di perlakukan buruk, tapi dia masih bisa pergi kuliah, bekerja dan menikmati udara luar dengan bebas. Tetapi di sini? Entahlah, dia tidak tau akan bagaimana nasibnya nanti.

Apa dia akan bernasib sama dengan wanita tadi? Atau kah lebih buruk dari itu? Hanya dengan membayangkannya saja sudah berhasil membuat lututnya lemas tak bertulang.

'Ya tuhan, dosa besar apa yang telah ku perbuat hingga aku mengalami nasib seperti ini? Tolong aku tuhan.'

Saking asiknya Bella dengan lamunannya, dirinya tidak sadar bahwa Devan sudah berjalan ke arah dirinya. Pria dingin itu memperhatikan siapakah wanita asing yang berada di rumahnya itu.

"Siapa kau?" tanya Devan saat sudah berdiri di depan Bella.

Bella terkejut sekaligus bergetar ketakutan saat mendengar suara dingin itu, terlebih saat matanya tidak sengaja menatap manik mata yang menyorot tajam dan dingin itu. Buru-buru dia menundukkan kembali kepalanya, Bella tidak sanggup berlama-lama menatap mata itu.

Bella tidak menjawab apapun, bibirnya terasa kaku seakan terkunci. Dia hanya mampu diam menunduk tanpa berani menjawab pertanyaan itu.

Jo yang berdiri di belakang tuannya menatap iba pada gadis belia itu, nampak sekali jika gadis itu sangat ketakutan.

"Maaf tuan, dia adalah putri tuan Isa yang di serahkan pada anda," jelas Jo mewakili Bella.

Devan tidak menjawab, lelaki dingin itu hanya diam sambil memperhatikan wanita yang akan dia nikahi. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Devan berlalu pergi dan meminta untuk tidak ada yang mengganggunya.

segera

Selepas kepergian Devan, Jo memberi tahu Bella agar tidak keluar dari kamar.

"Nona, sebaiknya anda kembali ke kamar anda. Dan saya minta, jangan keluar dari kamar jika tuan tidak memberi perintah." Jelas Jo.

"Kenapa aku harus selalu berada di kamar? Aku bukan tahanan yang harus selalu di kurung," ujar Bella menyela.

"Ini untuk kebaikan diri anda sendiri, nona. Patuh lah jika tidak ingin melihat tuan murka, jika tuan Devan sampai murka, maka itu akan berimbas pada diri anda sendiri," sahut Jo kemudian berlalu meninggalkan Bella dengan beribu pertanyaan di kepalanya.

'Memangnya kenapa jika aku keluar kamar? Aku kan tidak mencuri,' batin Bella.

Bella kemudian memutuskan untuk masuk kembali ke kamarnya, tidak ada hal yang bisa ia lakukan selain duduk termenung. Untung saja dia membawa ponselnya, ya walaupun hanya ponsel jadul, tapi lumayan lah.

Dia membuka ponselnya untuk mencari tau tentang calon suaminya itu. Bella membaca semua rumor di sana, ada yang mengatakan Devan itu gay, kejam, dingin dan juga tampan. Ya, memang jika di lihat calon suaminya itu tampan, tapi juga mengerikan.

Tok.. Tok.. Tok..

Bunyi ketukan pintu, menghentikan kegiatan Bella. Gadis itu segera menyimpan ponselnya, kemudian bangkit untuk membuka pintu.

Nampak Jo Berdiri di sana, dan di sampingnya ada seorang pria, tapi dia terlihat seperti wanita, mungkin lebih tepatnya waria. Waria itu memegang koper di sampingnya, terlihat seperti desainer atau mungkin dia mua. Ah entahlah, Bella tidak tahu.

"Nona, ini Hendry. Dia akan membantu anda memilih baju untuk pernikahan anda," ujar Jo.

"Hai cantik, kenalkan aku Hendry panggil saja ryry. Aku akan membantu kamu untuk fitting baju," sahut Hendry memperkenalkan dirinya dengan gaya cucok.

"Mari, silahkan masuk." Bella membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan Hendry masuk.

'Kenapa semua pekerja di sini adalah laki-laki? Apa berita tadi benar?'

Bella pun berpikir mungkin saja berita yang tadi dia baca itu adalah benar, Devan adalah pria yang tidak pernah menyukai wanita. Lalu pernikahan yang akan di langsungkan itu, apa maksudnya?

"Baiklah mari kita lihat, gaun mana yang cocok di tubuh indah mu ini. Ah aku tidak menyangka ternyata Devan sangat pandai memilih calon istri, rupanya berita itu tidak benar ya," ujar Hendry.

'Berita apa?' batin Bella.

Bella hanya diam dan tidak banyak bicara ataupun protes mengenai gaun itu, dia hanya menurut pada apa yang di perintahkan oleh Hendry. Hendry pun tidak mengalami kesulitan saat mencocokkan gaun rancangannya pada tubuh Bella, selain tidak banyak protes tubuh Bella memang sangat cocok menggunakan semua gaun itu

"Wah kamu cantik sekali. Bagaimana kalau sudah memakai make up, pasti semakin cantik aku jadi iri deh," ujar hendry yang terpesona dengan kecantikan alami yang Bella miliki.

Bella hanya tersenyum kecil menanggapinya.

"Khem!"

Tiba-tiba Devan masuk begitu saja yang membuat mereka berdua terkejut.

