~Lima tahun dimasa lalu.
"Woww.... Ada pria cacat nih upss..." Diara menutup mulutnya dengan satu tangan, sedetik kemudian dia tertawa sendiri, padahal Diara saat ini sedang bersama kedua sahabatnya.
"Ganteng sih, tapi sayang LUMPUH!" Ucap Diara lagi yang menusuk ke ulu hati.
Ruli Gyoxer itu hanya menatap datar perempuan yang telah membulinya. "Minggir! Akan ada mata kuliah lima menit lagi" Tukas Ruli yang saat ini sedang duduk dikursi roda dengan beberapa tombol untuk berjalan dengan sendirinya dan berhenti dengan sendirinya setelah Ruli menekan tombol itu.
Bukannya menyingkir, Diara justru berdiri didepan Ruli. "Kau menyuruhku?"
Tye menyenggol lengan Diara "Kurasa kau sudah sangat keterlaluan telah membully nya. Dia adalah kakak kelas kita yang seharusnya kau menghormatinya" Bisik Tye yang merasa kasihan pada Ruli.
Diara melipat kedua tangannya didada lalu menghela nafasnya. "Memang ada batasan jika kita tidak boleh membully orang yang lebih tua?" Sambung Diara.
Kemudian tatapannya kedepan pada sang lelaki tampan tapi lumpuh itu. "Hei, kenapa kau bisa berkuliah disini? Seharusnya kau berada disekolah khusus orang cacat hahaha...kupikir suatu saat siapa ya yang akan menjadi istrimu? Aku merasa pasti nanti istrimu sangat repot jika harus mengurusi pria lumpuh yang bisanya hanya duduk-duduk saja. Pasti setiap hari istrimu akan mengeluh saat harus memandikan mu, menggantikan pakaian untukmu huh... perempuan mana kira-kira yang akan sengsara saat menikahi dengan laki-laki tak berguna seperti mu!" Ucap Diara panjang lebar.
Diara adalah perempuan yang sangat suka merendahkan seseorang, termasuk merendahkan fisik seseorang tanpa harus di filer terlebih dahulu. Ucapannya bahkan kerap kali membuat seseorang jadi sakit hati.
"Minggir!" Bentak Ruli lagi. Sebenarnya ia ingin marah, namun Ruli sadar bahwa ini adalah kampus.
"Eh, bisa marah juga ya? Aku penasaran, kenapa kau bisa lumpuh seperti ini? Yang aku dengar dulunya kau adalah primadona dikampus ini, kau adalah pangeran dikampus ini, bahkan kesempurnaan mu hampir 100% perfect. Tapi sayang, setelah lumpuh primadona kampus ini berganti menjadi Wilar-"
Diara memotong ucapannya saat tiba-tiba tangannya ditarik oleh kedua sahabatnya.
"Heii apa-apa kalian ini!" Pekik Diara.
"Cepat pergi kak Ruli! Kami akan menahannya!" Ucap Gyora sang sahabat Diara juga.
Mendengarnya, Ruli pun segera menekan salah satu tombol kecil berwarna hijau ditangan kursi rodanya dan mulai berjalan perlahan.
"Heii!! Kalian ini apa-apa hah!" Pekik Diara kesal saat kedua sahabatnya ketika memegang erat lengannya. Sial! Pria lumpuh itu jadi pergi.
"Apa kau tidak takut suatu saat terkena karma? Kau sudah sangat keterlaluan membully nya. Aku takut nanti ternyata dirimu yang akan menjadi istrinya" Pinta Gyora saat melihat kepergian Ruli.
Tye mengangguk setuju dengan ucapan Gyora "Benar, jangan terlalu menghina fisik seseorang, kita tidak tau kan sebenarnya apa yang-"
"Berisik!" Potong Diara yang telinga nya sudah mulai panas. "Kalian menyumpahi ku kalau aku yang akan menjadi istrinya?! Cih..dunia terlalu sempit jika memang iya benar terjadi" Setelahnya Diara segera pergi meninggalkan kedua sahabatnya dengan wajah datar.
