NovelToon NovelToon

Ternyata Ada Cinta

01 - ZAFIRA, ZAFRAN, FARIZ

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Hai BESTie-BESTie-ku 🫰

Apa kabar? Smg sehat ya...

Makasih yang udah follow dan favorite-in karyaku🙏

Aku coba nulis Novel kedua, lanjutan dari Novel pertama : "Istri Pilihan Mama"

Novel kedua ini sengaja kutulis untuk memenuhi request an reader's, minta dilanjutin cerita anak-anak Laras Arga.

Gak tau, bisa bagus apa gak ya...

Soalnya aku gak kefikiran bikin novel yang masih berhubungan dengan Laras Arga, tp readers yang nyaranin bikin sequel keluarga Laras Arga.

Tulisan ini dadakan jadi inspirasi nya juga dadakan, sampe sekarang ide juga masih abu-abu, biar mengalir aja ya inspirasi nya... Klo gak suka boleh skip 🤗

*****

Zafira Mutia Wibawa

Fariz Erlangga

*****

Tiga tahun tak terasa berlalu dengan cepat, mama Laras, papa Arga serta oma Mayang masih disibukkan mengurus anak kembar yang semakin hari semakin pintar, lucu, gemuk dan putih.

Oma Mayang juga tetap rutin menginap di rumah anak dan menantu kesayangannya, wanita paruh baya itu ikut memantau tumbuh kembang kedua cucunya.

Tidak salah, jika kedua anak kembar tersebut menjadi lengket dengan sang nenek, naluri anak kembar itu telah terikat dengan oma Mayang, keduanya merasa nyaman dan tidak pernah menangis jika oma Mayang menggendong, memberi makan, mengajak main bahkan memandikan mereka.

Ikatan nenek dan cucu sangatlah kuat, sesuatu yang wajar, jika kedua anak kembar itu merasa nyaman bersama sang nenek dikarenakan hampir setiap hari oma Mayang berada di rumah mereka, berada di tengah-tengah kedua anak kembar itu, mengurus dan menyayangi keduanya dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Hubungan mama Laras dan papa Arga pun semakin mesra dan harmonis, selama pernikahan tidak ada percekcokan apalagi pertengkaran besar dalam rumah tangga mereka.

Sang suami tidak pernah membuat ulah, apalagi sang istri, dari lahir memang bukan tipe wanita yang banyak ulah apalagi mau membuat ulah, sehingga sempurnalah kebahagiaan di rumah itu, dikelilingi dengan orang-orang baik dan saling menyayanginya.

Hari Sabtu, pukul 08:30.

"Sayang, apa hari ini kau ingin keluar? Kau pasti jenuh di rumah terus mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak. Bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan ke Ancol bersama mama, Zafran dan Zafira?." tanya papa Arga di sela-sela sarapan.

Mama Laras menghentikan kunyahannya sejenak, menatap ke arah papa Arga.

"Mau sayang.., Mama juga ikut ya ma?," pinta wanita cantik itu mengalihkan pandangan ke arah oma Mayang, mengajak mama mertua supaya ikut bersuka ria di luar bersama keluarga kecilnya.

"Mama hari ini pulang ke rumah dulu sayang, kan Sabtu dan Minggu memang jadwal mama pulang ke rumah, karena hari ini dan besok sudah ada Arga yang membantumu menjaga cucu-cucu mama. Hari Senin, seperti biasa mama akan ke sini lagi," jawab oma Mayang menyeruput susu hangat khusus lansia.

"Oh iya, mama benar juga. Iya sudah tidak apa-apa kalau mama belum bisa ikut. Nanti sekalian saja kita antar mama ke rumah dulu, baru setelah itu kita ke Ancol," ujar mama Laras sambil kembali melanjutkan mengunyah sarapannya.

"Sudah, tidak perlu mengantar mama, mama kan ada sopir pribadi. Nanti pak Wito yang akan menjemput mama seperti biasa," tolak wanita paruh baya itu tersenyum menatap menantunya dengan tatapan lekat.

Oma Mayang bangga kepada mama Laras, ternyata memang tidak salah dia memilihkan mama Laras untuk menjadi istri papa Arga. Wanita paruh baya yang kini telah berusia 60 tahunan itu merasa tidak ada perubahan sikap sedikit pun dari sang menantu. Meski pun saat ini mama Laras telah menjadi istri dan menantu dari orang kaya, namun sikapnya tetap sederhana, apa adanya dan lembut terhadap suami, mertua, anak-anak bahkan ke semua pekerja di rumahnya.

