NovelToon NovelToon

UNPREDICTABLE BOSS

Menyebalkan

Tingkat fokus merapikan dokumen yang dari kemarin hanya menumpuk itu sempat memuncak, mengingat deadline-nya semakin dekat. Namun, fokusnya kembali hilang setelah gadis dengan rambut hitam sebahu itu menerima panggilan telpon.

“Harus dilunasin sekarang ? Tapi aku gak ada duit lagi…” ucap gadis itu.

“Kak… Coba minta ke kak Ana, donk…” tambahnya

Ia lalu terdiam dan terlihat semakin lesu. “Ya udah… Tunggu… Satu setengah juta lagi, nya ?” gadis itu kemudian mematikan sambungan telponnya.

Coba kalo gue lahir duluan, begitu pikirnya.

Dengan raut wajah muram dan mata yang terasa berat, gadis itu terlihat melakukan sesuatu di komputernya.

Ponsel yang tergeletak di hadapannya segera Ia ambil dan dirinya kembali terhubung dengan seseorang.

“Kak. Udah ditransfer. Cek lagi…” ucapnya singkat sebelum mematikan sambungan telponnya.

“Ck. Capek banget, Tuhan. Aku harus kerja gimana lagi…” keluh gadis itu.

Tubuhnya terkulai lesu pada meja di hadapannya. Sebuah id card dengan nama Randita Tri Lestari yang Ia genggam terus ditatapnya dengan tatapan yang lesu.

Entahlah. Mungkin karena ruangannya yang berada di lantai dasar, rasa suntuk selalu mudah sekali datang.

Agak unik memang. Ruangan yang alamatnya sedikit susah dicari di-map itu justru menjadi tempat seorang gadis muda menghabiskan sebagian besar harinya selama satu setengah tahun terakhir ini.

Meski berada di lantai dasar, tapi secara formal, jabatannya adalah seorang resepsionis. Yang pada kenyataanya, pekerjaannya ialah penerima segala macam berbagai keluhan pelanggan.

Bagaimana ? Sudah terlintas gambaran tentang sebuah ruangan di lantai dasar ?

Baiklah, di ruangan itu terdapat jendela lebar yang berada persis sejajar dengan tempat kerjanya. Mirip seperti loket pembelian tiket.

Di balik jendela yang lebar itu, hampir setiap waktu gadis itu terduduk di sana. Bagaimana lagi, pekerjaannya yang mengharuskannya siap siaga di sana.

Kala itu, kedatangan seseorang di luar sana memaksanya kembali menggunakan energinya.

“Mbak Dita…” panggil seorang pria di luar sana.

Mengetuk-ngetuk jendela adalah hal yang biasa.

Mengingat id card yang tadi dipegangnya, sudah bisa dipastikan nama gadis itu adalah ‘Randita’. Dan ‘Dita’ pasti adalah nama panggilannya.

Dita terperanjat. Ia berusaha bersikap normal dan menyambut kedatangan pria itu.

Topeng yang Ia gunakan benar-benar ajaib.

Jendela lebar yang terkunci itu kini terbuka dan terjadilah sebuah transaksi bisnis.

“Mbak… Kartu parkir temen saya ada yang ilang. Gimana ya mbak mau bikinnya lagi ?”

“Oh begini Pak… Kalau untuk kartu hilang, biayanya jadi seratus ribu. Karena ada sanksi administrasi lima puluh ribu, ditambah kartu barunya lagi lima puluh ribu. Pembayarannya transfer ya, Pak. Tidak bisa tunai… ” jelas Dita

“Lho. Seratus ribu, ya ?” tanya pria itu

“Iya, Pak” balas Dita ramah

“Saya hubungi teman saya dulu, deh. Makasih mbak” ucap pria itu.

Setelahnya, pria itu berlalu meninggalkan tempat itu.

Dita kembali terdiam dan memancarkan pandangan yang entah kemana fokusnya.

“Dit…” panggil seseorang dari ruangan di sebelahnya

“Iya ?”