#
#
Diara memalingkan wajahnya saat melihat laki-laki yang akan dijodohkan dengannya itu. Sesekali tatapan tajam Diara layangkan pada sang lelaki didepannya.
Ya tuhan, kenapa dunia ini begitu sempit? Kenapa yang dijodohkan denganku adalah dia? Laki-laki cacat!
"Dad, pokoknya aku tidak mau dijodohkan dengannya! Kenapa Daddy tidak pernah bilang padaku jika laki-laki yang akan dijodohkan denganku adalah laki-laki lumpuh"
"Diara!" Bentak Yohan saat merasa anaknya sudah sangat keterlaluan dalam berucap. Terlebih sekarang ada Tuan Revano dan nyonya Elina.
"Aku hanya mengungkapkan apa yang aku pikirkan dad!" Jawab Diara yang berani pada sang Daddy.
"Sekali lagi kau berbicara dengan nada tinggi dan berani merendahkan keluarga Gyoxer Daddy tidak akan segan-segan untuk mengirimkanmu kedesa!"
Ucapan Daddy barusan pun mampu membuat Diara menutup mulutnya. Tentu saja dia tidak ingin jika dikirim kedesa, apalagi disana banyak sekali sekumpulan orang-orang aneh menurutnya.
Elina yang tak lain adalah ibu dari Ruli itu menundukkan wajahnya. Dia tau anaknya adalah laki-laki lumpuh, tak ada wanita yang mau menikah dengan anaknya, dan ini adalah yang ke sekian kalinya seorang wanita secara terang-terangan berbicara bahwa tidak mau menikah dengan laki-laki lumpuh yang tak lain adalah anaknya sendiri.
"Jika putri anda tidak ingin menikah dengan anak kami, maka saya tidak masalah. Perjodohan ini akan dibatalkan kal-"
"Tidak nyonya, Perjodohan tetap akan saya lakukan. Putri saya Diara memang perkataan nya selalu pedas, namun percayalah dia adalah wanita berhati baik sebenarnya"
Cih..! Batin Ruli yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan.
#
#
#
Pada akhirnya, pernikahan paksa itupun telah sepakat satu sama lain.
Hari ini, tepatnya dihari yang paling tidak diinginkan, Diara telah naik keatas pelaminan setelah mengucapkan janji suci dengan laki-laki lumpuh tak diinginkannya.
Duduk dikursi pelaminan, Diara sama sekali tidak memandangi suaminya, ia lebih memilih untuk memainkan ponselnya melihat video diakun sosial media.
"Bisakah kau letakkan ponselmu? Sejak satu jam lalu kau selalu bermain gadget terus menerus" Ucap Ruli yang kini baru membuka suaranya setelah pengucapan janji suci itu.
Diara melirik suaminya. "Sejak kapan kau berani mengaturku? Ingat, pernikahan ini dilakukan atas dasar keterpaksaan, jangan terlalu berharap bahwa aku akan menyanjung tinggi dirimu PRIA LUMPUH !" Tukas Diara yang menekan kata-katanya saat bagian 'Pria Lumpuh' agar suaminya itu sadar bahwa dirinya bukanlah lelaki sempurna.
Ruli diam, tidak berani menjawab jika berbicara soal fisik. Wajahnya hanya menunjukkan datar dan seolah dia tidak mendengar apa yang Diara katakan. Ruli lalu memencet benda berbentuk cincin yang selalu ia pegang ditangannya.
Beberapa saat kemudian, dua bodyguard muncul.
"Aku ingin ke kamar sekarang!" Perintah Ruli datar.
Dua bodyguard dengan tubuh kekarnya itupun mengangguk dan segera membantu boss nya untuk kembali duduk dikursi roda khusus itu dan membawa Tuan Ruli pergi untuk kembali kekamar.
Diara hanya melirik suaminya yang telah pergi itu, lalu kemudian beralih lagi pada ponselnya yang menunjukkan sebuah video yang membuatnya sangat jengkel.