Setelah selesai sarapan, mandi, oma Mayang pun langsung berjalan ke teras, dimana sang sopir telah dari tiga puluh menit yang lalu menunggunya.

Oma Mayang mencium pipi gembul Zafran yang tengah di gendong mama Laras. Menyusul mencium pipi kemerahan Zafira yang ada dalam gendongan papa Arga.

Kedua anak itu hanya tertawa memperlihatkan gigi yang sebagian masih belum tumbuh saat oma Mayang mencium pipi mereka. Kemudian sang oma yang berhati sangat baik itu segera masuk mobil.

"Oma, pulang dulu ya, jangan nakal," pesan wanita berambut putih itu melambaikan tangan dari dalam mobil.

"Hati-hati di jalan oma," pesan mama Laras memegang telapak tangan mungil Zafran kemudian melambaikannya ke arah oma Mayang yang ada di dalam mobil dan berlalu dari depan mereka.

"Sayang, kau sudah menghubungi Tina? Apa hari ini dia bisa ikut kita ke Ancol sekalian mengajak Fariz?," tanya papa Arga sembari berjalan masuk ke rumah yang diiringi mama Laras.

Keduanya duduk di sofa ruang tengah dengan memangku masing-masing satu anak di atas paha mereka.

"Sudah, tadi pas selesai sarapan, aku langsung menelpon Tina. Nanti Rico yang akan mengantarkan Tina dan Fariz ke sana," sahut mama Laras seraya memasangkan baju Zafran yang beberapa bagian kancingnya tidak terkancing.

"Rico dan Tina mau menjodohkan Zafira dengan Fariz, apa kau setuju sayang?," tanya papa Arga meminta pendapat istri cantiknya.

"Sejujurnya aku setuju sayang. Aku tahu persis Tina orang yang sangat baik dan Fariz juga pasti akan tumbuh menjadi anak yang baik seperti ibunya. Dan mas juga pasti sudah tahu, sebaik apa Tina padaku waktu hidupku masih susah dulu. Dia orang pertama yang menyelamatkan hidupku, menampungku di kontrakan tanpa pamrih. Meminjamkanku uang untuk membeli ponsel dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan Tina yang tidak bisa disebutkan satu persatu," tutur mama Laras mencoba mengingat kembali masa-masa dirinya hidup susah dulu, hanya mama Tina lah tempatnya mengadu dan menumpang hidup di kontrakan mama Tina untuk tinggal dan berteduh.

"Iya aku tahu, Tina sudah seperti kakakmu sendiri. Dan sebenarnya aku juga menyetujui perjodohan anak mereka dengan Zafira. Mudah-mudahan saja Fariz kelak bisa menjadi suami yang baik untuk anak kita," ucap papa Arga mengusap kepala Zafira yang sedang asyik memainkan boneka pink-nya.

"Aamiin, seperti papanya, sangat baik dan penyayang," ucap mama Laras melirik suami yang duduk di hadapannya.

"Aamiin," ucap papa Arga pula sambil tersenyum menatap lembut mama Laras.

"Tapi sayang.., bagaimana kalau Zafira tidak menyetujui perjodohan ini? Apa kita harus memaksanya?," sambung papa Arga kembali. Dia bertanya seperti itu karena belajar dari pengalamannya terdahulu, saat sang mama memaksanya menikahi mama Laras tanpa rasa cinta.

"Kita tidak perlu memaksanya. Cukup memberitahu Zafira jika kita telah menjodohkannya dengan Fariz. Dan kita harus terus menasehati dan mengarahkannya kalau kita memilihkan pasangan hidup yang baik dan tepat untuknya," sahut mama Laras membelai pipi Zafira yang ada di pangkuan papa Arga.

"Iya sayang, itu akan menjadi urusanmu untuk menasehati Zafira, karena kau Ibunya. Aku yakin kau bisa meluluhkan hati anakmu seperti dulu kau meluluhkan hatiku yang jahat, kejam dan seperti monster," ujar papa Arga tersenyum simpul menatap mama Laras dengan penuh cinta.

Mama Laras tersenyum membalas tatapan papa Arga.

"Kau dulu itu memang seperti monster sayang, monster bermata merah," ledek mama Laras lalu tertawa lebar.

Mendengar perkataan mama Laras, papa Arga pun tidak bisa menahan tawa, pria itu mengucek rambut mama Laras seraya menatap penuh cinta pada sang istri.