“Masi idup, lo ? Tes kuping, Dit… Tes kuping…”

Obrolan seperti itu sudah biasa diantara mereka. Terlebih jika Dita sudah tak terdengar lagi suaranya.

“Heheh…” balas Dita singkat

“Lu bawa bekel, Dit ?”

“Iya. Bawa. Kak Bernadette ama Bu Devina udah pada mau beli makan ? Udah mau jam dua belas, tuh…”

“Yoi… Ini kita mao jalan. Dadah Dita…”

“Iya… Iya…”

Sebuah botol minum Ia raih dari bawah mejanya.

“Kosong…” gumam Dita

Belum sempat dirinya mengisi ulang botol minum itu, seseorang pria tiba-tiba datang dan membuka jendela di hadapan Dita dengan lebar dan terkesan kasar.

“Mbak. Saya mau urus kartu saya. Ilang. Tapi kok kata temen saya jadi seratus rebu ? Orang saya pas pertama beli aja cuma gocap” pekik pria itu.

“Iya, Pak. Aturannya seperti itu. Karena untuk kartu hilang, itu ada denda administrasinya lima puluh ribu-“

“Aturan-aturan apa, si ? Siapa yang bikin aturan kayak gitu, hah ?!”

“Mohon maaf, Pak. Di sini juga jelas tertulis; jika kartu hilang atau rusak, dikenakan biaya seratus ribu...” jelas Dita dengan menunjukkan sebuah kartu di tangannya

“Udah kartu saya ilang, pake kena denda segala” balas pria itu dengan nada suara yang tinggi

“Maaf, Pak. Di sistem juga nanti akan terdeteksi riwayat penggantian kartu, riwayat transaksinya-“

“Ck. Ribet amat sih, mbak” pria itu menggerutu sambil merogoh saku celananya, “tuh !”

Tada! Pria itu melemparkan satu lembar uang seratus ribu persis ke arah Dita

Dita berusaha menyembunyikan rasa kesalnya dengan terus memalsukan ekspresi wajahnya. Ia meraih uang itu dan cepat mengembalikannya pada pria itu.

“Maaf, Pak. Pembayarannya transfer. Kita tidak terima tunai…”

“Apa lagi, sih. Mbak. Ribet amat. Udah, bikinin aja lah !” lagi-lagi pria itu membentak Dita

“Baik, Pak”

Dengan mata sedikit berkaca-kaca, Dita menunaikan kewajibannya.

“Kartunya sudah selesai, Pak. Saya buatin kuitansi pembayarannya dulu ya…”

“Ga usah, lah. Mana kartu saya ?!”

“Ini, Pak” ucap Dita masih dengan nada yang halus.

Kemudian kartu itu Dita serahkan dan pria itu pergi begitu saja.

Air mata yang tadi masih bisa Dita bendung kini memaksa jatuh dan memburamkan pandangannya. Isak tangisnya menggema memenuhi ruangan yang sudah sangat sumpek itu.

Dita mengambil beberapa lembar tissue dan menyeka wajahnya yang masih berderai air mata.

“Huh… Untung lagi pada beli makan siang…” gumamnya

“Kenapa sih kalo kesel tuh suka tiba-tiba nangis. Lemah banget. Lemah” racau Dita.

Seperti itulah cara Dita berusaha memperbaiki suasana hatinya.

Seseorang pernah menyebutkan : ‘Waktu terasa lambat bagi yang sedang menunggu, terasa cepat bagi yang merasa takut, terasa sangat lama bagi yang sedang sedih, dan terasa sangat singkat bagi yang merasa senang’

Jika dipikirkan lagi, ungkapan itu benar adanya. Seperti yang Dita rasakan saat ini. Baginya, sisa waktu hari itu terasa berjalan sangat lama.

Ketika matahari hampir terbenam, Dita baru bisa berkemas dan meninggalkan segala keruwetan di sana.

Kapan Semua Ini Berakhir ?