"Bajin_gan! Ternyata selama ini aku pacaran dengan anj_ing!" Batin Diara saat melihat Wille yang sedang di Paris bersama seorang perempuan.
Diara kemudian mematikan Handphone miliknya.
Malam harinya, acara pernikahan itu sudah selesai dan berakhir sangat melelahkan bagi seorang Diara.
Walaupun pernikahan digelar dengan tertutup dan tidak ada orang luar yang datang. Namun tetap saja, orang inti dari keluarganya dan keluarga suami lumpuhnya itu cukup banyak.
Diara melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya setelah baru saja dia mengobrol dengan kedua mertuanya yang akan pamit pulang terlebih dahulu.
Ceklek!
Pertama kali memasuki kamarnya, Diara dibuat mengepalkan tangan saat melihat Ruli suaminya yang dengan berani tidur dikasur miliknya. Tanpa peduli dengan kondisi Ruli yang sedang tidur nyenyak, Diara melangkahkan kakinya mendekati Ruli.
"Hei bangun!" Tukas Diara dengan nada lumayan kencang hingga membuat Ruli menggeliat dan bangun. "Berani sekali kau tidur diranjangku!" Sambung Diara lagi.
Ruli dengan tatapan sayu melihat perempuan yang kini sudah menjadi istrinya itu sedang berdiri disampingnya.
"Bangun!" Perintah Diara.
"Aku suamimu" Jawab Ruli kemudian.
Bukannya kasihan dengan kondisi Ruli yang sedang lumpuh, Diara justru memandang Ruli dengan mata yang menyipit. "Kau pikir karena dirimu adalah suamiku aku akan mau berbagi ranjang denganmu begitu?" Tanya Diara yang ucapannya lagi-lagi sampai menusuk ke ulu hati.
Ruli akhirnya mengalah. Ia pun berusaha untuk bangun lalu memencet remot control kursi rodanya hingga berjalan sendiri kemari.
Nit!
Namun tiba-tiba plow **** nya ada yang mengetuk pintu kamar Diara. Tentu saja dia tau siapa yang mengetuknya kalau bukan mommy.
"Diara"
Dengan cepat Diara mengambil remot control yang dipegang oleh Ruli dan ia pun menaiki ranjang yang sama dengan pria lumpuh ini.
Ruli sedikit bingung dengan sikap istrinya yang tiba-tiba jadi panik. "Kenapa tidak dibuk-"
"Shutttt!!!!" Diara meletakkan jari telunjuknya di bibir milik Ruli. Ia pun masuk kedalam selimut yang sama dengan Ruli. "Mommy akan membuka pintu ini menggunakan kunci serep"
"Lalu?"
"Ayo kita tidur sekarang. Ku rasa semalam tidur dengan pria lumpuh tidak menjadi masalah besar" Ucap Diara tersenyum kaku lalu segera tidur dikasur empuknya.
Walaupun tidak mengerti tapi lagi-lagi Ruli hanya mengikuti apa mau Diara dan memilih untuk tidur kembali.
"Harusnya aku memeluknya supaya lebih meyakinkan.." Gumam Diara yang tiba-tiba memiliki ide cemerlang.
Ia pun menggeser tubuhnya agar semakin dekat dengan Ruli. Setelah dirasa cukup dekat Diara kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Ruli dengan kepalanya yang bersender dibahu.
Tentu saja Ruli terkejut dengan itu. Ia membuka matanya "Apa yang kau lakukan!" Tukas Ruli saat istrinya tengah memeluknya.
"Tidur saja apa susahnya?! Apa harus kuberi night kiss dulu?"
Ruli menghela nafasnya, akhirnya mau tidak mau ia hanya bisa menurutinya lagi dan lagi. "Ck..tunggu sampai kita sudah benar-benar tinggal dimension ku, akan aku pastikan kau berlutut denganku!" Ruli berbicara dalam hatinya dengan senyuman smirk walau matanya terpejam.