*****

Tiga belas tahun kemudian.

Kini, umur Zafran, Zafira dan Fariz telah menginjak 16 tahun.

Ketiganya kini telah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas dan mereka menimba ilmu di sekolahan yang sama, hanya saja Fariz berbeda kelas dengan Zafran dan Zafira.

Ketiganya memiliki kecerdasan yang sama, Zafira selalu mendapat juara Pertama dan Zafran mendapat juara Kedua di kelas mereka, Fariz pun tidak kalah cerdasnya dengan kedua sahabatnya, dia selalu meraih juara Pertama di kelasnya.

Sejak kelas 1 Sekolah Menengah Pertama, sebenarnya Fariz sudah mulai mengagumi Zafira, semakin hari semakin besar rasa kagumnya kepada gadis anak orang kaya itu.

Zafira yang sama persis seperti mama Laras memiliki hati yang lembut, baik, cantik dan bertubuh tinggi semampai, membuat Fariz begitu mengagumi gadis cantik dan putih itu.

Banyak anak laki-laki satu sekolah atau dari sekolah lain yang menyukai bahkan tak segan-segan mengejar gadis rupawan itu namun sang gadis tidak pernah mengindahkan mereka.

Zafira hanya menyukai satu pria, Ronald, kakak kelas mereka. Pemain basket yang digilai banyak anak perempuan di sekolah mereka, seumuran Anak Menengah Atas, Ronald memiliki postur tubuh di atas rata-rata, dengan tinggi badan 180 cm.

Ronald sangat mengagumi Zafira yang terkenal dengan kecantikan serta kecerdasannya begitu pun sebaliknya. Zafira sangat bangga bisa berdekatan dengan pembasket tampan dan populer seperti Ronald, bahkan sudah satu bulan ini, mereka menjalin hubungan cinta monyet, hubungan yang hanya sekedar makan bersama, nonton bioskop dan keliling ke tempat-tempat wisata di kota Jakarta, namun itu sudah cukup membuat Zafira dan Ronald merasa senang melalui hari-hari mereka.

Sementara Fariz, hingga kini, setelah mereka duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Atas, anak baru gede itu hanya berani diam membisu, menyimpan perasaan kagumnya kepada sang sahabat sekaligus anak dari sahabat mamanya itu.

Sebenarnya Fariz sudah tahu sejak lama, jika dirinya dan Zafira telah dijodohkan oleh kedua orang tua masing-masing, hanya saja perjodohan itu tidak terlalu dipaksakan, semua berjalan seperti air mengalir, dan semua keputusan diserahkan kepada Zafira dan Fariz, apakah akan menerima perjodohan ini atau tidak.

Baik mama Laras dan papa Arga, atau pun mama Tina dan papa Rico, sama sekali tidak memaksakan kehendak mereka agar anak-anak mereka menyetujui perjodohan ini. Ke empat orang tua tersebut menyerahkan segala keputusan kepada Zafira dan Fariz.

"Riz, ayo kita pulang!," Zafran merangkul sahabatnya dan berjalan ke parkir mobil saat mata pelajaran telah usai.

Fariz tidak terlalu mengacuhkan ajakan Zafran. Matanya sibuk berputar mencari sesuatu yang tidak terlihat di matanya.

"Kau mencari siapa?," Zafran menarik sebelah bibir, tersenyum menatap Fariz penuh selidik.

Fariz tidak menjawab, matanya masih berkeliling hingga kepalanya ikut berputar melihat ke belakang. Mengedarkan pandangan mencari sesuatu yang sejak tadi tidak ditemukan.

"Zafira mana Fran?," Fariz akhirnya bertanya setelah matanya lelah mencari sosok Zafira tetapi tidak menemukannya.

"Sudah kuduga, kau pasti mencari Zafira!," Zafran terkekeh menepuk bahu sahabatnya dengan keras.

"Riz, kau jangan berharap terlalu dalam pada adikku. Dia sudah punya kekasih. Kau ini tampan Riz, banyak yang menyukaimu. Kau cari saja gadis lain, seperti si Adel, Tria, Cella, dan masih banyak lagi. Kau pilih salah satu dari mereka, daripada kau terus memendam rasa pada Zafira. Pasti sakit rasanya!," Zafran mencoba menasehati dan membuka fikiran sang sahabat, Zafran tidak tega melihat Fariz yang setiap hari hanya berharap Zafira melihatnya.