Setelah berjalan kaki sekitar sepuluh menit melewati jalan raya dan menyusuri trotoar, Dita tiba di gang kecil yang selalu ramai.

Banyak anak kecil bermain dan berlarian di gang itu. Sementara jika masuk lebih dalam ke kawasan kontrakan Dita, tetangganya kerap terlihat berkumpul dan mengobrol.

Untungnya, hunian Dita yang berada di lantai dua sedikit menyelamatkannya dari keramaian di bawah sana.

“Aku pulang…” ujar Dita

Seperti biasa. Hawa panas selalu menyeruak ketika berada di dalam kontrakan sederhana itu. Di sana, dua orang wanita telah terlihat sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.

Ruangan yang ukuranya sekitar 6x4 meter itu menjadi tempat tinggal Dita bersama dua orang saudarinya di kota ini.

Hanya sebuah kipas dinding berukuran sedikit lebih besar yang menjadi pendingin ruangan di sana. Untungnya terdapat sebuah kulkas yang menjadi penolong ketika udara benar-benar sangat panas. Botol-botol air mineral berjajar rapi di balik pintu kulkas.

Duduk di bawah kipas sembari minum minuman dingin menghadirkan kepuasan tersendiri bagi mereka.

“Kak Dita…” salah seorang dari mereka bertiga memecah keheningan

Gadis dengan riasan yang terlihat lebih tebal itu pasti adiknya Dita.

“Hmm…” sahut Dita

“Udah balik ?” tanyanya lagi.

“Belom. Ini bayangannya doang” jawab Dita malas

“Heheh”

“Capek banget, deh. Hari ini diomelin orang lagi…” keluh Dita

“Kenapa ?” tanya satu orang lagi.

Wanita berambut coklat itu mengalihkan perhatiannya pada Dita setelah tadi sibuk dengan ponselnya.

“Kan ada orang yang kartunya ilang, pas dijelasin kalo bayarnya seratus ribu, malah ngomelin Aku… Aku kan Cuma kerja, ya nurut aja sama apa yang disuruh bos…” ungkap Dita

“Dit… Masih mending kamu diomelinnya di ruangan kamu, sendirian, kan ? Gak ada yang liat. Lah, Kakak tadi dibentak-bentak bos pas meeting sama staf yang lain. Tapi gak sampe ngeluh-ngeluh mulu kayak kamu, Dit” balasnya

“Huh…” Dita mengambil nafas dalam

Batinnya berharap Ia tak pernah mengungkapkan keluhannya tadi.

“Mau pada makan lagi, ga ? Kak Risha ? Ros ?” tanya Dita

“Mau…” jawab mereka kompak

“Apaan ?”

“Cari di aplikasi, kek…” ucap Risha sambil sibuk dengan ponselnya

“Banyak… Mau ayam ? Atau apa ? Rosie ? Kak ? Pada mau apaan ?” Dita menawarkan pilihan

“Terserah…” jawab Risha

“Kak Dit… Aku pengen kuitiaw siram…” kata Rosie

“Kak Isha juga ?”

“Ngikut aja…”

“Ya udah… Kuitiaw siram tiga, ya… Aku pesenin” ucap Dita datar

“Rosie kamu yang turun” sambar Risha

“Iya, iya…” balas Rosie

“Nih,” Dita meletakkan ponselnya, “mandi dulu”

Setelah selesai dengan urusannya di kamar mandi, Dita melihat makanan yang dipesannya sudah tersaji dan siap disantap. Ketiga kakak-beradik itu akhirnya menyantap makanan mereka dengan lahap.

“Ck. Kakak jadi keinget lagi omongan Bibi…” tiba-tiba Risha mengubah alur pembicaraan dan menghentikan suapan makanannya.