Tidak mendapatkan jawaban dari sang anak, akhirnya mom Diney yang berstatus sebagai ibu kandung dari Diara pun membuka pintu kamar putrinya menggunakan kunci serep.
Ceklek.
Seluas senyuman manis muncul dari bibir wanita dengan usianya yang tak muda lagi itu. "Mereka sangat soswit. Mom rasa menjodohkan mu dengan Ruli bukanlah suatu kesalahan, walaupun dia pria lumpuh namun mom yakin bahwa Ruli itu pria yang baik dan bisa menjaga dirimu" Batin mom Diney yang tak memudarkan senyumannya. Ia begitu senang melihat Diara yang saat ini tengah memeluk suaminya, walaupun wajah menantunya seperti tertekan.
Setelah dirasa perasaan mom Diney yang lega karena ternyata anaknya sudah tertidur, mom Diney pun keluar dari kamar sang putri sebelum ketauan oleh anaknya.
Diara membuka satu matanya untuk mengecek apakah mom Diney sudah keluar. Setelah memastikan sudah keluar, ia pun berniat untuk melepas pelukannya karena merasa kotor. Namun, bukannya lepas justru dari belakang ada yang menahannya. Tangan Ruli yang satunya kini jadi memeluknya dan menahan pinggang rampingnya agar tidak bisa lepas.
"Apa-apaan kau ini! Lepaskan!" Pekik Diara.
"Diamlah, kau yang memulai dengan memeluk ku lebih dulu, jadi untuk malam ini biarkan kita berpelukan"
Mendengar itu tentu Diara tidak akan mau dan tidak akan pernah sudi berpelukan semalaman dengan pria lumpuh ini. "Menyingkir! Aku benar-benar muak! Sudah cukup dengan perjodohan ini, tapi jangan pernah kau berani modus untuk menyentuh ku!" Ancam Diara. Setelah dilepas dan tangan Ruli tak lagi berada di pinggangnya, Diara pun kini membalikkan tubuhnya memunggungi Ruli.
Ruli dibelakang punggung Diara berusaha untuk menetralkan pikirannya agar tidak terbawa emosi. Ia tidak boleh emosi disini, ini bukanlah tempat yang tepat untuk emosi. Ruli pun lebih memilih untuk kembali memejamkan matanya dan kembali tidur.
#
Diara membuka matanya dipagi hari. Ia melirik disampingnya yang ternyata sudah tidak ada lagi Ruli.
Kemudian Diara hanya mengangkat bahunya acuh dan tidak peduli mau kemana laki-laki itu pergi. Yah Diara si hanya berharap pergi yang jauh dan jangan pernah kembali lagi.
Ia pun berniat untuk mandi lalu turun kebawah.
"Kamu akan tinggal dimension suamimu"
Diara tersenyum tipis tak terlihat. Suatu hal yang ditunggu-tunggu saat dimana ia akan pisah rumah dengan mommy dan daddy nya. Itu artinya ia bisa bebas pergi kapanpun tanpa ada yang melarang, terlebih saat Diara tau bahwa di Mension suaminya hanya dirinya dan Ruli saja yang tinggal disitu, selebihnya hanya pelayan saja.
"Aku sedih, tapi mau bagaimana lagi" Jawab Diara kemudian yang memasang wajah sedihnya. Diara benar-benar perempuan drama yang patut diacungi karena ekting nya benar-benar real seperti seorang yang sedang sedih, kecuali Ruli.
Ia tau istrinya itu hanya berpura-pura bersedih saja. Sedikit tersenyum miring saat melihat drama dipagi hari yang diciptakan oleh Diara. "Dipikir aku akan membebaskan mu?" Batin Ruli smirk.
Barang-barang penting Diara kini sudah selesai di packing kedalam koper dan siap untuk dimasukkan ke bagasi mobil. Tentu saja yang mengemasi barang-barangnya bukan Diara, melainkan para pelayan, dipikirnya untuk apa dia bekerja jika ada pelayan?