Zafran tahu persis parasaan dan seluruh isi hati Fariz terhadap Zafira, karena mereka telah bersahabat sejak kecil, dan Zafran telah berpuluh kali menasehati Fariz agar melupakan adiknya namun pria tampan beralis tebal itu tidak pernah menggubris nasehat Zafran. Fariz tetap tidak menyerah. Terus berharap Zafira akan memalingkan mata untuk melihatnya.

...*******...

02 - RONALD

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Hai BESTie-BESTie-ku☺️

Sebelumnya aku pengen ngucapin,

Selamat Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriyah, Minal Aidzin Walfa'idzin, Mohon Maaf lahir dan bathin ya..🙏

Kalo ada salah kalimat dalam novel ini atau saat aku membalas komentar kalian, mohon dimaafkan 🙏

*****

"Kau belum menjawab pertanyaanku? Zafira kemana? Mengapa tidak ada bersamamu?," Fariz mencoba bertanya lagi saat keduanya tengah berjalan menuju pelataran parkir.

"Biasa, dia pulang diantar si Ronald," jawab Zafran memberitahu.

Mendengar jawaban Zafran, Fariz mendadak menarik nafas dan menghempaskannya berat, dia telah bisa menebak jika Zafira pasti sedang berdua dengan Ronald.

"Kau setuju adikmu menjalin hubungan dengan si pembasket playboy itu?," tanya Fariz kemudian, mencoba mempertanyakan hubungan Zafira dengan Ronald kepada Zafran, saudara kembar Zafira.

"Sebenarnya aku tidak setuju Zafira dekat apalagi sampai berpacaran dengan si Ronald, tapi mau bagaimana lagi? Zafira sepertinya sudah jatuh cinta pada pembasket hebat itu. Aku tidak bisa melarang mereka. Keputusan ada di tangan Zafira," sahut Zafran mengangkat bahu.

"Iya kau benar, kita tidak bisa mengatur hati Zafira, apalagi sampai harus memaksanya agar meninggalkan kekasihnya," Fariz berkata menundukkan muka seraya menendang pelan kerikil yang menghalangi langkah kakinya.

Jika boleh jujur, hati Fariz sakit dan tidak rela setiap kali melihat Zafira bersama Ronald, namun dia juga tidak mau menghalangi perasaan cinta yang dirasakan gadis itu terhadap pria pujaannya.

Zafran hanya terdiam, menoleh ke samping, menatap muka Fariz yang terlihat murung.

"Sudahlah teman! Coba kau lupakan Zafira! kalau kau masih nekad menunggunya, kau harus siap selalu terluka!," kembali Zafran mengingatkan sahabatnya sambil menyikut lengan Fariz.

"Itu masalahnya. Aku tidak bisa melupakan adikmu. Zafira bagiku tidak ada duanya. Dia pintar, baik, cantik, lembut dan perhatian. Aku menyukai adikmu sejak dulu," Fariz selalu jujur tentang perasaannya kepada Zafran.

Zafran menggeleng-gelengkan kepala. Ini ke sekian kali Fariz mengungkapkan isi hati yang sudah terlalu lama Fariz pendam untuk sang kembarannya.

"Baiklah terserah kau saja!," sahut Zafran menyerahkan keputusan pada Fariz.

Setelah keduanya sampai di parkir, Zafran memberikan senyum pada sang sopir yang telah menunggunya sejak tadi.

"Oh iya, kau bawa motor atau tidak?," tanya Zafran mengalihkan pandangan kepada Fariz.

"Tidak. Tadi pagi aku sengaja tidak membawa motor, niatku mau ikut kau dan Zafira, tapi ternyata Zafira tidak pulang denganmu," Fariz berucap dengan sangat kecewa.

"Ya sudah, daripada kau naik taxi, lebih baik ikut aku saja. Siapa tahu nanti sampai di rumah Zafira sudah pulang," tawar Zafran.

"Baik, aku setuju," Fariz tersenyum mengangguk.

Sopir pribadi Zafran dan Zafira sedang bersandar di mobil sambil menyesap rokok di tangannya langsung mematikan rokoknya.

"Tuan muda sudah pulang? Nona muda kemana?," tanya Mardi dengan mimik muka ingin tahu.

Sopir berusia 35 tahun itu akan selalu bertanya tiap kali Zafran pulang sekolah tanpa Zafira.

"Zafira diantar Ronald, mas," terang Zafran masuk ke dalam mobil tanpa dibukakan oleh sang sopir.