“Ooh. Yang tadi siang ?” tanya Dita datar

“Iya, Dit. Kakak sakit ati banget baca chat-nya Bibi-“

“Bi Rahayu ?” Rosie memotong ucapan Risha

“Siapa lagi...” balas Dita

“Emang Bi Rahayu ngomong apa ?” Rosie penasaran

“Sebenernya dari minggu-minggu kemaren Bibi nanyain utangnya Bapak ke Bibi. Cuma tadi siang Bibi sampe bilang ‘kalian juga dulu sekolah tuh dibantu sama Bibi’… Dih. Dulu kata dia ke nenek ‘jangan suka ngungkit-ngungkit masa lalu entar ga jadi berkat’, malah dianya yang ngungkit-ngungkit kayak gitu. Terus kakak jawab gini aja, ‘maaf banget Bi. Isha juga tau gimana dulu Tita sama Devi ngomong apa ke Bapak’. Makanya kakak sakit ati banget ” tutur Risha

“Lah. Dulu waktu si Tita nyari-nyari kerjaan di kota juga kan Bapak yang urus dia, kan ? Kasarnya si Tita tuh Bapak yang nampung, ya kan ? Inget Rosie juga walupun dulu masih bocil” sahut Rosie

“Iya. Lagian kalo Bibi butuh banget buat bayar kuliah si Santi, kenapa gak minta sama si Tita, sama si Devi, sih. Di-status mah si Tita suka bangga-banggain mulu adeknya. Giliran buat kuliahnya, kita yang pusing.” gerutu Risha

“Tapi udah dibayar ?” tanya Rosie

“Udah. Untung ada di si Dita. Oiya, Dit. Nanti kakak ganti setengahnya ya kalo dari pak Baskoro udah cair”

“Setengahnya ?” tanya Dita lesu

“Iya, kan ? Setengah-setengah”

“Kan tadi dari kak Isha cuma ngasih seperempatnya ?”

“Ih. Ini bayarin utangnya Bapak, lho. Itung-itungan gitu, sih”

Tapi kan uang aku… pikir Dita.

“Hmm…” pungkas Dita pasrah

Obrolan itu berakhir bersamaan dengan habisnya makanan di hadapan mereka. Kini, mereka kembali sibuk dengan ponsel mereka masing masing.

Berbeda dengan kedua saudarinya yang nampak asyik dan sesekali terlihat tertawa santai, Dita terlihat memainkan ponselnya dengan raut wajah yang sangat serius. Mungkin ada hal penting yang Ia temukan.

“Kayaknya Aku diterima kerja di tempat yang waktu itu Aku ceritain, euy” ujar Dita

“Seriusan ?”

“Kapan ? Kata siapa ?”

Risha dan Rosie nampak semangat

“Yang beberapa minggu lalu nawarin kerjaan... Ternyata dia temen deket HRD-nya… .” ungkap Dita

“Wih. Keren banget ordal-nya kak Dita” Rosie terkekeh.

Dita ikut menyeringai mendengar ucapan adiknya barusan.

“Gajinya gimana, Dit ?” tanya Risha

“Waktu interview sih bilangnya UMR…”

“Bagus, dong ! Kamu gak perlu banyak kerja part-time lagi buat kuliahnya si Rosie” seru Risha

“Iya, sih. Tapi itu masih kayak bocorannya aja. Panggilan resminya belom ada, sih” balas Dita

“Ya semoga aja bisa cepet pindah kerja lagi. Sayang-sayang skill kamu jadi kependem kalo kelamaan kerja di sana” yang Risha maksud adalah tempat kerja Dita yang kekurangan cahaya matahari itu.

Harapan Yang Menjadi Kenyataan ?

Sinar matahari pagi itu semakin memaksa masuk setelah Dita membuka pintu ruangannya dan bergegas pergi.

“Aku berangkat ya…”

Ucapan pamitnya itu jelas tak mendapat jawaban sebab kedua saudarinya masih terlelap. Jika dipikir-pikir lagi, Dita selalu menjadi orang yang pertama pergi, namun selalu datang paling akhir.

“Yass… Jam enem lima ‘lapan. Masih dua menit lagi” Dita nampak sumringah setelah selesai mengisi absen.