Setelah sedikit salam perpisahan dengan kedua orang tua nya, Diara kini memasuki mobil mewah milik Ruli, ia duduk dikursi tengah bersebelahan dengan Ruli.
Awalnya Diara tidak begitu memperdulikan saat mobil sudah berjalan menjauh dari rumahnya. Namun semakin lama Diara semakin penasaran dengan apa yang suami lumpuhnya itu lakukan.
Diara melirik sejenak untuk melihat apa yang Ruli lakukan. "Dia sedang apa?" Tanya Diara pada dirinya sendiri saat Ruli yang sibuk sendiri didepan laptop dan terlihat sangat serius.
Tapi se kepo-keponya Diara dia tidak akan menanyakannya pada Ruli. Ia pun kemudian membuka ponselnya sendiri dan mengirimkan pesan pada kedua sahabatnya yang saat ini sedang berada diluar negri, mungkin seharusnya sekarang sudah pulang.
"Aku menikah" Diara mengirim pesan singkat itu pada kedua sahabatnya. Tentu hal itu membuat kedua sahabat Diara berbondong-bondong menanyakannya.
"Serius? Kau pasti berbohong~ Tye
Foto.🖼️
K-kau serius? Kenapa kita tidak diundang?!~ Gyora
Acara mendadak, ini juga hanya keluarga inti saja yang hadir.~ Diara
Kalau begitu katakan siapa suamimu? Apa dia ganteng? Kaya?~ Gyora.
Gyora mengirim pesan itu karena foto yang dikirimkan oleh Diara hanya setengah saja saat duduk dikursi pelaminan. Namun mereka yakin saat melihat postur tubuh Diara.
^^^Akan aku ceritakan saat kita bertemu.^^^
Diara kemudian mematikan data seluler pada Wa nya karena tidak ingin ditanyai lebih lanjut oleh kedua sahabatnya lalu. Sedetiknya ia pun membuka apk untuk menonton video viral anak muda.
Lama perjalanan memakan waktu sekitar satu jam karena ternyata Mension Ruli itu sangat jauh gila! Dan tentu Diara merasa bosan didalam mobil, apalagi saat melihat pria lumpuh itu yang masih saja fokus pada laptop.
Sampai di gerbang Mension pemuda lumpuh itu, tentu saja membuat seorang Diara sedikit terkejut dan melototkan matanya. Bagaimana tidak? Pasalnya, ternyata Mension itu benar-benar sangat besar dan diluar ekspektasi yang mengira bahwa Mension suaminya tidak akan sebesar ini. Ibaratkan dengan bandara pun masih besar Mension ini. Pantas saja Diara sedikit heran saat akan menuju kemari melewati beberapa jalan yang sepi, rupanya Mension ini letaknya memang disengaja jauh dari perumahan yang lainnya.
Para satpam pun segera membuka pintu gerbang besar yang menjulang sangat tinggi itu.
"Apa ini serius tempat tinggalmu sendiri?" Tanya Diara yang seolah tak percaya. Ia jadi membayangkan sebesar apa Mension keluarga Gyoxer, yang pasti jauh lebih besar dari ini.
Diara kemudian sedikit melirik saat orang yang dia tanyai tidak menjawab. "Hei, aku bertanya padamu!" Gerutu Diara kesal. Bisa-bisanya dia diabaikan seperti itu, dan pria lumpuh itu lebih memilih berganti fokus pada ponselnya.
"Turunkan nada bicaramu!" Tekan Ruli saat mendengar Diara yang menggunakan nada tinggi. Mungkin kemarin Ruli hanya diam saja, tapi tidak untuk sekarang ini.
"Siapa kau mengaturku hah?!" Kesal sekali Diara saat nada bicaranya dikomen oleh pria lumpuh disampingnya. "Dasar pria lumpuh" Gumam Diara yang suaranya justru masih bisa didengar baik oleh Ruli dan sang sopir.