Mama Laras telah mengajarkan anak-anaknya jika masuk atau keluar dari mobil, sebaiknya tidak perlu dibukakan oleh Mardi, tetapi harus membuka pintu mobil sendiri. Jadi tidak heran jika Zafran dan Zafira telah terbiasa masuk dan keluar mobil dengan membuka sendiri tanpa harus bermanja diri menyuruh sopir membukakan pintu bagi mereka.

Mardi adalah anak dari mang Gatot sopir terdahulu papa Arga yang kini telah beristirahat dan kembali ke kampung halaman beserta istrinya, bik Lina. Mang Gatot meminta kepada papa Arga supaya Mardi yang menggantikannya setelah dia berhenti bekerja di rumah tuan kaya itu.

Baik papa Arga maupun mama Laras menyetujui permintaan mang Gatot dikarenakan mang Gatot pekerja yang setia kepada keluarga mereka, dan mereka yakin Mardi juga akan sama setianya seperti sang ayah serta ibunya.

Fariz pun tanpa disuruh ikut menyusul Zafran masuk ke dalam mobil, telah menjadi rutinitas Fariz jika tidak membawa motor besarnya, dia akan ikut bersama Zafran dan Zafira, dimana rumah mereka juga tidak terlalu berjauhan.

Tiga puluh menit kemudian, Mardi telah memarkirkan mobil ke dalam halaman rumah besar itu.

Mama Laras telah menunggu kedatangan anak-anaknya di depan pintu.

Zafran langsung mencium tangan sang mama yang terlihat cantik meski sudah tidak muda lagi. Parasnya tidak berubah. Tetap cantik dan tenang. Dia mengusap rambut anaknya sambil tersenyum penuh kasih, disusul Fariz ikut mencium tangan mama Laras.

Mama Laras bersikap yang sama terhadap Fariz, mengusap lembut kepala anak sahabatnya sekaligus anak yang telah mereka jodohkan dengan Zafira.

"Ada Fariz juga ternyata. Ayo masuklah sayang, kita makan dulu," tawar mama Laras dengan begitu lembutnya kepada kedua remaja yang berseragam rapi itu.

Mama Laras pun berjalan masuk diiringi oleh kedua anak tampan itu.

"Bagaimana kabar mamamu, Riz?," mama Laras bertanya menatap anak sahabatnya.

"Alhamdulilah mama sehat tante," ucap Fariz yang mengekor di belakang mama Laras.

"Alhamdulilah kalau mamamu sehat. Taruh tasmu di kamar Zafran. Setelah itu kalian makan ya,"

"Baik tante, terima kasih," sahut anak baik itu berjalan mengikuti langkah Zafran menuju kamar.

Setelah selesai makan dan menunaikan shalat Dzuhur, Fariz belum juga berniat meninggalkan rumah Zafira, dia masih ingin menunggu hingga Zafira pulang ke rumah.

Pukul 15:00.

Setelah dengan penuh kesabaran menunggu Zafira, gadis yang dia tunggu akhirnya muncul juga yang diantar oleh si pembasket jangkung dengan menggunakan motor besar.

Fariz dan Zafran yang sedang duduk di teras, langsung mengalihkan pandangan ke arah suara motor yang telah berhenti di dalam pekarangan rumah, empat meter dari tempat mereka berdua duduk.

Terlihat Zafira turun dari motor berwarna hijau itu.

"Kau mau masuk tidak?," tanya Zafira setelah berhasil turun dari motor. Gadis belia bermata indah itu bertanya pada sosok yang duduk di atas motor.

"Sudah sore, aku langsung pulang saja. Besok jangan lupa temani aku membeli sepatu olahraga," Ronald kembali mengingatkan Zafira.

"Beres, dengan senang hati," sahut Zafira tersenyum begitu manis kepada kakak kelasnya itu.

Fariz yang melihat sikap manis yang ditunjukkan Zafira kepada Ronald langsung membuang muka. Dia tidak ingin berlama-lama menonton kemesraan dua orang di depannya.

"Permisi," pamit Ronald kepada kedua adik kelasnya yang sedang duduk di kursi.

Zafran dan Fariz mengangguk tersenyum kepada Ronald, yang sepersekian detik, Ronald telah menghilang dari pandangan mereka.

Zafira dengan rambut panjang yang tergerai di pinggang, melangkah santai dengan senyuman menghias bibirnya memasuki rumah. Dan saat gadis cantik itu melintas di depan Zafran dan Fariz, dia hanya menyunggingkan senyum dan terus masuk tanpa melontarkan sepatah kata pun kepada Fariz yang telah lama menunggunya duduk di sana.