Dita memang selalu datang lebih awal dari kedua rekannya. Sebab sebagai seorang resepsionis, pelanggan jasa Dita yang notabene adalah orang-orang yang beraktifitas di komplek itu kebanyakan sudah berada di sana sebelum pukul delapan pagi.

Kembali ke ruangan yang kekurangan cahaya matahari itu, Dita disambut oleh office girl yang baru selesai menyapu ruangan.

Di ruangannya itu, Dita menikmati makanan yang sempat Ia beli di tepi jalan sambil membiarkan udara dingin di sana menerpa kulitnya yang mulai sedikit berkeringat.

Suasana yang tidak begitu ramai dan cenderung hening ini membantunya memperbaiki mood dan pikirannya.

“Enak bangat !” ucapnya penuh semangat

Tepat setelah makanan di hadapannya habis, seorang pria datang dan menduduki sebuah kursi kosong yang berada di ruangan Dita.

Suara musik dari ponsel pria itu cukup kencang, memecah keheningan yang Dita sukai.

“Kamu lagi nyarap, Dit ?” ucap orang itu

“Iya, Pak Alga... Sarapan, Pak” jawab Dita singkat.

Pria itu terlihat berumur sekitar pertengahan empat puluhan. Pakaian yang Ia kenakan sangat jelas menunjukkan bahwa pekerjaannya adalah seorang staff maintenance.

“Kamu makan apaan, Dit ? Baunya gok gini amat, yak ?” tanya pak Alga dengan ekspresi seolah seperti terganggu oleh suatu hal.

“Saya jajan lupis, pak”

“Oh, bagus itu. Pagi-pagi sarapan lupis biar cepet kurus, Dit”

Dita tak menjawab lagi ucapan pak Alga. Dirinya terkadang tidak mengerti apa yang sebenarnya pria itu coba sampaikan. Padahal dengan tinggi sekitar 160 cm dan tubuh rampingnya, Dita terlihat sudah sangat ideal.

“Bercanda, Dit. Idup tuh harus enjoy biar gak stress. Betul ?”

‘Apa sih’ pikir Dita. Namun, hal itu tentu tak Dita ucapkan.

“Eheh… Iya, Pak” jawabnya singkat

Untungnya, ponsel Dita berdering dengan nyaring sehingga basa-basi yang membosankan itu bisa berakhir.

“Misi, pak. Saya jawab telpon dulu…” Dita lalu pergi ke ruangan sebelahnya untuk menjawab panggilan telpon itu.

Pak Alga masih berada di ruangan Dita dan tetap anteng dengan musik yang kencang. Siulan yang nyaring juga kerap Ia suarakan. Selalu saja begitu bahkan nyaris setiap hari. Oh ! Sungguh hal itu selalu sangat ingin Dita hindari.

“Hallo… Selamat pagi…” Dita menyapa terlebih dulu

Entah apa yang Dita dengar, namun raut wajah yang tegang itu pasti muncul karena hal yang sangat mengejutkan.

“Senin depan, Bu ?”

Perlahan-lahan, binar matanya melebar. Senyum tipis samar-samar timbul dari sudut bibirnya.

Senin depan, berarti empat hari lagi, batin Dita.

#

Malam harinya, seperti biasa. Dita dan kedua saudarinya menikmati makan malam di hunian mereka.

“Aku diterima beneran, euy. Tadi pagi ditelpon dari perusahaannya…” ceplos Dita tiba-tiba

Ucapannya itu sontak membuat kedua saudarinya terkejut bukan main.