"Berani sekali nona Diara pada tuan Ruli. Ya tuhan, aku takut jika nona Diara tidak akan selamat malam ini..." Batin sopir pribadi yang bernama Fajar tapi bukan fajar sad boy ya wkwkwk...
"Kau bicara apa?" Tanya Ruli yang ingin istrinya itu mengulangi lagi ucapannya.
Diara menggeleng. "Tidak, jangan dipikirkan itu benar-benar tidak penting" Jawab Diara. "Dasar pria lumpuh" Ucapnya pelan sekali.
Ruli yang sebenarnya tau Diara berbicara apa ia memilih untuk tidak peduli. Ia kemudian memencet tombol agar para bodyguard segera mengambil kursi roda miliknya. Benar saja, baru beberapa detik para bodyguard pun datang dengan membuka pintu mobil milik Ruli.
"Selamat datang tuan"
Ruli hanya membalas dengan deheman. Selanjutnya sekitar ada tiga bodyguard itu membantu Ruli untuk berpindah ke kursi roda otomatis yang biasa Ruli pakai. "Apa kau ingin terus berada disitu" Ucap Ruli dingin saat dirinya masih melihat Diara yang stay didalam mobil.
Diara berdecak kesal. Ia pun dengan kasar turun dari mobil lalu menutup pintu mobilnya cukup keras.
"Sampai kau merusak mobilku, akan aku pastikan kau tidak akan selamat malam ini!" Ancam Ruli dengan tatapan dingin pada istrinya, kemudian segera menjalankan kursi rodanya meninggalkan Diara, diikuti oleh beberapa bodyguard.
Diara lagi-lagi dibuat tercengang atas kelakuan pria lumpuh itu. Ia bahkan sempat mematung beberapa saat, sedikit rasa jengkel karena pria itu telah berani mengancamnya. "Sial! Harusnya aku jawab lagi, kenapa jadi ciut nyaliku" Gerutu Diara dalam hatinya. Kemudian ia segera berlari menyusul Ruli, untung dia tidak menggunakan hak tinggi.
Baru masuk dalam Mension Diara sudah dibuat kagum saja, namun ia sembunyikan rasa kagum itu dengan menunjukkan wajah jutek seolah memandangnya biasa saja. "Ehem!" Deheman Diara mampu membuat Ruli yang sudah masuk kedalam lift menatap dingin Diara lagi.
Sebelum melanjutkan pembicaraannya, Diara pun ikut masuk kedalam lift bersama pria lumpuh itu. Ya, hanya berdua, karena bodyguard yang tadi mengintil itu sudah pergi secara tiba-tiba. "Apakah kita akan satu kamar?" Tanya Diara kemudian dengan lift yang mulai berjalan kelantai atas.
"Terserah" Jawab Ruli yang lagi-lagi dingin.
"Wah..! Ternyata kau tidak seperti pria novel ya yang mau tidurnya satu ranjang? Aku tau kau adalah pria yang tidak tertarik dengan wanita"
Ucapan Diara mampu membuat Ruli menatap tajam. "Maksutmu?"
"Tidak, jangan dipikirkan lagi. Jadi, aku boleh memilih kamarku sendiri?" Tanya Diara yang mengalihkan pembicaraan nya.
"Hanya bisa sekali memilih. Jika itu adalah pilihan pertama mu, maka artinya sampai kapanpun kau harus terus berada disitu"
"Baiklah"
Tak berselang lama, lift pun sudah sampai dilantai atas. Diara mengikuti arah Ruli. "Apa aku boleh memilih sekarang?"
"Hmm" Jawab Ruli .
Entahlah, mungkin saking senangnya ia sampai melebarkan senyumnya, ia pun berjalan lebih dulu dan menjatuhkan pilihannya pada pintu kamar yang menurutnya paling besar dari yang lainnya. Ya, memang Diara adalah perempuan paling toxic yang pernah ada. "Apa aku boleh memilih yang ini?"
"Hmm.."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!