Zafran melirik Fariz, dia dapat melihat perubahan di muka sahabatnya.

"Sabar. Sudah kukatakan, lupakan Zafira!,"

Fariz hanya diam mendengar ucapan Zafran.

"Baiklah, aku pulang dulu," Fariz beranjak dari tempat duduk dan masuk ke dalam rumah mencari mama Laras.

Remaja itu melihat mama Laras sedang di ruang tengah menonton televisi.

"Tante, Fariz permisi pulang dulu,"

Mama Laras menoleh ke arah Fariz dan segera beranjak mendekati remaja itu.

"Iya pulanglah, sudah sore. Kau harus istirahat ya sampai di rumah," pesan mama Laras yang tangannya telah diraih Fariz. Remaja itu mencium tangan Ibu dari gadis yang dikaguminya.

"Iya tante, sesampai di rumah Fariz pasti langsung istirahat," Fariz menjawab sopan.

"Biar Mardi saja yang mengantarmu pulang," ujar mama Laras.

"Tidak perlu tante, Fariz jalan kaki saja, rumahnya kan dekat, paling jalan kaki hanya Sepuluh menit,"

"Sudah, jangan membantah. Biar Mardi yang mengantarmu pulang. Jangan lupa ambil tasmu dulu di kamar Zafran," ucap mama Laras mengingatkan.

Fariz tidak berani membantah perintah mama Laras. Remaja itu langsung mengangguk dan berjalan ke kamar Zafran untuk mengambil tas.

Setelah beberapa menit, Fariz telah berada di teras rumah yang diantar oleh mama Laras serta Zafran.

"Fariz pulang dulu tante, terima kasih untuk makan siangnya hari ini. Fran aku pulang dulu, Assalamu'alaikum..," pamit Fariz masuk ke dalam mobil.

"Sama-sama nak, Wa'alaikumsalam," ucap mama Laras tersenyum mengangguk.

Setelah itu mobil pun langsung melesat meninggalkan bangunan bertingkat itu.

"Ayo nak, kau juga masuk dan istirahat di kamar," ajak mama Laras merangkul pinggang Zafran yang tinggi badan sang anak telah melebihi tinggi badannya.

Zafran tersenyum mengikuti ajakan mama cantiknya dan berjalan berdampingan dengan sang mama, masuk ke dalam rumah.

...*******...

03 - PENGUNTIT

Pukul 16:30.

Sepulang Fariz dan setelah menyelesaikan shalat Asar, mama Laras segera menemui Zafira di kamarnya.

Mama Laras membuka pintu yang memang selalu tidak dikunci oleh sang putri, kecuali jika tidur atau sedang selesai mandi dan memakai handuk, gadis belia itu baru akan mengunci pintu kamar.

Mama Laras masuk ke kamar Zafira. Anak belia berambut panjang itu sedang menyandarkan tubuh di headboard sambil memainkan ponsel. Matanya melirik sekilas pada sang mama yang sedang berjalan ke arahnya setelah menutup pintu. Kemudian fokus kembali pada benda yang ada di tangan.

Mama Laras duduk di pinggir tempat tidur seraya tersenyum lembut menyentuh rambut panjang Zafira yang masih basah karena baru selesai keramas, lalu menyelipkan dan merapikan anak rambut putri kesayangan ke balik telinga.

"Ternyata anak mama sudah mandi, rambutnya masih basah dan makin terlihat cantik," puji mama Laras tersenyum membuka pembicaraan sambil mengalihkan gerakan tangan, mengelus rambut di dahi Zafira.

"Sudah ma, tadi pulang dari luar, Zafira langsung mandi. Mama tahu sendiri, Zafira tidak nyaman kalau habis berpergian tidak langsung mandi,"

"Iya ya, mama tahu itu. Anak mama ini bersih dan higienis. Mama memang mengajarkan kalian untuk hidup bersih dan sehat sejak kecil," sahut mama Laras tersenyum terus mengelus rambut halus gadis belia berwajah cantik itu.

Raut wajah Zafira sungguh cantik. Perpaduan wajah mama Laras dan papa Arga. Mata sebening mata mama Laras. Bibir mengikuti bentuk bibir papa Arga. Berbibir tipis namun tetap menarik.

"Sayang, apa kau sudah shalat Asar?," mama Laras bertanya kembali mengingatkan sang anak.