“Beneran ? Bukan prank, kan?” Rosie tercengang

“Beneran atuh! Udah gitu katanya entar Senen mulai kerja di sana” ucap Dita semangat

“Hah ? Senen ? Sekarang udah Kamis. Empat hari lagi, donk ? Eh ? Udah ngajuin resign belom ?” cecar Risha

“Udah. Tadi sore udah aku ajuin surat resign-nya. Besok serah terima sama orang baru”

“Cepet amat ngerekrutnya…” Rosie kembali keheranan

“Orang gak ada interview. Udah gitu ada pak Alga. Dia kan suka masuk-masukin kenalannya” tutur Dita

“Buset… Gercep banget ya ?” Rosie terdengar tak percaya

“Heem. Untung banget cepet nemu lagi. Kalo kelamaan, entar kakak juga yang kerepotan” balas Dita

“Iya sih, ya. Nanti gak tenang kerja di perusahaan baru, hihi…” sambung Rosie

“Nah, itu” pungkas Dita

#

Setelah melewati akhir pekan yang terasa panjang, Dita akhirnya memulai hari pertamanya bekerja di perusahaan barunya; RubynistMax. Perusahaan tempatnya bekerja sekarang merupakan salah satu cabang perusahaan Rubynist Grup.

Saat ini, RubynistMax menempatkannya sebagai Personal Assistant Junior seorang direktur di sana. Sesuai dengan posisi yang ditawarkan yaitu sebagai Personal Assistant.

Satu bulan berlalu nyaris tanpa kendala. Hingga pada awal bulan kedua, Dita dipromosikan untuk menggantikan asisten pribadi salah satu direktur di kantor pusat mereka; Rubynist Grup.

Hal itu tentu sangat mengejutkan Dita. Sebab, menjadi Personal Assistant seorang direktur di kantor pusat perusahaan itu tak pernah benar-benar terlintas dalam benaknya.

Malam hari setelah mendapat kabar itu, Dita bergegas memberi tahu kedua saudarinya.

“Kak... Ros... Minggu depan Aku dipindah ke kantor pusat… Di distrik Blue Moon”

“Hah ? D-distrik Blue Moon ? Di daerah Kota Jakarta Pusat, kan ?” Risha tercengang

“He’em… Gimana nya… Kan lumayan jauh dari sini… Kalo pake bis TransJakarta juga bisa sejam-an lebih…” Dita jelas berpikir dengan keras

“Maksudnya, kak Dita mau pindah kost-an ?” ceplos Rosie

“Ish. Justru kakak kepikiran buat ga nerima tawarannya-“

“Hehh!” Risha dan Rosie sama-sama terkejut

“Janganlah! Udah bagus banget itu tawarannya” sambung Risha

“Iya, Kak. Sayang banget kalo ga diambil. Gini aja… Entar kita anter cariin kost-an baru, gimana ?” Rosie menawarkan bantuan

“Boleh… Boleh, deh” pungkas Dita

#

Keesokan malamnya…

“Kak… Ros… Ternyata ada mess-nya juga…”

“Tuh !”

“Nah !”

Kedua saudarinya terdengar lebih bersemangat daripada Dita sendiri.

“Berarti nanti weekend anter pindahan dulu nya…” sambung Dita

“Santuy…” pungkas Rosie singkat.

Hari-hari terakhir Dita bekerja di RubynistMax Ia lalui dengan perasaan yang campur aduk. Rekan-rekannya di kantornya saat ini banyak yang mendukungnya. Namun, ada pula beberapa orang yang terlihat tak senang dengan keberuntungan Dita.

Dibantu kedua saudarinya, akhirnya hari ini Dita siap menghuni mess karyawan yang disediakan. Hal ini tentunya akan memangkas waktu perjalanan dari dan menuju perusahaan Rubynist Grup.

Bangunan mess itu terlihat seperti kost-an dengan delapan pintu yang berjejer di lantai satu dan di lantai dua. Masing-masing ruangannya berukuran sekitar 2x3 meter, dilengkapi pendingin ruangan serta kamar mandinya berada di dalam. Sepertinya akan cukup nyaman tinggal di sana.

Lokasi mess itu hanya berjarak dua pemberhentian bis dari kantor pusat Rubynist Grup. Jika lalu lintas lancar, waktu yang ditempuh bahkan bisa kurang dari setengah jam saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!