"Ikh Devan!" ujar Hendry kemudian mendekati Devan.

"Lihatlah, calon istri mu sangat cantik bukan?" puji Hendry di depan Devan.

"Aku ingin bicara berdua dengan nona ini, jika kau sudah selesai segera keluarlah," ucap Devan dingin.

"Hey kau mengusir ku? Kau tidak ingat siapa yang memaksa ku untuk datang? Iiih sebel deh." Protes Hendry kesal.

Hendry langsung saja mengemasi barang-barangnya kemudian berlalu pergi dari kamar Bella. Sedangkan Bella, dia diam tak berkutik berdiri di tempatnya tadi, Bella tidak berani menatap ke arah manik mata Devan. Bella ingat dengan jelas, jika pria itu memiliki wajah yang sangat dingin dan juga mengerikan menurutnya.

"Kau dengar nona, aku tidak pernah menganggap pernikahan di antara kita ini ada. Kau hanyalah tahanan sebagai alat barter hutang paman mu. Sekarang tanda tangani surat perjanjian ini!" Dingin Devan yang membuat Bella merasa ketakutan.

Dengan kepala menunduk, Bella mengambil surat perjanjian itu dari tangan Devan. Bella langsung saja menanda tangani surat tersebut tanpa membaca poin apa yang telah tertulis di sana.

Devan langsung berlalu meninggalkan kamar Bella setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.

'Kuatkan aku tuhan!' Setetes cairan bening mengalir di pipi Bella.

Bella menangis sesenggukan, ternyata dia di jual oleh pamannya pada orang tak punya perasaan untuk membayar hutang-hutangnya.

'Sudahlah Bella, terima saja nasib mu hiks.'

...**************...

Hari yang di takutkan oleh Bella akhirnya datang juga, hari ini adalah hari di mana pernikahan Mereka di langsungkan. Meskipun ini hanyalah pernikahan kontrak, tetapi Devan menggelar pesta pernikahan itu dengan sangat meriah. Devan ingin membuktikan pada semua orang, bahwa dirinya bukanlah seorang gay seperti berita yang beredar.

Bella saat ini tengah di rias oleh Hendry, yang menjadi mua untuk Bella.

"Wow, kamu sangat-sangat cantik nona. Aku sangat yakin, kali ini Devan akan sangat terpesona pada mu nona," puji Hendry sambil berdecak kagum menatap wajah cantik Bella.

Bella tersenyum kecut mendengar ucapan Hendry, dia memandang bayangannya di cermin, memang sangat cantik sampai dirinya pun tidak bisa berkata-kata. Tapi semua yang Hendry ucapkan, itu tidak akan pernah terjadi. Bella ingat dengan jelas apa yang terjadi waktu itu, Devan tidak pernah menganggap pernikahan ini ada.

Impian Bella yang ingin memiliki pendamping hidup yang mampu membawanya keluar dari penderitaan, nyatanya hanya tinggallah sebuah mimpi. Pria itu tidak mungkin akan mencintainya, karena Bella hanya di jadikan budak di istana megah itu.

"Oke sudah, kalau begitu ayo kita keluar," ajak hendry saat sudah selesai.

'Baiklah Bella, kuatkan hatimu. Penderitaan yang sebenarnya telah di mulai.'

Bella menutup mata, kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Dengan langkah berat, Bella berjalan menuruni anak tangga satu persatu, menuju ke halaman belakang tempat prosesi berlangsung. Sepanjang kaki Bella melangkah, tak luput dari pandangan kagum semua orang yang hadir di acara tersebut.

Saudara sepupunya yaitu Alea, turut hadir di pesta pernikahan itu. Wanita itu memandang iri dengan apa yang Bella kenakan, gaun mewah, pesta yang meriah, dan rumah megah.

"Bu, seharusnya aku yang memakai gaun itu. Seharusnya aku yang di dandani seperti itu, kenapa harus dia sih Bu?" kesal Alea.

"Alea sayang, kamu bisa mencari lelaki yang sama kayanya dengan tuan Devan. Di sini pasti banyak pria kaya, secara yang hadir adalah rekan bisnis tuan Devan," sahut Ibu.

"Tapi aku ingin tuan Devan Bu, aku tidak yakin akan ada yang sekaya tuan Devan. Aku membayangkan bagaimana jika aku jadi nyonya di istana megah ini, aku pasti akan mendapat kemewahan," rengek Alea.

"Iya kalau dia menganggap mu sebagai istrinya, bagaimana kalau dia menganggap kamu sebagai pelayan saja? Lebih baik kamu cari pria lain yang lebih manusiawi," tukas ibu.

"Iya juga ya Bu, aku pasti akan di siksa habis-habisan, iiih mengerikan."

'Terima kasih Bella kamu anak baik, Paman berhutang Budi padamu. paman pastikan kamu akan hidup bahagia nantinya,' batin paman Isa terharu.

Bella terus berjalan di atas red karpet, menuju Devan yang sudah berdiri untuk menjemputnya. Bella berusaha untuk tersenyum, agar para tamu tidak berpikir negatif.

Sedangkan Devan, dia memandang takjub wanita yang akan segera menjadi istrinya itu.

'Sangat cantik!' batin Devan secara tidak sadar memuji Bella.

Meski Devan terkenal sangat dingin, tapi kali ini dia menebar senyum seolah mengatakan pada semuanya bahwa dirinya tengah sangat berbahagia saat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!