"Sudah ma, tadi setelah selesai mandi, Zafira langsung shalat," Zafira meletakkan ponsel lalu menarik kaki dan bergeser mendekati sang mama, duduk melipat kedua lutut.

"Ma, besok Zafira minta izin pulang sekolah agak telat ya. Boleh kan?," pintanya dengan wajah imut menatap mama Laras yang duduk di hadapannya.

"Boleh saja, tapi kalau mama boleh tahu, kau mau kemana nak?," mama Laras menautkan alis memandang anak cantik itu penuh rasa ingin tahu.

"Zafira mau menemani Ronald membeli sepatu olahraga ma," Zafira menjawab jujur.

"Oh, jadi anak mama mau menemani kekasihnya belanja," mama Laras mencoba berseloroh lalu tersenyum menggoda sang putri.

"Ah mama bisa saja," Zafira mengerucutkan bibir.

"Sayang, mama sebenarnya kurang setuju kau terlalu dekat dengan Ronald. Bukan karena mama tidak menyukai Ronald, tapi karena umurmu masih 16 tahun nak. Belum saatnya kau menjalin hubungan dengan seorang laki-laki," sang mama menasehati anak belianya.

"Iya ma, Zafira tahu itu, Zafira juga tidak macam-macam di luaran. Zafira suka Ronald hanya sekedar suka biasa ma. Kagum karena dia pembasket populer di sekolah. Selain itu dia juga tampan dan berpostur tubuh sangat tinggi. Itu yang membuat Zafira selalu terkagum-kagum padanya. Mama tidak perlu khawatir, Zafira juga belum mau menikah. Lulus sekolah saja belum, kuliah juga belum," sahut Zafira menenangkan hati sang mama yang selalu mengkhawatirkan dirinya.

"Iya, harusnya memang begitu, jangan sampai terbawa pergaulan bebas. Mama dan papa tidak menyukai ith. Perjalananmu masih panjang. Setelah lulus sekolah, kau juga harus berkuliah dulu. Mungkin keluar negeri seperti anjuran papa,"

"Tapiiii.., nanti kalau Zafira sudah selesai sekolah dan sudah lulus kuliah atau sudah bekerja, Zafira boleh kan ma menjalin hubungan yang lebih serius dengan Ronald?," sang anak bertanya menatap mamanya penuh harap.

"Iya boleh, mama tidak pernah melarang kau menjalin hubungan dengan siapa pun. Mama serahkan semua keputusan padamu. Tapi mama hanya ingin memberi sedikit nasehat mengenai Fariz. Fariz itu anak yang baik. Setelah kau dewasa nanti dan saat usiamu sudah tepat untuk menikah, apa kau tidak mau berfikir ulang tentang Fariz? Mama yakin, Fariz itu pria yang baik untuk kau jadikan suamimu kelak," mama Laras mencoba menasehati dan membuka mata fikiran Zafira.

"Mama.., sudah berapa kali Zafira katakan pada mama, Zafira itu menganggap Fariz tidak lebih dari teman. Jadi sampai kapan pun Zafira akan selalu berteman dengan Fariz," ujar Zafira memberi pengertian pada sang mama.

Mama Laras menarik nafas seraya menggelengkan kepala mendengar jawaban Zafira.

Telah berulang kali dia memberi pencerahan pada Zafira tentang sosok Fariz namun sang anak tetap pada pendiriannya, hanya menganggap Fariz seorang teman, tidak lebih.

Mama Laras juga tidak pernah memaksa Zafira menuruti kehendaknya. Apapun yang akan terjadi ke depan, dia dan papa Arga tetap menyerahkan semua keputusan pada sang putri.

"Iya baiklah, mama tidak pernah memaksamu. Hanya saja mama, papamu, dan mama papa Fariz sebenarnya sudah menjodohkan kalian sejak kecil. Tapi kalau kau tidak menyetujui perjodohan ini, mama juga tidak akan memaksamu sayang. Semua keputusan mama serahkan pa padamu," ucap mama Laras dengan wajah keibuan mengusap lembut pipi Zafira.

"Iya ma, Zafira sudah tahu itu. Mama sudah berulang kali membahas masalah ini. Dan mama juga sudah tahu jawaban Zafira tetap sama, tidak akan berubah," jelas Zafira yakin.

"Baiklah. Mama mengerti. Tidak perlu terlalu kau fikirkan masalah ini. Yang penting sekarang tetap fokus belajar dan mengejar beasiswa supaya kau bisa kuliah ke luar negeri. Mama dan papa sangat bangga padamu dan Zafran. Kalian anak-anak yang pintar selalu mendapat nilai terbaik di sekolah," puji mama Laras mencium kening Zafira penuh kasih sayang.

Zafira memejamkan mata merasakan sentuhan penuh kasih dari sang mama, hingga usianya enam belas tahun, mama Laras tidak pernah membentak apalagi memukul Zafira atau pun Zafran. Mama Laras selalu mendidik Zafira dan Zafran dengan lemah lembut dan hingga detik ini Zafira dapat merasakan kasih sayang dan cinta yang begitu besar dari sang mama.

Sebenarnya Zafira merasa bersalah kepada mama Laras. Dia merasa telah menentang keinginan sang mama, karena setiap sang mama mencoba membuka mata dan hatinya mengenai sosok Fariz, namun dirinya selalu menutup telinga dan menolak permintaan sang mama agar bisa menerima perjodohan ini. Namun Zafira juga tidak menyalahkan dirinya, karena memang di matanya, Fariz hanyalah seorang sahabat. Hatinya tidak bisa dipaksa untuk menyukai sahabatnya sendiri.

*****

Keesokan hari, sepulang sekolah, Zafira tidak pulang bersama Zafran, sesuai rencana kemarin, gadis belia itu akan menemani Ronald berbelanja sepatu olahraga.

Kedua remaja itu berboncengan menggunakan motor besar milik si pembasket bertubuh jangkung menuju Plaza Indonesia Mall, salah satu mall ter-elit di Jakarta Pusat.

Zafira menaruh tas sekolahnya di tengah untuk membatasi agar tubuhnya tidak berdempetan dengan Ronald.

Gadis belia berkulit putih itu selalu mengingat pesan sang mama, untuk selalu menjaga diri dari sentuhan dan rayuan semua laki-laki yang dekat dengannya. Sang mama juga menekankan kepada Zafira jangan sampai menyerahkan kesucian apapun alasannya, sebelum adanya janji suci pernikahan.

"Setelah lulus sekolah, kau akan melanjutkan kemana?," Zafira mengeluarkan pertanyaan dari balik belakang punggung Ronald.

Ronald menjalankan laju sepeda motor dengan kecepatan pelan. Kepalanya sempat menoleh ke kiri melirik pada gadis di belakang.

"Belum tahu, sepertinya orang tuaku menyuruhku untuk melanjutkan study keluar negeri,"

"Oh ya? Baguslah, aku mendukungmu," sahut Zafira antusias.

"Kau sendiri mau kuliah dimana setelah lulus sekolah nanti?," Ronald balik bertanya ingin tahu.

"Sepertinya aku juga akan melanjutkan kuliah keluar negeri, tapi ini baru rencana, soalnya aku belum siap berpisah dengan mama dan papa..," jawab Zafira dengan hati resah.

"Kau bicarakan dulu dengan mama dan papamu. Kalian bisa cari solusi terbaik. Atau kalau kau tidak mau kuliah di luar negeri, kau bisa kuliah di sini saja. Masih banyak Universitas unggulan dan terbaik yang ada di Indonesia," Ronald memberi saran.

Zafira mengangguk membenarkan perkataan Ronald.

"Iya, benar juga, aku akan memikirkannya nanti," sahut gadis itu setuju dengan saran Ronald.

"Artinya kita susah bertemu, aku di luar negeri, kau di Indonesia," ujar Ronald di sela-sela suara berisik jalanan Ibu kota.

"Masih bisa, pas kau libur semester dan pulang ke Indonesia, selain itu, kau juga bisa setiap saat meneleponku," Zafira memberi solusi.

"Iya juga ya, aku bisa menemuimu saat aku pulang ke Jakarta," Ronald mengangguk-anggukkan kepala menyetujui solusi dari Zafira .

Zafira tidak menjawab, hanya bibirnya menyunggingkan senyum, kemudian mengedarkan mata memandangi suasana jalan yang mulai tampak macet.

Di sepanjang perjalanan keduanya terus mengobrol menceritakan berbagai hal.

Dan tanpa mereka sadari, saat mereka berdua tengah asyik bercengkerama, ada sebuah motor Ninja berwarna merah berada di belakang mereka dengan jarak sekitar delapan meter, yang sedari tadi mengikuti mereka.

Sepasang mata si penguntit terus mengamati gerak gerik Zafira dan Ronald yang asyik berboncengan di atas motor Ninja berwarna hijau.

...*******...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!